Kliping Pahlawan
Kliping Pahlawan
Kiai Haji
Abdul Wahab Hasbullah
Semua Gelar
Nama
Kelahirannya
Agama Islam
Etnis Jawa
(Suku bangsa)
Kebangsaan Indonesia
Kewarganegaraan
Kewarganegaraan Indonesia
KembangkanPenghargaan
KembangkanPernikahan & Keluarga
KembangkanKewafatan
Kiai Haji Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, 31 Maret 1888 – meninggal 29
Desember 1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul
Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang berpandangan modern, dakwahnya dimulai dengan
mendirikan media massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau
Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh
Presiden Joko Widodo pada tanggal 7 November 2014[1].
Beliau adalah pengarang syair "Ya Lal Wathon" yang banyak dinyanyikan dikalangan Nahdliyyin,
lagu Ya Lal Wathon di karangnya pada tahun 1934. KH Maimun Zubair mengatakan bahwa syair
tersebut adalah syair yang beliau dengar, peroleh, dan di nyanyikan saat masa mudanya di
Rembang. Dahulu syair Ya Lal Wathon ini dilantangkan setiap hendak memulai kegiatan belajar
oleh para santri.[Tim Sejarah Tambakberas, Tambakberas: Menelisik Sejarah, Memetik Uswah. 2017 1]
Lirik Syubbanul Wathon (Cinta Tanah Air) – Yaa Lal Wathon – Hubbul Wathon Minal Iman Karya:
KH. Abdul Wahab Chasbullah (1934) (Ijazah KH. Maemon Zubair Tahun 2012) ط ْنَ طن يا َ لَ ْل َو
َ ط ْن يا َ لَ ْل َو
َ يا َ لَ ْل َو
Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon
ان َ حُبُّ ْال َوHubbul Wathon minal Iman
ْ ط ْن مِ نَ اْ ِإلي َم
َوالَت َ ُك ْن مِ نَ ا ْلحِ ْرما َ ْنWala Takun minal Hirman
َ ضوا أ َ ْه َل ْال َو
ط ْن ُ اِ ْن َهInhadlu Alal Wathon
اِندُون ْيسِيا َ بِالَدىIndonesia Biladi
َ ع ْنوا َنُ ْالفَخَاما
ُ َأ َ ْنتAnta ‘Unwanul Fakhoma
َ ُك ُّل َم ْن يَأْتِيْكَ يَ ْوماKullu May Ya’tika Yauma
طامِ حا ً يَ ْلقَ حِ ما َ ًما
َ Thomihay Yalqo Himama
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku Cintamu dalam Imanku Jangan Halangkan Nasibmu Bangkitlah Hai
Bangsaku Pusaka Hati Wahai Tanah Airku Cintamu dalam Imanku Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah Hai Bangsaku
Indonesia Negeriku Engkau Panji Martabatku Siapa Datang Mengancammu Kan Binasa di bawah
durimu[2]
Daftar isi
1Keluarga
2Pendidikan
3Aktivitas di Nahdatul Ulama
4Pelopor Kebebasan Berpikir
5Seorang Inspirator GP Ansor
6Pranala luar
7Referensi
Pangeran Diponegoro
11 November 1785
Kraton Yogyakarta, Yogyakarta
Wangsa Mataram
Agama Islam
Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Diponegoro, lahir
di Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia.
Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa (1825-1830)
melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban
paling besar dalam sejarah Indonesia.
Daftar isi
Diponegoro, c.1830.
Selain Kyai Mojo, perjuangan Diponegoro juga didukung oleh Sunan Pakubuwono VI dan Raden
Tumenggung Prawiradigdaya Bupati Gagatan. Meski demikian, pengaruh dukungan Kyai Mojo
terhadap perjuangan Diponegoro begitu kuat karena ia memiliki banyak pengikut dari berbagai
lapisan masyarakat. Kyai Mojo yang dikenal sebagai ulama penegak ajaran Islam ini bercita-cita,
tanah Jawa dipimpin oleh pemimpin yang mendasarkan hukumnya pada syariat Islam. Semangat
memerangi Belanda yang merupakan musuh Islam dijadikan taktik Perang Suci. Oleh sebab itu,
kekuatan Dipenogoro kian mendapat dukungan terutama dari tokoh-tokoh agama yang berafiliasi
dengan Kyai Mojo.[4] Menurut Peter Carey (2016) dalam Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro
1785-1855 disebutkan bahwa sebanyak 112 kyai, 31 haji, serta 15 syekh dan puluhan penghulu
berhasil diajak bergabung.
Selama perang ini kerugian pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan 20 juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Diponegoro. Bahkan sayembara pun
dipergunakan. Hadiah 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap
Diponegoro, hingga akhirnya ditangkap pada 1830.
Perang Diponegoro merupakan perang terbuka dengan pengerahan pasukan-
pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri—yang sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan
dalam pertempuran frontal—di kedua belah pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran
terjadi di puluhan kota dan desa di seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya
sehingga bila suatu wilayah dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya
wilayah itu sudah direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik
dibangun dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh kilang
mesiu dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung terus
sementara peperangan berkencamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras mencari dan
menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun stategi perang. Informasi mengenai
kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan menjadi berita utama; karena
taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan; para
senopati menyadari sekali untuk bekerja sama dengan alam sebagai “senjata” tak terkalahkan. Bila
musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan berbagai usaha untuk gencatan senjata
dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat.
Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan “musuh yang tak tampak” melemahkan moral
dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi,
Belanda akan mengkonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan provokator mereka
bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga
para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang di bawah komando pangeran
Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal yang
belum pernah terjadi ketika itu, ketika suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan
sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut kemiliteran, ini adalah perang
pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam sebuah perang modern. Baik metode
perang terbuka (open warfare), maupun metode perang gerilya (guerilla warfare) yang dilaksanakan
melalui taktik hit and run dan penghadangan. Ini bukan sebuah perang suku, melainkan suatu
perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktikkan.
Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat saraf (psy-war) melalui insinuasi dan tekanan-
tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung dalam
pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) dengan kedua belah pihak saling memata-matai
dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan
sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin
spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima
utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830,
Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran
Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya
dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putra Pangeran Diponegoro: Ki Sodewa atau
Bagus Singlon, Dipaningrat, Dipanegara Anom, Pangeran Joned yang terus-menerus melakukan
perlawanan walaupun harus berakhir tragis. Empat putra Pangeran Diponegoro dibuang ke Ambon,
sementara Pangeran Joned terbunuh dalam peperangan, begitu juga Ki Sodewa.
Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini
banyak memakan korban di pihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan
Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk
Ngayogyakarta menyusut separuhnya. Mengingat bagi sebagian kalangan dalam Kraton
Ngayogyakarta, Pangeran Diponegoro dianggap pemberontak, sehingga konon anak cucunya tidak
diperbolehkan lagi masuk ke Kraton, sampai kemudian Sri Sultan Hamengkubuwana IX memberi
amnesti bagi keturunan Diponegoro, dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang
dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama
untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
Periode-periode penting[sunting | sunting sumber]
Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Letnan Jenderal Hendrik Merkus de Kock tanggal 28 Maret 1830
yang mengakhiri Perang Diponegoro (1825-1830), karya Nicolaas Pieneman.
Setidaknya Pangeran Diponegoro mempunyai 12 putra dan 10 orang putri, yang keturunannya
semuanya kini hidup tersebar di seluruh dunia, termasuk Jawa, Madura, Sulawesi,
dan Maluku bahkan di Australia, Serbia, Jerman, Belanda, dan Arab Saudi.
Mata uang kertas Rp100,00 bergambar Pangeran Diponegoro, diterbitkan tahun 1952 setelah kemerdekaan.
Sebagai penghargaan atas jasa Diponegoro dalam melawan penjajahan. Di beberapa kota besar
Indonesia terdapat Jalan Pangeran Diponegoro. Kota Semarang sendiri juga memberikan apresiasi
agar nama Pangeran Diponegoro akan senantiasa hidup. Nama-nama tempat yang menggunakan
namanya antara lain Stadion Diponegoro, Jalan Pangeran Diponegoro, Universitas
Diponegoro (Undip), maupun Kodam IV/Diponegoro. Juga ada beberapa patung yang dibuat,
patung Diponegoro di Undip Pleburan, patung Diponegoro di Kodam IV/Diponegoro serta di pintu
masuk Undip Tembalang.
Mata uang kertas Rp1.000,00 bergambar Pangeran Diponegoro, diterbitkan tahun 1975 setelah kemerdekaan.
Pemerintah Republik Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada tanggal 8
Januari 1955 pernah menyelenggarakan Haul Nasional memperingati 100 tahun wafatnya Pangeran
Diponegoro, sedangkan pengakuan sebagai Pahlawan Nasional diperoleh Pangeran Diponegoro
pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No.87/TK/1973.
Penghargaan tertinggi justru diberikan oleh Dunia, pada 21 Juni 2013, UNESCO menetapkan Babad
Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World). Babad Diponegoro merupakan
naskah klasik yang dibuat sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi
Utara, pada 1832-1833. Babad ini bercerita mengenai kisah hidup Pangeran Diponegoro yang
memiliki nama asli Raden Mas Antawirya.[5][6]
Selain itu, untuk mengenang jasa Pangeran Diponegoro dalam memperjuangkan kemerdekaan,
didirikanlah Museum Monumen Pangeran Diponegoro atau yang lebih dikenal dengan sebutan
"Sasana Wiratama" di Tegalrejo, Yogyakarta, yang menempati bekas kediaman Pangeran
Diponegoro.
Sumber referensi dari artikel atau bagian ini belum dipastikan dan mungkin
isinya tidak benar.
Tolong diperiksa, dan lakukan modifikasi serta tambahkan sumber yang
benar pada bagian yang diperlukan.
Hasyim Asy'ari
Hadratussyekh
Kiai Haji
Hasyim Asy'ari
Semua Gelar
(Islam/Sosial)
Gelar Hadratussyekh
Nama
Kelahirannya
Agama Islam
Etnis Jawa
(Suku bangsa)
Kebangsaan Indonesia
Kewarganegaraan
Kewarganegaraan Indonesia
KembangkanNasab
KembangkanKewafatan
Daftar isi
1Keluarga
2Pendidikan
3Perjuangan
4Karya dan pemikiran
5Referensi
6Pranala luar
Ki Hadjar Dewantara
(Dialihkan dari Ki Hajar Dewantara)
Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara
Masa jabatan
Presiden Sukarno
Informasi pribadi
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EBI: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hadjar
Dewantara, EBI: Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki
Hajar Dewantoro; lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada
umur 69 tahun;[1] selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah aktivis
pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi
kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa,
suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh
hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian
dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional
Indonesia. Namanya diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar
Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.[2]
Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28
November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959).[3]
Daftar isi
Ki Hadjar Dewantara
(Chris Lebeau, 1919)
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga, termasuk
pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Prancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis
dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis "Een voor Allen maar Ook Allen
voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling
terkenal adalah "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"),
dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di
kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.
"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta
kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan
jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh
si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggaraan
perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo
teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama
menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan
bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan
sedikit pun baginya".
Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena
gaya bahasanya yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum ini. Kalaupun benar ia yang
menulis, mereka menganggap DD berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis
dengan gaya demikian.
Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan
diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian kedua rekannya, DD
dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda
(1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai". Soewardi kala itu baru berusia 24
tahun.
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal
Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Tahun 1913 dia mendirikan Indonesisch
Pers-bureau, "kantor berita Indonesia". Ini adalah penggunaan formal pertama dari istilah
"Indonesia", yang diciptakan tahun 1850 oleh ahli bahasa asal Inggeris George Windsor
Earl dan pakar hukum asal Skotlandia James Richardson Logan.
Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu
pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi
yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam
studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat,
seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh
keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem
pendidikannya sendiri.
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran
Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang
pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa,
Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam
merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan
hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305
tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman Wijaya
Brata.
Soekarno
(Dialihkan dari Sukarno)
Dr.(H.C) Ir. H.
Soekarno
Presiden Indonesia ke-1
Masa jabatan
Pengganti Soeharto
Masa jabatan
Pengganti Soeharto
(Ketua Presidium Kabinet)
Informasi pribadi
6 Juni 1901
Jakarta
Kebangsaan Indonesia
Fatmawati (1943–1956)
Hartini (1953–1970)
Haryati (1963–1966)
Dari Fatmawati[tampilkan]
Dari Hartini[tampilkan]
Dari Ratna[tampilkan]
Dari Haryati[tampilkan]
Soekemi Sosrodihardjo
Orang tua
Ida Ayu Nyoman Rai
Profesi Insinyur
Politikus
Tanda tangan
MENU
0:00
Pidato Soekarno pada
peringatan Maulud Nabi
Muhammad S.A.W
Dr.(H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir
di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun)[note
1][note 2]
adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945–1967.[5] Ia
:11, 81
memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[6] :26-
32
Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi
pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep
mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.[6]
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang
isinya —berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat— menugaskan Letnan
Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi
kepresidenan.[6] Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[6] Setelah
pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang
umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang
Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto menggantikannya sebagai pejabat Presiden
Republik Indonesia.[6]
Daftar isi
1Nama
o 1.1Achmed Soekarno
2Kehidupan
o 2.1Masa kecil dan remaja
o 2.2Sebagai arsitek
2.2.1Pekerjaan
2.2.2Pengaruh terhadap karya arsitektur
o 2.3Silsilah keluarga
3Kiprah politik
o 3.1Masa pergerakan nasional
o 3.2Masa penjajahan Jepang
o 3.3Masa Perang Revolusi
o 3.4Masa kemerdekaan
o 3.5Masa marabahaya
3.5.1Granat Cikini
3.5.2Penembakan Istana Presiden
3.5.3Pencegatan Rajamandala
3.5.4Granat Makassar
3.5.5Penembakan Idul Adha
3.5.6Penembakan mortir Kahar Muzakar
3.5.7Granat Cimanggis
3.5.8Upaya pembunuhan karakter
o 3.6Masa embargo negara Adi Kuasa
o 3.7Masa keterpurukan
4Sakit hingga meninggal
5Peninggalan
6Penghargaan
o 6.1Gelar Doctor Honoris Causa
o 6.2Lain-lain
7Karya tulis
8Pidato
9Budaya populer
o 9.1Buku
o 9.2Lagu
o 9.3Film, televisi, dan panggung pertunjukan
10Catatan
11Galeri
12Referensi
13Lihat pula
14Pranala luar
Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno oleh orangtuanya.[5] Namun karena ia sering
sakit maka ketika berumur sebelas tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[5][7]
:35-
Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata
36
Yudha yaitu Karna.[5][7] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah
menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[7]
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri
menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[7] . Ia :32
tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah
tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh
diubah, selain itu tidak mudah untuk mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun[7] . Sebutan
:32
Kehidupan
Masa kecil dan remaja
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya
yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[5] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang
guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[5] Nyoman Rai merupakan keturunan
bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam.[5] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno
lahir.[9] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung
:4-6, 247-251
Soekarno bersama mahasiswa pribumi TH Bandung tahun 1923. Baris belakang dari kiri ke kanan: M.
Anwari, Soetedjo, Soetojo, Soekarno, R. Soemani, Soetono/Soetoto(?), R. M. Koesoemaningrat, Djokoasmo,
Marsito. Duduk di depan: Soetono/Soetoto(?), M. Hoedioro, Katamso.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[10], bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS,
Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB)
di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921,[1] setelah dua bulan dia
:38
meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali[1] dan tamat pada
:38
tahun 1926.[11] Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies
Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan
belas insinyur lainnya.[1] Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu
:37
menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur
orang Jawa".[1] Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo,[12] selain itu ada seorang lagi dari
:37 :167
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat
Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[5] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto
Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National
Indische Partij.
Sebagai arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni
dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil
jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926. [note 3] [note 4] [13]
Pekerjaan
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan
rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun
rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total
masjid Jami' di tengah kota.[14]
Pengaruh terhadap karya arsitektur
Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau
dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada
tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat
cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan
menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka.[15]
Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala
internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh
Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich
Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain
arsitektural juga dibuat melalui sayembara.[16]
Silsilah keluarga
Kembangkan
Konten yang diperluas
Kiprah politik
Artikel atau bagian artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber
tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel
ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat
dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.
Soekarno tampil pertama kali pada kulit muka majalah Time tanggal 23 Desember 1946 Vol. XLVIII No. 26,
ilustrasi karya Boris Chaliapin untuk media asal Amerika tersebut
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala
pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,
sistem pemerintahan berubah menjadi semi presidensiil atau double executive. Presiden Soekarno
sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu
terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November
1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih
demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden
Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat
Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta
dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia
internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin
Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-
Belanda.
Masa kemerdekaan
Kunjungan Presiden Soekarno ke Amerika pada 1961 yang disambut oleh Presiden John F. Kennedy
Presiden Soekarno, Presiden Osvaldo Dorticos, Fidel Castro dan Che Guevara, pada 9 Mei 1960, kunjungan
kenegaraan ke Havana, Kuba
Soekarno berbincang dengan Mao Tse-Tung, 24 November 1956, Peking, Tiongkok
Presiden Soekarno dan Dr.J. Leimena bernyanyi bersama para artis ibukota pada Resepsi Peringatan HUT ke-
21 Proklamasi Kemerdekaan RI di Istana Bogor.
Zhou Enlai, Presiden Soekarno, dan Kawashima pada saat Peringatan 10 Tahun Konferensi Asia
Afrika di Bandung pada 19 April 1965.
Pada masa pra maupun paska kemerdekaan, Indonesia terjepit pada dua blok negara Adi Kuasa
dengan ideologi yang bertentangan satu sama lain. Blok kapitalis yang dikomandoi Amerika dan
sekutu di satu sisi, dan blok kiri yang diperebutkan antara poros Rusia dan Tiongkok. Amerika
melakukan kebijakan embargo terhadap Indonesia karena menilai kecenderungan Soekarno dekat
dengan blok rival. Amerika tidak dapat berkutik ketika Allen Lawrence Pope, agen Central
Intelligence Agency tertangkap tangan. Tawar-menawar penangkapan Allen Pope, Amerika Serikat
akhirnya menyudahi embargo ekonomi dan menyuntik dana ke Indonesia, termasuk
menggelontorkan 37 ribu ton beras dan ratusan persenjataan yang dibutuhkan Indonesia saat itu
setelah diplomasi tingkat tinggi antara John F. Kennedy dengan Soekarno.[24] Sementara Rusia
menerapkan embargo militer terhadap Indonesia karena genosida terhadap elemen kiri,
orang Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965–1967.[25] Indonesia sendiri terjepit di antara
geopolitik Asia Tenggara, Malaysia yang dianggap Soekarno adalah negara boneka Inggris, juga
Singapura yang memisahkan diri sebagai negara baru pada 9 Agustus 1965. Soekarno
mengumumkan sikap konfrontatif terhadap pembentukan negara federasi Malaysia pada Januari
1963. Sehingga pada 1964–1965 negara federasi Malaysia yang dideklarasikan 16 September 1963
tersebut diembargo Soekarno.[26] Singapura membuka keran kerja sama dan berusaha dengan
segala cara untuk mempertahankan perdagangan dengan Indonesia meski telah diboikot dan
diembargo. Hal ini dianggap merugikan aspek ekonomi bagi Singapura akibat konfrontasi tersebut.[27]
Masa keterpurukan
Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang
dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[11][28] Pelaku sesungguhnya
dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di
dalamnya.[11] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan
Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[28] Namun, Soekarno menolak
untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama,
Komunisme).[6][28] Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan
posisinya dalam politik.[6][11]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh
Soekarno.[28] Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi
presiden.[28] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat
menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi
terlarang.[28] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang
pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan
kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila
presiden berhalangan.[29]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap
peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[28] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan
dibacakan pada 22 Juni 1966.[6] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato
tersebut.[28] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10
Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.[28]
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan
Kekuasaan di Istana Merdeka.[29] Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de
facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.[29] Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS
pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan
mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.[29]
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.[29] Sebelumnya, ia telah
dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan
di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[29] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas
Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat, tetapi ia menolaknya dan lebih memilih
pengobatan tradisional.[29] Ia bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari
Minggu, 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot
Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.[5][29] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari
RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[29] Sebelum dinyatakan wafat,
pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang
merupakan anggota tim dokter kepresidenan.[29] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike
medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor
Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.[29]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:[29]
1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Soekarno semakin
memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian
pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Soekarno hingga saat
meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun
pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman
Soekarno.[29] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970.[29] Jenazah Soekarno
dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan
dengan makam ibunya.[29] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M.
Panggabean sebagai inspektur upacara.[29] Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung
selama tujuh hari.[29]
Peninggalan
Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka
Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".[9] Prangko yang diterbitkan
:247-251
merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar
diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[9] Prangko pertama
memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang
kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an
terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta
menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki
gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut
dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri.[9] Selain prangko,
Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi
prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.[9]
Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19
Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel
Castro.[30] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan
kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno diabadikan sebagai nama gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan
tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan
penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks
olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan
Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang
Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.[31]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah
Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah
organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang
diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno
dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf
Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung
Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[32]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-
benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di
Indonesia.[33] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno
yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati
Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari
Dewi Soekarno.[33] Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya
Jakarta.[9] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang
disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi
presiden.[9] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan
tersebut.[9] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu
pos Soekarno.[9]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan
Soekarno.[9] Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara
Sedang.[9] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu
kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[9] Benda-benda tersebut antara lain
sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London,
emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan
tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[9] Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil)
dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank
Netherland.[9] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar
yang memastikan keaslian dari emas tersebut.[34]
Penghargaan
Gelar Doctor Honoris Causa
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam
dan luar negeri.[35]
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum Columbia University, New York, Amerika
24 Mei 1956
(Doctor of Law) Serikat
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum Michigan University, Michigan, Amerika
27 Mei 1956
(Doctor of Law) Serikat
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Teknik Berlin University, Berlin Barat, Jerman
23 Juni 1956
(Doctor of Technical Science) Barat
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum & Royal Khmere University, Phnom
14 Januari 1964
Politik (Doctor of Law & Politics) Penh, Kamboja
2 Desember Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Ushuluddin Institut Agama Islam
1964 Jurusan Da'Wah Negeri, Jakarta, Indonesia
23 Desember Universitas
Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Sejarah
1964 Pajajaran, Bandung, Indonesia
Doctor Honoris Causa dalam Falsafah Ilmu Universitas
3 Agustus 1965
Tauhid Muhammadiyah, Jakarta, Indonesia
Lain-lain
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan
penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.[9] Penghargaan tersebut adalah
penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang
diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.[9] Soekarno
mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional
demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan
dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.[9] Acara penyerahan penghargaan
tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh
Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.[9] Penghargaan
lainnya Bintang Mahaputera Adipurna (1959),[36] Lenin Peace Prize (1960),[37] Philippine Legion of
Honor (Chief Commander, 3 Februari 1951).[38]
Karya tulis
Sukarno. Pancasila dan Perdamaian Dunia
Sukarno. Kepada Bangsaku : Karya-karya Bung Karno Pada Tahun 1926-1930-1933-1947-
1957.
Sukarno. Cindy Adams. (1965). Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Sukarno. Pantja Sila Sebagai Dasar Negara.
Sukarno. Bung Karno Tentang Marhaen Dan Proletar.
Sukarno. Negara Nasional Dan Cita-Cita Islam: Kuliah Umum Presiden Soekarno.
Sukarno. (1933). Mencapai Indonesia Merdeka.
Sukarno. (1945). Lahirnya Pancasila
Sukarno. (1951). Indonesia Menggugat: Pidato Pembelaan Bung Karno di Depan Pengadilan
Kolonial.
Sukarno. (1951). Sarinah: Kewajiban Wanita Dalam Perjuangan Republik Indonesia.
Sukarno. (1957). Indonesia Merdeka.
Sukarno. (1959). Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1. (kumpulan esai)
Sukarno. (1960). Dibawah Bendera Revolusi Jilid 2. (kumpulan esai)
Sukarno. (1960). Amanat Penegasan Presiden Soekarno Didepan Sidang Istimewa Depernas
Tanggal 9 Djanuari 1960.
Sukarno. (1964). Tjamkan Pantja Sila ! : Pantja Sila Dasar Falsafah Negara.
Sukarno. (1964). Komando Presiden/Pemimpin Besar Revolusi: Bersiap-sedialah Menerima
Tugas untuk Menjelamatkan R.I. dan untuk Mengganjang "Malaysia"!
Sukarno. (1965). Wedjangan Revolusi.
Sukarno. (1965). Tjapailah Bintang-Bintang di Langit: Tahun Berdikari.
Sukarno. (1965). Pantja Azimat Revolusi.
Wikisource memiliki
naskah sumber yang
berkaitan dengan artikel
ini:
Pengarang:Soekarno
Pidato
Budaya populer
Buku
Lagu berjudul "Untuk Paduka Jang Mulia Presiden Soekarno" ditulis pada awal dekade 1960-an
oleh Soetedjo dan dipopulerkan oleh Lilis Suryani, solis perempuan terkenal Indonesia era itu.
Liriknya penuh dengan puja-puji untuk Presiden seumur hidup tersebut.
Film, televisi, dan panggung pertunjukan
Artikel utama: Aktor pemeran Bung Karno
Di kancah perfilman, hiburan televisi, dan panggung teater Indonesia dan negara lain, ada beberapa
aktor yang memerankan sosok Bung Karno. Semua aktor tersebut, tentu saja bermain dalam film
dan panggung pertunjukan dan judul yang berbeda. Kebanyakan aktor itu, ketika mendapatkan
tawaran main, merasa bangga karena memerankan tokoh besar, pahlawan proklamator, bapak
pendiri bangsa, sekaligus presiden pertama Republik Indonesia.
Catatan
1. ^ Dalam otobiografi Sukarno, An Autobiography as Told to Cindy Adams (Bobbs-Merrill Company Inc,
New York, 1965) Sukarno menyebutkan lahir di Surabaya, "Bapak dipindah ke Surabaya dan di
sanalah aku dilahirkan" (halaman 26), selanjutnya "Aku dilahirkan pada tahun 1901... Hari lahirku
ditandai oleh angka serba enam. Tanggal 6 Juni." (halaman 21). Namun dalam beberapa dokumen
mencantumkan tanggal 6 Juni 1902 di antaranya "Dalam Buku Induk TH Bandoeng yang sekarang
masih tersimpan di ITB terbaca bahwa tanggal lahir Soekarno adalah 6 Juni 1902."[1]:37[2]:16 Pendapat
lain adalah "Dari Buleleng, ia mendapat temuan ayah Soekarno dipindah ke Surabaya tahun 1901.
Dan pada 1902 Soekarno lahir. "Kalau akhirnya dibuat 1901 itu mungkin untuk memudahkan
sekolahnya saja," ujar Nurinwa."[3] Adapun kontradiksi perbedaan tahun kelahiran ini akhirnya dapat
dijelaskan dalam dialog antara Sukarno dan ayahnya pada halaman 35 "Kalau perlu kita berbohong.
Kita akan mengurangi umurmu satu tahun. Pada tahun ajaran yang baru engkau akan didaftarkan
dengan umur tiga belas." - Oleh karenanya dapat dipastikan bahwa tanggal kelahiran Sukarno yang
sesungguhnya adalah tanggal 6 Juni 1901.
2. ^ "Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970."[4]
3. ^ Bambang Eryudhawan, IAI: Ketika berdiri pada tahun 1920, Technische Hoogeschool te
Bandoeng berisi Fakultas Teknik saja. Bidang ilmu yang diajarkan, terutama: a) Ilmu Pasti, b) Ilmu
Alam, c) Mekanika, d) Arsitektur, e) Ilmu bahan bangunan, f) Sipil Basah/Bangunan air, g) Jalan dan
Jembatan, h) Mesin, i) Elektro, j) Surveying and leveling , k) Geodesi, l) Hukum pemerintahan dan
perdagangan, m) Kebersihan, n) Teknik penyehatan, o) Pertanian, p) Geologi terapan, q) Sejarah
kebudayaan
4. ^ Bambang Eryudhawan, IAI: Soekarno sebagai insinyur dianggap menguasai soal sipil basah, jalan
dan jembatan, serta arsitektur. Di arsitektur, gurunya adalah dua bersaudara Prof. Charles Prosper
Wolff Schoemaker dan Prof. Ir. Richard Leonard Arnold Schoemakeryang mengajar di kelas:
arsitektur, sejarah arsitektur, rencana kota, pembuatan bestek dan taksiran biaya.
5. ^ Algemeene Studieclub atau Algemeene Studie Club (ASC) adalah klab kuliah umum yang didirikan
oleh para intelektual nasionalis Bumiputera di Tanah Pasundan, Bandung pada jaman Hindia Belanda
tahun 1926. Presiden Sukarno adalah salah satu anggota pendirinya. Sebagai kelanjutan kelompok
studi itu, Soekarno dengan kawan-kawan kemudian mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia yang
merupakan cikal bakal Partai Nasional Indonesia pada 4 Juli 1927. Pemerintah kolonial Belanda
tampak sangat khawatir melihat kepopuleran Soekarno, bersama Maskun, Gatot Mangkupradja,
Supriadinata dan pertumbuhan pesat PNI. Dengan dalih menjaga ketertiban dan keamanan,
pemerintah kolonial menangkap dan menahan ratusan aktivis PNI pada 29 Desember 1929. [19]
Galeri
Presiden Soekarno pada suatu kunjungan pameran lukisan di Jakarta, mengamati lukisan 'Sumilah'
karya Sudibjo.
Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dalam upacara pembukaan PON II/1951.
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Nehru melihat Indira Gandhi menerima bunga pada
kunjungannya ke Borobudur.
Referensi
1. ^ a b c d e (Indonesia) Goenarso (1995). Riwayat perguruan tinggi teknik di Indonesia, periode 1920–
1942. Bandung: Penerbit ITB.
2. ^ (Indonesia) Sakri, A. (1979a). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979.
Jilid I: Selintas Perkembangan. Bandung: Penerbit ITB.
3. ^ Iswidodo (ed.), Surya (Minggu, 29 Agustus 2010 20:28 WIB). "Antropolog UGM: Bung Karno Lahir
di Surabaya". tribunnews.com. Diakses tanggal 11 September 2015.
4. ^ "Soekarno – biografi". Kepustakaan Presiden-Presiden Republik Indonesia. Diakses tanggal 6
Juni 2015.
5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s (Indonesia) Kasenda, Peter (2010). Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926–
1933. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 979-373-177-X.
6. ^ a b c d e f g h (Indonesia) Warman, Asvi (2009). Membongkar Manipulasi Sejarah. Jakarta: Kompas
Media Nusantara. ISBN 979-709-404-1.
7. ^ a b c d e (Indonesia) Adams, Cindy (1984). Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Jakarta: Gunung Agung. ISBN 979-96573-2-6.
8. ^ (Inggris) Adams, Cindy (1965). Sukarno, an autobiography as told to Cindy Adams. New York: The
Bobs Merryl Company Inc. ASIN B0007DFFFK.
9. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t Kisah Istimewa Bung Karno. Kompas Media Nusantara. 2010. ISBN 978-
979-709-503-1.
10. ^ (Belanda) "Nieuwe Rotterdamsche Courant", edisi 15 Juli 1921.
11. ^ a b c d e (Inggris) Brown, Colin (2007). Sukarno. Microsoft ® Student 2008 [DVD]. Redmond, WA:
Microsoft Corporation.
12. ^ a b (Indonesia) Sakri, A. (1979b). Dari TH ke ITB: Kenang-kenangan lustrum keempat 2 Maret 1979.
Jilid II: Daftar lulusan ITB. Bandung: Penerbit ITB.
13. ^ a b c "Menguak Sisi Artistik Bung Karno". Arsip Sunjayadi.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal
March 10, 2007. Diakses tanggal 18 September 2015.
14. ^ Zein, Abdul Baqir (1999). Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press.
15. ^ Santi Widhiasih (Senin, 11 September 2006). "Jejak Arsitektur Sang Presiden". Pikiran Rakyat.
Diakses tanggal 11 September 2015. Resensi atas buku Bung Karno Sang Arsitek – Kajian Artistik
Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana, dan Teks Pidato 1926 – 1965
16. ^ a b c d Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia:
Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia. PT Balai Pustaka.
17. ^ a b c d Yuke Ardhiati, JJ. Rizal (ed.), Edi Sedyawati (pengantar) (Juni 2005). Bung Karno Sang Arsitek
- Kajian Artistik Karya Arsitektur, Tata Ruang Kota, Interior, Kria, Simbol, Mode Busana, dan Teks
Pidato 1926-1965. Depok: Komunitas Bambu.
18. ^ Dahm, Bernhard (1987). Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Penerbit LP3ES Jakarta.
hlm. 47–48.
19. ^ Yudi Latif (2008). "Indonesian Muslim Intelligentsia and Power". ISEAS Publishing.
20. ^ Kasenda, Peter (2013). "SOEKARNO: Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar". Jakarta
Selatan: Jurnal Prisma. hlm. hal 2 & 3. Membaca kembali Sukarno. Sumber lain menyebut tahun
1924 dan 11 Juli 1925 sebagai hari kelahiran organisasi kuliah umum tersebut
21. ^ a b c d e f g h Anwar Khumaini (Jumat, 1 Juni 2012 06:12). "7 Percobaan pembunuhan terhadap Bung
Karno". Merdeka.com. Diakses tanggal 9 September 2015.
22. ^ a b c Ramadhian Fadillah (Kamis, 11 September 2014 01:02). "CIA bikin film porno Presiden
Soekarno & pramugari cantik Rusia". www.merdeka.com. Diakses tanggal 15 September 2015.
23. ^ a b c Yudi Anugrah Nugroho. "Film Porno Mirip Sukarno". historia.id. Diakses tanggal 15
September 2015.
24. ^ Kurnia Illahi (Minggu, 16 Agustus 2015−06:39 WIB). "Kecerdikan Soekarno Manfaatkan Soviet dan
Amerika". Nasional.sindonews.com. Diakses tanggal 15 September 2015.
25. ^ "Ketika Alutsista Diembargo ..." (ryi/bur/fan). Kompas.com. Diarsipkan dari versi aslitanggal Wed
Oct 04 2000 – 16:46:34 EDT. Diakses tanggal 15 September 2015.
26. ^ Peter N. Nemetz (1990). The Pacific Rim: Investment, Development and Trade: Second Revised
Edition. Vancouver BC: University of British Columbia Press. hlm. 16–20.
27. ^ Kawin Wilairat. "Singapore's Foreign Policy". Singapore: The Institute of Southeast Asean Studies.
28. ^ a b c d e f g h i (Inggris) Aji, Achmad Wisnu (2010). Kudeta Supersemar: Penyerahan atau Perampasan
Kekuasaan?. Garasi House of Book. ISBN 978-979-25-4689-7. Halaman 36, 145.
29. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Huda M., Nurul (2010). Benarkah Soeharto Membunuh Soekarno?.
Starbooks. ISBN 978-979-25-4724-5. Halaman 5, 57, 84-89.
30. ^ Roy (3 Juni 2008). "Kuba Terbitkan Prangko Bung Karno dan Fidel Castro". Kompas Cyber Media.
Diakses tanggal 3 Juni 2008.
31. ^ Nurdin Saleh (15 Januari 2001). "Gelora Senayan Siap Berubah Menjadi Gelora Bung Karno".
Tempo Interaktif. Diakses tanggal 5 Juni 2010.
32. ^ Info UBK, Universitas Bung Karno. Diakses pada 5 Juni 2010.
33. ^ a b Profil Yayasan, Yayasan Bung Karno. Diakses pada 3 Agustus 2010.
34. ^ "Satria Piningit Mengaku Temukan Harta Karun Bung Karno". Suara Merdeka. 17 Mei 2003.
Diakses tanggal 3 Agustus 2010.
35. ^ Apa dan Siapa Ir. Sukarno, Yayasan Bung Karno. Diakses pada 3 Agustus 2010.
36. ^ "Awards". kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Oct 2015
02:05:58 UTC. Diakses tanggal 17 Oct 2015 02:05:58 UTC.
37. ^ Yearbook of the Great Soviet Encyclopedia. Moscow. Russian: Sovetskaya Entsyiklopediya. 1961.
38. ^ "Briefer on the Philippine Legion of Honor". Official Gazette of the Republic of the Philippines.
Gov.ph. Diakses tanggal 2013-04-13.
Lihat pula
Algemeene Studie Club (ASC), (1926).
Marhaenisme, (1926–1927).
Perserikatan Nasional Indonesia, 4 Juli (1927).
Fikiran Ra'jat, (1932).
Pancasila, (1945).
Nasonalisme, Agama, Komunisme, (1956).
Demokrasi terpimpin (1959).
Manifesto politik, Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (Manipol-Usdek), (1959).
Operasi Trikora, 19 Desember 1961).
Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara, (1962–1966).
Ganyang Malaysia, (1962–1966).
Games of the New Emerging Forces (Ganefo), (1962).
Sarinah, (1963)
Unifikasi Indonesia Raya (Indonesia dengan rumpun Melayu), 1920-1950-an.
Unifikasi Mafilindo (Malaya, Filipina dan Indonesia), 1963.
Vivere pericoloso, (1964).
Trisakti, (1964).
Berdikari, (1965).
Conference of The New Emerging Forces (Conefo), 7 Januari (1965)
Gerakan 30 September, 1 Oktober (1965)
Nawa Aksara, 22 Juni (1966).
Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, 17 Agustus (1966).
Surat Perintah Sebelas Maret, 11 Maret (1966).
De-Soekarnoisasi, (1967–1998).