Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara yang kaya. Kaya akan pulau, suku,
budaya, dan tentu saja dengan kearifan lokalnya. Berdasarkan citra satelit LAPAN
pada tahun 2002, Indonesia memiliki 18.306 pulau yang sisanya masih belum
terlacak dan menjadi "misteri" hingga saat ini. Seperti yang dilansir pada laman
resmi indonesia.go.id, Indonesia memiliki 1.340 suku yang telah dicatat dalam
sensus BPN tahun 2010 dan menurut Kemdikbud, terdapat sekitar 652 bahasa
daerah yang telah dipetakan.

Salah satu ragam suku yang ingin penulis sampaikan adalah Suku Badui.
Suku Badui merupakan kelompok etnis masyarakat suku Banten di wilayah
Kabupaten Lebak, Banten. Populasi suku Badui tercatat sebanyak 26.000 orang.
Suku Badui cenderung mengisolasi diri dari dunia luarnya.

Maka dari itu, penulis ingin memaparkan tentang kearifan lokal dan etika
yang dijalankan oleh suku Badui serta tata pemerintahannya, perekonomian, dan
adat-adat yang ada di dalamnya.

1.2 Rumusan masalah

● Siapakah Suku Badui itu?

● Bagaimana sistem perekonomian etnis suku Baduy?

● Bagaimana sistem pemerintahan suku Baduy?

● Bagaimana bentuk rumah adat dengan kearifan lokalnya?

1
● Apa itu upacara seba?

● Apa saja kesenian-kesenian yang ada di dalam suku Baduy?

1.3 Tujuan

● Menjelaskan siapa itu suku Baduy

● Menjelaskan kehidupan perekonomian yang terdapat pada


kehidupan suku Baduy.

● Menjelaskan sistem pemerintahan yang dibuat oleh kebudayaan


suku Baduy.

● Menjelaskan apa itu upacara Seba

● Menjelaskan kesenian-kesenian suku Baduy

2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 SIAPAKAH SUKU BADUY ITU?

Urang Kenakes, Orang Kenakes atau orang Baduy merupakan satu dari sekian
banyak suku yang ada di Indonesia. Baduy adalah suku asli Indonesia yang berasal
dari kabupaten Lebak, Banten. Baduy sangat menjaga adat istiadat yang berasal dari
nenek moyang mereka sampai saat ini. Masyarakat Baduy memilih menjadi
masyarakat tradisional yang anti modernisasi. Keyakinan yang mereka anut yaitu
Sunda Wiwiwtan yang lebih dekat dengan ajaran Agama Hindu. Suku baduy terdiri
dari dua kelompok, yaitu suku Baduy dalam dan Suku Baduy Luar.

Sumber: http://journal.momotrip.co.id/index.php/2017/04/06/mengenal-lebih-dekat-
urang-kanekes-di-tanah-baduy/

Suku Baduy Dalam

Kelompok Baduy dalam atau Tangtu ini adalah kelompok yang sangat patuh
pada aturan dan adat istiadat yang ditetapkan oleh kepala suku mereka. Baduy

3
dalam tinggal di pedalaman hutan. Ciri khas suku Baduy dapat dilihat dari
pakaiannya, yaitu tidak bekancing dan berkerah dengan warna putih atau biru tua
dengan bertelanjang kaki. Warna putih melambangkan kesucian dan budaya yang
tidak terpengaruh dari luar. Selain itu, Baduy dalam juga tidak mengenal teknologi
dan uang. Anak-anak suku Baduy tidak ada yang sekolah, sehingga hanya bisa
berkomunikasi dengan bahasa asli mereka, yaitu bahasa Sunda dan membaca huruf
aksara hanacara. Baduy dalam juga tidak menggunakan transportasi seperti motor
atau sepeda. Mereka membuat jembatan sendiri untuk penyebrangan di desa
mereka.

Baduy Dalam memiliki tiga kampung yang bertugas mengakomodir


kebutuhan dasar yang diperlukan semua masyarakat Suku Baduy. Tugas ini
dipimpin oleh Pu'un selaku ketua adat tertinggi dibantu dengan Jaro sebagai
wakilnya. Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo adalah tiga kampung tempat
Suku Baduy tinggal, sedangkan

Suku Baduy Luar

Suku Baduy luar adalah kelompok yang tinggalnya di daerah yang mengelilingi
daerah tempat tinggal suku Baduy dalam. Suku Baduy luar sudah mengenal
teknologi, uang, dan sekolah. Mereka juga sudah menggunakan alat transportasi
seperti motor dan barang elektronik. Berbeda dengan suku Baduy dalam, suku
Baduy luar mengenakan pakaian berwarna hitam.

Kelompok masyarakat Baduy Luar tinggal di 50 kampung lainnya yang berada


di bukit-bukit Gunung Kendeng.

2. 2 SISTEM PEREKNOMIAN

Sistem perekonomian masyarakat Baduy adalah sistem tertutup, artinya


aktifitas ekonomi hanya dilakukan untuk kehidupan sehari-hari, diproduksi, dan

4
dikonsumsi oleh masyarakat Baduy itu sendiri. Mereka membuat sendiri pakaian
dan peralatan pertanian dengan memanfaatkan bahan alam yang ada di sekitar
mereka. Aktifitas ekonomi utama suku Baduy adalah bertani. Aktifitas tambahan
berupa membuat kerajinan sarung, baju, dan membuat gula.

Kegiatan pertanian merupakan kegiatan sakral dalam kehidupan sehar- hari


urang Kenakes karena setiap tahap terdapat upacara adatnya tersendiri. Tahapan
pengolahan ladang sebagai berikut:

 Narawas
Yaitu pemilihan lahan untuk dijadikan huma oleh setiap kepala keluarga. Lahan
yang dipilih biasanya hutan sekunder. Untuk menandai pemilihan lahan bisa dengan
meletakan batu asahan atau menanam kunyit. Selama proses pemilihan ladang
terdapat pantangan-pantangan yang harus dipathui, diantaranya tidak berbicara
kasar, kentut, memakai baju yang bersih dan memakai ikat kepala.

 Nyacar
Yaitu pembersihan ladang dengan menebas rumput, semak belukar, dan
pemotongan beberapa dahan yang besar agar ladang mendapat pasokan matahari
yang cukup.

 Nukuh
Yaitu mengeringkan rerumputan atau dedaunan hasil tebangan pada proses
sebelumnya. Apabila terdapat pohon besar di lahan itu, ada upacara adat tersendiri
untuk penebanganya dengan pembagian sesajen.

 Ngaduruk

5
Terjadi pada tanggal ke 18 bulan katujuh, adalah waktu yang tepat untuk
membakar. Selama pembakaran yang dilakukan untuk setiap onggokan, api selalu
dijaga agar tak merambat dan menimbulkan kebakaran hutan. Setelah selesai
membakar, maka mereka akan selalu memastikan bahwa api telah benar-benar mati
sebelum meninggalkan huma. Abu bekas pembakaran dibiarkan di ladang sebagai
pupuk sambil menunggu hujan tiba.

 Nyoo binih
Adalah kegiatan mempersiapkan benih yang dilakukan 1 hari sebelum
penanaman atau ngaseuk. Kegiatan tersebut dimulai dengan menurunkan benih
padi dari lumbung, yang dilakukan oleh para wanita. Pelaku harus mengenakan
selendang putih, sabuk putih, dan rambutnya disanggul, dan melakukan kegiatan
tersebut dengan suasana hening dan khidmad, tanpa bercakap-cakap, dan dengan
mengucapkan mantra tertentu. Kegiatan menurunkan benih dari lumbung, yang
dipimpin oleh istri girang seurat, dimaknai sebagai membangunkan Nyi Pohaci,
yaitu dewi pelindung pertanian dari tidurnya. Setelah menurunkan padi maka padi
tersebut diletakkan di tempat yang lapang untuk diinjak-injak dengan telapak kaki
di atas tampah agar butir-butirnya terlepas dari tangkai padi, kemudian benih
tersebut disimpan di dalam bakul. Pada malam hari salah satu dari bakul tersebut,
yang secara simbolis mewakili bakul-bakul lainnya dibawa ke tengah lapangan
untuk diberi mantra oleh para tetua kampung (baris kolot) diiringi serombongan
pemain angklung yang semuanya pria dan disaksikan oleh seluruh warga. Benih
pada bakul tersebut biasanya kemudian ditaman di huma serang yang merupakan
huma komunal masyarakat Baduy.

 Ngaseuk
Berarti menugal atau menanam dengan tugal, yaitu dengan cara membuat
lubang kecil dengan sepotong kayu atau bambu yang diruncingkan ujungnya, dan
menanam benih padi ke dalamnya. Kegiatan penugalan tersebut dilakukan para pria
dewasa, dan penanamannya dibantu oleh anggota keluarga lainnya.

6
 Ngirab sawan
Adalah membuang sampah atau penyakit. Dalam kegiatan tersebut dilakukan
pembersihan ranting dan daun atau tanaman lain (gulma) yang mengganggu
pertumbuhan padi. Kegiatan lain yang berhubungan dengan ngirab sawan adalah
‘pengobatan’ padi, yang dilakukan dengan cara berpantun atau membacakan
pantun, dan menebarkan ramuan ‘obat padi’. Ramuan tersebut terdiri dari campuran
daun mengkudu (Morinda citrifolia), jeruk nipis, beuti lajo, karuhang, gembol,
areuy beureum, hanjuang, dan kelapa muda. Semua bahan tersebut ditumbuk halus,
dicampurkan dengan abu dapur, dan disebarkan ke seluruh lahan. Pengobatan
tersebut adalah tindakan pemupukan tanaman, dan dilakukan sebanyak 10 kali
selama pertumbuhan padi.

 Ngored dan meuting


Ngored adalah membersihkan atau menyiangi rumput dan gulma lain yang
timbuh di antara tanaman padi, 2 sampai 4 kali setiap bulan selama pertumbuhan
padi.

Meuting adalah kegiatan menginap di saung huma atau gubug yang dibangun
di huma dengan jangka waktu tertentu dalam rangka mengurus dan memelihara
tanaman.

 Mipit
Adalah kegiatan panen padi yang pertama kali dalam suatu musim, dan
dilakukan di huma serang. Pemetikan padi secara simbolis yang pertama tersebut
dilakukan oleh istri dari girang seurat. Padi kemudian diikat dengan tali kulit pohon
teureup pada bagian tangkainya menjadi satu ikatan. Ikatan padi kemudian
dikumpulkan di saung huma serang, dan setelah kering kemudian dibawa ke
kampung untuk disimpan di leuit atau lumbung padi huma serang. Setelah panen di
huma serang selesai, kemudian dilanjutkan dengan panen di huma puun, kemudian
dilanjutkan dengan panen di huma tangtu, dan akhirnya di huma tuladan dan huma
panamping.

7
 Dibuat
Adalah memotong atau memanen padi dengan mempergunakan etem atau ani-
ani, yang biasanya dilakukan oleh kaum wanita. Pelaksanaannya adalah setelah
upacara mipit dan harus dilakukan segera. Apabila terlambat maka hama walang
sangit (kungkang) akan muncul. Kegiatan tersebut dilakukan oleh seluruh keluarga,
dan selama kegiatan tersebut sampai dengan padi menjadi kering dijemur, seluruh
anggota keluarga menginap di huma.

 Ngunjal
Adalah mengangkut hasil panen padi dari huma ke kampung untuk kemudian
disimpan dalam leuit atau lumbung. Padi yang telah beberapa hari dikeringkan atau
dilantay, disimpan dengan cara menumpuk secara teratur (dielep). Sebelum
diangkut ke kampung, tali pengikat padi diganti dengan tali baru. Pengangkutan
hasil padi dilakukan secara bertahap oleh seluruh keluarga. Para pria
mengangkutnya dengan cara mengikat padi menjadi dua ikatan besar dan kemudian
dipikul dengan menggunakan bambu, sedangkan para wanita membawa padi
dengan cara menggendong dengan menggunakan kain.

 Nganyaran
Adalah kegiatan upacara memakan atau mencicipi nasi baru, atau nasi pertama
kali hasil dibuat di huma serang. Upacara nganyaran dimulai dengan mengambil 5
ikat padi dari leuit huma serang. Padi tersebut kemudian dibawa ke saung lisung,
yaitu tempat menumbuk padi yang digunakan secara komunal, untuk ditumbuk oleh
5 orang wanita, yaitu para istri dari puun, girang seurat, jaro tangtu, baresan, dan
bekas puun. Alu penumbuk padi sebelumnya diusap dengan ludah masing-masing
penumbuknya. Beras hasil tumbukan disimpan dalam bakul tempat nasi dan ditutup
dengan kain putih yang diberi wewangian, dibawa ke rumah girang seurat untuk
dibuat nasi tumpeng. Keesokan harinya, nasi tumpeng yang telah siap dibawa ke
rumah puun untuk diberi mantra dan doa, kemudian di alun-alun nasi tumpeng
tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh warga yang hadir. Sebelum pulang ke

8
rumah masing-masing, warga mengambil beberapa bulir padi hasil panen dari huma
serang yang disediakan di depan golodog bale. Jika padi masih banyak tersisa
setelah diambil para warga, maka hal tersebut merupakan suatu pertanda bahwa
hasil panen di seluruh wilayah Baduy akan berlimpah. Selanjutnya padi hasil
pertanian mereka adalah terlarang untuk dijual atau diperdagangkan.

2. 3 SISTEM PEMERINTAHAN
Politik Hukum dan Hak Masyarakat Adat Baduy

Masyarakat Baduy mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem


nasional dan sistem tradisional (adat). Kedua system tersebut digabungkan
sedemikian rupa sehinga tidak terjadi pembenturan. Secara Nasional penduduk
kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut sebagi Jaro Pamarentah, yang ada
di bawah camat, sedangkan secara adat tunduk pada pemimpin data kanekes yang
tertinggi, yaitu “puun” .

Untuk bertahan mereka diikat oleh sistem pemerintahan yang mengatur


kehidupan sosio-politik dan keagamaan. Pengaturan kehidupan keseharian warga
masyarakat sepenuhnya di bawah kendali sistem pemerintahan yang bersandar pada
pikukuh karuhun yang dikenal sebagai pamarentahan Baduy dengan ketiga puun
sebagai pucuk rujukan mereka yang berkedudukan di tiga daerah tangtu, yaitu
Cibeo, Cikartawana dan Cikeusik. Praktek kepemimpinan ketiga puun masing-
masing mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan kedudukan dan perannya
dalam hirarki kekerabatan. Puun Cibeo yang dihubungkan oleh garis keturunan
yang paling muda bertindak sebagai pemimpin politik yang berperan mengatur
warga masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup duniawi dan Puun
Cikeusik yang ditentukan oleh garis keturunan yang paling tua berperan memimpin
agama dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan identitas budaya,
sedangkan Puun Cikartawana kedudukannya di antara kepemimpinan agama dan
politik.

9
Dalam pemerintahan Baduy dikenal suatu sistem pemimpin yang meliputi
sejumlah pejabat dengan sebutan sendiri-sendiri. Orientasi setiap pemimpin kepada
pemimpin tertinggi, yakni para puun. Mereka dianggap satu kesatuan pemimpin
tertinggi untuk mengatasi semua aspek kehidupan di dunia dan mempunyai
hubungan dengan karuhun. Dalam kesatuan puun tersebut senioritas ditentukan
berdasarkan alur kerabat bagi peranan tertentu dalam pelaksanaan adat dan
keagamaan Sunda Wiwitan.

2. 4 BENTUK RUMAH ADAT

Sulah Nyanda

Sumber : https://images.app.goo.gl/Nj51JAD8SeJnrceL8

Sulah Nyanda merupakan rumah adat suku Baduy yang bahan utamanya
menggunakan kayu dan bambu pada dinding dan lantainya, batu kali sebagai
pondasi rumah, serta ijuk daun kelapa yang sudah kering maupun alang-alang yang
telah dianyam pada bagian atapnya. Pembuatan rumah adat suku Baduy harus
memperhatikan segala aturan yang ada. Hal ini dikarenakan Suku Baduy tidak ingin
merusak alam yang ada. Sehingga dalam membangun rumah, rumah yang dibangun
haruslah mengikuti kontur tanah. Rumah Sulah Nyanda ini pun dibuat saling
berhadap-hadapan dengan rumah lainnya dengan menghadap utara atau selatan

10
dengan memperhatikan arah sinar matahari. Dalam Rumah Sulah Nyanda, ruangan
di bagi menjadi 4, yaitu :

Sumber : https://images.app.goo.gl/anxVtWykWF4BxvS56

1. Golodog, merupakan serambi luar tempat peralihan luar dan dalam rumah

2. Sosoro, merupakan serambi dalam yang digunakan untuk menerima tamu


yang datang dan tempat menenun para wanita. Ruangan sosoro ini memiliki
dimensi yang lebih besar dibandingkan ruangan lainnya.

3. Tepas, yang digunakan untuk tempat keluarga beristirahat

4. Ipah, yang digunakan untuk dapur dan menyimpan persediaan makanan

2. 5 UPACARA SEBA
UPACARA SEBA

Seba adalah tradisi penyerahan hasil bumi kepada pemerintah atas bentuk
rasa syukur atas kelimpahan hasil panen yang didapatkan. Keunikan dari tradisi ini
adalah masyarakat Baduy melakukannya tanpa menggunakan alas kaki.

11
Tradisi ini memiliki nilai budaya yang tinggi. Nilai-nilai yang terkandung
yaitu petuah, nasehat, dan sebagai amanah untuk pemimpin, , agar bisa menjaga
amanah yang ditanggungnya dan untuk tidak bersikap semena-mena terhadap
rakyatnya. Upacar ini juga sebagai bukti pengakuan bupati dan gubernur secara adat
suku Baduy.

Tujuan dilaksanakannya tradisi ini adalah untuk membawa amanat dari


Puun (pemimpin baduy), memberi laporan dalam setahun di daerahnya,
menyampaikan harapan, menyerahkan hsail bumi dan mempererat tali
persaudaraan dengan gubernur Banten

Seba telah berlangsung selama ratusan tahun, sejak zaman kerajaan Banten
yang didirikan pada tahun 1522. Urang Kanekes diharuskan untuk patuh terhadap
penguasa di Tanah Pasundan tersebut. Sebagai bentuk kepatuhan, setiap musim
panen lading, suku Baduy memberikan hasil buminya kepada kesultanan Banten.
Hingga saat ini, Seba masih dilaksanaan atas dasar meneruskan tradisi leluhur.

Sebelum tradisi seba dilaksanakan, suku baduy melaksanakan tradisi puasa


Kawalu selama tiga bulan. Tradisi ini tersebar di 3 wilayah yaitu desa Cibeo,
kampung Cikartawarna, dan kampung Cieusik. Tiga hari selama tiga bulan mereka
melaksanankan puasa. Umumnya dimulai pada bulan Februari dan Maret, lalu
puasa kedua dan ketiga dilaksanakan pada April mendatang

Selama tradisi Kawalu dilaksanakan, tidak boleh melakukan apapun selain


apa yang difokuskan pada tradisi tersebut. Masyarakat tidak diperbolehkan
membetulkan rumah ataupun melakukan acara selamatan dan harus mengumpulkan
hasil panennya. Semua energi disiapkan untuk melakukan upacara sebu. Turis atau
wisatawan juga tidak diperbolehkan masuk area Baduy Dalam pada saat
pelaksanaan Kawalu

TAHAPAN UPACARA SEBA

Sebelum melaksanakan Seba, diadakan Ritual kawalu selama 3 bulan


(masyarakat baduy berpuasa 3 kali dalam 3 bulan itu, mereka meninggalkan

12
kegiatan di lading dan tinggal dirumah, serta wisatawan dilarang masuk ke
kawasan baduy)

Upacara seba dilakukan dengan berbondong-bondong membawa hasil bumi


(berjalan kaki), Hari pertama mereka melakukan pertemuan pertama yaitu
pertemuan dengan Ibu Gede atau Bupati Kabupaten Lebak, disana mereka
melaksanakan Babacakan Jeung Urang Baduy (makan bersama warga baduy) dan
Sapeuting Jeung Urang Baduy (penampilan hiburan menarik seni budaya warga
baduy).

Hari berikutnya dilanjutkan pertemuan kedua yaitu dengan Bapak Gede atau
Gubernur Banten. Disana merupakan acara puncak warga baduy, biasanya diisi
oleh warga baduy yang berbaur bersama warga luar baduy (masyarakat umum),
berinteraksi mengenai kehidupan warga baduy di lingkungannya

2.1 KESENIAN SUKU BADUY


Suku Baduy mempunyai kesenian kesenian khasnya layaknya kebudayaan
suku lain. Yang fungsinya untuk memeriahkan suatu acara adat, maupun untuk
ritual ritual adat di suku Baduy. Adapun kesenian daerah yang ada di suku Baduy
seperti yang akan dijelaskan dibawah.

 Seni Musik
Contohnya adalah Cikarileu dan Kidung atau disebut pantun. Biasa
digunakan untuk upacara pernikahan di suku Baduy.

Alat Musik

a. Angklung Buhun adalah alat musik suku Baduy yang digunakan dalam
upacara adat Seren. Upacara adat Seren merupakan upacara tahunan yang sangat
kental dengan nuansa magis. Dikatakan bernuansa magis karena musik yang
mengiringinya memiliki instrumen musik yang khidmat dan sakral.

13
Instrumen ini dipercaya berasal dari Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten. Buhun sendiri dalam bahasa
sunda berarti kuno. Nama ini menggambarkan
keterikatan yang sangat kuno atau sangat lama antara
orang orang suku Baduy dengan alat musik pusaka ini.
Bahkan menurut sejarah dikatakan bahwa angklung
buhun ini muncul hampir bersamaan dengan
terbentuknya suku Baduy sendiri. Karena itu alat musik
ini sangat lekat dengan kebudayaan suku Baduy.

Sumber: https://www.flickr.com/photos/muhammad_insan/10813165084

b. Angklung Gubrag

Sumber: https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/angklung-
gubrag-kesenian-yang-lahir-dari-budaya-tanam-masyarakat-adat

Biasa digunakan dalam acara khitanan maupun selamatan kehamilan.


Angklung Gubrag merupakan alat musik yang sudah jarang di temukan saat ini.
Kita masib bisa menemukannya di desa Kemuning, kecamatan Kresek, kabupaten
Tangerang. Pada zaman dahulu Angklung Gubrag digunakan pada saat ritual
penanaman padi dengan harapan agar hasil panen berlimpah. Instrumen yang

14
digunakan 6 buah angklung menggunakan bambu hitam, setiap angklung tersebut
memiliki nama: bibit, anak bibit, engklok 1, engklok 2, gonjing dan panembal, dan
dilengkapi dengan terompet kendang pencak dan seruling. Di atas angklung
diikatkan pita yang berasal dari kembang wiru, menurut kepercayaan masyarakat
Baduy, kembang wiru dan air yang berasal dari angklung tersebut dipercaya dapat
menjadi obat dan penyubur tanaman. Seluruh pemain berdiri tidak menari kecuali
penabuh dogdog lojor menabuh sambil ngibing diiringi beberapa penari perempuan
dengan kostum kebaya dan kain.

c. Bendrong Lesung

Sumber: https://sultantv.co/bendrong-lesung-kesenian-khas-cilegon-sambut-
musim-panen/

Bendrong Lesung adalah salah satu kesenian tradisional masyarakat


Cilegon-Banten, yang berkembang secara turun temurun di masyarakat Baduy
hingga saat ini. Awalnya kesenian ini merupakan tradisi masyarakat setempat untuk
menyambut Panen Raya. Tujuannya untuk meluapkan kebahagiaan masyarakat
Baduy atas jerih payah yang mereka lakukan dalam pertanian.

Saat ini, Bendrong Lesung tidak hanya ditampulkan pada penyambutan


Panen Raya, tetapi juga ditampilkan pada acara-acara pesta perkimpoian atau
upacara peresmian. Bendrong Lesung merupakan perpaduan musik Lesung atau

15
Lisung (tempat menumbuk padi) dengan musik lainnya yang dimainkan oleh
beberapa orang.

 Seni Pertunjukan
a. Debus

Sumber:
https://www.kompasiana.com/magicastajingga/5cbd5073a8bc1548d55ca9c2/debu
s-sesat-berarti-belum-tau-faktanya?page=all

Debus merupaka seni pertunjukan yang memperlihatkan permainan


kekebalan tubuh terhadap pukulan, tusukan, dan tebasan benda tajam. Kesenian ini
banyak digemari oleh masyarakat Banten, terutama di kabupaten Serang, Lebak,
Pandeglang dan Cilegon.

b. Zikir Saman

Dikenal juga dengan Dzikir Maulud. Yaitu kesenian tradisional masyarakat Banten
khususnya Kabupaten Pandeglang yang memaduan gerakan, lagu (vokal) dan syair-
syair yang dilantunkan mengagungkan Asma Allah dan pujian kepada Nabi
Muhammad SAW. Menurut sejarah Dzikir Saman dengan arti Saman yaitu
Delapan, dicetuskan pertama kali oleh Syech Saman dari Aceh.Pemain seni Dzikir

16
Saman berjumlah antara 26 sampai 46 orang. Dengan 2 sampai 4 orang sebagai
vokalis yang membacakan syair-syair Kitab.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Suku Badui / urang kenakes merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia,
tepatnya di Kabupaten Lebak, Banten. Suku ini mengisolasi diri dari dunia luar dan
perkembangan zaman modern. Mereka lebih memilih untuk hidup tradisional
sesuai dengan adat istiadat yang diturunkan leluhur. Upacara adat, kesenian, rumha
adat, sistem perekonomian, dan sistem pemerintahan khas suku badui masih tetap
dipertahankan hingga saat ini. Orang yang berkunjung ke daerah mereka harus
mengikuti adat istiadat yang ada.

3.2 Kritik dan saran


Suku Badui merupakan contoh kebudayaan Indonesia yang saat ini masih
dijalankan, yangmana merupakan hal yang sudah langka di zaman modern ini. Kita
sebagai rakyat Indonesia harus bangga dan mempertahankan kekayaan budaya
seperti ini . Kita juga harus mengembangkan budaya budaya yang mulai hilang
karena Indonesia terkenal dengan keberagaman budayanya. Jangan sampai ciri
khas kita tersapu oleh derasnya arus modernisasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Athira, Rasya Abraar (2012, Mei 27). Pariwisata UNJ: Sistem Ekonomi Masyarakat
Baduy. Diakses pada 7 Oktober 2019 melalui

http://unj-pariwisata.blogspot.com/2012/05/sistem-eknomi-masyarakat-
baduy.html?m=1

Dn Halwani, bertani adat Banten. Diakses pada 7 Oktober 2019 melalui

https://sites.google.com/site/nimusinstitut/bertani-adat-leluhur-banten

Fathulrahman, Asep (2018, Maret 15). Banteninfo: Upacara Seba dan Ritual
Kawalu, dalam Budaya Masyarakat Baduy. Diakses pada 14 Oktober 2019 melalui

https://www.banteninfo.com/upacara-seba-dan-ritual-kawalu-dalam-budaya-
masyarakat-baduy/

Paryonto, Agus (2018, September 23). DetikTravel: Penelusuran Suku Baduy


Dalam dan Suku Baduy luar. Diakses pada 21 ktober 2019 melalui

https://travel.detik.com/dtravelers_stories/u-4125709/penelusuran-suku-baduy-
dalam-dan-suku-baduy-luar

Trans7. (2019, Juli 17). Trans7: Kearifan Lokal Suku Baduy. Diakses pada 20
Oktober 2019 melalui https://www.trans7.co.id/seven-updates/kearifan-lokal-
suku-baduy

19
(2019, Oktober 20). Daerahkita.com: Sulah Nyanda Rumah Adat Suku Baduy
Banten yang Sarat Makna.. Diakses pada 20 Oktober 2019 melalui
https://www.daerahkita.com/artikel/166/sulah-nyanda-rumah-adat-suku-baduy-
banten-yang-sarat-makna

Wening, Tyas (2018, September 6). Bobo.id: Mengenal Suku Baduy, Suku Asli
dari Banten. Diakses pada 21 Oktober 2019 melalui

https://www.google.com/amp/s/bobo.grid.id/amp/08932158/mengenal-suku-
baduy-suku-asli-dari-banten

20

Anda mungkin juga menyukai