Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP


PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

OLEH :
ISABELLA CAROLINE
1141620018
KELOMPOK 8

TEKNIK KIMIA
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
2018
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP
PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

I. TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk :

1. Mengetahui pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroorganisme.


2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
3. Mengetahui pengaruh bahan kimia (desinfektan) terhadap
pertumbuhan mikroorganisme.

II. DASAR TEORI


Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan,
akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH
dari medium tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia.
Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-
faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhluk-makhluk hidup,
yaitu, mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme,
dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan
faktor-faktor abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan
osmotik, kelembaban, sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal:
adanya senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya).
Kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup merupakan
suatu hal yang penting untuk diketahui. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroba sangat penting untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroba, adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi pH,
potensial oksidasi-reduksi, kandungan nutrisi, kandungan senyawa anti mikrobia,
dan struktur biologi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi temperatur, kelembapan
relatif lingkungan, dan susunan gas di lingkungan.
Panas, konsentrasi ion hidrogen (pH), adanya air, oksigen dan cahaya
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Sewaktu pertumbuhan
mikroorganisme, konsentrasi ion hidrogen (pH) dalam media mempengaruhi
protein (enzim dan sistem transport) yang terdapat pada membran sel. Struktur
protein akan berubah bila pH dalam media berubah. Mikroorganisme memiliki
enzim yang berfungsi sempurna pada pH tertentu. Bila terjadi penyimpangan pH,
pertumbuhan dan metabolisme organisme terhenti. Lazimnya mikroorganisme
tumbuh pada pH sekitar 7,0, namun ada juga yang dapat tumbuh pada pH 2,0 dan
pH 10,0, fungi dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, kelompok ini dapat
tumbuh pada pH asam.
Mikroorganisme yang melaksanakan proses fermentasi menghasilkan asam
sehingga pH dapat turun menjadi 3,5. Sebaliknya, sewaktu metabolisme protein dan
asam amino dilepaskan ion amonium sehingga pH media menjadi basa.
Mikroba umumnya menyukai pH netral yaitu pH 7. Beberapa bakteri dapat
hidup pada pH tinggi (medium alkalin) Apabila mikroba ditanam pada media
dengan pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila pH media 8
maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan pHnya mikroba dapat
dikelompokan menjadi 3 yaitu mikroba asidofil adalah kelompok mikroba yang
dapat hidup tumbuh baik pada pH 6,0 – 8,0 pada pH 2,0-5,0, mikroba mesofil
(neutrofil) adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan
mikroba alkafil adalah kelompok mikroba yang dapat hidup pada pH 8,4-9,5.0.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu
optimum tertentu untuk pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan,
mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut:
- Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 0 - 20°C.
- Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20 - 45°C.
- Termofil, yaitu mikroba yang mempunyai suhu pertumbuhannya di atas 45°C.
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu
tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya
mempunyai suhu optimum pertumbuhan sekitar 37 derajat C, yang juga adalah
suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan suhu yang
baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen.
Mikroba perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4-
66 derajat C. Oleh karena kisaran suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk
penyimpanan pangan, maka pangan tidak boleh disimpan terlalu lama pada kisaran
suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di bawah 4 derajat C atau di atas
66 derajat C. Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi kebanyakan
mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang tergolong
psikrofil. Pada suhu di atas 66 derajat C, kebanyakan mikroba juga terhambat
pertumbuhannya meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil mungkin
tidak mati.
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagai
mana desinfektan bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan
kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan
keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan
untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada.
Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena
tujuannya adalah perusakan agen-agen patogen. Berbagai istilah digunakan
sehubungan dengan agen-agen kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas
yang terkena. Mekanismekerja desinfektan mungkin beraneka dari satu desinfektan
ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh kerusakan pada membran sel
atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang
berakibat kematian atau mutasi.

A. Pengaruh pH

III. ALAT DAN BAHAN

1. 9 tabung medium Glukose broth masing-masing 3 dengan pH


yang berbeda ( 5, 7, 9 )
2. 3 buah pipet steril
3. Pro pipet
4. Suspensi biakan E-coli dan Subtilis

IV. CARA KERJA


Diinokulasikan biakan E-coli dengan pipet steril ke dalam 3 tabung medium
cair Glukose broth yang pH-nya berbeda masing masing sebanyak 0.05ml.

Dilakukan hal yang sama dengan pipet steril lainnya untuk Subtilis.

Dibiarkan 1 tabung medium dari masing-masing pH tidak diinokulasi, dan
digunakan sebagai control.

Diinkubasikan pada suhu kamar selama 24 – 72 jam.

Diamati pertumbuhan yang terjadi.

V. DATA & GAMBAR PENGAMATAN


Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini adalah :

Asam Lemah Netral Basa Lemah


pH 5 pH 7 pH 9
E-coli + +++ ++

Subtilis + +++ ++

Control + + +

Keterangan :
+ tidak ada perubahan
++ sedikit keruh
+++ sangat keruh

 Gambar Pengamatan :

Perbandingan pH (5,7,9) pada E-coli Perbandingan pH (5,7,9) pada Subtilis


Control pada perbandingan pH (5,7,9)

Perbandingan E-coli dengan Substilis pada pH (5,7,9) :

Perbandingan E-coli dengan Subtilis Perbandingan E-coli dengan Subtilis


Pada pH 5 pada pH 7
Perbandingan E-coli dengan Subtilis
pada pH 9

VI. PEMBAHASAN
Pertumbuhan Mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan
perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
kehidupan mikroba antara lain faktor abiotik ,yang salah satunya adalah pengaruh
pH. Adapun pengaruh pH pada pertumbuhan mikroorganisme yaitu suatu
mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik pada pH yang tidak terlalu asam dan
tidak terlalu basa. Hanya beberapa jenis bakteri tertentu yang dapat bertahan dalam
suasana asam ataupun basa. Suatu mikroorganisme memerlukan kondisi
lingkungan yang cocok untuk melakukan metabolisme.
Percobaan kali ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pH terhadap pertumbuhan mikroba. Mikroba yang digunakan pada percobaan kali
ini adalah e-coli dan subtilis, yang diinokulasikan ke dalam tabung medium cair
Glukose broth dengan masing masing pH 5, 7, dan 9. Dari data pengamatan dapat
dilihat :
a. E-coli
 E-coli dibandingkan dengan kontrol pada pH 5 tetap sama tidak terjadi
perubahan. Ini berarti pH 5 (asam lemah) bukanlah pH optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
 E-coli dibandingkan dengan kontrol pada pH 7 berubah menjadi
sangat keruh dan terdapat endapan. Ini berarti di pH 7 (netral) ada aktivitas
pertumbuhan mikroba.
 E-coli dibandingkan dengan kontrol pada pH 9 berubah menjadi
sedikit keruh. Ini berarti di pH 9 (basa lemah) juga ada aktivitas pertumbuhan
mikroba.
Jika dilihat data pada pH 7 (netral) dan pH 9 (basa lemah) sama-sama terdapat
aktivitas pertumbuhan mikroba. Namun setelah dibandingkan terlihat lebih keruh
pada pH 7 dan terdapat endapan. Ini berarti pH 7 atau pH netral adalah pH optimal
untuk pertumbuhan mikroba.
b. Subtilis
 Subtilis dibandingkan dengan kontrol pada pH 5 tetap sama tidak
terjadi perubahan. Ini berarti pH 5 (asam lemah) bukanlah pH optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
 Subtilis dibandingkan dengan kontrol pada pH 7 berubah menjadi
sangat keruh dan terdapat endapan. Ini berarti di pH 7 (netral) ada aktivitas
pertumbuhan mikroba.
 Subtilis dibandingkan dengan kontrol pada pH 9 berubah menjadi
sedikit keruh. Ini berarti di pH 9 (basa lemah) juga ada aktivitas pertumbuhan
mikroba.
Begitu juga dengan subtilis, jika dilihat data pada pH 7 (netral) dan pH 9 (basa
lemah) sama-sama terdapat aktivitas pertumbuhan mikroba. Namun setelah
dibandingkan terlihat lebih keruh pada pH 7 dan terdapat endapan. Ini berarti pH 7
atau pH netral adalah pH optimal untuk pertumbuhan mikroba.
Dari data yang diperoleh, e-coli dan subtilis dapat tumbuh dengan baik pada
pH 7 atau pH netral. Jika dibandingkan dengan literatur hasilnya pun tepat, e-coli
dan subtilis dapat tumbuh optimum pada pH 7 – 7,5 . Mikroorganisme yang dapat
tumbuh dengan baik pada pH 6,5 – 7,5 adalah bakteri, berarti e-coli dan subtilis
termasuk dalam golongan bakteri. Berdasarkan pH dan tempat tumbuhnya, e-coli
dan subtilis termasuk mikroba neutrophil karena cocok akan pH netral.

B. Pengaruh Suhu

III. ALAT DAN BAHAN

1. 9 tabung medium Glukose broth masing-masing 3 dengan suhu yang


berbeda yaitu : 5°C, 30°C, 50°C
2. Suspensi biakan E.coli dan Subtilis
3. 3 buah pipet steril
4. Pro pipet
IV. CARA KERJA
Diinokulasikan biakan E-coli dengan pipet steril ke dalam 3 tabung medium
cair Glukose broth masing masing sebanyak 0.05ml.

Dilakukan hal yang sama dengan pipet steril lainnya untuk biakan Subtilis.

Diinkubasikan satu seri tabung masing-masing pada suhu 5°C, 30°C, dan
50°C selama 24-72 jam.

Diamati pertumbuhan yang terjadi.

V. DATA & GAMBAR PENGAMATAN


Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini adalah :

5°C 30°C 50°C


E-coli + +++ ++

Subtilis + ++ +++

Control + + +

Keterangan :
+ tidak ada perubahan
++ sedikit keruh
+++ sangat keruh

 Gambar Pengamatan :
Perbandingan suhu (5,30,50)°C pada E.coli Perbandingan suhu (5,30,50)°C pada
Subtilis

Control pada perbandingan suhu (5,30,50)°C

Perbandingan E-coli dengan Substilis pada suhu (5,30,50)°C :


Perbandingan E-coli dengan Substilis Perbandingan E-coli dengan Substilis
pada suhu 5°C pada suhu 30°C

Perbandingan E-coli dengan Substilis


pada suhu 50°C

VI. PEMBAHASAN
Pengaruh temperatur pada petumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan
atas tiga golongan yaitu: Mikroorganisme Psikofilik, adalah bakteri yang dapat
bertahanhidup antara temperatur 0°C sampai 30°C. Sedangkan temperatur
optimumnya antara10°C sampai 20°C. Mikroorganisme mesofilik adalah bakteri
yang dapat bertahanhidup antara temperatur 5°C sampai 60°C. Sedangkan
temperatur optimumnya antara25°C sampai 40°C. Mikroorganisme Termofilik
adalah bakteri yang dapat bertahanhidup antara temperatur 55°C sampai 65°C.
Pada percobaan kali ini, bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
suhu terhadap pertumbuhan mikroba. Mikroba yang digunakan pada percobaan ini
adalah e-coli dan subtilis, yang diinokulasikan ke dalam tabung medium cair
Glukose broth dengan perbedaan suhu 5°C, 30°C, dan 50°C. Dari data pengamatan
yang diperoleh ,dapat dilihat :

a. E.coli
 E-coli jika dibandingkan dengan kontrol pada suhu 5°C tetap sama,
tidak terjadi perubahan warna maupun endapan. Ini berarti suhu 5°C
bukanlah suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
 E-coli jika dibandingkan dengan kontrol pada suhu 30°C mengalami
perubahan menjadi sangat keruh. Ini berarti pada suhu 30°C atau pada suhu
ruangan, ada aktivitas pertumbuhan mikroba.
 E-coli dibandingkan dengan kontrol pada suhu 50°C mengalami
perubahan menjadi sedikit keruh. Ini berarti pada suhu 50°C juga terdapat
aktivitas pertumbuhan mikroba.
Jika dibandingkan antara suhu 30°C dan suhu 50°C yang sama-sama memiliki
aktivitas pertumbuhan mikroba, dapat dilihat perbedaan pada suhu 30°C yang
memiliki warna lebih keruh. Ini berarti, suhu 30°C atau suhu ruangan adalah suhu
optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan e-coli. Dan hal inilah yang
menyebabkan seseorang lebih mudah terkontaminasi bakteri e-coli, karena e-coli
tumbuh optimal pada suhu ruangan.

b. Subtilis
 Subtilis jika dibandingkan dengan kontrol pada suhu 5°C tetap sama,
tidak terjadi perubahan warna maupun endapan. Ini berarti suhu 5°C
bukanlah suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
 Subtilis jika dibandingkan dengan kontrol pada suhu 30°C mengalami
perubahan menjadi keruh. Ini berarti pada suhu 30°C atau pada suhu
ruangan, ada aktivitas pertumbuhan mikroba.
 Subtilis dibandingkan dengan kontrol pada suhu 50°C mengalami
perubahan menjadi sangat keruh. Ini berarti pada suhu 50°C juga terdapat
aktivitas pertumbuhan mikroba.
Jika dibandingkan suhu 30°C dengan suhu 50°C terlihat lebih keruh pada suhu
50°C. Ini berarti, suhu 50°C pada percobaan ini adalah suhu optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangan subtilis. Namun jika dibandingkan dengan
literature, suhu tumbuh optimum bakteri subtilis adalah pada suhu 25-35°C bukan
suhu 50°C. Sehingga pada percobaan kali ini mengalami kesalahan. Kesalahan yang
terjadi mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti tabung reaksi dan pipet yang
kurang steril, suhu inkubator yang kurang stabil, penutupan tabung reaksi yang
kurang rapat sehingga menyebabkan kontaminasi.
Dari percobaan ini, bila dilihat dari hasilnya maka berdasarkan literatur yang
ada, bakteri e-coli dan subtilis digolongkan menjadi bakteri mesofil (mesotermik).
Karena dapat hidup pada kisaran suhu 20-50°C.

C. Pengaruh Bahan Kimia

III. ALAT DAN BAHAN

1. Pipet steril
2. Pinset
3. 4 cawan petri steril
4. Kertas saring steril berbentuk bulat dengan diameter 1 cm (cakram
kertas)
5. Larutan lisol
6. Betadine
7. Alkohol
8. Aquades
9. 4 tabung medium nutiren
10. Biakan murni ecoli dan subtilis

IV. CARA KERJA

Diambil medium agar dalam incubator, kemudian ditunggu hingga suhu mencapai
sekitar 40-45°C.

Diteteskan 0,2 ml suspensi biakan bakteri ecoli dan subtilis masing-masing 2
ke dalam cawan petri.

Dituangkan agar secara aseptik ke dalam setiap cawan petri yang sudah
ditetesi dengan suspensi biakan, diratakan dan dibiarkan membeku.

Dibakar pinset sebentar di atas nyala api, di ambil dua cakram kertas dengan
pinset atau satu persatu.

Kemudian dicelupkan kertas saring pertama kedalam aquades steril dan
diletakkan di atas permukaan agar pada cawan 1 petri yang berisi biakan
e.coli dan 1 cawan petri yang berisi biakan subtilis.

Dicelupkan kertas saring kedua dalam betadine dan diletakkan pada cawan
petri yang sama dengan jarak tertentu.

Dilakukan hal yang sama, kedua kertas saring masing masing dicelupkan
kedalam larutan lisol dan alkohol dan diletakkan bersebelahan dengan jarak
tertentu pada permukaan agar pada cawan petri ke tiga dan ke empat.

Diinkubasikan pada suhu kamar selama 24-48 jam.

Diamati pertumbuhan yang terjadi dan diukur daerah bening yang timbul.

V. DATA & GAMBAR PENGAMATAN


Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini adalah :

Aquades Betadine Lisol Alkohol

E.coli + ++++ +++ ++


Subtilis ++ ++++ +++ +

Keterangan :
++++ zona bening paling luas
+++ zona bening sedang
++ zona bening sedikit
+ tidak ada zona bening

Gambar Pengamatan :

 E.coli
Perbandingan aquades dengan betadine Perbandingan lisol dengan alcohol
pada e-coli pada e-coli

 Subtilis

Perbandingan aquades dengan betadine Perbandingan lisol dengan alcohol


pada subtilis pada subtilis

VI. PEMBAHASAN
Dalam percobaan ini digunakan beberapa jenis zat yaitu aquades, betadine,
lisol, dan alkohol, untuk mengatur kemampuan semua bahan itu dapat dilihat
dari luasnya diameter zona bening yang dihasilkan olehnya terhadap bakteri e-
coli dan subtilis. Zona bening pada percobaan ini adalah daerah di sekitar zat
kimia yang tidak terdapat mikroba, karena bakteri menjauhi daerah tersebut.
Zona oligoolienamik adalah daerah disekeliling zat kimia karena pergerakan
bakteri.

Dari data yang diperoleh, dapat dilihat :

 Aquades adalah air netral, tidak dapat membunuh mikroba karena


tidak terdapat anti mikrobiologi nya. Sehingga aquades bisa menjadi
tempat untuk mikroba tumbuh. Dilihat dari hasil percobaan, daerah
aquades pada e-coli tidak ada zona bening ini berarti, bakteri ecoli
tumbuh pada area tersebut. Jika dibandingkan dengan bakteri subtilis
pada area aquades, dapat dilihat terdapat sedikit zona bening pada area
tersebut. Yang seharusnya jika dilihat dari literature, aquades juga bisa
menjadi tempat optimal untuk mikroba tumbuh. Kesalahan ini mungkin
terjadi karena hal-hal seperti kesalahan pemasukan metode campuran
maupun kesalahan pada penyebaran mikroba yang kurang merata.
 Betadine mengandung daya anti mikrobiologi yang tinggi. Zat aktif
yang ada di dalam betadine adalah iodine povidone. Sehingga daya untuk
mematikan mikrobanya pun juga tinggi. Dilihat dari hasil percobaan,
daerah betadine pada e-coli dan subtilis menghasilkan zona bening yang
luas. Ini berarti e-coli dan subtilis lebih resisten terhadap zat aktif pada
betadine. Namun jika dibandingkan zona bening pada ecoli dan subtilis,
zona bening pada ecoli lebih bening daripada subtilis. Kesalahan ini
mungkin terjadi karena penyebaran mikroba yang kurang merata.
 Lysol mengandung bahan aktif lisol yang merupakan campuran kresol
dan sabun. lisol termasuk efektif sebagai bakterisid, dan kerjanya tidak
banyak dirusak oleh adanya bahan organik. Namun dari hasil percobaan
yang dipoeroleh, dapat dilihat daerah sekitar lisol baik pada e-coli
maupun subtilis zona beningnya tidak lebih banyak dibandingkan dengan
betadine. Hal ini menunjukkan bahwa daya anti mikrobiologinya kurang
baik dan kurang efektif untuk membunuh bakteri ecoli dan subtilis jika
dibandingkan dengan betadine.
 Alkohol menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan cara
mendenaturasi protein pada membran proteinnya. Kemampuan alkohol
mendenaturasi protein terjadi karena alkohol dapat memutus ikatan
hidrogen antar gugus hidroksil. Pelipatan-pelipatan denaturasi protein
menyebabkan enzim-enzim dan protein fungsional tidak dapat bekerja,
sehingga metabolisme tidak terjadi dan bakteri mati. Dari hasil percobaan
dapat dilihat, zona bening pada daerah alkohol sangatlah sedikit jika
dibandingkan dengan zona bening betadine dan lisol. Hal ini disebabkan
karena alkohol kerjanya lebih untuk menghambat dari pada membunuh
bakteri. Dari data dilihat pada ecoli zona beningnya lebih banyak
daripada subtilis yang tidak terjadi desinfeksi. Jika dibandingkan dengan
literature seharusnya subtilis juga terjadi desinfeksi dari alkohol.
Kesalahan ini mungkin terjadi karena kesalahan pada metode pengerjaan,
seperti penyebaran mikroba yang kurang merata atau kesalahan pada
pemasukan metode campuran.

Dari percobaan yag dilakukan, dapat dilihat desinfektan yang paling efektif
dan memiliki daya bunuh paling besar adalah betadine karena zona bening sekitar
betadine paling luas. Sedangkan yang memiliki daya bunuh paling kecil adalah
aquades, karena aquades adalah air netral yang tidak dapat membunuh mikroba .

VII. KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan :

1. PH optimum untuk pertumbuhan bakteri E.coli dan Subtilis adalah pH


7. Bakteri E.coli dan subtilis termasuk mikroba neutrophil karena cocok akan
pH netral.
2. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri E.coli dan Subtilis adalah
pada suhu 30°C. Bakteri E.coli dan subtilis digolongkan menjadi bakteri
mesofil (mesotermik) karena dapat hidup pada kisaran suhu 20-50°C.
3. Bahan kimia atau desinfektan yang cocok untuk menghambat dan
membunuh pertumbuhan bakteri E.coli dan Subtilis adalah betadine.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986, Dasar-Dasar Mikrobiologi, UI-Press, Jakarta.

Volk &Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Sumarsih, Sri . 2003 . Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar . UPN “Veteran”


Yogyakarta : Yogyakarta.

Dwidjoseputro, 1994, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambaran, Jakarta

Musdafarma.laporan-praktikum-biologi.2013
https://musdafarma.wordpress.com/2013/10/30/laporan-praktikum-
mikrobiologi/ : diakses 21 Februari 2018

L.Aditya.laporan-praktikum-mikrobiologi.2014
http://www.academia.edu/16007152/Laporan_Praktikum_Mikrobiologi_Faktor
_Lingkungan_Yang_Berpengaruh_Terhadap_Pertumbuhan_Mikroorganisme_ :
diakses tanggal 21 Februari 2018

Cibekcarlota.pengaruh-lingkungan.2015
http://cibekcarlota.blogspot.co.id/2015/07/pengaruh-lingkungan.html :
diakses tanggal 21 Februari 2018

Anda mungkin juga menyukai