Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family
lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya
penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem
imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan
limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+
dan limfosit (Nursalam 2007).Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1
dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak
ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV
diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah
RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk
menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ). HIV (Human
Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah
putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang
memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit.
Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel
darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke
tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara
1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).Virus HIV diklasifikasikan ke dalam
golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA
yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia,
termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2
grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan
masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup
tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah
grup HIV-1 (Zein, 2006).HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat
hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam
kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan
adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi
ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem
pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim,
2006).AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang
tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi,
tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya (Laurentz, 2005). AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency
syndrome dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini
akan menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam
melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini,
dan menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu
tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan
rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila
sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada
tahap lanjut (AVERT, 2011).

B. ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus
ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang
unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus
ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env.
Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam
patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen
virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari
infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi
produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

C. TANDA DAN GEJALA/MANISFESTASI


Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala
mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008),
gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran
kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
a. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu
selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam,
faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal
neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika
seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun
terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
b. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada
pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
c. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.

D. PATHOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.Virus HIV dengan
suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan pemograman ulang materi
genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan
disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi
yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus
HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi
dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan
untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.Dengan menurunya jumlah sel
T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi
sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang
dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah,
2-3 tahun setelah infeksi.Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (
herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah
200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia
AIDS.

E. PATHOFLOW( JALAN MUNCULNYA MASALAH SESUAI DENGAN TEORI

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih
lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah
transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem
kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi,
biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika
melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif
(Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk
menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV.
kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes
mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif
pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan
infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes
Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus
ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan
ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan
protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi
yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan
adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney,
2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk
mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes
positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala
polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV
bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara
khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal
RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk
konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa
minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot
tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain
(Swierzewski, 2010).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi
cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang
baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah
200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih
ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat
aktif (HAART).
1. Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan
dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC)
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu
enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam
memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk:
Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan
dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan
bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira
25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS
dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada
kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian
pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah
menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan
Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan
satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan
tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral,
yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan
seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan
pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan
status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk
memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati,
kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui
pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC
yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan
dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan
pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu
dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan
bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan
menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke
HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan
efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi
pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang
terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena
HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak
tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks,
2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien
di lingkungan perawatan kritis

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN ( POLA FUNGSI KESEHATAN )
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN ( SESUAI PATHWAY,RUMUSAN
BERDASARKAN NANDA )
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
4. PENGGUNAAN REFERENSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN HIV AIDS DI RUANG ANGGREK 2


RSUD RA KARTINI JEPARA

Nama Mahasiswa : Yulianto


Nim : E420163379
Hari/Tanggal : 12 Maret 2018
Tempat Praktek : Ruang Anggrek 2

PENGKAJIAN
IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 38 Tahun 4 Bln 17 Hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Duda Meninggal
Alamat : Mayong Lor RT 02/ RW 01 Mayong Jepara
Tanggal Masuk RS : 11 Maret 2018
No. RM : 0652XXX
Diagnosa Medis : Vomitus Drug Induce
Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Umur : 72 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pensiunan Guru
Alamat : Sinanggul RT 25/RW 05
Hubungan dengan pasien : Orang Tua
RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama : Mual, Muntah, Demam
Riwayat Penyakit Sekarang : Panas, sariawan, batuk, rapid tes reaktif
Riwayat penyakit dahulu : Pasien
Riwayat penyakit keluarga : Keluarga tidak memiliki penyakit keturunan
Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Genogram :
POLA FUNGSIONAL ( MENURUT VIRGINIA HENDERSON )
NO
POLA FUNGSIONAL
SEBELUM SAKIT
SAAT SAKIT

1. Pola pernapasanTidak ada keluhan terkait gangguan pernafasan pada pasien


Tidak ada keluhan terkait gangguan pernafasan pada pasien
2. Kebutuhan nutrisi
Tidak ada keluhan terkait pemenuhan nutrisi,pasien makan 3X sehari satu porsi habis
Pasien merasakan mual, muntah dan anoreksia, makanan dari RS tidak dihabiskan hanya
setengah porsi habis
TB : 165 cm
BB : 50 kg
3. Kebutuhan eliminasi
Tidak ada keluhan terkait eliminasi, pasien BAB secara teratur dengan Frekwensi 1x sehari
Pasien BAB 2 hari sekali saat masuk RS
4. Kebutuhan istirahat dan tidur
Sebelum tahu bahwa dirinya terinfeksi HIV tidurnya normal saja ± 8 jam sehari
Setelah pasien mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV tidurnya tidak nyenyak sering
terbangun, tidurnya sebentar sebentar bangun
5. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pasien merasa nyaman di rumahnya
Pasien tidak nyaman dengan keadaan sekarang,dia merasa di jauhi orang2 terdekat,dia
nyaman dengan orang2 yang mau peduli dengannya
6. Kebutuhan berpakaian
Pasien mengatakan dapat memilih dan menggunakan pakaian sendiri tanpa bantuan dari
orang lain
Pasien mengatakan saat berpakaian dibantu oleh bapaknya karena terpasang infuse
7. Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh dan sirkulasi
Pasien mengatakan tidak mengalami demam
Dari hasil pemeriksaan suhu tubuh didapati suhu diatas nilai normal, S : 38,5 C
8. Kebutuhan personal hygiene
Pasien mengatakan mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri tanpa bantuan orang
lain
Pasien mengatakan mampu melakukan kebersihan diri tetapi terbatas karena sedikit lemas
dan terpasang infuse
9. Kebutuhan gerak dan keseimbangan tubuh
Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam melakukan pergeraka maupun keterbatasan
yang diakibatkan karena intoleransi aktivitas
Pasien mengatakan mengalami keterbatasan
10. Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain
Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam berkomunikasi baik verbal maupun visual
Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam berkomunikasi baik verbal maupun visual
11. Kebutuhan spiritual
Pasien beragama islam, tidak ada hambatan dalam menjalankan kegiatan ibadah,
menjalankan sholat 5 waktu.
Pasien mengatakan terkendala keadaannya saat ini, kegiatan ibadah yang dilakukan di RS
Sholat 5 waktu dengan duduk dan lebih sering mengisi waktu dengan dzikir dan berdoa
setelah tahu terinfeksi HIV
12. Kebutuhan bekerja
Pasien bekerja wiraswasta
Kegiatan usahanya untuk sementara terhenti dikarenakan sakit dan dikarenakan istri sudah
meninggal sehingga tidak ada yang menggantikan
13. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pasien tidak memiliki waktu khusus untuk rekreasi
Pasien tidak terfikir untuk rekreasi dikarenakan sekarang dia hidup sendiri dan hanya
ditemani ayahnya
14. Kebutuhan belajar
Pasien sudah mengetahui tentang penyakitnya sekitar 2 tahun yang lalu setelah istrinya
meninggal

PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran umum
Keadaan umum pasien lemah
2. Kesadaran : Kuantitatif G C S 15 ( E4V5M6 ), Kualitatif Composmentis
3. TTV
TD : 110/80 mmHg
N : 80 kali/menit dengan irama regular
S : 38,2 C ( Peraksila )
RR : 16 kali spontan
4. Kepala
Ispeksi : Bentuk kepala Mesochepal, rambut hitam lurus pendek,kulit kepala tampak kotor
dan berbau.
Palpasi : tidak terdapat kerontokan rambut,tidak ada hematom maupun leci
5. Wajah
Inspeksi : bentuk wajah lonjong, tampak muka lelah
6. Mata
Ketajaman penglihatan dapat melihat, konjungtiva anemis, refleks cahaya mata baik, tidak
menggunakan alat bantu kacamata.
7. Hidung
Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, rhinoroe, peradangan mukosa dan
polip. Fungsi penciuman normal.
8. Mulut
Ada bau mulut, perdarahan tidak ada sedangkan ada peradangan dan stomatitis, ada karang
gigi / karies. Lidah bercak bercak putih dan tidak hiperemik.
9. Telinga
Serumen, pemakaian alat bantu tidak ditemukan pada pasien, pendengaran normal.
10. Leher
Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena jugularis tidak
meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
11. Dada :
a. Paru
Inspeksi : dada simetris, bentuk dada normal
Auskultasi : bunyi paru normal
Jantung : i, P, P, A
b. Abdomen
Inspeksi : tidak ada ascites
Auskultasi : bisingusus 14 kali/menit
Palpasi : hati dan limpa tidak membesar
Perkusi : bunyi redup
12. Genetalia
Penis normal, lesi tidak ada
13. Ekstrimitas
Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah.

DATA PENUNJANG

PEMERIKSAAN NILAI SATUAN NILAI NORMAL

A. ANALISA DATA
NO HARI/TANGGAL/JAM DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
HARI/TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI
NO RESPON TTD
/JAM KEPERAWATAN KEPERAWATAN

D. EVALUASI KEPERAWATAN

NO HARI/TANGGAL/JAM

Anda mungkin juga menyukai