0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan1 halaman
Dokumen ini membahas tentang politik etnis Dayak pada masa pasca Orde Baru. Pada masa Orde Baru, etnis Dayak dimarginalisasikan dan budaya mereka hancur akibat kebijakan pemerintah. Konflik kekerasan antaretnis melibatkan Dayak dan Cina pada 1966-1997 yang diperparah oleh diskriminasi politik terhadap Dayak. Untuk melawan hegemoni, pada 1994 etnis Dayak membentuk Majelis Adat Dayak sebagai lembaga pertama yang mew
Dokumen ini membahas tentang politik etnis Dayak pada masa pasca Orde Baru. Pada masa Orde Baru, etnis Dayak dimarginalisasikan dan budaya mereka hancur akibat kebijakan pemerintah. Konflik kekerasan antaretnis melibatkan Dayak dan Cina pada 1966-1997 yang diperparah oleh diskriminasi politik terhadap Dayak. Untuk melawan hegemoni, pada 1994 etnis Dayak membentuk Majelis Adat Dayak sebagai lembaga pertama yang mew
Dokumen ini membahas tentang politik etnis Dayak pada masa pasca Orde Baru. Pada masa Orde Baru, etnis Dayak dimarginalisasikan dan budaya mereka hancur akibat kebijakan pemerintah. Konflik kekerasan antaretnis melibatkan Dayak dan Cina pada 1966-1997 yang diperparah oleh diskriminasi politik terhadap Dayak. Untuk melawan hegemoni, pada 1994 etnis Dayak membentuk Majelis Adat Dayak sebagai lembaga pertama yang mew
Nim : E1051171027 Makul : Perilaku Politik Tanggal dan Waktu : Selasa, 10-12-2019 / 08:00 – 09:30
Politik Etnis Dayak Era Pasca Orde-Baru
1. Marginalisasi Etnik Bertolak belakang dengan rejim Orde-Lama, pada masa Orde-Baru, etnik dayak terhegomoni dan dimarginalisasikan, rumah-rumah panjang mereka dihancurkan dengan dalih sanitasi jelek. Budaya Dayak benar-benar hancur akibat dari kebijakan ini. Perlakuan yang tidak adil ini membuat karakter-karakter kekerasan dalam budaya mengayau. Pada masa pemerintahan Orde-Baru kelompok etnik Dayak justru mengalami penjajahan dari negeri sendiri, hak dan kedaulatan mereka dipasung dengan perundang-undangan dan kawasan mereka sering diserobot tanpa kompromi. 2. Pembiaran Konflik Kekerasan Pada masa transisi peralihan kekuasaan Orde-Lama ke Orde Baru yaitu tahun 1966- 1967 terjadi kekerasan berbau SARA yang parah. Kekerasan ini melibatkan identitas etnik dayak dan cina, kekerasan sebenarnya masih terasa ganjil karena kedua etnik tersebut memiliki hubungan yang erat. Gubernur Oevang Oerai ditekan agar mengusir etnik cina dari kawasan pendalaman Kalimantan Barat, karena ini berkaitan dengan penumpasan anggota PKI dan PGRS-Paraku 14. Konflik yang melibatkan etnik Dayak terjadi mulai pada tahun 1966-1997. Pada masa itu etnik dayak disingkirkan dari kekuasaan politik dan mereka menjadi korban hegemoni pihak yang berkuasa ketika itu, berbagai konflik yang kemudian menjadi kekerasan etnik di Kalimantan Barat. Akar penyebabnya bukan karena perbedaan budaya tetapi keterkaitan dengan aktivitas politik etnik dan upaya melawan hegemoni etnik yang berkuasa. 3. Lembaga Etnisitas Pada masa Orde-Baru, etnik Dayak memulainya dengan mendirikan Majelis Adat Dayak ( MAD ). Etnis Dayak bersatu karena semakin terancam eksistensinya, pada masa itu komunikasi dan konsolidasi antartokoh Dayak terpelajar meningkat pesat, organisasi keetnisan yang pertama kali dibentuk di Kalimantan Barat. MAD berdiri pada tahun 1994 oleh sejumlah tokoh politik Dayak di Kota Pontianak.