Anda di halaman 1dari 3

Empat Sifat Hati

Iman Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengemukakan bahwa di hati manusia berkumpul empat sifat.
Sifat Sabu’iyah (kebuasan), bahimiyah (kebinatangan), syaithaniyah (kesetanan), dan rabbaniyah
(ketuhanan). Masing-masing sifat itu bisa saling mengalahkan, tergantung dari manusia itu sendiri.
Kalau sifat rububiyahnya yang menang, akan timbul sifat manusia itu menjadi baik. Seperti mampu
menahan hawa nafsu, qana’ah, iffah, zuhud, jujur, tawadhu, dan sejumlah sifat baik lainnya.

Manusia dengan hati yang demikian itu, senantiasa mengingat Allah. Dengan demikian, jiwanya selalu
tenang dan tentaram. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Rad [13] :
28). Inilah hati orang-orang yang beriman. Tidak ada kebencian, kedengkian, kesombongan, dan
penyakit hati lainnya yang bersarang di dadanya.

Seperti dikatakan Rasullulah dalam sebuah Hadits. “Hati itu ada empat, yaitu hati yang bersih, di
dalamnya ada pelita yang bersinar. Maka, itulah hati orang mukmin. Hati yang hitam lagi terbalik, maka
itu adalah hati orang kafir. Hati yang tertutup yang terikat tutupnya, maka itu adalah hati orang munafik,
serta hati yang dilapis yang di dalamnya ada iman dan nifak.” (HR. Ahmad dan Thabrani).
Sementara hati yang kotor, tentunya mencerminkan perbuatan yang kotor pula. Inilah orang-orang kafir.
Segala perbuatan yang dilakukannya selalu jelek dan bertentangan dengan perintah Allah. Hal ini terjadi
karena cermin dari hati yang kotor itu. Akibatnya, mamantul kepada perbuatannya.

Alquran menyebutkan, hati mereka telah terkunci dengan kebenaran. Bagi mereka, dinasehati atau tidak,
sama saja. Selalu yang dilakukan perbuatan buruk. Karena cermin hatinya telah terkunci dengan
kotoran.“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran
mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang sangat berat.” (QS. Al-Baqarah [2]
: 6-7)
Sedangkan orang-orang munafik, di hati mereka terdapat penyakit. “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyekitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka dusta. Dan bila
dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab:
“Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 10-12).
Begitulah fenomena sebuah hati, yang merupakan cermin bagi setiap tindak-tanduk manusia. Bila cermin
itu bening, maka yang memantul adalah perbuatan baik. Sebaliknya, bila hati itu kotor maka yang muncul
adalah suara atau perbuatan jelak dan kemaksiatan.

Dengan demikian, ketika ada orang yang mengatakan ‘hati nurani adalah suara kebenaran,’ itu tidak
selalu benar. Ini tergantung dari hati nurani siapa dahulu. Kalau hati nurani orang-orang yang beriman, itu
memang suara kebenaran. Akan tetapi, kalau hati nurani orang kafir atau orang munafik, itu pasti adalah
suara keburukan dan penipuan.

Karena itulah, bagi setiap orang beriman diperintahkan selalu menjaga kebeningan hatinya, yaitu dengan
selalu menjalankan perintah Allah, baik yang wajib maupun yang sunnah. Dengan begitu, berarti ia
senantaisa menjaga kebeningan hati. Sehingga cermin yang ada di hatinya selalu bening dan akan
memunculkan perbuatan yang baik. ***

Empat Sifat Hati


Iman Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mengemukakan bahwa di hati manusia berkumpul empat sifat.
Sifat Sabu’iyah (kebuasan), bahimiyah (kebinatangan), syaithaniyah (kesetanan), dan rabbaniyah
(ketuhanan). Masing-masing sifat itu bisa saling mengalahkan, tergantung dari manusia itu sendiri.
Kalau sifat rububiyahnya yang menang, akan timbul sifat manusia itu menjadi baik. Seperti mampu
menahan hawa nafsu, qana’ah, iffah, zuhud, jujur, tawadhu, dan sejumlah sifat baik lainnya.

Manusia dengan hati yang demikian itu, senantiasa mengingat Allah. Dengan demikian, jiwanya selalu
tenang dan tentaram. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-Rad [13] :
28). Inilah hati orang-orang yang beriman. Tidak ada kebencian, kedengkian, kesombongan, dan
penyakit hati lainnya yang bersarang di dadanya.

Seperti dikatakan Rasullulah dalam sebuah Hadits. “Hati itu ada empat, yaitu hati yang bersih, di
dalamnya ada pelita yang bersinar. Maka, itulah hati orang mukmin. Hati yang hitam lagi terbalik, maka
itu adalah hati orang kafir. Hati yang tertutup yang terikat tutupnya, maka itu adalah hati orang munafik,
serta hati yang dilapis yang di dalamnya ada iman dan nifak.” (HR. Ahmad dan Thabrani).
Sementara hati yang kotor, tentunya mencerminkan perbuatan yang kotor pula. Inilah orang-orang kafir.
Segala perbuatan yang dilakukannya selalu jelek dan bertentangan dengan perintah Allah. Hal ini terjadi
karena cermin dari hati yang kotor itu. Akibatnya, mamantul kepada perbuatannya.

Alquran menyebutkan, hati mereka telah terkunci dengan kebenaran. Bagi mereka, dinasehati atau tidak,
sama saja. Selalu yang dilakukan perbuatan buruk. Karena cermin hatinya telah terkunci dengan
kotoran.“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu
beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran
mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang sangat berat.” (QS. Al-Baqarah [2]
: 6-7)
Sedangkan orang-orang munafik, di hati mereka terdapat penyakit. “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyekitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka dusta. Dan bila
dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab:
“Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah
orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 10-12).
Begitulah fenomena sebuah hati, yang merupakan cermin bagi setiap tindak-tanduk manusia. Bila cermin
itu bening, maka yang memantul adalah perbuatan baik. Sebaliknya, bila hati itu kotor maka yang muncul
adalah suara atau perbuatan jelak dan kemaksiatan.

Dengan demikian, ketika ada orang yang mengatakan ‘hati nurani adalah suara kebenaran,’ itu tidak
selalu benar. Ini tergantung dari hati nurani siapa dahulu. Kalau hati nurani orang-orang yang beriman, itu
memang suara kebenaran. Akan tetapi, kalau hati nurani orang kafir atau orang munafik, itu pasti adalah
suara keburukan dan penipuan.
Karena itulah, bagi setiap orang beriman diperintahkan selalu menjaga kebeningan hatinya, yaitu dengan
selalu menjalankan perintah Allah, baik yang wajib maupun yang sunnah. Dengan begitu, berarti ia
senantaisa menjaga kebeningan hati. Sehingga cermin yang ada di hatinya selalu bening dan akan
memunculkan perbuatan yang baik. ***

Anda mungkin juga menyukai