Anda di halaman 1dari 4

Materi Pembelajaran

A. Pengertian Fitnah
Fitnah dalam bahasa Arab memiliki beberapa arti. Di antaranya adalah ujian hal ini
dapat diambil dari firman Allah Swt :

َ‫ش ِر َو ْال َخي ِْر فِتْنَةً َواِلَ ْينَا ت ُ ْر َجعُ ْون‬ ِ ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس ذَائِقَةُ ْال َم ْو‬
َّ ‫ت َونَ ْبلُو ُك ْم بِال‬
Artinya: tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada
kamilah kamu dikembalikan”(QS. Al-Anbiya(21): 35
Sementara dalam kamus bahasa Indonesia adalah perkataan yang bermaksud
menjelekkan orang lain.
Kata fitnah yang dimaksudkan di sini tentu saja maksudnya adalah perkataan (tanpa
dasar) yang dilancarkan untuk menjatuhkan atau merendahkan martabat seseorang.
Fitnah berintikan kebohongan yang diciptakan untuk membunuh karakter seseorang
karena ada sebab-sebab tertentu.
Dalam pandangan Yusuf Al-Qardhawi pelaku fitnah adalah orang-orang yang
menyiksa umat Islam serta meyakini para dainya. Pelaku fitnah juga adalah orang-orang
yang menyusupkan keyakinan-keyakinan yang sesat, prinsip-prinsip yang merusak
kepada agama.
B. Motivasi Melakukan Fitnah
1. Mencari Harta Duniawi
Motivasi seseorang melakukan perbuatan fitnah di antaranya karena dengan
memfitnah ia berharap mendapatkan uang. Jadi imbalan seseorang itulah yang
menjadikan seseorang melakukan perbuatan fitnah.
2. Mencari jabatan atau posisi tertentu
Seseorang berbuat fitnah terkadang termotivasi untuk mencari kedudukan atau
jabatan tertentu baik dimasyarakat, lembaga, instansi atau di tempat-tempat lainnya.
Oleh karena itu Al-Qur’an mengingatkan kepada kita agar waspada terhadap
perilaku-perilaku orang-orang yang zalim yang menyebarkan fitnah dalam rangka
mencari jabatan atau posisi tertentu.
3. Menginginkan citra buruk melekat pada seseorang
Tujuan seseorang melakukan perbuatan fitnah di antaranya karena si pefitnah
menginginkan seseorang memiliki citra negatif di tengah-tengah masyarakat.
C. Menghindari Perilaku Fitnah
Pertama, mengkaji dan mempelajari Al-Qur’an.
Untuk mengantisipasi terjadinya fitnah sebaiknya seseorang banyak membaca dan
mengkaji al-Qur’an. Al-Qur’an adalah pedoman yang dititipkan oleh Rasulullah Saw
kepada umatnya saat menjelang wafat. Selain itu di dalam Al-Qur’an banyak kisah yang
mengemukakan tentang perbuatan fitnah yang dapat dijadikan pelajaran bagi umat Islam
agar terhindar darinya.
Kedua, meningkatkan keimanan
Keimanan yang kokoh memiliki pengaruh besar dan memiliki peran vital dalam
menghadapi, mengatasi dan menyikapi berbagai peristiwa serta ujian yang menimpa
manusia.
Ketiga, Berdo’a agar terhindar dari hal yang membahayakan diri.
Orang yang memahami hakikat kehidupan yang sebenarnya belum tentu telah aman
dari bahaya fitnah karena setan dan sekutunya menggoda mereka sehingga orang yang
beriman kelak akan lalai, jatuh dan terperosok kedalam fitnah dunia.

‫ت ْال َع ِزي ُْز ْال َح ِك ْي ُم‬


َ ‫َربَّنَا ال ت َ ْخ َع ْلنَا فِتْنَةً ِللَّ ِذيْنَ َكفَ ُر ْوا َوا ْغ ِف ْرلَنَا َربَّنَا اِنَّ َك ا َ ْن‬
Artinya : “ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan Kami (sasaran) fitnah bagi orang-
orang kafir. Dan ampunilah Kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Mumtahanah(60) : 5)
D. Pengertian Ghibah
Secara bahasa ghibah berasal dari bahasa Arab dengan akar kata ghaba, yang berarti
tidak hadir atau sesuatu yang tertutup dari pandangan. Kata ghibah dalam bahasa
Indonesia berarti menggunjing yakni, menyebutkan kata-kata keji atau meniru-niru suara
atau perbuatan orang lain di belakang dirinya dengan tidak berhadapan langsung dengan
maksud untuk menghinanya. Secara terminologi ghibah berarti mengemukakan atau
membicarakan perihal orang lain yang apabila orang lain tersebut mendengarnya maka ia
tidak menyukainya. Ghibah dapat mencakup hal fisik seperti mengemukakan seseorang
kurus, hitam, kurcaci dan bentuk fisik lainnya. Bisa juga terkait keturunan misalnya
mengemukakan tentang seseorang anak haram, anak pelacur, atau anak orang miskin.

‫س ْوا‬
ُ ‫س‬ َّ ‫الظ ِن اِثْ ٌم َوالَ ت َ َج‬
َّ ‫ض‬ َ ‫الظ ِن ا َِّن َب ْع‬ َّ َ‫َيأَيُّ َها الَّ ِذيْنَ َءا َمنُ ْوا ا ُ ْجتَنِبُوا َكثِي ًْر ِامن‬

َ‫ض ا َ َحدُ ُك ْم ا َ ْن يَأ ْ ُك َل لَ ْح َم ا َ ِخ ْي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر هت ُ ُم ْوهُ َواتَّقُ ْوا هللا‬


ً ‫ض ُكم بَ ْع‬
ُ ‫َوالَ يَ ْغتَب بَّ ْع‬
ٌ ‫ا َِّن هللاَ ت َ َّو‬
‫اب َّر ِح ْي ُم‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Hujurat (49): 12)

E. Motivasi Berbuat Ghibah


Pertama, Mengobati sakit hati
Biasanya seseorang ketika sakit hati akibat perilaku orang lain, maka untuk mengobati
sakit hatinya ia akan mengemukakan perbuatan-perbuatan buruk orang lain tersebut. Hal
tersebut dilakukan karena ia merasa bahwa dengan mengemukakan aib orang lain, maka
ia sudah merasa puas.
Kedua, Kesombongan dan kebanggaan
Ghibah dapat terjadi karena seseorang akan merasa bangga apabila ia sudah dapat
mencaci seseorang di hadapan orang lain. Ia tidak memiliki keinginan apa-apa kecuali
kebanggaan dan inilah yang membuat orang lain akhirnya melakukan yang
bersangkutan.
Ketiga, Iri hati
Iri hati biasanya terjadi ketika ada seseorang yang senantiasa dipuji, dimuliakan dan
dicintai oleh masyarakat. Di sini ia berusaha untuk melenyapkan penghargaan yang
diberikan masyarakat tersebut dengan mengemukakan keburukan orang yang
bersangkutan.
Kelima, Bergurau
Di media televisi atau di media sosial lainnya kita sering melihat tayangan yang
barangkali maksudnya adalah bergurau. Hanya saja gurauan tersebut dapat menyakiti
orang lain. Oleh karena itu sebaiknya perlu diperhatikan bagaimana bergurau yang tidak
membuat orang lain sakit hati.
F. Cara Menghindari Perilaku Ghibah
a. Ingat bahwa Allah Swt tidak menyukai ghibah
Perlu diketahui bahwa akhlak yang buruk dapat diobati dengan ilmu dan amal
shaleh. Dengan demikian untuk mengobati keinginan melakukan ghibah, maka
seseorang harus ingat bahwa ghibah tidak disukai oleh Allah Swt karena orang yang
melakukan ghibah berarti ia telah melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.
Apabila seseorang telah mengetahui dan percaya mengenai ancaman bagi pelaku
ghibah, maka niscya ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut.
b. Melakukan Introspeksi diri
Hal lain yang dapat memalingkan seseorang dari perbuatan ghibah adalah
menyibukkan diri dengan melakukan introspeksi terhadap diri sendiri. Ketimbang
membicarakan keburukan orang yang belum tentu kebenarannya, maka akan lebih
baik merenungi keburukan diri sendiri.
c. Menyadari bahwa ghibah menyakitkan
Di antara hal yang dapat mencegah seseorang dari melakukan ghibah adalah
membayangkan bagaiamana sakitnya perasaan orang yang bersangkutan seandainya
perilakunya yang kurang baik tersebut diceritakan kepada orang lain. Seseorang
harus sadar apabila hal tersebut menimpa dirinya. Tentu saja perasaannya akan
hancur sebagaimana diriny tidak ingin merasakan sakit hati, maka hal yang sama
juga di alami oleh orang lain. Dengan demikian ia akan menghentikan perbuatan
ghibahnya.

Anda mungkin juga menyukai