PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
· Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan
masa Soekarno (Orde Lama) dengan masa Soeharto. Sebagai masa yang menandai sebuah
masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai
upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama,
penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun
kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses
pembangunan bangsa.
· Setelah Orde Baru memegang talpuk kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan, muncul
suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini menimbulkan
ekses-ekses negative, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya
berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-
ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu direkayasa untuk melindungi
kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu dianggap sah dan benar, walaupun
merugikan rakyat.
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan dibuatnya makalah ini kami berharap dapat mencapai tujuan yang kami inginkan
yaitu, dapat mempelajari dan memahami perkembangan masyarakat Indonesia pada masa
Orde Baru dan sekaligus menyelesaikan tugas yang diberikan guru sejarah yang kami
hormati.
Semoga makalah yang kami buat dapat memberikan manfaat kepada siswa-siswi SMAN
3Kota Probolinggo, khususnya kami sendiri agar menjadi siswa-siswi yang lebih dapat
menghargai nilai-nilai dari sejarah Indonesia.
Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan
negara yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde
yang mempunyai sikap dan tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat
dan nasional dengan dilandasi oleh semangat dan jiwa Pancasila serta UUD
1945.
Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa disingkat Tritura) adalah tiga tuntutan kepada pemerintah
yang diserukan para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
(KAMI). Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi
Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi
Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita
3|Keadaan Politik dan Ekonomi Indonesia
Pada Masa Orde Baru
Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), serta didukung penuh oleh Tentara
Nasional Indonesia (TNI).
Ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI semakin keras, pemerintah tidak
segera mengambil tindakan. Keadaan negara Indonesia sudah sangat parah, baik dari segi
ekonomi maupun politik. Harga barang naik sangat tinggi terutama Bahan bakar minyak
(BBM). Oleh karenanya, pada tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI memelopori
kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura.
Isi Tritura adalah:
Tuntutan pertama dan kedua sebelumnya sudah pernah diserukan oleh KAP-Gestapu
(Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September). Sedangkan tuntutan ketiga baru
diserukan saat itu. Tuntutan ketiga sangat menyentuh kepentingan orang banyak.
Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Soekarno mengumumkan reshuffle kabinet. Dalam
kabinet itu duduk para simpatisan PKI. Kenyataan ini menyulut kembali mahasiswa
meningkatkan aksi demonstrasinya. Tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa memboikot
pelantikan menteri-menteri baru. Dalam insiden yang terjadi dengan Resimen Tjakrabirawa,
Pasukan Pengawal Presiden Soekarno, seorang mahasiswa Arif Rahman Hakim meninggal.
Pada tanggal 25 Februari 1966 KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak mengurangi gerakan-
gerakan mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti keluarnya Surat
Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada
Mayor Jenderal Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang
perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban
7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet
Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet tersebut
duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya untuk mengadili
tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil
dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar Biasa(Mahmilub).
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966
(SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang
dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi
Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap
perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan
Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan
Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri
naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
Keluarnya Supersemar
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret
1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang
disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai,
Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa
melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan
diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang
bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di
antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan
Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah
disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena
yang kemudian menyusul ke Bogor.
Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden
menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan
Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral
(Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian
kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario
Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui
Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral
Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam
hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai
situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu
mengendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa
yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral
(purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat
Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada
Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul 01.00 waktu
setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut
berdasarkan penuturan Sudharmono, di mana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend
Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar
konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu
atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono
sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai Supersemar
itu tiba.
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali
yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa
demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Kenyataannya pemilu
diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu
mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut
sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR.
Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama
6. Pemasyarakatan P4
Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman
untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa.
Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun
1978 mengenai “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal
sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4 secara
menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.
Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi
Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan
nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan
mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah dimanfaatkan oleh
pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya himbauan pemerintah pada tahun
1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran
P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari
sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.
10 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
D. Kehidupan Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi
seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta.
Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha
penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan
pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang
menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang
lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu
pemerintah menempuh cara sebagai berikut:
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
2. Pelita II
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi
rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai
11 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat
Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Pelita III
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan
masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
*Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan,
dan perumahan.
*Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
*Pemerataan pembagian pendapatan
*Pemerataan kesempatan kerja
*Pemerataan kesempatan berusaha
*Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda
dan kaum perempuan
*Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
*Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
4. Pelita IV
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap
perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor
pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.
6. Pelita VI
12 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada
pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor
ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis
moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan
rezim Orde Baru runtuh.
1. REPELITA I (1969-1974)
Repelita I mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974.
Repelita I ini merupakan landasan awal pembangunan pertanian di orde baru. Tujuan yang
ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan
adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang
pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Titik berat Repelita I ini adalah pembangunan bidang pertanian
sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan
bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Pada repelita I ini muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada
tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia.
Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar
tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak
beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. REPELITA II (1974-1979)
Repelita II mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979.
Target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah
sektor pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan
merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Selain itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja. Repelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikan produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan
yang di rehabilitasi dan di bangun.
13 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
3. REPELITA III (1979-1984)
Repelita III mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1979 – 31 Maret 1984. Repelita
III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya
adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
4. REPELITA IV (1984-1989)
Repelita IV mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1984 – 31 Maret 1989. Repelita
IV Adalah peningkatan dari Repelita III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata,
memperluas kesempatan kerja. Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan
swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin
industri sendiri. Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara lain swasembada pangan. Pada
tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasilnya Indonesia
berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi
Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan
Rumah untuk keluarga.
5. REPELITA V (1989-1994)
14 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
6. REPELITA VI (1989-1994)
Repelita VI mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1994 – 31 Maret 1999. Pada
Repelita VI titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui percepatan
investasi dan ekspor.
2. Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan
menciptakan lapangan kerja baru.
15 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
tidak hanya sekedar penghasil komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian harus dilihat sebagai
sektor yang multi-fungsi dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
b. Dampak negatif
· Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan sentralis.
· Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
· Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik dan benar
kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang
diinginkan, sementara 2 paratai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai
Negara demokrasi.
· Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk melanggengkan
sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan presiden melalui MPR Suharto
selalu terpilih.
· Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan
daerah yang diwakilinya.
· Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
· Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan bebangsa dan
benegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar terisi
oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
· Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan hukum yang sangat
lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerimtah yang berkuasa
sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.
· Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam.
· Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam
masyarakat tersa semakin tajam.
· Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (marginalisasi sosial)
· Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme).
· Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil
kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
16 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
· Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dam sosial yang demokratis dan berkeadilan.
· Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan
ekonomi sangat rapuh.
· Pembangunan tidak merata, tampak dengan adanya kemiskinan disejumlah wilayah
yang justru menjadi peny umbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor inilah yang selanjutnya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menkelang akhir tahun 1997.
2. Tragedi “TRISAKTI”
Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti. Tragedi
yang sampai saat ini masih dikenang oleh para mahasiswa di seluruh Indonesia belum jelas
penyelesaiannya hingga sekarang. Tahun demi tahun kasus ini selalu timbul tenggelam.
Setiap 12 Mei mahasiswa pun berdemo menuntut diselesaikannya kasus penembakan
mahasiswa Trisakti. Namun semua itu seperti hanya suatu kisah yang tidak ada masalah
apapun. Seperti suatu hal yang biasa saja. Pemerintah pun tidak ada suatu pernyataan yang
tegas dan jelas terhadap kasus ini. Paling tidak perhatian terhadap kasus ini pun tidak ada.
Mereka yang telah pergi adalah :
1. Elang Mulia Lesmana
2. Heri Hertanto
3. Hafidin Royan
17 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
4. Hendriawan Sie
Mereka merupakan Pahlawan Reformasi selain mahasiswa lainnya yg ikut berjuang pada saat
itu.
3. Penjarahan
Pada tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah di jalanan. Mereka
merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta maupun pemerintah. Masa pada saat itu
sudah kehilangan kendali dan brutal akibat kondisi yang terjadi di tanah air pada saat itu.
Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir, banyak warga
keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan dalam ketakutan dan
munculah isyu-isyu gak tidak jelas bahwa pada hari itu terjadi perkosaan masal warga
keturunan tiong Hoa.
18 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
5. Soeharto Meletakkan Jabatannya.
Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan
cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan, “Selamat tinggal
pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru”.
Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00
WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat
dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso
dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang
ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-
mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan
presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga.”
Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang
pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.
19 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
2. Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan
antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot
ke pusat
Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan,
terutama di Aceh dan Papua
Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh
tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si
kaya dan si miskin)
Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa)
Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel
Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program
"Penembakan Misterius"
Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak
Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang efektif negara
pasti hancur.Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga
kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara dipegang
oleh swasta
20 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh
terjadinya perubahan besar dalam perimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat,
sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden,
militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi
dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui
ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari
separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde
Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian
pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan
para mahasiswa di depan gendung DPR yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi
lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan
pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.
B. SARAN
Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi
sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat
hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih
cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang
demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan
hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini.
Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara institusional
maupun individu.
Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien
dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer
secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal
serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa
kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih
adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan”
birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas
itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun
21 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru
sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi
ambisi dalam memupuk kekuasaan.
Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing
dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia
adalah mencintai dan menjaga aset Negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak.
Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan
masyarakat umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://sistem-pemerintahan-orde-baru.html
http://lahirnya-reformasi-dan-jatuhnya-masa.html
22 | K e a d a a n P o l i t i k d a n E k o n o m i I n d o n e s i a
Pada Masa Orde Baru