Anda di halaman 1dari 3

tersebut oleh kelas proletar dan kelas proletarlah yang memegang alat kekuasaan yang

dinamakan negara ini.

Sesudah sesuatu revolusi sosial ini terjadi, alat kekuasaan yang dinamakan negara
jatuh didalam tangan kaum proletar. Maka berhubung dengan itulah apa yang dinamakan
dictatuur-proletariaat berjalan dan bukan berjalan secara insidentil, tetapi berjalan secara
historis, sebab negara adalah pada hakekatnya alat kekuasaan didalam tangan suatu kelas.
Tadi didalam tangan kaum kapitalis, sesudah revolusi proletar didalam tangan kaum proletar.
Dan alat kekuasaan ini dipergunakan oleh kaum proletar untuk menindas kaum kapitalis.
Dus, sifat daripada praktek alat kekuasaan yang sekarang ini adalah dictatuur-proletar.

Nah, saja teruskan uraian mengenai Marx ini. Sesudah demikian bagaimana? Sesudah
demikian kelas kapitalis ini karena dialat-kuasai oleh dictatuur-proletaar ini, makin lama
makin lemah, makin lama makin surut, akhirnya hilanglah kelas yang dinamakan kelas
kapitalis. Tinggal kelas proletar itu. Dan oleh karena tinggal hanya satu kelas, sebenarnya
sudah tidak ada kelas lagi. Orang bisa berbicara tentang kelas jikalau masih ada perbedaan.
Kelas I, kelas II, kelas III, kelas VIII, kelas IX, karena ada perbedaan. Kalau tinggal Cuma
satu, itu bukan kelas lagi. Nah, kalua tinggal satu proletar saja , rakyat jelata saja, tidak ada
kelas kapitalisnya, itulah oleh Marx yang dinakan satu masyarakat tanpa kelas, satu
klasseloze maatschappij. Manusianya tetap ada, bahakan berkembang biak banyak. Tetapi
masyarakat itu tidak mempunyai kelas, klasseloos. Dan oleh karena klasseloos, maka
masyarakat itu menjadi staatloos, sebab, --- saja ulangi lagi ---, menurut teori Karl Marx,
negara adalah machtsorganisatie didalam tangan suatu kelas.

Jikalau kelas itu diduga tidak ada, maka machtsorganisatie sebagai machtsorganisatie
tidak ada lagi. Maka menjadi satu masyarakat yang staatloos. Ini saja beri tahu kepada
saudara-saudara, agar supaya saudara-saudara mengerti istilah-istilah didalam ilmu Marxisme
: klasse’oze maatschappij dan staatloze maatschappij. Dus tidak ada lagi sesuatu golongan
yang harus di onderdruk, yang harus ditindas. Kalua ada dua kelas, ada astu golongan yang
berkuasa dan satu golongan yang harus ditindas. Kalua sudah staatloos dan klasseloos, tidak
ada lagi golongan yang harus ditindas. Fungsi negara hilang. Fungsi negara sebagai alat
kekuasaan hilang. Yang tinggal iyalah dungsi administrative daripada manusia-manusia. Ada
fungsi opster, ada fungsi insinyur, ada fungsi guru dan lain-lain sebagainya, tetapi fungsi
negara tidak ada lagi.

Saya beri penjelasan kepada saudara-saudara tentang halini untuk mnegerti bahwa
tatkala kita concipieren, membentuk negara, kita harus mengerti bahwa negara itu adlah
suatu hal yang dinamis. Kalua Marx berkata : ini adalah alat kekuasaan, maka tadi saja
berkata : kita dalam mengadakan negara itu harus dapat meletakkan negara itu atas suatu
meja yang statis yang dapat mempersatukan segenap elemen didalam bangsa itu, tetapi
diduga harus mempunyai tuntunan yang dinamis kearah mana kita gerakkan rakyat, bangsa
dan negara ini.
Saya beri uraian itu tadi agar saudara- saudara mengerti bahwa bagi Republik
Indonesia, kita memerlukan satu dasar yang bisa menjadi dasar statis dan yang bisa menjadi
Leit-star dinamis, Leitstar, bintang pimpinan.

Nah, ini yang menjadi pertimbangan daripada pemimpin-pemimpin kita dalam tahun 1945,
dan sebagai tadi saja katakan, sesudah bicara-bicara akhirnya pada suatu hari saja
mengusulkan Pancasila dan Pancasila itu diterima masuk dalam Jakarta Charter, masuk
dalam siding pertama sesudah proklamasi. Jadi kalua saudara ingin mengerti ini : meja statis,
Leistar dinamis.

Kecuali itu kita ekarang lantas masuk kepada persoalam elemen-elemen apa yang
harus dimasukkan didalam meja statis atau Leistar dinamis ini. Kenapa Panca sila? Mungkin
Dasa sila, catur sila, atau Tri sila atau Sapta sila. Kenapa justru lima ini ?Bukan ok lima
jumlahnya, tetapi justru ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kebangsaan, Peri-Kemanusiaan,
kedaulatan Rakyat dan keadilan Sosial. Kenapa kok tidak ditambah lagi, atau dikurangi lagi
beberapa. Kenapa justru kok lima macam ini.

Saudara-saudara jawabnya ialah, kalua kita mencari satu dasar yang statis yang dapat
mengumpulkan semua, dan jikalau kita mencari sesuatu Leistar dinamis yang dapat menjadi
arah perjalanan, kita harus menggali sedalam-dalamnya didalam jiwa masyarakat kita sendiri.
Sudah jelas kalau kita mau mencari satu dasar yang statis, maka dasar yang statis itu harus
terdiri daripada elemen-elemen yang tidak ada dalam dijwa Indonesia tak mungkin dijadikan
dasar untuk duduk diatasnya.

Misalnya kalau kita ambil elemen-elemen dari alam fikiran Eropa atau alam fikiran
Afrika, itu adalah elemen asing bagi kita yang tidak in concordantie dengan jiwa kita sendiri,
tak akan bisa menjadi dasar yang sehat, apalagi dasar yang harus mempersatukan. Demikian
pula elemen-elemen untuk dijadikan Leitstar dinamis harus elemen-elemen yang betul-betul
menghikmati jiwa kita. Yang betul betul Bahasa inggrisnya : appeal kepada jiwa kita, oleh
karena pada hakekatnya tidak berdasar kepada jiwa kita sendiri, ya tidak bisa menjadi Leistar
dinamis yang menarik kepada kita.

Ini adalah satu soal yang susah, saudara-saudara. Apa lagi bagi saudara-saudara
pemimpin-pemimpin yang salah satu tugas daripada pemimpin itu harus bisa menggerakkan
rakyat. Tiap-tiap saudara yang ada disini ingin bisa menggerakkan rakyat, bisa menarik
pengikut-pengikut, tidak pandang suadara dari partai apa, yang duduk disini, semuanya
sebagai pemimpin ingin memimpin, ingin mempunyai golongan yang dipimpin yang bisa
mengikuti dia, yang bisa diajak berjalan. Untuk memenuhi ini saja sudah susah, saudara-
saudara. Banyak pemimpin yang kandas, tidak bisa menggerakkan rakyat, tidak bisa
mendapatkan pengikut banyak, oleh karena ia tidak bisa mengadakan appeal. Appeal yaitu
ajakan, tarikan yang membuat si-rakyat itu mengikuti dia pada panggilannya.

Jikalau saudara baca mengenai hal ini, saja ini sedang mengupas hal Leitstar, baca
mengenai hal ini, bagaimana cara kita menggerakkan rakyat. Dan bukan saja menggerakkan
rakyat, tetapi kadang-kadang minta supaya mau berkorban, mau berjuang, ,au membanting-
tulang, pendek mau menggerakkan kemauan dalam hati rakyat, bukan skedar keinginan,
tetapi kemauan untuk berjuang.

Syarat-syaratnya ini apa? Kalau saudara baca kitab-kitab yang ditulis pemimpin-
pemimpin yang berpengalaman tentang hal ini, saudara akan melihat bahwa hal ini tidak
gampang. Baru sekedar hendak membangunkan didalam hati rakyat keinginan, itu gampang
sekali. Keinginan kepada masyarakat yang kenyang makan, keinginan pada satu masyarakat
yang manis, tiap orang-orang bisa, asal saja mengiming-imingi (membayang-bayangkan).
Tetapi untuk menggumpalkan keinginan ini untuk kemauan, menjadi tekad, nahkan menjadi
kerelaan berkorban, that is the another matter, lain hal. Kalau saudara baca kitab-kitab yang
menganalisa hal ini, maka saudara akan menemui tiga syarat :

Pertama, memang saudara harus bisa menggambarkan, mengimng-iming : Mari kita


capai itu! Lihat itu bagus, lihat itu indah, lihat itu lezat : disitulah kebahagiaan! Pemimpin
yang tidak bisa menggambarkan , melukiskan cita-cita, tidak akan mendapat hasil. Itu syarat
yang pertama. Ia harus melukis cita-cita. Didalam sejarah dunia, saudara akan melihat bahwa
pemimpin-pemimpin besar yang bisa menggerakkan massa, semuanya adalah pemimpin-
pemimpin yang bisa melukiskan cita-cita. Bukan saja didalam lapangan politik, tetapi
didalam segala lapangan. Ambil Nabi-nabi, yaitu pemimpin-pemimpin besar sekali. Semua
nabi-nabi itu pandai benar melukiskan cita-cita, katakanalah mengiming-iming. Misalnya
nabi Muhammad SAW : kalau engkau berbuat baik, engkau masuk disana. Malah
digambarkan secara plastis, dilukis betul indahnya surgan nyaman-

Anda mungkin juga menyukai