Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LAPAROTOMY

BAB I

PENDAHULUAN

Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua
pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien.
Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan
dengan kecemasan yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait. Dengan
segala macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan
jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan. Tingkat keberhasilan
pembedahan sangat tergantung setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara
team kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi dan perawat) disamping peranan
pasien yang kooperatif selama proses perioperatif. (Randhianto, 2008)

Laporatomi adalah suatu pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen untuk menguji
suatu organ atau untuk mengetahui suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh pasien. Suatu
kondisi yang memungkinkan seorang pasien harus di laparotomy adalah :

· Kanker organ abdominal

· Radang selaput perut

· Appendiksitis

· Pankreasitis, dan lain-lain

Ileustomi adalah suatu penyakit yang memungkinkan pasien menjalani laparatomy. Ileus
(obstruksi usus) terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus. Bisa juga
karena hambatan terhadap rangsangan saraf utk terjadinya peristaltik atau karena adanya ileus
mekanik/organik. Ileus adalah obstruksi usus (Kumala, 1998). Ileus (Ileus Paralitik, Ileus
Adinamik) adalah suatu keadaan dimana pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk
sementara waktu berhenti. Seperti halnya penyumbatan mekanis, ileus juga menghalangi
jalannya isi usus, tetapi ileus jarang menyebabkan perforasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 LAPARATOMY

a. Defenisi

Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding
abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997). Ditambahkan pula
bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat
dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan
dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi.
Sedangkan tindkan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah
berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi
hissterektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.

Tujuan: Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang
tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan
perbaikan bila diindikasikan.

Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):

a. Midline incision

Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih
luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian,
kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster,
pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid,
dan organ dalam pelvis.
b. Paramedian

yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi atas 2
yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi
pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion
memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak
memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah

c. Transverse upper abdomen incision

yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

d. Transverse lower abdomen incision

yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada
operasi appendectomy

b. Indikasi

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak


diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus
& Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

· Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.

· Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat
disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-
belt).
2. Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang
diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan
oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi
kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier.

3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran


normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat
karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada
jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus
menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus
(usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan
penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi
usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor
yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan
pada dinding usus).

4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks

Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari
sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang
akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.

5. Tumor abdomen

6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)

7. Abscesses (a localized area of infection)

8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)


9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)

10. Intestinal perforation

11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)

12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)

13. Internal bleeding

c. Post Op Laparatomi

1. Defenisi

Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan pada area
abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan
post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan
berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post
laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan
kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.

2. Tujuan perawatan post laparatomi

· Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

· Mempercepat penyembuhan.

· Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.

· Mempertahankan konsep diri klien.

· Mempersiapkan klien pulang.

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :

· Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan

· Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.

· Kelemahan
· Mual, muntah, anoreksia

· Konstipasi

4. Komplikasi

· Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan


ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.

Manifestasi Klinis :

a. Pucat

b. Kulit dingin dan terasa basah

c. Pernafasan cepat

d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

e. Nadi cepat, lemah dan bergetar

f. Penurunan tekanan nadi

g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.

· Hemorrhagi

a. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan

b. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan darah
ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh
darah yang tidak terikat

c. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi oleh
selang drainage.

Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-basah-pucat,
nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien
melemah.

· Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.


Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran
darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.

· Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.

Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering
menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, mikroorganisme; gram positif. Buruknya
integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan
terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui
insisi.Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan
muntah.

5. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi

· Syok

Pencegahan :

a. Terapi penggantian cairan

b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum

c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan menggunakan
narkotik secara bijaksana

d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)

e. Ruangan tenang untuk mencegah stres

f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi

g. Pemantauan tanda vital

Pengobatan :

a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan

b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan


c. Pemantauan status pernafasan dan CV

d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika diindikasikan

e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah,
albumin, plasma atau pengganti plasma)

f. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi


retensi cairan dan edema)

· Hemorrhagi

Penatalaksanaan :

a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok

b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi

c. Inspeksi luka bedah

d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi

e. Transfusi darah atau produk darah lainnya

f. Observasi Vital Signs.

· Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi dan ambulatif dini.

· Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.

Tindakan pengendalian :

a. Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering mengubah posisi

b. Penggunaan peralatan steril

c. Antibiotik dan antimikroba

d. Mempraktikkan teknik aseptik

e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien


f. Pencegahan kerusakan kulit

g. Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal

h. Pantau adanya perdarahan

i. Perawatan insisi dan balutan

j. Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan

a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.

b. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

c. Pencegahan infeksi.

d. Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan
batuk efektf, latihan mobilisasi dini.

e. Mempertahankan konsep diri.

Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena
adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama ditujukan
pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya berdiskusi tentang
perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien setelah operasi.

2.2 Ileustomy

a. Pengertian

Ileustomi adalah pembedahan dengan memotong ileum dan membentuk stoma. Produk
ileustomi biasanya bentuk cair, sehingga akan banyak cairan dan mineral yg hilang terutama
sodium (Na) dan Kalium (K).
b. Indikasi Illeostomi

· Infeksi yang menyebabkan patologi usus halus ( kolitis ulseratif,enteritis regional

· Keganasan pada daerah usus halus.

· Trauma abdomen ( ruptura yeyunum atau illeum )

c. Pemeriksaan Penunjang

· Foto polos abdomen 3 posisi

· Colonoscopy (CT-Scan untuk melihat usus besar)

· Foto Follow through (pemeriksaan radiografi untuk melihat usus halus)

d. Komplikasi
Komplikasi operasi pada ileostomi dapat berupa hernia atau prolaps dari ileostomi atau
terjadinya obstruksi.

2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1. Analisa Kasus

Ny h ( 71 thn ) ,masuk RS tanggal 9 juni 2010 , dengan keluhan nyeri perut diseluruh
bagian perut 3 jam sebelum masuk RS, mual dan muntah Ny H mengalami pingsan karena
menahan nyeri . nyeri perut sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu . Ny.h langsung dilakukan
operasi laparatomi eksplorasi + pembuatan ileostomi dengan diagnosa medis tumor sekum . pada
saat pengkajian hari 9 pasca operasi didapatkan data, Ny H mengalami demam, mengeluh mual
dan muntah 5- 6 x sehari warna hitam .Ny H dipuasakan hasil pemeriksaan abdomen terlihat luka
laparatomi 20 cm , luka dari bawah umbilikus sampai batas atas pubis lembab , jahitan sudah
dibuka selang seling . Ileostomi warna merah dengan pengeluaran bab dengan konsistensi encer .
Daerah sekitar stoma kemerahan , BAB merembes di kulit sekitar daerah stoma sampai ke
pinggang.

TTV : td: 160/ 180 mmHg

Nadi : 76x /mnt

Suhu : 38 c
Pernafasan : 36x mnt

Pemeriksaan labor

Total protein : 4,6

Albumin : 2,4

Globulin : 2,2

Hb : 10,6

Tugas 1

a. Kelompokan data berdasarkan pengkajian dengan pendekatan fungsional gordon dan


jelaskan pengkajian tambahan yang harus dikaji lebih dalam oleh perawat
Tulis 2 buah diagnosa keperawatan prioritas pada nyonya H dengan karakteristik atu faktor
resiko.

b. Rumuskan NOC dan NIC untuk setiap diagnosa keperawatan

Pendidikan kesehatan apa yang dapat diberikan oleh perawat pada Ny H.

Tugas II

Resume literatur review Laparatom

2. Pengkajian

A. Identitas pasien

· Pasien (diisi lengkap)

Nama : Ny H

Umur : 71 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama :
Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Tgl Masuk RS : 9 Juni 2010

· Penanggung Jawab (diisi lengkap)

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

B. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama

(keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian)

Pada saat pengkajian hari 9 pasca operasi didapatkan data ,Ny H mengalami demam
,mengeluh mual dan muntah 5- 6 x sehari warna hitam .Ny H dipuasakan hasil pemeriksaan
abdomen terlihat luka laparatomi 20 cm , luka dari bawah umbilikus sampai batas atas pubis
lembab ,jahitan sudah dibuka selang seling . Ileostomi warna merah dengan pengeluaran bab
dengan konsistensi encer . daerah sekitar stoma kemerahan ,BAB merembes di kulit sekitar
daerah stoma sampai ke pinggang.

2. Riwayat kesehatan sekarang

(riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit)


Ny h ( 71 thn ) ,masuk RS dengan keluhan nyeri perut diseluruh bagian perut 3 jam
sebelum masuk RS, mual dan muntah Ny H mengalami pingsan karena menahan nyeri . Nyeri
perut sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu . Ny.H langsung dilakukan operasi laparatomi
eksplorasi + pembuatan ileostomi dengan diagnosa medis tumor sekum.

3. Riwayat kesehatan yang lalu

(riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)

4. Riwayat kesehatan keluarga

(adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat
penyakit lain baik bersifat genetis maupun tidak)

1. Pengkajian

a) Pengkajian berdasarkan Pola Fungsional Gordon

1) Riwayat Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan

Klien sudah mengalami nyeri sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk RS.

2) Pola Pemenuhan Nutrisi Metabolik

Klien mengeluh mual dan muntah 5- 6 x sehari warna hitam. Klien sedang dipuasakan.

3) Pola Eliminasi

Pengeluaran BAB klien dengan konsistensi encer . BAB merembes di kulit sekitar daerah stoma
sampai ke pinggang.

4) Pola Aktivitas dan Latihan

Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri luka
post operasi. Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasan menjadi lebih cepat akibat nyeri,
penurunan ekspansi paru sehingga mengganggu aktivitas klien. Biasanya ditemukan kelemahan
dan keterbatasan gerak akibat nyeri.

5) Pola Tidur dan Istirahat

Pola tidur klien terganggu, sering terbangun karena sesak napas, dan nyeri.

6) Pola Kognitif-perseptual

Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan pada sistem penglihatan dan sistem Pendengaran.

7) Pola Persepsi Konsep Diri

Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan pembedahan seperti
cemas.

8) Pola Peran dan Hubungan

Biasanya klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.

9) Pola Seksualitas dan Reproduksi

Biasanya terjadi penurunan seksualitas karena kondisi klien yang lemah setelah operasi dan nyeri
yang dirasakan.

10) Pola Koping dan Toleransi Stress

Biasanya klien berusaha untuk tetap bersabar dan menerima dengan cara tetap menerima dan
menjalankan pengobatan sesuai dengan anjuran dokter, untuk menghadapi semua ini klien selalu
diberi dukungan oleh keluarga dan tetangganya sehingga klien semangat untuk sembuh.

11) Pola Nilai dan Kepercayaan


Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan
nyeri luka post operasi.

b) Pemeriksaan tanda vital:

· Tekanan darah :160/80 mmHg

· Suhu tubuh :38◦C

· Pernapasan :36 X/menit

· Nadi :76X/menit

c) Pemeriksaan laboratorium:

· Total protein : 4,6

· Albumin : 2,4

· Globulin : 2,2

· Hb : 10,6

2. Diagnosa keperawatan

1) Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan pasca operasi

Data Objektif :

· Abdomen terlihat luka laparatomi 20 cm, luka dari bawah umbilicus sampai batas atas
pubis lembab

· Ileustomi berwarna merah dengan pengeluaran BAB dengan konsistensi encer

· Daerah sekitar stoma kemerahan

· BAB merambes di kulit sekitar daerah stoma sampai kepinggang

Pemeriksaan Lab :

· Albumin 2,4

· Globulin 2,2
· S 38 C

· Protein 4,6

NANDA 1: Resiko infeksi

Domain 11 : Safety / Protection

Kelas 1 : Infeksi

Defenisi : Resiko tinggi terhadap masuknya organisme patogen

Faktor Resiko :

· Penyakit Kronik

· Sistem kekebalan tubuh yang lemah

· Inadekuatnya kebutuhan primer tubuh

· Prosedur invasif

· Malnutrisi

· Agen farmatik

· Trauma

· Destruksi jaringan

NOC

Defenisi : suatu keadaan diman individu mengalami resiko tinggi terpapar organisme pathogen

Kriteria hasil:

· Integritas jaringan : membran kulit dan mukosa

· Perawatan luka : intention primary

Integritas Jaringan : membran kulit dan mukosa

Domain : kesehatan fisiologi ( II )


Kelas : Integritas jaringan ( L )

Defenisi : keutuhan fungsi struktural dan fisiologis normal membran kulit dan mukosa

Indikator :

a. Temperatur jaringan

b. Sensasi

c. Elastisitas

d. Pigmentasi

e. Warna

f. tekstur

g. perfusi jaringan

Perawatan luka : intention primary

Domain 11 : Safety / Protection

Kelas 1 : Infeksi

Defenisi : meluasnya regenerasi sel dan jaringan yang diikuti dengan penutupan yang disengaja.

Indikator :

a. Tampilan kulit

b. tampilan tepi luka

NIC

Defenisi : suatu keadaan diman individu mengalami resiko tinggi terpapar organisme pathogen

Intervensi :

1. Perlindungan infeksi
2. Kontrol infeksi

Perlindungan Infeksi

Defenisi : pencegahan dan deteksi dini terhadap pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap
infeksi

Aktifitas :

1. Monitoring sistemik tanda dan gejala tempat infeksi

2. Monitoring kemungkinan terkena infeksi

3. Membatasi jumlah pengunjung jika diperlukan

4. Memelihara asepsis terhadap pasien yang beresiko

5. Menginspeksi membran kulit dan mukosa baik warna dan cairan

Kontrol Infeksi

Defenisi : meminimalisasikan masuknya dan transmisi agen infeksi

Aktivitas :

1. Membersihkan daerah luka

2. Mengganti peralatan yang digunakan pasien selama perawatan

3. Mengisolasikan orang-orang yang mungkin terpapar suatu penyakit yang berbahaya

4. Menggunkan kacamata dan gaun steril ketika melakukan perawatan luka pada pasien

5. Memastikan semua teknik yang digunakan selama perawatan luka

2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

Data Subjektif :

· Klien mengeluh mual muntah 5-6x sehari warna hitam

Data Objektif :
· Pengeluaran BAB dengan konsistensi encer

· S : 38 C

NANDA 2: Kekurangan volume cairan

Domain II : Nutrisi

Kelas 5 : Hidrasi

Defenisi : penurunan cairan intravaskuler interstisial dan/atau intraseluler

Batasan karakteristik :

· Peningkatan temperatur tubuh

NOC

Defenisi : suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan cairan intravaskuler interstisial
dan/atau intraseluler

Kriteria hasil : kesimbangan cairan

Keseimbangan cairan

Domain : kesehatan fisiologis ( II )

Kelas : Cairan Elektrolit

Defenisi : keseimbangan cairan pada kompartemen intraseluler dan ekstraseluler

NIC

Defenisi : suatu keadaan dimana individu mengalami penurunan cairan intravaskuler interstisial
dan/atau intraseluler

Intervensi : Manajemen cairan

Manajemen cairan :

Defenisi : mempromosikan keseimbangan cairan dan mencegah komplikasi akibat jumlah cairan
yang abnormal
Aktivitas :

1. Monitoring status haemodinamik

2. Monitoring tanda tanda vital

3. Memberikan terapi IV

4. Monitor status nutrisi

5. Memberikan cairan

2.4 PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG PERAWATAN STOMA

A. Tujuan

a. Melindungi luka dari kontaminasi

b. Mencegah terjadinya infeksi

B. Indikasi

a. Luka operasi (luka tertutup) : Stoma

C. Persiapan alat

1. Alat-alat steril

a. Pinset anatomis 2 buah

b. Kassa kering dalam kom tertutup secukupnya

c. Kassa desinfektan dalam kom tertutup 5-10 helai

d. sarung tangan 1 pasang

e. Stoma bag

f. korentang/forcep

2. Alat-alat tidak steril


a. Gunting verban I buah

b. Pengalas

c. Kom kecil 1 buah

d. Nierbeken 2 buah

e. NaCl 9 %

f. Sabun antiseptik

g. Sarung tangan 1 pasang

h. Masker

i. Kantong plastic/baskom untuk tempat sampah

D. Pelaksanaan

1. Jelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan

2. Dekatkan alat-alat ke pasien

3. Pasang sampiran

4. Perawat cuci tangan

5. Pasang masker dan sarung tangan yang tidak steril

6. Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan

7. Letakkan pengalas dibawah area stoma

8. Letakkan nierbeken didekat pasien

9. Buka stoma bag lama (hati-hati jangan sampai menyentuh stoma) dengan menggunakan pinset
anatomi, buang stoma bag bekas kedalam nierbeken.

10. Kaji lokasi, tipe, jumlah jahitan atau bau dari stoma

11. bersihkan stoma dengan sabun cair anti septik, mulai dari pusat luka kearah keluar secara
berlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat sedikit edema

12. Bersihkan stoma dengan kassa desinfektan mulai dari pusat luka kearah keluar secara
berlahan-lahan.
13. Buka sarung tangan, masukan kedalam nierbeken

14. Membuka set steril, menyiapkan larutan pencuci luka

15. Pasang sarung tangan steril

16. Irigasi/bathing or shower stoma dengan normal salin

17. Bersihkan stoma dengan kassa desinfektan, mulai dari pusat luka kearah keluar secara
berlahan-lahan

18. Tutup stoma dengan stoma bag, kemudian plester dengan rapi

19. Buka sarung tangan, masukan kedalan nierbeken

20. Buka masker

21. Atur dan rapikan posisi pasien

22. Buka sampiran

23. Evaluasi keadaan pasien

24. Rapikan peralatan dan kembalikan ketempatnya dalam keadaan bersih, kering dan rapi

25. perawat cuci tangan

26. Dokumentasikan dalam catatan keperawatan

E. Hal-hal yang harus diperhatikan

1. Selama perawatan lingkungan harus selalu bersih

2. Sirkulasi udara harus diperhatikan

3. Jaga privacy pasien dan jangan memperlihatkan sikap yang menyinggung pasien

4. Pertahankan tehnik aseptic selama tindakan

BAB III

PENUTUP
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada dinding
abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997). Ditambahkan pula
bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat
dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan
dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,gasterektomi,kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi.

Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang
tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen. Laparatomy
eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila
diindikasikan.

TAR PUSTAKA

Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St.
Louis :Mosby Year-Book

Johnson,Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-
Book

Juall,Lynda,Carpenito Moyet.2003.Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.Jakarta:EGC

Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011,


NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd

Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah :
Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.

http://bangeud.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-pasien-dengan_13.html

Anda mungkin juga menyukai