Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Ujian Kasus
Disusun Oleh:
Yosep Andrianu Loren
I4061172089
Pelvimetri Dalam
Memasukkan dua jari (telunjuk dan jari tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh
bagian tulang belakang / promotorium. Hitung jarak dari tulang kemaluan hingga
promotorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul.
Pemeriksaan ini mendapatkan konjugata diagonal.
Pelvimetri roentgenologik
6. HELLP syndrome?
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu
komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan
dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang
mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan
berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari
kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini
dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri – ciri
dari HELLP syndrome adalah:
c. Pelahiran kepala
Lahirkan kepala dengan perasat mauriceau smellie veit
Hadapkan wajah bayi kebawah dengan batang tubuhnya berada diatas
tangan dan lengan anda
Letakkan jari pertama dan ketiga tangan anda pada kedua pipi bayi dan
letakkan jari kedua dimulut bayi untuk menarik rahang kebawah dan
memfleksikan kepala
Gunakan tangan lain untuk memegang bahu bayi
Fleksikan kepala bayi kearah dada secara hati-hati dengan menggunakan
kedua jari dari tangan yang memegang bahu bayi dan secara bersamaan
menarik rahang untuk membawa kepala bayi turun sampai garis rambut
terlihat.
Tarik secara hati-hati untuk melahirkan kepala.
Mangkat bayi dengan tetap merentangkan lengan, dampai mulut dan
hidung bayi keluar.
12. Distosia
Distosia berasal dari bahasa Yunani, Dys atau dus berarti buruk atau jelek, tosia
berasal dari tocos yang berarti persalinan, sehingga distosia merupakan persalinan
yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau merupakan persalinan yang
membawa satu akibat buruk bagi janin maupun ibu.
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan
passanger :
a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan kekuatan
ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan pada fundus uteri,
simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat dan sering serta mengalami fase
relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat berupa inersia uteri hipertonik atau inersia
uteri hipotonik. Kontraksi uterus atau his secara normal terjadi pada awal persalinan
yakni pada kala 1, pada awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali dalam
15 menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul semakin cepat
dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit dengan kekuatan 50 sampai
100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks tidak akan mengalami
pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi persalinan, dan apabila
tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio sesaria, namun pada persalinan
kala II apabila ibu mengalami kelelahan maka persalinan dilakukan dengan
menggunakan vacum ekstraksi. Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila
plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada
kontraksi uterus atau karena adanya perlengketan sehingga merangsang uterus maka
di berikan pemberian induksi dan melakukan massase uterus.
b) Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan pada
jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Jalan
lahir keras atau tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan
ukuran panggul. Sedangkan jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya
tumor ovarium yang menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir yang
dipaksakan.
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu bentuk
panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid, android, dan platipeloid.
Terutama pada panggul android distosia sulit diatasi, selain itu terdapat kelainan
panggul yang disertai dengan perubahan bentuk karena pertumbuhan intrauterine
yaitu panggul Naegele, robert, split pelvis dan panggul asimilasi. Perubahan bentuk
panggul juga dapat terjadi karena adanya penyakit seperti riketsia, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, maupun penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
Penyakit tulang belakang seperti kifosis, skoliosis dan spondilolistesis serta penyakit
pada kaki seperti koksiis, luksasio koksa dan atrofi atau kelumpuhan satu kaki
merupakan termasuk penyulit dalam proses persalinan pervaginam.
c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun bentuk
janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan kelainan posisi, pada
kondisi normal, kepala memasuki pintu atas panggul dengan sutura sagitalis dalam
keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-ubun kecil berada dikanan atau dikiri
lintang atau dikanan atau kiri belakang, setelah kepala memasuki bidang tengah
panggul (Hodge III), kepala akan memutar ke depan akibat terbentur spina ischiadika
sehingga ubun-ubun kecil berada didepan (putaran paksi dalam), namun terkadang
tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil tetap berada dibelakang atau
melintang, keadaaan ini disebut dengan deep transvere arrest, oksipitalis posterior
persisten atau oksipitalis transversus persisten, keadaan ini akan mempersulit
persalinan.
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis presentasi muka
berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba seperti punggung, bagian
belakang kepala berlawanan dengan bagian dada, dan daerah dada ada bagian kecil
denyut jantung janin terdengan jelas, dan berdasarkan pemeriksaan dalam umumnya
teraba mata, hidung, mulut dan dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada
umumnya merupakan kedudukan sementara sehingga biasanya dapat menjadi
presentasi belakang kepala dan presentasi muka.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana letak janin memanjang dengan
kepala dibagian fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum uteri hal ini pula
merupakan penyulit dalam persalinan. Selain letak sungsang, letak lintang pula cukup
sering terjadi, presentasi ini merupakan presentasi yang tidak baik sama sekali dan
tidak mungkin dilahirkan pervaginam kecuali pada keadaan janin yang sangat kecil
atau telah mati dalam waktu yang cukup lama.
Beberapa kelainan dalam bentuk janin yaitu karena adanya pertumbuhan janin
yang berlebihan, berat neonatus pada umunya adalah 4000 gram, makrosomia atau
bayi besar apabila lebih dari 4000 gram, umumnya hal ini karena adanya faktor
genetik, kehamilan dengan diabetes mellitus, kehamilan post matur atau pada grande
multipara. Hidrocephalus pula merupakan kelainan bentuk janin, hal ini merupakan
keadaan dimana cairan serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala
janin menjadi besar dan keadaan ini dapat menyebabkan cephalo pelvic disproportion.
Penatalaksanaan Distosia Bahu
Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM“ (Ask
for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder disimpaction, Rotation of
posterior shoulder, Manual remover posterior arm).
1) Ask for help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
2) Lift the legs and buttocks
Melakukan manuver McRoberts yang dimulai dengan memposisikan ibu dalam
posisi McRoberts yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga posisi
lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan merotasikan kedua kaki ke arah
luar. Manuver ini dapat menyebabkan terjadinya pelurusan relatif dari sakrum
terhadap vertebra lumbal disertai dengan rotasi simphisis phubis ke arah kepala ibu
serta pengurangan sudut kemiringan panggul. Mintalah asisten untuk melakukan
penekanan suprasimphisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangan (Manuver
Massanti). Penekanan ini bertujuan untuk menekan bahu anterior agar mau masuk ke
simphisis. Sementara itu lakukanlah tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal.
3) Anterior shoulder disimpaction
Melakukan disimpaksi bahu depan dengan menggunakan dua cara yaitu eksternal
dan internal. Disimpaksi bahu depan secara eksternal dapat dilakukan dengan
menggunakan manuver massanti, sedangkan disimpaksi bahu depan secara internal
dapat dilakukan dengan menggunakan manuver rubin. Manuver Rubin dilakukan
dengan cara (masih dalam manuver McRoberts) masukkan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi
obliq atau transversa dan dengan bantuan penekanan simphisis maka akan membuat
bahu bayi semakin abduksi sehingga diameternya mengecil.
4) Rotation of posterior shoulder
Melakukan rotasi bahu belakang dengan manuver Woods. Manuver ini dilakukan
dengan cara memasukkan tangan penolong sesuai dengan punggung bayi (jika
punggung kanan gunakan tangan kanan, dan sebaliknya) ke vagina dan diletakkan di
belakang bahu janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat ke anterior dengan gerakan
seperti membuka tutup botol.
Jenis-jenis
a. Mioma Submukosum
Mioma berasal dari bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Tipe ini merupakan yang paling sering menimbulkan gejala. Gejala yang
paling sering ditimbulkan adalah perdarahan uteri abnormal yang disebutkan oleh
penekanan terhadap pembuluh darah yang memvaskularisasi endometrium di
atasnya atau oleh kontak dengan endometrium yang berdekatan. Kadang-kadang
mioma submukosum ini memiliki tangkai yang panjang dan dapat keluar melalui
serviks menjadi mioma geburt. Gejala mioma yang berhubungan dengan
persalinan adalah timbulnya cramping pain pada perut bagian bawah atau pelvis,
biasanya disertai dengan hipermenorea. Bila tumor mioma ini dikeluarkan
melalui serviks biasanya terjadi ulcersasi pada permukaannya sehingga rentan
infeksi dan merdarahan.
b. Mioma Intramural
Mioma intamural terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
Bila tumor ini besar maka uterus menjadi berbentuk modular dan asimetris. Bila
tumor sangat besar maka akan menjadi terletak submukosum dan sekaligus
subserosum
c. Mioma Subserrosum
Mioma tumbuh keluar di dekat permukaan luar sehingga menonjol ke dalam
cavum pelvis atau kavum abdomen. Tumor ini dapat memiliki tangkai yang
panjang. Bisa juga dapat vakularisasi tambahan dari omentum sehingga tampak
seolah-olah merupakan tumer primer yang berasal dari omentum. Mioma ini
dapat tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya pada limentum atau pada
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus menjadi mioma parasiter
(wandering/parasitic fibroid), selain itu mioma ini jga dapat tumbuh di tengah-
tengah jaringan ligamentum latum menjadi intra limementer.
d. Mioma Servikal
Paling sering terjadi pada bagian posterior sehingga asimptomatik. Bila
tumbuh di bagian anterior dapat menekan vesika urinaria. Mioma servikal dapat
menimbulkan mukus yang berlebihan dan discharhe vagina yang berlebihan,
dispareunia dismenorea dan infertilitas.
Tatalaksana
1. Terapi Operatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan tindakan bedah. Sebanyak 55%
mioma uteri tidak memerlukan pengobatan apapun. Bila tumor menyebabkan
pembesaran uterus sampai melampaui umbilicus maka kemungkinan obstruksi
parsial ureter sangat besar sehingga perlu dilakukan miomektomi dan kalau
perlu histerektomi. Tumor submukosum yang kecil dapat diterapi dengan
histeroskop atau dilatasi dan kuretase. Tumor yang menyebabkan infertilitas
atau pada wanita yang masih ingin hamil, dapat dilakukan pengangkatan
dengan laparotomi atau laparoskopi tanpa perlu masuk endometrium.
2. Terapi Hormonal (dengan Gn RH Agonis)
Terapi ini dilakukan dengan dasar bahwa leiomioma terdiri atas sel-sel otot
yang dipengaruhi oleh estrogen. Gn RH agonis selama 16 minggu
menghasilkan degenerasi hialin di miometrium. Akan tetapi bila dihentikan
maka leiomioma itu akan tumbuh kembali akibat pengaruh estrogen.
3. Terapi Konservatif
Dilakukan bila mioma tidak terlalu besar, tidak mengganggu dan pada
wanita menopause. Walaupun demikian tetap dilakukan pengamatan setiap 3-
6 bulan.
17. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah- abortus yang ter.jadi berulang tiga kali secara
berturut–turut.Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak yang
mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
Lymphocyte Trophoblast Cross Reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini
rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan
transfusi leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi, dekade terakhir menyebutkan
perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai
dengan penyebabnya.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu
keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
mentrup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana osrium serviks akan
membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi
pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada
kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang
berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah
melebar.
18. Mola Hidatidosa
a. Definisi
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adaiah suatu kehamilan yang
berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.
b. Gejala dan tanda
Pada permulaanya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lainlain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih hebat. selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga
pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-
kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum
dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif
sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.
Perdarahan merupakan gejaia utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah
yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya
terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12 - 14 minggu.
Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola
hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga pada keharnilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preeklampsia (eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklampsia pada
mola terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-
akhir ini banyak dipermasalahkan ialah tirotoksikosis.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru.
Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru
ranpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah
sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-
panr akut yang bisa menyebabkan kematian.
c. Penangganan
Perbaikan Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki
syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penl'ulit seperti
preeklampsia atau tirotoksikosis.
Pengeluaran laringan Mola
Ada 2 cara yaitu:
Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan. untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika.
Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan
sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali
saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum
tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila terjadi
perdarahan yang banyak.
Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan
cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah
karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan
anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila
dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda
keganasan berupa mola invasif/koriokarsinoma.
Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi
ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2007. 281-
301.
19. Koriokarsinoma
Koriokarsinoma adalah salah satu jenis dari Penyakit Trofoblastik Gestasional
(PTG) dimana merupakan suatu tumor ganas yang berasal dari sel-sel sito-trofoblas
serta sinsitiotrofloblas ( pembentuk plasenta ) yang menginvasi miometrium, merusak
jaringan di sekitarnya termasuk pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan.
Etiologi terjadinya Koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal
cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase
sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui
getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah paru-paru ﴾75%﴿ dan
kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva,
ovarium, hepar, ginjal, dan otak﴿.
Gejala Klinis dapat berupa rahim membesar, perdarahan dan syok, ekspulsi
gelembung mola, anemis dan disertai gejala sekunder. Keluhan yang dirasakan
berupaadanya gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih parah dari
kehamilan biasa, seperti tanda toksemia gravidarum, perdarahan yang sedikit atau
banyak, tidak teratur, bewarna tengguli tua atau kecoklatan, pembesaran uterus tidak
sesuai dengan tuanya kehamilan seharusnya (lebih besar), dan keluarnya jaringan
mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa
pasti. Pemeriksaan dalam terdapat pembesaran rahim, rahim terasa lembek, tidak ada
bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
cavum vagina, serta evaluasi keadaan serviks.
Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu
karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya
mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan
korion tidak diketahui. Pada Koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk
tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar.
Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi
permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar ,
muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus
peritoneum. Gambaran diagnostik yang penting pada Koriokarsinoma, berbeda
dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsure
sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan.
Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria
diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain.
Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-obatan
kemoterapi, dari hasil survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi pasien dengan
Koriokarsinoma mengalami kesembuhan 90-95%. Operasi dapat dilakukan untuk
mengontrol perdarahan, mengurangi atau menghilangkan masa tumor, mengurangi
kompresi terhadap organ. Radioterapi banyak digunakan pada stadium IV dengan
metastasis di otak. Begitu diagnosis ditegakkan, langsung dilakukan ” whole brain
irradiation”, dengan dosis 3000 cGy. Dosis tersebut diberikan dalam 10 kali fraksi.
Radiasi ini sebaiknya diberikan bersamaan dengan kemoterapi, karena radiasi
berfungsi sebagai hemostatika dan tumorisidal untuk mengurangi resiko terjadinya
perdarahan spontan.
20. Endometriosis,endometrioma, dan endometritis
a. Endometriosis
Endometriosis adalah gangguan ginekologi jinak umum yang
didefinisikan sebagai adanya jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar
lokasi normal. Endometriosis paling sering ditemukan pada peritoneum
panggul, tetapi dapat juga ditemukan di ovarium, septum rektovaginal, ureter,
namun jarang ditemukan di vesika urinaria, perikardium, dan pleura.
Gejala klasik dari endometriosis meliputi dysmenorea, dyspareunia,
dyschezia dan atau infertilitas. Pada endometriosis yang menyerang organ usus,
gejala yang biasanya timbul meliputi perdarahan, obstruksi usus, namun jarang
dengan perforasi maupun mengarah kepada keganasan. Gejala dapat timbul
pada 40% pasien, dan rasa nyeri bervariasi tergantung pada tempat terjadinya
endometriosis. Gejala yang disampaikan oleh pasien seperti nyeri perut,
distensi, diare, konstipasi, dan tenesmus.
Pemeriksaan fisik pada endometriosis dimulai dengan melakukan
inspeksi pada vagina menggunakan spekulum, yang dilanjutkan dengan
pemeriksaan bimanual dan palpasi rektovagina. Pemeriksaan bimanual dapat
menilai ukuran, posisi dan mobilitas dari uterus. Pemeriksaan rektovagina
diperlukan untuk mempalpasi ligamentum sakrouterina dan septum rektovagina
untuk mencari ada atau tidaknya nodul endometriosis. Pemeriksaan saat haid
dapat meningkatkan peluang mendeteksi nodul endometriosis dan juga menilai
nyeri
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
endometriosis adalah ultrasonografi transvaginal dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) dan pemeriksaan marka biokimiawi.
Endometriosis dianggap sebagai penyakit yang bergantung pada
estrogen, sehingga salah satu pilihan pengobatan adalah dengan menekan
hormon menggunakan obat-obatan untuk mengobatinya.
Saat ini, pil kontrasepsi, progestin, GnRH agonis dan aromatase inhibitor
adalah jenis obat-obatan yang sering dipakai dalam tatalaksana medikamentosa
endometriosis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masing-masing obat
tersebut setara dalam pengobatan endometriosis, sehingga jenis obat yang
digunakan harus mempertimbangkan preferensi pasien, efek samping ,biaya dan
ketersediaan obat tersebut.
Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI) & Himpunan Endokrinologi-
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK): Konsesus Tatalaksana Nyeri Haid & Endometriosis .
Indonesia: POGI
b. Endometrioma
Endometrioma adalah subtype dari endometriosis, biasanya terjadi pada 17-
44% wanita dengan endometriosis. Endometrioma ovarium juga dikenal sebagai
“kista cokelat”, yang berisi darah kental yang sudah lama sehingga Nampak sebagai
cairan berwarna cokelat. Ednometrioma dapat didetekssi dengan USG secara
Transvaginal dengan penampakan ground-glass appearance pada USG.
Endometrioma dapat ditatalaksana secara medikamentosa dan tidakan
operasi, seperti ultrasound-guided aspiration, aspirasi dengan sclerotherapy,
laparoskopi dapat berupa laparoskopi aspirasi atau ovariectomyi maupun
adnexectomy, dapat juga dengan tidakan laparatomi.
c. Endometritis
Endometritis adalah peradangan pada lapisan endometrium uterus,
biasanya terjadi sebagai suatu hasil dari infeksi bakteri patogen terutama terjadi
melalui vagina dan menerobos serviks sehingga mengkontaminasi uterus.
Radang pada endometrium uterus ini juga dapat disebabkan infeksi
sekunder yang berasal dari bagian lain tubuh sehingga dapat menyebabkan
gangguan reproduksi pada hewan betina. Penyebab lain adalah karena kelanjutan
dari abnormalitas partus seperti abortus, retensio sekundinarium, kelahiran
prematur, kelahiran kembar, distokia serta perlukaan pada saat membantu
kelahiran.
Gejala klinis endometritis sering tidak jelas, walaupun dilakukan
pemeriksaan transrektal atau vaginal terutama jika peradangan bersifat akut.
Endometritis kronis yang disertai dengan penimbunan cairan (hydrometra) atau
nanah (pyometra), gejalanya akan lebih jelas, terutama pada saat induk berbaring,
akan ada cairan yang keluar dari vulva yang berbentuk gumpalan nanah. Hal ini
disebabkan karena uterus yang mengandung nanah atau cairan tertekan diantara
lantai kandang dengan rumen. Gejala lain yang mungkin terlihat khususnya pada
endometritis akut adalah suhu yang meningkat disertai demam, poliuria, nafsu
makan menurun, produksi susu menurun, denyut nadi lemah, pernafasan cepat, ada
rasa sakit pada uterus yang ditandai dengan sapi menengok ke belakang,ekor sering
diangkat, dan selalu merejan. Pada pemeriksaan transrektal, uterus teraba membesar
dan dindingnya agak menebal
21. Gangguan haid pada masa reproduksi
1. Gangguan lama dan jumlah darah haid
a. Hipermenorea (menoragia), adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih
banyak dan/atau durasi lebih lama dari normal dengan siklus yang normal
teratur. Secara klinis menoragia didefinisikan dengan total jumlah darah haid
lebih dari 80 ml per siklus dan durasi haid lebih lama dari 7 hari.
b. Hipomenorea, adalah perdrahan haid dengan jumlah darah lebih sedikit
dan/atau durasi lebih pendek dari normal. Beberapa penyebab hipomenorea
yaitu gangguan organic misalnya menunjukkan bahwa tebal andometrium
tipis dan perlu evaluasi lebih lanjut.
2. Gangguan siklus haid
a. Polimenorea, adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal yaitu
kurang dari 21 hari. Penyebab polimenorea bermacam-macam antara lain
gangguan endokrin yang menyebabkan gangguan ovulasi, fase luteal
memendek, dan kongesti ovarium karena perdarahan.
b. Oligomenorea, adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari normal yaitu
lebih dari 35 hari. Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang
disebabkan oleh peningkatan hormon androgen sehingga terjadi gangguan
ovulasi. Pada remaja oligomenorea dapat terjadi karena imaturitas poros
hipotalamus hipofisis ovarium endometrium.
c. Amenorea, adalah panjang siklus haid yang memanjang dari panjang siklus
haid klasik (oligomenorea) atau tidak terjadinya perdarahan haid, minimal tiga
bulan berturut-turut.
3. Gangguan perdarahan di luar siklus haid
a. Menometroragia, adalah perdarahan dari vagina pada seorang wanita tanpa ada
hubungan dengan suatu siklus haid dengan interval yang tidak teratur dan
jumlah perdarahan yang banyak.
4. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid
a. Dismenorea, adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/mestruasi yang
dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai
dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul.
b. Sindroma prahaid, adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang
terkait dengan siklus menstruasi wanita.
Anwar.M.2017. Ilmu Kandungan Ginekologi Ed-3.Jakarta:PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
22. Leukorea
Keputihan (leukorea/fluor albus/vaginal discharge) adalah semua pengeluaran
cairan dari alat genitalia yang tidak berupa darah. Keputihan bukanlah penyakit
tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit
kandungan. Penyebab utama keputihan harus dicari dengan anamnesa, pemeriksaan
kandungan, dan pemeriksaan laboratorium.
Klasifikasi :
1. Keputihan fisiologis
Berupa cairan jernih, tidak berbau dan tidak gatal, mengandung banyak epitel
dengan leukosit yang jarang.
2. Keputihan patologis
Cairan eksudat yang berwarna, mengandung banyak leukosit, jumlahnya
berlebihan, berbau tidak sedap, terasa gatal atau panas, sehingga seringkali
menyebabkan luka akibat garukan di daerah mulut vagina.
Keputihan yang fisiologis terjadi pada:
1. Bayi baru lahir kira-kira 10 hari, hal ini karena pengaruh hormon estrogen dan
progesteron sang ibu.
2. Masa sekitar menarche atau pertama kali datang haid.
3. Setiap wanita dewasa yang mengalami kegairahan seksual, ini berkaitan dengan
kesiapan vagina untuk menerima penetrasi saat senggama.
4. Masa sekitar ovulasi karena produksi kelenjar-kelenjar mulut rahim.
5. Kehamilan yang menyebabkan peningkatan suplai darah ke daerah vagina dan mulut
rahim, serta penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina
Patologis
BV (Bacterial Vaginosis)
BV adalah penyebab paling umum dari keputihan abnormal pada wanita usia
subur tetapi juga dapat ditemui pada wanita perimenopause. Pada wanita Kaukasia
prevalensinya 5-15%; pada wanita kulit hitam itu lebih tinggi pada 45-55%. Wanita
yang berhubungan seks dengan wanita (WSW) berbagi jenis lactobacillary yang serupa,
lebih cenderung memiliki pola mikrobiota vagina (flora) yang sesuai, dan berisiko lebih
tinggi terhadap BV.
BV adalah disbiosis mikrobiota vagina. Ini ditandai oleh pertumbuhan berlebih
organisme anaerob yang dominan (mis. Gardnerella vaginalis, Prevotella spp.,
Atopobium vaginae, Mycoplasma hominis, Mobiluncus spp.) Di vagina yang mengarah
pada penggantian lactobacilli dan peningkatan pH vagina. Identifikasi bakteri
menggunakan PCR telah menunjukkan bahwa ada banyak bakteri yang berbeda, yang
sebelumnya tidak dibudidayakan hadir pada wanita dengan BV termasuk bakteri yang
terkait dengan BV 1, 2, dan 3, dan spesies Sneathia. Karena bakteri ini sulit dikultur
kerentanan antibiotik dari banyak tidak diketahui.
BV dapat timbul dan timbul secara spontan dan walaupun tidak secara ketat
dianggap sebagai infeksi menular seksual (IMS), BV dikaitkan dengan aktivitas
seksual. Etiologi pasti dari BV masih belum jelas tetapi bukti saat ini menunjukkan
bahwa pembentukan biofilm dengan G. vaginalis penting dalam peralihan dari flora
normal vagina ke BV.
AV (Aerobic Vaginitis)
AV muncul dengan cairan yang purulen, atrofi, dan vaginitis. Lactobacilli
menurun dan pH meningkat, tetapi mikroorganisme aerob, seperti Escherichia coli,
Streptokokus kelompok B, dan Staphylococcus aureus mendominasi. Infeksi campuran
sering terjadi. Tidak diketahui apakah AV memiliki asal infeksi atau apakah itu
merupakan proses inflamasi diikuti oleh dysbiosis. Ini dapat menyebabkan gejala
jangka panjang dengan eksaserbasi intermiten, dan kekambuhan setelah pengobatan
adalah umum. Vaginitis atrofi pada wanita menyusui mungkin merupakan varian dari
AV. Bentuk AV dan DIV yang lebih parah mungkin kondisinya sama.
Candidosis
Lebih dari 60% wanita premenopause yang sehat dijajah dengan candida,
dengan tingkat kehamilan yang lebih tinggi, dan angka yang lebih rendah pada anak-
anak dan wanita pascamenopause tanpa terapi penggantian hormon. Diperkirakan 75%
wanita akan mengalami setidaknya satu episode simtomatik selama hidup mereka dan
6-9% akan mengalami kandidosis vulvovaginal kronis berulang (setidaknya empat
episode per tahun). Candidosis vulvovaginal terjadi akibat pertumbuhan berlebih
Candida albicans pada 90% wanita (sisanya dengan spesies lain, mis. Candida
glabrata). Faktor pencetus termasuk terapi antibiotik, kehamilan, dan imunosupresi
endogen atau eksogen (termasuk diabetes mellitus dan obat imunosupresif). Pada
beberapa wanita, gejala dapat terjadi dengan candida dengan beban rendah dan
diperkirakan hal ini mungkin disebabkan oleh respons alergi atau inflamasi terhadap
ragi.
Trichomoniasis
Trichomonas vaginalis (TV) adalah protozoon flagellated, yang merupakan
parasit dari saluran genital. Pada orang dewasa, ini hampir secara eksklusif ditularkan
secara seksual. Karena spesifisitas situs, infeksi hanya mengikuti inokulasi organisme
intravaginal atau intraurethral. Pada wanita infeksi saluran kemih hadir pada 90%
episode, meskipun saluran kemih merupakan satu-satunya tempat infeksi pada <5%
kasus. Respon host yang paling jelas terhadap infeksi adalah peningkatan lokal leukosit
polimorfonuklear.
Tatalaksana
BV
Harus dijelaskan bahwa penyebabnya tidak jelas dan bahwa meskipun ada bukti
yang meningkat tentang hubungan dengan aktivitas seksual, dan penularan seksual,
belum terbukti sebagai IMS.
Indikasi untuk perawatan BV:
1. Gejala
2. Pemeriksaan mikroskop positif dengan / tanpa gejala pada beberapa wanita hamil
(yang memiliki riwayat kelahiran prematur idiopatik sebelumnya atau kehilangan
trimester kedua)
3. BV pada wanita yang menjalani prosedur bedah ginekologis atau invasif diagnostik.
Opsional: Pemeriksaan mikroskop positif pada wanita tanpa gejala.
Rekomendasi tatalaksana pada pasien BV:
Metronidazole 400-500 mg per oral dua kali sehari selama 5-7 hari atau Gel
metronidazole intravaginal (0,75%) sekali sehari selama lima hari atau Krim
klindamisin intravaginal (2%) sekali sehari selama tujuh hari
Regimen alternatif untuk BV:
Metronidazol 2 g oral dalam dosis tunggal atau Tinidazole 2 g secara oral dalam dosis
tunggal atau Tinidazole 1 g secara oral selama lima hari atau Klindamisin 300 mg oral
dua kali sehari selama tujuh hari atau Dequalinium chloride 10 mg tablet vagina satu
kali sehari selama enam hari
AV/DIV
Indikasi untuk perawatan AV / DIV:
Dalam suatu studi, 5% wanita yang mengalami keputihan memiliki skor AV 5 dan
lebih. Namun, ini adalah kelompok yang sangat heterogen dan patologi spesifik seperti
perubahan atrofi, lichen planus, dan lichen sclerosus harus diidentifikasi dan diobati dengan
tepat.
Regimen yang disarankan untuk AV:
1. 2 % cream klindamisin 5 g intravaginal selama 7-21 hari
2. Penggunaan kombinasi klindamisin intravaginal dan steroid intravaginal mis.
hidrokortison 300-500 mg intravaginal selama 7-21 hari atau enema Predfoam
diterapkan intravaginal (penggunaan di luar label) untuk kasus yang lebih parah
3. Dalam kasus dengan komponen atrofi yang signifikan, estrogen lokal dapat
ditambahkan
Vaginal Candidosis
Indikasi untuk terapi kandidosis:
Wanita bergejala ditemukan kandida pada mikroskop atau kultur. Wanita tanpa gejala
tidak membutuhkan pengobatan. Pasangan pria tanpa gejala tidak membutuhkan
pengobatan
Regimen yang direkomendasikan untuk kandidiasis vagina:
Terapi oral:
1.Flukonazol 150 mg sebagai dosis tunggal
2.Itrakonazol 200 mg dua kali sehari selama satu hari
Terapi intravaginal:
1.Tablet Clotrimazole vagina500 mg sebagai dosis tunggal atau 200 mg sekali sehari
selama tiga hari
2.Mikonazol vagina ovulasi 1.200 mg sebagai dosis tunggal atau 400 mg sehari
sekali selama tiga hari
3.Econazole Pessary vagina150 mg sebagai dosis tunggal
TV
Karena TV adalah organisme yang ditularkan secara seksual, penapisan untuk IMS
yang hidup berdampingan harus dilakukan. Pantang seksual harus disarankan sampai
pengobatan semua pasangan selesai.
Indikasi untuk terapi TV:
1.Tes positif untuk TV terlepas dari gejala
2.Perawatan epidemiologis pasangan seksual
Regimen yang disarankan untuk TV:
Pilihan pertama:
Metronidazol 400-500 mg per oral dua kali sehari selama 5-7 hari atau Metronidazol 2 g
oral dalam dosis tunggal atau Tinidazole 2 g secara oral dalam dosis tunggal.
Sherrard J, Wilson J, Donders G, Mendling W, Jensen JS. 2018 European
(IUSTI/WHO) International Union against sexually transmitted infections (IUSTI)
World Health Organisation (WHO) guideline on the management of vaginal discharge.
Int J STD AIDS. 2018 Nov;29(13):1258–72.
23. APS
Sindroma Antifosfolipid adalah gangguan sistem pembekuan darah yang
menyebabkan trombosis pada arteri dan vena serta menyebabkan gangguan pada
kehamilan yang berujung pada keguguran. Di Indonesia, APS merupakan penyebab
utama trombosis dalam kehamilan yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas janin
serta ibu
Klasifikasi APS terdiri dari APS tanpa penyebab disebut APS primer,
sedangkan APS karena penyakit lain seperti SLE disebut APS sekunder Trombosis
telah diketahui secara luas sebagai salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
kehamilan. Ada dua macam antibodi antifosfolipid yang telah dikenal yaitu: Lupus
Anticoagulant (LA) dan Anticardiolipin Antibody (ACA). Pada penelitian 100 pasien
dengan trombosis vena dan tidak menderita riwayat SLE, 24 % memiliki ACA dan
4% mempunyai LA yang positif.
Cunninghan FG. Connective tissue disorders. In: Cunninghan FG, Leveno K,
Bloom S, Hauth H, Rouse D, Spong C, editors. Williams obstetrics. 23rd edition.
New York: Mc Graw Hill. 2010.p:1383-94.
24. PCOS
Polycystic ovary syndrome merupakan suatu kelainan pada wanita yang
ditandai dengan adanya hiperandrogenisme dengan anovulasi kronik yang saling
berhubungan dan tidak disertai dengan kelainan pada kelenjar adrenal maupun
kelenjar hipofisis.
Penyebab sindrom ini tidak jelas, akan tetapi terdapat bukti adanya kelainan
genetik yang kemungkinan diwariskan oleh ibu atau ayah, atau mungkin keduanya.
Gen tersebut bertanggung jawab atas terjadinya resistensi insulin dan
hiperandrogenisme pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik.
Gambaran klinis sindrom ovarium polikistik sangat bervariasi, tetapi secara
umum dapat dijumpai gangguan menstruasi dan gejala hiperandrogenisme. Akantosis
nigrikans juga merupakan keadaan klinis pada kulit yang menandakan adanya
hiperinsulinemia.
Budi R.H . 2005. Sindroma Ovarium Polikistik Departemen Obstetri dan
Ginekologi MKN Volume 38 : Sumatera Utara
25. Inversio uteri dan prolaps uteri
Inversio uteri adalah suatu keadaan di mana bagian atas uterus (fundus uteri)
masuk ke kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam
kavum uteri, bahkan ke dalam vagina dengan dinding endometrium sebelah luar.
Klasifikasi inversion uterus dapat terjadi pada masa nifas atau di luar nifas. Jika
terjadi di luar masa nifas maka biasanya parsial dan sering dihubungkan dengan
adanya tumor uterus. Sementara itu, inversio yang terjadi waktu melahirkan dan pasca
persalinan dapat terjadi akut. Terdapat beberapa jenis dari inversio uteri yaitu:
Inversio lokal : fundus uteri menonjol sedikit ke dalam kavum uteri
Inversio parsial : bila tonjolan fundus uteri hanya dalam kavum uteri
Inversio inkomplit : penonjolan sampai ke kanalis servikalis
Inversio komplit : tonjolan sudah sampai ostium uteri eksternum
Inversio total : tonjolan sudah mencapai vagina atau keluar vagina
Penyebab dari inversio uteri biasanya terjadi pada saat kala III persalinan atau
sesudahnya. Tekanan yang dilakukan pada fundus uteri ketika uterus tidak
berkontraksi baik, tarikan pada tali pusat, hipotonia uteri dapat merupakan awal
masuknya fundus uteri ke dalam kavum uteri dan dengan adanya kontraksi yang
berturut-turut, mendorong fundus yang terbalik ke bawah. Inversio uteri dapat juga
terjadi di luar persalinan, misalnya pada myoma geburt yang sedang ditarik untuk
dilahirkan.
Gejala pada inversio uteri yang terjadi akut pada akhir persalinan
menimbulkan gejala mengkhawatirkan seperti syok, nyeri keras dan perdarahan.
Keadaan ini sering disebebakn dari plasenta akreta. Pada inversio uteri yang kronik
gejala yang dapat ditemukan adalah metroragia, nyeri punggung, anemia dan banyak
keputihan. Untuk mendiagnosis inversio uteri adalah dengan menemukan gejala syok
berat, perdarahan, tidak terabanya fundus uteri di bawah pusar dan terabanya massa
yang lembek di vagina. Pada inversio menahun massa yang diraba terasa lebih keras.
Sebagai tindakan pencegahan, dalam memimpin persalinan harus selalu
waspada akan kemungkinan terjadinya inversio, misalnya pada partus presipitatus,
plasenta manual, tarikan pada tali pusat, memijat uterus yang lembek. Pada inversio
uteri yang sudah terjadi sembari mengatasi syok, dilakukan reposisi manual dalam
narkose. Seluruh tangan kanan dimasukkan ke dalam vagina, melingkari tumor dalam
vagina dna telapak tangan mendorong perlahan-lahan tomor ke atas melalui serviks
yang masih terbuka. Setelah reposisi berhasil, tangan dipertahankan sampai terasa
uterus berkontraksi dan jika perlu dilakukan pemasangan tampon ke dalam kavum
uteri dan vagina. Tampon dilepas setelah 24 jam dan sebelumnya sudah diberik
uterotonika. Pada inversio uteri menahun prosedur di atas tidak dapat dilakukan
karena lingkarang kontraksi pada ostium uteri eksternum sudah mengecil dan
menghalangi lewatnya korpus uteri yang terbaik. Dalam hal ini perlu dilakukan
operasi setelah infeksi diatasi. Tindakan operatif untuk inversio uteri antara lain dapat
dilakukan dengan opersai menurut Spinell, Haultin dan Huntington. Selain itu dapat
juga dilakukan histerektomi
Prolaps adalah tergelincir atau jatuhnya suatu bagian dari tempat asalnya.
Prolaps genitalis adalah penempatan yang salah organ pelvis ke dalam vagina atau
melampaui lubang vagina. Organ yang dimaksud dapat meliputi uretra, kandung
kemih, usus besar dan usus kecil. Gejala yang dapat dikeluhkan adalah kesulitan
miksi, defekasi dan hubungan seksual. Penyebab prolaps organ pelvis sulit untuk
menemukan etiologinya, secara hipotesa penyebab utama adalah persalinan
pervaginam dengan bayi aterm hal tersebut disebabkan karena terjadinya kerusakan
pada fasia penyangga dan inervasi syaraf otot dasar panggul. Faktor lain seperti
lemahnya kualitas jaringan ikat, penyakit neurologik, keadaan penyakit menahun
yang menyebabkan meningkatnya tekanan inta-abdominal atau obesitas, asites, tumor
pelvis, mempermudah terjadinya prolapsus genitalis. Bila prolapsus uteri dijumpai
pada nulipara. Faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan
jaringan penunjang uterus.
Keluhan yang dapat dijumpai pada umumnya adalah perasaan yang
mengganjal di vagina atau adanya sesuatu yang menonjol di genital eksterna, rasa
sakit di panggul atau pinggang dan bisa pasien berbaring keluhan berkurang bahkan
menghilang. Terdapat beberapa klasifikasi pada prolaps uteri yaitu:
Desensus uteri, uterus turun tetapi serviks masih di vagina
Prolaps uteri tingkat I, uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah sampaii
introitus vagina
Prolaps uteri tingkat II, sebagian besar uterus keluar dari vagina
Prolaps uteri tingkat III atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya dari vagina
disertai dengan inversio vagina
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis prolaps uteri adalah
penderita dalam posisi jongkok dan diminta untuk mengejan, kemudian dengan
telunjuk menentukan apakah porsio uteri dalam posisi normal atau sudah sampai
introitus vagina atau keseluruhan serviks sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dalam
posisi berbaring diukur panjang serviks. Panjang serviks yang lebih panjang dari biasa
dinamakan elongasio koli.
Pengobatan yang dapat dilakukan adalah tergantung derajat dari prolaps.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
Latihan otot dasar panggul (senam Kegel) yang bertujuan untuk menguatkan otot
dasar panggul
Stimulasi otot dengan listrik. Kontraksi otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan
dengan alat listrik. Elektrodanya dipasang pada pesarium yang dimasukkan ke dalam
vagina
Pengobatan dengan pesarium. Pengobatan bersifat paliatif yaitu menahan uterus di
tempatnya selama pemakaian pesarium.
Pesarium dapat digunakan bertahun-tahun namu harus dilakukan pengawasan
secara teratur. Jika penempatan pesarium tidak tepat atau ukuran yang tidak tepat
dapat menyebabkan perlukaan pada dinding vagina dan dapat menyebabkan ulserasi
dan perdarahan. Pesarium diindikasikan bagi yang belum siap melakukan tindakan
operasi.
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Jika dilakukan
pembedahan untuk prolpas uteri, prolaps vagina juga perlu ditangani. Untuk
penangana pada prolaps uteri tindakan yang dilakukan berdasarkan beberapa faktor
seperti umur penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau
mempertahankan uterus, tingkatan prolapsus dan adanya keluhan. Selain itu dapat
dilakukan operasi Manchester dan histerektomi vaginal.
26. Senam kegel
Senam kegel atau Kegel Exercise adalah sebuah kegiatan untuk meingkatkan
kontraksi dari otot pelvis yang berkontribusi mengontrol keluarnya urin dan untuk
menguatkan otot dan juga untuk mengontrol ataupun mencegah terjadinya
inkontinensia. Kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan masalah pada pelvis dan
menyebabkan kelainan seperti inkontinensia urin, fekal dan prolaps dari organ pelvis.
Senam ataupun olahraga pelvis ini efektif dalam mencegah dan mengatasi disfungsi
pada pelvis saat kehamilan dan masa setelah melahirkan. Dari beberapa penelitian
yang sudah dilakukan senam kegel juga efektif dalam mencegah dan mengatasi
prolaps uteri. Senam ini dapat dilakukan setiap hari ataupun sebanyak 1-3 kali dalam
seminggu.
27. Kontrapsepsi Hormonal
Pil kontraspsi kombinasi yang sekarang digunakan tidak berisi estrogen dan
progesterone alamiah, melainkan steroid sintetik. Ada dua jenis progesterone sintetik
yang dipakai, yaitu yang berasal dari 19 nor-testosteron, dan yang berasal dari 17 alfa-
asetoksi-progesteron. Yang berasal dari 17 alfa-asetoksi-progesteron, akhir-akhir ini
di Amerika Serikat tidak dipergunakan lagi untuk pil kontrasepsi oleh karena pada
binatang percobaan (anjing) pil yang mengandung zat ini, bila diperginakan dalam
waktu yang lama, dapat menimbulkan tumor mamma. Derivate dari 19 nor-testostero
yang sekarang banyak dipergunakan untuk pil kontrasepsi ialah noretinodrel,
norethindron asetat, etinodiol diasetat, dan norgestrel.
Estrogen yang banyak dipakai untuk pil kontrasepsi ialah etinil estradiol dan
mestranol. Masing-masing dari zat ini mempunyai ethynil group pada atom C 17.
Dengan adanya ethynil group pada atom C 17 ini, khasiatnya meninggi jika dimakan
per oral oleh karena zat-zat tersebut tidak mudah atau tidak seberapa cepat diubah
sewaktu melalui system portal, berbeda dari steroid alamiah. Jadi, steroid sintetik
mempunyai potensi yang lebih tinggi per unit dibandingkan dengan steroid alamiah
kalau ditelah per oral.
Mekanisme Kerja