Anda di halaman 1dari 5

KESMAVET II

BAB V
PEMERIKSAAN KESEHATAN ANTE- MORTEM DAN POST-MORTEM

1. Baiq Indah Pratiwi 1609511001


2. Yoga Mahendra Pandia 1609511005
3. Dimas Norman Medellu 1609511013
4. Pieter Mbolo Maranata 1609511016

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
2019
BAB V
PEMERIKSAAN KESEHATAN ANTE- MORTEM DAN POST-MORTEM
5.1 Proses Konservasi Otot menjadi Daging
Sewaktu hewan-ternak masih hidup, otot berfungsi sebagai alat gerak fisiologis. Setelah
pemotongan, terjadi konversi otot menjadi daging.
5.1.1 Perubahan Berat
Setelah proses penyembelihan, otot tidak langsung menjadi daging, dan fungsi otot
tidak langsung berhenti tetapi masih terjadi beberapa perubahan fisik dan kimia. Pada proses
perubahan otot menjadi daging, konsep homeostasis memegang peranan yang sangat penting
karena kekurangan kadar air akan mempengaruhi berat karkas yang dihasilkan
5.1.2 Berhentinya Sirkulasi Darah ke Daging
Dengan berhentinya sirkulasi darah ke daging, maka pemberian oksigen juga berhenti.
Alur aerobik melalui siklus sitrat dan sistem sitokrom juga berhenti berfungsi. Metabolisme
energi berubah menjadi alur anaerobik, sehingga akan terjadi mekanisme alur anaerobik dalam
usaha otot untuk homeostasis.
5.1.3 Penurunan pH Daging Pascapemotongan
Kadar glikogen dalam otot akan mempengaruhi pH akhir otot setelah proses
penyembelihan. Glikogen akan terurai menjadi asam laktat melalui proses biokimia, dan hal
itu menentukan pH otot. Otot dalam keadaan hidup mempunyai nilai pH antara 7,2 – 7,4.
5.1.4 Perubahan Suhu
Perubahan lain yang terjadi setelah proses pengeluaran darah adalah terjadinya
kenaikan suhu daging. Hal ini disebabkan karena suhu tubuh bagian dalam tidak dapat lagi
dikeluarkan melalui sirkulasi darah.
5.1.5 Rigor Mortis
. Rigor mortis yang berarti kaku karena kematian, terjadi 6-12 jam post mortem adalah
suatu keadaan kekakuan otot karena terjadinya pembentukan ikatan yang permanen antara
miofilamen aktin dan miofilamen miosin menjadi ikatan aktomiosin.
5.2 Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem
Daging yang beredar di masyarakat hendaknya daging yang sehat dan berkualitas baik.
Untuk pengadaan daging yang sehat dan berkualitas, diperlukan serangkaian pemeriksaan dan
pengawasan, mulai dari penyediaan ternak potong yang sehat melalui pemeriksaan hewan
sebelum disembelih (pemeriksaan ante-mortem).
5.2.1 Pengertian, Maksud, dan Tujuan Pemeriksaan Ante-Mortem
Pemeriksaan kesehatan ante-mortem adalah pemeriksaan ternak dan unggas potong
sebelum disembelih. Adapun maksud pemeriksaan ante-mortem adalah agar teknak yang akan
disembelih hanyalah ternak sehat, normal, dan memenuhi syarat. Adapun tujuan dari
pemeriksaan ante-mortem adalah :
1. mencegah pemotongan hewan yang secara nyata menunjukkan gejala klinis penyakit
hewan menular dan zoonosis atau tanda-tanda yang menyimpang,
2. mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk keperluan pemeriksaan
post-mortem dan penelusuran penyakit di daerah asal ternak,
3. mencegah kontaminasi dari hewan atau bagian dari hewan yang menderita
penyakit kepada petugas, peralatan RPH dan lingkungan,
4. menentukan status hewan dapat dipotong, ditunda atau tidak boleh dipotong,
5. mencegah pemotongan ternak betina bertanduk produktif.
5.2.2 Pelaksana, Tempat, dan Peralatan
Pelaksana pemeriksaan ante-mortem adalah 1) dokter hewan berwenang yang ditunjuk,
dan 2) paramedis yang ditunjuk di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang.
Peralatan yang dibutuhkan dalam pemeriksaan ante-mortem adalah : 1) jas
laboratorium yang bersih, 2) sepatu bot, dan 3) stempel/cap “S”
5.2.3 Prosedur Pemeriksaan Kesehatan Ante-Mortem
 Maksimum 24 jam sebelum hewan disembelih
 Hewan diistirahatkan minimum 12 jam sebelum penyembelihan
 Pemeriksaan gejala klinis dan patognomonis
 Pemeriksaan lainnya (status gizi dan keaktifan hewan, Kulit dan keadaan bulu, selaput
lendir,mata dan telinga, gejala-gejala penyakit zoonosis dan penyakit menular lainnya)
5.2.4 Keputusan Akhir dan Pemeriksaan Ante-Mortem
Menurut Direktorat Kesmavet (2005), keputusan pemeriksaan ante-mortem
dikelompokan menjadi hewan boleh dipotong, ditunda, atau tidak boleh dipotong. Terhadap
hewan boleh dipotong diberi stempel/cap “S” di daerah pinggul.
5.3 Pemeriksaan Post-Mortem
5.3.1 Pengertian dan Tujuan Pemeriksaan Post-Mortem
Yang dimaksud dengan pemeriksaan kesehatan Post-Mortem adalah pemeriksaan
kesehatan hewan setelah disembelih.

5.3.2 Tujuan pemeriksaan post-mortem adalah :


 Memberikan jaminan bahwa karkas, daging, dan jeroan aman dan layak dikonsumsi
 Mencegah beredarnya bagian/jaringan abnromal yang berasal dari pemotongan hewan
 Memberikan informasi untuk penelusuran penyakit di daerah asal ternak
5.3.3 Pelaksana, Tempat dan Peralatan
Petugas yang melakukan pemeriksaan post-mortem adalah 1) dokter hewan 2) Juru uji
daging. Untuk melakukan pemeriksaan post-mortem diperlukan beberapa perlengkapan seperti
meja porselin/stainless steel, pisau, plastik spesimen, dan lain-lain.
5.3.4 Prosedur Pemeriksaan Post-Mortem
Menurut Direktorat Kesmavet (2005),tahapan pemeriksaan post-mortem adalah \
1. Pemeriksaan Kepala dan Lidah
2. Pemeriksaan Trakea dan Paru-Paru
3. Pemeriksaan Jantung
4. Pemeriksaan Alat pencernaan dan Esofagus
5. Pemeriksaan Hati
6. Pemeriksaan Limpa
7. Pemeriksaan Ambing dan Karkas
8. Pemeriksaan Ginjal
5.3.5 Keputusan Akhir Pemeriksaan Post-Mortem
1. Karkas dan organ-organ tubuh yang sehat diteruskan ke pasar umum, untuk dikonsumsi
masyarakat
2. Karkas dan organ-organ tubuh yang mencurigakan ditahan untuk pemeriksaan final
yang lebih seksama
3. Bagian-bagian yang sakit dan abnormal yang bersifat secara lokal hendaknya disayat
dan disingkirkan
4. Karkas dan organ-organ tubuh sakit dan abnormal yang bersifat umum/keseluruhan
maka hendaknya disingkirkan (afkir) semua.
5. Karkas ataupun organ-organ tubuh yang sehat, dapat diteruskan ke pasar umum dan
dicap baik.
Untuk memperoleh daging yang baik membutuhkan proses mulai dari pemotongan
hingga pemasaran harus mendapat pengawasan dan pemeriksaan yang ketat.

1. Pemeriksaan ternak sebelum disembelih.


2. Tenaga personal rumah potong hewan harus memeriksa kesehatan secara berkala dan
harus memiliki keterampilan memotong ternak.
3. Pemotongan ternak harus mengikuti prinsip-prinsip yang sudah ditentukan.
4. Daging yang dihasilkan dari rumah potong hewan harus diangkut dengan alat angkutan
daging khusus.
5. Daging tersebut hendaknya dijual di kios-kios khusus yang memenuhi syarat.

Anda mungkin juga menyukai