Anda di halaman 1dari 30

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
CHF ( Congestive Heart Failure ) merupakan salah satu masalah
kesehatan dalam system kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus
meningkat. Menurut data dari WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000
warga Amerika menderita CHF. Menurut American Heart Association (
AHA ) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika
Serikat yang menderita gagal jantung ( Padila, 2012 ).
Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012
menurut data dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita
yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah
terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap. Selain itu, penyakit
yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit adalah
gagal jantung ( readmission ), walaupun pengobatan dengan rawat jalan
telah diberikan secara optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh
Rubeinstein ( 2007 ) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang dirawat
dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali pada6 bulan kemudian.
Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun,
CHF merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di
rumah sakit ( usia 65 – 75 tahun mencapai persentase sekitar 75 % pasien
yang dirawat dengan CHF ). Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF
adalah sekitar 5-10 % per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan
meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian,
sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup
lebih dari 5 tahun ( Kowalak, 2011 ).
Berdasarkan uraian diatas kami tertarik mengadakan seminar
kegawatdaruratan tentang CHF untuk memenuhi tugas Praktik Praklinik
Keperawatan 3 dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
diagnosa medis CHF di IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan bagaimana
penerapan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa medis CHF di
IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Didapatkan atau diperoleh kemampuan menyusun dan menyajikan laporan
asuhan keperawatanpada Tn.A dengan diagnosa medis CHF di IGD RSUD
dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menerapkan proses keperawatan pada Tn.A dengan
diagnosa medis CHF di IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
1) Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien CHF
2) Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien CHF
3) Membuat intervensi/perencanaan keperawatan pada CHF
4) Melakukan implementasi sesuai dengan intervensi
1.3.2.2 Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.A
dengan diagnosa medis CHF di IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka
Raya.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan
diagnosa medis CHF di IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya baik
dengan memeriksa fisik dan dengan memberikan penyuluhan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan
Laporan ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan
keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa medis CHF di IGD RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Wahana Praktik
Sebagai sumber informasi bagi penentu kebijakan dalam upaya
meningkatkan program pelayanan dan penanganan dengan masalah CHF.
3

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan


Untuk menambah wawasan pembaca terutama untuk mahasiswa sebagai
masukan informasi tentang Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
diagnosa medis CHF di IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Congestive Hearth Failure (CHF)
2.1.1 Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal.Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan
dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.Sebagai
akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti,
2015:434).
Gagal jantung mengacu pada kumpulan tanda dan geajala yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan cukup darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Tambayong, 2001:86).

2.1.2 Klasifikasi
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam
4 kelainan fungsional:
I. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
II. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
III. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
IV. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

4
5

2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi arterial
dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2.1.3.2 Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koronermengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
2.1.3.3 Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
2.1.3.4 Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
2.1.3.5 Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
2.1.3.6 Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
6

2.1.4 Patofisiologi
Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya
untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam
keadaan istirahat maupun saat mengalami stress fisiologis (Kasron, 2015:58).
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-
keadaan :
2.1.4.1 Prelood (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan
yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2.1.4.2 Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan
serabut jantung.
2.1.4.3 Afterlood (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri (Kasron, 2015:59).
Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas
terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang
menyebabkan prelood meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.
Menyebabkan afterlood meningkat yaitu pada keadaan stenosis aorta dan
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kelainan otot jantung (Kasron, 2015:59).
Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya
kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang di pompa pada setiap
kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh. Apabila
suplai darah kurang ke ginjal akan mempengaruhi mekanisme pelepasan renin-
angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya
sekresi aldosteron dan menyebabkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut
meningkatkan cairan ektra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan
volume cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat
penimbunan cairan dalam ruang interstial. Proses ini timbul masalah seperti
nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat dan juga
redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring. Gagal jantung berlanjut
7

dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, anoreksia


(Kasron, 2015:59).
Apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk
kejantung), menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat
menurunkan pertukaran O₂ dan Co₂ antara udara dan darah di paru-paru, sehingga
oksigenisasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO₂, yang akan membentuk
asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala sesak napas
(dyspnea), artopnea (dypsnea saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari
ektrimitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru (Kasron,
2015:59).
8

2.1.5. WOC
9

2.1.6. Manifestasi Klinis


2.1.6.1. Tanda Dominan:
1) Meningkatnya volume intravaskuler
2) Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat
penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2.1.6.2. Gagal Jantung Kiri:
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi
yaitu:
1) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat
mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
2) Batuk
Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
3) Kegelisahan atau kecemasan
Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik
2.1.6.3. Gagal Jantung Kanan:
1) Kongestif jaringan perifer dan visceral
2) Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema
pitting, penambahan BB.
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena hepar
10

4) Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen
5) Nokturia
6) Kelemahan

2.1.7. Komplikasi
1) Syok kardiogenik
2) Episode tromboemboli karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
3) Efusi dan temponade perikardium
4) Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat digitalis.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1. Foto torax
Dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa CHF
2.1.8.2. EKG
Dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram
2.1.8.3. Pemeriksaan Lab
MeliputiElektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya kelebihan retensi air, K, Na, Cl,
Ureum, gula darah

2.1.9. Penatalaksanaan
2.1.9.1. Kelas I: Non Farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi
cairan, menurunkan BB, menghindari alcohol, rokok, aktivitas fisik, dan
manajemen stress.
2.1.9.2. Kelas II, III: terapi pengobatan meliputi: diuretik, vasodilator, ace
inhibitor, digitalis, dopamineroik, dan oksigen.
2.1.9.3. Kelas IV: kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor.
11

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Congestive Hearth Failure (CHF)


2.2.1 Pengkajian
Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh sejumlah
gejala dan tanda, serta disebabkan oleh berbagai kelainan jantung, seperti:
gangguan irama jantung, gangguan endokardial, pericardial, valvular, atau
miokardial. Kelainan miokardial dapat bersifat sistolik (berhubungan dengan
kontraksi dan pengosongan ventrikel), diastolic (berhubungan dengan relaksasi
dan pengisian pengisian ventrikel), atau kombinasi keduanya (Muttaqin,
2015:206).
Pengkajian pada klien dengan gagal jantung merupakan salah satu aspek
penting dalam proses perawatan. Hal ini penting untuk merencanakan tindakan
selanjutnya.Perawat mengumpulkan data dasar mengenai informasi status terkini
klien tentang pengkajian sistem kardiovaskular sebagai prioritas
pengkajian.Pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat yang cermat,
khususnya yang berhubungan dengan gambaran gejala. Terjadi kelemahan fisik
secara umum, seperti: nyeri dada, sulit bernpas (dyspnea), palpitasi, pingsan
(sinkop), atau keringat dingin (diaphoresis). Masing-masing gejala harus
dievaluasi waktu dan durasinya serta faktor yang mencetuskan dan meringankan
(Muttaqin, 2015:206).
2.2.1.1 Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, dan riwayat penyakit dahulu.
1) Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan, meliputi: dyspnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik.
(1) Dyspnea
Keluhan dyspnea atau sesak napas merupakan manifesatsi kongesti
pulmonal sekunder dari kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan kontraktilitas
sehingga akan mengurangi curah sekuncup. Dengan meningkatnya LVDEP, maka
terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP), karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastole.Peningkatan LAP diteruskan ke belakang
12

masuk ke dalam anyaman vascular paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler, dan


vena paru-paru.
Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan
onkotik vascular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intersisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan
terjadi edema intersisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan
cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru (Muttaqin,
2015:208).
(2) Kelemahan fisik
Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah kelemahan dan
kelelahan dalam melakukan aktifitas (Muttaqin, 2015:208).
(3) Edema sistemik
Tekanan arteri paru dapat meningkat sebagai respons terhadap
peningkatan kronis terhadap tekanan vena paru.Hipertensi pulmonal
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Mekanisme kejadian
seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di
mana akhirya akan terjadi sistemik dan edema sistemik (Muttaqin, 2015:208).
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan
serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan utama.Pengkajian yang
didapat dengan adanya gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dyspnea,
ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.Pada
pengkajian dyspnea (dikarakteristikan oleh pernapasan cepat, dangkal, dan sensasi
sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan menekan klien) apakah
mengganggu aktifitas lainnya seperti keluhan tentang insomnia, gelisah, atau
kelemahan yang disebabkan oleh dyspnea (Muttaqin, 2015:209).
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, diabetes
mellitus, dan hyperlipidemia.Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan.Obat-obat ini meliputi obat diuretic,
nitirat, penghambat beta, serta obat-obat antihipertensi.Catat adanya efek samping
13

yang terjadi di masa lalu. Juga harus tanyakan adanya alergi obat, dan tanyakan
reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatau alergi dengan
efek samping obat (Muttaqin, 2015:210).
4) Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga
ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya (Muttaqin, 2015:210).

5) Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan


Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum, alcohol, atau
obat tertentu. Kebiasaan merokok: menanyakan tentang kebiasaan merokok,
sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis rokok. Di samping
pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka data biografi juga merupakan data
yang perlu diketahui, yaitu; nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan
agama yang dianut oleh klien. Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien,
hendaknya diperhatikan kondisi klien.Bila klien dalam keadaan kritis, maka
pertanyaan yang diajjukan bukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan yang
jawabannya adalah ya dan tidak.Atau pertanyaan yang dapat dijwab dengan gerak
tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala saja, sehingga tidak
meemrlukan energy yang besar (Muttaqin, 2015:211).
6) Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia
atau kebingungan.
Terdapat perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit yang tak perlu, khawatir dengan
keluarga, kerja, dan keuangan. Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang
kontak mata, gelisah, marah, perilaku meneyrang, focus pada diri sendiri.
14

Interaksi sosial: stress karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi,


kesulitan koping dengan stressor yang ada (Muttaqin, 2015:211).
2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri atas keadaan umum dan pengkajian B1-B6.
1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
(1) B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vascular pulmonal
adalah dyspnea, ortopnea, dyspnea nocturnal paroksimal, batuk, dan edema
pulmonal akut.Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar pada
dasar posterior paru.Hal ini dikendali sebagai bukti gagal ventrikel
kiri.Sebelumcrackles dianggap sebagai kegagalan pompa, klien harus
diinstruksikan untuk batuk dalam guna membuka alveoli basilaris yang
mungkin dikompresi dari bawah diafragma (Muttaqin, 2015:211).
(2) B2 (Bleeding)
Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengkajian apa saja yang dilakukan pada
pemeriksaan jantung dan pembuluh darah.
a) Inspeksi
Inspeksi adanya parut pasaca pembedahan jantung.Lihat adanya dampak
penurunan curah jantung.Selain gejala-gejala yang diakibatkan dan kongesti
vascular pulmonal, kegagalan venrtikel kiri juga dihubungkan dengan gejala
tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.Klien dapat
mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, deficit
memori, dan penurunan toleransi latihan.Gejala ini mungkin timbul pada tingkat
curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien.Sayangnya,
gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap depresi, neurosis, atau keluhan
fungsional.Oleh karena itu, secara potensi hal ini merupakan indicator penting
penyimpanan fungsi pompa yang sering tidak dikenali kepentingannya, dank
lien juga diberi keyakinan dengan tidak tepat atau diberi tranquilizer (sediaan
yang meningkatkan suasana hati-mood). Ingat, adanya gejala tidak spesifik dari
15

curah jantung rendah memerlukan evaluasi cermat terhadap jantung serta


pemeriksaan psikis yang akan memberi informasi untuk menentukan
penatalaksanaan yang tepat (Muttaqin, 2015:212).
(a) Distensi vena jugularis: bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi,
maka akan terjadi dilatasi ruang, peningkatan volume dan tekanan pada
diastolic akhir ventrikel kanan, tahanan untuk mengisi ventrikel, dan
peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini
sebaliknya memantulkan ke hulu vena kava dan dapat diketahui dengan
peningkatan pada tekanan vena jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi hal
yang paling baik ini dengan melihat pada vena-vena di leher dan memerhatikan
ketinggian kolom darah. Pada klien yang berbaring di tempat tidur dengan
kepala tempat tidur ditinggikan anatara 30° dan 60°, pada orang normal kolom
darah di vena-vena jugularis eksternal akan hanya beberapa millimeter di atas
batas atas klavikula, bila ini terlihat sama sekali (Muttaqin, 2015:212).
(b) Edema:Edema sering di pertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat
dipercaya. Tentu saja sering ada bila ventrikel kanan telah gagal. Setidaknya
hal ini merupakan tanda yang dapat dipercaya dari disfungsi centrikel. Banyak
orang, terutama lansia yang menghabiskan waktu mereka untuk duduk di kursi
dengan kaki tergantung. Sebagai akibat dari posisi tubuh ini, terjadi penurunan
turgor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin
penyakit vena primer seperti varikositis. Edema pergelangan kaki dapat terjadi
yang mewakili factor ini dari pada kegagalan ventrikel kaknan.
Edema yang berhungan dengan kegagalan di ventrikel kanan, bergantung pada
lokasinya, bila klien berdiri atau bangun, perhatikan pergelangan kakinya dan
tinggikan kaki bila kegagalan makin buruk.Bila klien berbaring di tempat tidur,
bagian yang bergesekan dengan tempat tidur menjadi area sakrun.Edema harus
diperhatikan di tempat tersebut. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema
ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasannya merupakan pitting
edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia
dan mual, nokturia, serta kelemahan.
16

Edema di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai yang pada akhirnya ke genitelia eksterna serta tubuh
bagian bawah.Edema sacral sering jarang terjadi pada klien yang berbaring
lama, karena daerah sacral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema
adalah yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung
jari (Muttaqin, 2015:212).
b) Palpasi
Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal jantung
terhadap stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang
berhungan dengan kegagalan pompa meliputi : kontraksi atrium prematur,
takikardia atrium paroksimal, dan denyut ventrikel premature (Muttaqin,
2015:213).
(a) Perubahan Nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut yang
cepat dan lemah.Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan
respons terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna dari
curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi
(perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik), sehingga menghasilkan
denyut yang lemah atau thready pulse. hipotensi sistolik ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Imbul
Selain itu, pada gagal jantung kiri yang dapat dapat timbul pulsus alternans
(suatu perubahan kekuatan denyut arteri).Pulsus alternans menunjukkan
gangguan fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke
denyut pada curah sekuncup (Muttaqin, 2015:213).
c) Auskultasi
Tekanan darah biasannya menurun akibat penurunan isi sekuncup.
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali
dengan mudah di bagian yang meliputi : bunyi jantung ke tiga dan ke empat
(S3,S4) serta crakles pada paru-paru, S4 atau gallop atrium, mengikuti
kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bel stestokep yang
ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung (Muttaqin, 2015:215).
17

Posisi lateral kiri mungkin diperlukan untuk mendapatkan bunyi. Ini terdengar
sebelum bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu tanda pasti kegagalan
kongestif, tetapi dapat menurunkan complains (peningkatan kekakuan)
miokard. Ini mungkin indikasi awal premonitori menuju kegagalan.Bunyi S4
adalah bunyi yang umum terdengar pada klien dengan infark miokardium akut
dan mungkin tidak mempunyai pronogsis bermakna, tetapi mungkin
menunjukkan kegagalan yang baru terjadi.
S3 atau gallop ventrikel adalah tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada
orang dewasa hampir tidak pernah ada pada adanya penyakit jantung
signifikan. Kebanyakan dokter akan setuju bahwa tindakan terhadap gagal
kongestif diindikasikan dengan adanya tanda ini. S3 terdengar pada awal
diastolic setelah bunyi jantung kedua (S2), dan berkaitan dengan periode
pengisian ventrikel pasif yang cepat. Ini juga dapat di dengar paling baik
dengan bel stestoskop yang di letakan tepat di apeks, dengan klien pada posisi
lateral kiri dan pada akhir ekspirasi. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan
katup biasannya di dapatkan apabila penyebab gagal jantung karena kelainan
katup (Muttaqin, 2015:215).
d) Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).
(3) B3 (Brain)
Kesadaran biasannya compos mentis, di dapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah meringis,
menangis, merintih, mengerang, dan menggeliat (Muttaqin, 2015:215).
(4) B4 (bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena itu
perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok
kardiogenik.Adanya edema ekstremitas menandakan adanya retensi cairan yang
parah (Muttaqin, 2015:215).
18

(5) B5 (Bowel)
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan
berat badan (Muttaqin, 2015:215).
a) Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar merupakan manifestasi dari kegagalan jantung. Bila
proses ini berkembang, maka tekanan di pembuluh portal meningkat, sehingga
cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu suatu kondisi yang dinamakan
asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma dan distress pernapasan (Muttaqin, 2015:216).
(6) B6 (Bone)
Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada pengajian B6 adalah sebagai
berikut.
a) Kulit Dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya
perfungsi keorgan-organ. Oleh karena darah di alihkan dari organ-organ non
vital demi mempetahankan perfusi ke jantung dan otak, maka manifestasi
paling dini dari gagal kedepan adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti
kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat dan dingin di akibatkan oleh
vasokonstraksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan
meningkatnya kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.
Vasokonstriksi kulit menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan
panas.Oleh karena itu, demam ringan dan keringat yang berlebihan dapat
ditemukan (Muttaqin, 2015:216).
b) Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta serta menurunnya pembuangan
sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan
untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan
keletihan. Gejala-gejala ini dapat ekserbasi oleh ketidakseimbangan cairan dan
19

elektrolit atau anoreksia. Pemenuhan personal higiene mengalami perubahan


(Muttaqin, 2015:216).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan
yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien dengan CHF menurut Doenges (2015) yaitu
:
2.2.2.1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, perubahan struktural.
2.2.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
2.2.2.3 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
2.2.2.4 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus
2.2.2.5 Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
2.2.2.6 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya permelialitas
kapiler paru cairan masuk ke intaravaskuler dan edema paru
2.2.2.7 Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan otak, pusing
penurunan kesadaran dan gangguan kesadaran.
2.2.2.8 Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aliran
darah ke ginjal.
2.2.2.9 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hepatomegali
distensi abdomen, dan anoreksia mual muntah.

2.2.3 Rencana Keperawatan


Merupakan tahap ketiga proses keperawatan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien berdasarkan diagnosa keperawatan yaitu prioritas
20

masalah, menetapkan tujuan, menetapkan kriteria hasil, mengidentifikasi tindakan


keperawatan yang tetap untuk mencapai tujuan.
2.2.3.1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, perubahan struktural.
Tujuan: Tidak terjadi penurunan curah jantung.
Kriteria hasil: Tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan
penurunan episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi:
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
Rasional: biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung.
Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.
Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/
stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer.
Rasional: penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya
nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulsus alternan.
4) Pantau TD.
Rasional: pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi
dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional: pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai refraktori GJK.Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena.
21

6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai


indikasi (kolaborasi).
Rasional: meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
7) Berikan obat sesuai indikasi : diuretik, vasodilator, antikoagulan.
Rasional: tipe dan dosis diuretik tergantung pada derajat gagal jantung
dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan
dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal
ditambah dengan gejala kongesti.Diuretik mempengaruhi reabsorpsi
natrium dan air.Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskuler sistemik,
juga kerja ventrikel.Antikoagulan digunakan untuk mencegah
pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor risiko seperti statis
vena, tirah baring, disritmia jantung.
8) Pemberian cairan IV.
Rasional: karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien
tidak dapat mentoleransi peningkatan volume cairan (preload). Pasien
GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi
cairan dan meningkatkan kerja miokard.
9) Pantau seri EKG dan perubahan foto dada.
Rasional: depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi
karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada
penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukan pembesaran
jantung.
10) Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Rasional: peningkatan BUN/Kreatinin menunjukan hipoperfusi/gagal
ginjal.
2.2.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.
Tujuan: Klien dapat melakukan aktifitas yang di inginkan
22

Kriteria hasil: Berpartisipasi pada aktivitas yang di inginkan, memenuhi


perawatan diri sendiri, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan vasodilator, diuretik dan penyekat beta.
Rasional : hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretik) atau pengaruh
fungsi jantung.
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional: penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional: dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi
jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik
kembali.
2.2.3.3 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium/air.
Tujuan: Tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria hasil: Klien akan mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda
vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema, menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi:
23

1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana
diuresis terjadi.
Rasional: pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga
pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional: terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama
fase akut.
Rasional: posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional: hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
5) Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
Rasional: kongesti viseral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu
fungsi gaster/intestinal.
6) Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) : diuretik, tiazid.
Rasional: diuretik meningkatkan laju aliran urine dan dapat
menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Tiazid
meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan.
7) Konsultasi dengan ahli diet.
Rasional: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
2.2.3.4 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
24

Kriteria hasil: Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi


adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal
dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
Intervensi:
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles.
Rasional: menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3) Dorong perubahan posisi.
Rasional: membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4) Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional: hipoksemia dapat terjadi berat selama oedem paru.
5) Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan.
2.2.3.5 Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil: Klien akan mempertahankan integritas kulit,
mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional: kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi
fisik dan gangguan status nutrisi.
2) Pijat area kemerahan atau yang memutih.
Rasional: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
3) Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.
25

Rasional: memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu


aliran darah.
4) Berikan perawatan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional: terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat
kerusakan.
5) Hindari obat intramuskuler.
Rasional: edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.

2.2.3.6 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya permelialitas


kapiler paru cairan masuk ke intaravaskuler dan edema paru
Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x1 jam diharapkan pola
nafas kembali efektif dengan

kriteria hasil :

1. Tidak sesak
2. Tidak ada sianosis
3. Bunyi nafas tambahan berkurang
4. TTV dalam batas normal:
S= 36,5-37,5 C
N= 60-100 x/menit
RR= 15-20 x/menit
TD= 120/80 mmHg
Intervensi:
1. Berikan posisi senyaman mungkin
Rasional: Posisi yang nyaman mempermudah klien untuk menarik nafas

2. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


Rasional: Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan
vasodilatasi
3. Kolaborasi dalam pemberian obat.
Rasional: Agar pemberian terapi tepat pada kondisi pasien
4. Ukur tanda tand vital.
26

Rasional: Mengetahui keadaan klien dan melakukan intervensi selanjutnya

2.2.3.7 Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan otak, pusing


penurunan kesadaran dan gangguan kesadaran.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam. klien tidak mengalami
cidera dengan kriteria hasil:

1 Klien terbebas dari cidera


2 Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cedera
3 Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah cedera
4 Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
5 Mampu mengenali perubahan status kesehatan

Intervensi

1 Sediakan lingkungan yang aman untuk klien


Rasional: lingkungan yang aman mencegah terjadinya cedera
2 Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai kondisi fisik dan fungsi
kognitif klien dari riwayat terdahulu klien
Rasional: Mengidentifikasi sebuah intervensi yang sesuai kebutuhan klien
3 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
Rasional: Mencegah terjadinya cedera
4 Memasang side rail tempat tidur
Rasional: menjaga keamanan klien
5 Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan aman
6 Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau oleh klien
Rasional: mempermudah klien menjagau saklar yang tidak membahayakan

2.2.3.8 Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aliran


darah ke ginjal.
Setelah dilakukan tindak keperawatan selama 3 x 24 jam di harapkan perubahan
eliminasi urine tidak terjadi

KRITERIA HASIL:
27

1. BAK4-5x/hari
2. Bising usus 8-12x/menit
3. TTV klien normal
Suhu: 36,5ºC-37ºC, Nadi: 60-100x/menit, RR: 15-20x/menit, TD: 120/80
mmHG

Intervensi

Mandiri:

1. Kaji frekuensi dan konsistansi

Rasional : Mengetahui frekuensi dan konsistensi

2. Kaji bising usus klien

Rasional : Mengetahui frekuensi bising usus

3. Kaji TTV klien

Rasional :Mengetahui keadaan umum klien

4. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat

Rasional :menambah frekuensi BAK klien

2.2.3.9 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hepatomegali


distensi abdomen, dan anoreksia mual muntah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x1 jam diharapkan intake
makanan klien dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dengan kriteria hasil:
1. Klien tidak lemas
2. Klien tidak melewatkan jam makan
3. Tidak terjadiya penurunan berat badan
Intervensi:
1. Kaji status nutrisi
Rasional: Mengetahui status makanan yag klien makan setiap hari
2. Berilkan cairan infus
Rasional: Mencegah terjadinya dehidrasi
3. Edukasi kepada keluarga untuk memperhatikan apa yang di makan
Rasional: Keluarga lebih dekat dan lebih tau tetang keseharian klien
4. Kolaborasi dengan tenaga medis dalam pemberian obat
Rasional: Agar pemberian terapi tepat pada kondisi pasien
28

2.2.4 Implementasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Implementasi keperawatan dapat berbentuk:
1) Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk
mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan masalah yang
ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu
menambah pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan
lainnya sebagai bentuk perawatan holistik.
5) Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan.
6) Membantu pasien dalam melakukan kesehatan sendiri.
7) Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang
mungkin terjadi terhadap pengobatan atau penyakit yang dialami.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
1) Mengevaluasi status kesehatan pasien
2) Menentukan perkembangan tujuan perawatan
29

3) Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah


ditetapkan.
4) Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau
tidak, atau adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan
keperawatan.Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Daftar tujuan-tujuan pasien
2) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3) Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4) Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
5) Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,
dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta
apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
2.2.6 Dokumentasi
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari proses asuhan
keperawatan yang dilakukan secara sistematis dengan cara mencatat tahap-tahap
proses perawatan yang diberikan kepada pasien. Dokumentasi asuhan
keperawatan merupakan catatan penting yang dibuat oleh perawat baik dalam
bentuk elektronik maupun manual berupa rangkaian kegiatan yang dikerjakan
oleh perawat meliputi lima tahap yaitu: 1) pengkajian, 2) penentuan diagnosa
keperawatan, 3) perencanaan tindakan keperawatan, 4) pelaksanaan/implementasi
rencana keperawatan, dan 5) evaluasi perawatan.
Tujuan pendokumentasian keperawatan, antara lain sebagai berikut:
2.2.6.1 Sebagai media untuk mendefinisikan fokus keperawatan bagi klien dan
kelompok.
2.2.6.2 Untuk membedakan tanggung gugat perawat dengan anggota tim
kesehatan lainnya.
2.2.6.3 Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah
diberikan kepada klien.
30

2.2.6.4 Sebagai data yang dibutuhkan secara administratif dan legal formal.
2.2.6.5 Memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan professional.
2.2.6.6 Untuk memberikan data yang berguna dalam bidang pendidikan dan
penelitian.
Komponen dokumentasi asuhan keperawatan yang konsisten harus
meliputi beberapa hal berikut ini:
1. Riwayat keperawatan yang terdiri dari masalah-masalah yang sedang
terjadi maupun yang diperkirakan akan terjadi.
2. Masalah-masalah yang aktual maupun potensial,.
3. Perencanaan serta tujuan saat ini dan yang akan datang.
4. Pemeriksaan, pengobatan dan promosi kesehatan untuk membantu
pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Evaluasi dari tujuan keperawatan serta modifikasi rencana tindakan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara spesifik lingkup dokumentasi asuhan keperawatan secara spesifik
antara lain:
1. Data awal pasien berupa identitas diri, keluhan yang dirasakan.
2. Riwayat keperawatan dan pemeriksaan.
3. Diagnosis keperawatan yang ditetapkan.
4. Rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari rencana tindakan,
tujuan, rencana intervensi serta evaluasi dari tindakan keperawatan.
5. Pendidikan kepada pasien.
6. Dokumentasi parameter pemantauan dan intervensi keperawatan lain
nya.
7. Perkembangan dari hasil yang telah ditetapkan dan yang diharapkan.
8. Evaluasi perencanaan.
9. Rasionalisasi dari proses intervensi jika diperlukan.
10. Sistem rujukan.
11. Persiapan pasien pulang.

Anda mungkin juga menyukai