Anda di halaman 1dari 14

Laporan

Pendahuluan
PBL KGD II

Bella Andriyani
1016031023

Kasus/Diagnosa Medis:
Jenis Kasus : Trauma
Ruangan : UGD
Kasus ke :I

CATATAN KOREKSI PEMBIMBING

KOREKSI I KOREKSI II

(………………………………………)
(……...………………………….)
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 2019-2020

FORMULIR SISTEMATIKA LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT


DARURAT UNIVERSITAS FALETEHAN

1. Definisi Penyakit

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012). Trauma thoraks adalah
luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan
pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.Trauma
thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka
atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang
sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Sudoyo, 2010).

Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma
yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul
maupun oleh sebab trauma tajam.

2. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan
trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah
kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat
kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping,
belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).

Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap
karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu
berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang
lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
Pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi
tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).

3. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak, (2009) yaitu :

1) Temponade jantung
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung
b. Gelisah
c. Pucat, keringan dingin Peninggian TVJ (9Tekanan Vena Jugularis)
d. Pekak jantung melebar
e. Bunyi jantung melemah
f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
g. ECG terdapat low Voltage seluruh lead
h. Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)
2) Hematothorax
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI:2005)
c. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas
b. Gagal pernapasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik

4. Deskripsi patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah


ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh
otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan
negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru –
paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang
berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen,
yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Dalam dinding
dada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009).

Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk
paru – paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami
kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel. Mediastinum termasuk jantung,
aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara
normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam
menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan
pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul
akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).

Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa
faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain
yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien
trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung
(Sudoyo, 2009).

5. Pemeriksaan Diagnostik

1) Hemoglobin : mungkin menurun


2) Pa Co2 kadang-kadang menurun
3) Pa O2 normal/ menurun
4) Gas darah arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-
pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai
untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen, serta kadar
karbondioksida dalam darah.

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Radiologi : foto thorax (AP)


Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma thorax. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan pemeriksaan
foto thorax. Lebih dari 90% kelainan serius trauma thorax dapat terdeteksi hanya
dari pemeriksaan foto thorax.
2) CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul thorax, seperti
fraktur kosta, sternum dan sterno klavikula dislokasi.
3) Ekhokardiografi
Transtorasi dan transefagus sangat membantu dalam menegakan diagnosa
adanya kelainan pada jantung dan esofagus.
4) EKG
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul thoax, seperti kantusio jantung pada trauma.
5) Angiografi
Gold standard untuk pemeriksaan aorta thorakalis dengan dugaan adanya cedera
aorta pada trauma tumpul thorax.
6) Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.

7. Penatalaksanaan Medis/Operatif

Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien
trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care ofcervical spine,
B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E:
Exposure without causing hypothermia (Nugroho, 2015).

Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus


dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade
perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).

Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk
intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama
dalam menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah
satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus digunakan
pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal
napas (Hudak, 2011).

Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani


dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto
toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan
secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan
medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).

8. Terapi Farmakologis

Gunakan obat pereda nyeri seperti aspirin atau ibuprofen, tempatkan es pada
area yang cedera, lebih banyak beristirahat. Saat pemulihan, penting untuk batuk atau
menarik napas sedalam mungkin setidaknya satu kali dalam satu jam. Ini dapat
membantu mencegah pneumonia atau kolaps parsial pada jaringan paru.
9. Pemeriksaan fisik

a. Pengkajian primer
1. Airway
Adanya sumbatan jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift/ jaw trust
 Suction/ hisap
 Guedel airway
 Intubasi trakea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas,timbulnya pernapasan
yang sulit dan atau tak teratur, suara napas terdengar ronchi/aspirasi, whezing,
sonor, stridor/ngorok, ekspansi dinding dada.
 Oksigen Nasal kanul
 Rebreathing Mask
 Non Rebreathing Mask
 BVM
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat,hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi.
Bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
 IV line
 Kateter urin
 Monitor EKG
4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau sama sekali tidak sadar. Tidak menganjurkan mengukur GCS. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah :
Awake :A
Respon bicara :V
Respon nyeri :P
Tidak ada respon : U
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (Alergi, medikasi, post illnes, last meal dan
event/environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik
dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik.
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu
sebagai berikut :
S : sign ans symptom
Tanda dan gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu ada jejas pada
thorak, nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi,
pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, pasien menahan dadanya
dan bernafas pendek, dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan,
penurunan tekanan darah.

A : Allergies

Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan
ataupun kebutuhan akan makan/minum.

M : Medications

(Anticoagulans, insulin and cardiovascular medications especially).


Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan
keadaan klien dan tidak menimbulkan reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan
sesuai dengan riwayat pengobatan klien.

P : Previous medical/surgical history

Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.

L : Last meal (time)

Waktu klien terakhir makan atau minum.

E : Events/Environment surrouding the injury. Exactly what happened.


10. Patoflow

Trauma tajam
atau tumpul

thoraks

Cedera jaringan
lunak,cedera/hilang nya
kontinuitas struktur.

Perdarahan jaringan
interstitium,perdarahan intra
alveolar, kolaps arteri dan arteri-
arteri kecil, hingga tahanan perifer
pembuluh darah paru meningkat.

Reabsorbsi darah oleh pleura


tidak memadai/tidak optimal.

Ekspansi paru Hema thoraks Akumulasi


cairan dalam
kavum pleura

Gangguan Merangsang reseptor nyeri


ventilasi pada pleura viseralis dan Pemasangan WSD
parietalis

Ketidakefektif Thorakdrains
an pola nafas Diskontinuitas bergeser
jaringan

Edema
tracheal/faringeal, Nyeri akut Merangsang
peningkatan reseptor nyeri pada
produksi secret dan periver kulit
penurunan Ketidakefektifan
kemampuan batuk bersihan jalan Resiko infeksi
efektif napas
11. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

Ds: pasien mengatakan Trauma tajam / tumpul Pola nafas tidak efektif
sesak
Do: toraks
- Penggunaan otot bantu
nafas cedera jaringan lunak/
- Pola nafas abnormal hilangnya kontinuitas
- Ventilasi menurun struktur
- Pernafasan cuping
hidung ekspansi paru
- Pernafasan pursed-lip
gangguan ventilasi

pola nafas tidak efektif


Ds: mengeluh nyeri Trauma tajam / tumpul Nyeri akut
Do:
- Tampak meringis toraks
- Pola nafas berubah
- Bersikap protektif cedera jaringan lunak/
- Frekuensi nadi hilangnya kontinuitas
meningkat struktur

Merangsang reseptor nyeri


pada pleura viseralis dan
parietalis

Nyeri akut
Ds: pasien mengatakan Trauma tajam / tumpul Bersihan jalan napas tidak
sesak efektif
Do: toraks
- Sputum berlebih
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Bunyi nafas menurun cedera jaringan lunak/
- Pola nafas berubah hilangnya kontinuitas
struktur

Perdarahan jaringan
interstitium, intra alveolar,
kolaps arteri

Reabsorpsi darah oleh


pleura tidak memadai

Bersihan jalan nafas tidak


efektif
Ds: Trauma tajam / tumpul Resiko infeksi
Do:
- Leukosit meningkat toraks

Faktor resiko cedera jaringan lunak/


- Post operasi hilangnya kontinuitas
- Post prosedur infasif struktur

Merangsang reseptor nyeri


pada perifer

Resiko infeksi

12. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dan Prioritas Diagnosa

a. Pola nafas tidak efektif b.d menurunnya ekspansi paru


b. Nyeri akut b.d Agen cedera fisik ( diskontinuitas jaringan)
c. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas
d. Resiko infeksi b.d efek prosedur invasif
Laporan Pendahuluan PBL KGD II 201 9 - 2020

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa Perencanaan

Keperawatan Rasional
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan Bantuan Ventilasi
menurunnya ekspansi keperawatan selama 1x24 jam 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas 1. Agar jalan nafas tetap paten
paru ditandai dengan : maka didapat Status pernafasan 2. Posisikan pasien untuk mengurangi 2. Untuk memudahkan saat proses
- Dispnea : ventilasi dengan kriteria hasil : dispnea bernafas
- Penggunaan otot bantu 1. Penggunaan otot bantu nafas 3. Anjurkan pernafasan lambat yang 3. Inhaler digunakan untuk
pernafasan (-) dalam mengencerkan akumulasi di jalan
- Takikardi 2. Dispnea (-) 4. Monitor kelelahan otot pernafasan nafas
- Cuping hidung 3. Frekuensi napas normal 5. Beri obat mis. Inhaler
4. Irama nafas reguler 6. Insiasi upaya resusitas yang tepat
2 Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
cedera fisik ( keperawatan selama 2x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk memantau kualitas nyeri
diskontinuitas maka didapat Kontrol nyeri komprehensif pada lokasi, 2. Untuk mengurangi nyeri pasien
jaringan)ditandai dengan : dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
- Mengeluh nyeri 1. Mengenali kapan nyeri terjadi kualitas, pencetus
- Tampak meringis 2. Menggunakan analgetik yang 2. Berikan analgetik dan lakukan
- Bersikap protektif sudah ditentukan pemantauan
- Sulit tidur 3. Melaporkan perubahan 3. Kurangi faktor yang dapat
terhadap nyeri meningkatkan rasa nyeri
4. Mengenali apa yang terkait 4. Dorong pasien untuk memonitor
dengan gejala nyeri nyeri
3 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan asuhan Penghisapan lendir pada jalan nafas
efektif b.d peningkatan keperawatan selama 2x24 jam 1. Lakukan tindakan cuci tangan 1. Menjaga kebersihan dan
secret, lendir dan maka didapat Status pernafasan 2. Gunakan apd mencegah perburukan kesehatan
kemampuan batuk : ventilasi dengan kriteria hasil : 3. Tentukan perlunya suction mulut 2. Auskultasi suara nafas untuk
menurun ditanda dengan : 1. Dispnea (-) atau trakea mengevaluasi tindakan suction
- Dispnea 2. Orthopnea (-) 4. Auskultasi suara nafas sebelum sebelum dan sesudah
- Orthopnea 3. Frekuensi nafas normal dan sesudah tindakan suction 3. Suction untuk mengeluarkan
- Batuk tidak efektif 4. Irama nafas regular 5. Aspirasi nasopharynx dengan akumulasi sekret yang ada dijalan
- Sputum berlebih 5. Akumulasi sputum (-) canul suction sesuai dengan nafas
- Perubahan frekuensi Status pernapasan : kepatenan kebutuhan
dan irama nafas jalan napas
- Ronchi 1. Kemampuan mengeluarkan
sekret
2. Pernafasan cuping hidung (-)
4 Resiko infeksi b.d efek Setelah dilakukan asuhan Perlindungan infeksi
prosedur invasif keperawatan selama 2x24 jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Mencegah terjadinya infeksi
maka didapat Keparahan infeksi sistemik/lokal 2. Mencegah perburukan status
dengan kriteria hasil : 2. Periksa kulit dan selaput lendir kesehatan pasien
1. Kemerahan (-) untuk adanya kemerahan, 3. Antibiotik diperlukan untuk
2. Drainase (-) kehangatan ekstrim atau drainase membunuh kuman dan bakteri
3. Demam (-) 3. Instrukskan pasien untuk saat terjadi infeksi dalam tubuh
4. Kestabilan suhu normal meminum antibiotik yang
5. Hipotermia (-) diresepkan

Anda mungkin juga menyukai