Anda di halaman 1dari 23

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang

sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Hal ini karena bawang

merah memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Meskipun minat petani terhadap

bawang merah cukup kuat namun dalam proses pengusahaannya masih ditemui

berbagai kendala, baik kendala yang bersifat teknis maupun ekonomis (Sumarni

dan Hidayat, 2005).

Berdasarkan deskripsi botanisnya, tanaman bawang merah memiliki

potensi produktivitas yang berada di atas 20 ton/ha, namun di lapangan produksi

bawang merah rata-rata jauh lebih rendah dari potensi hasilnya. Produksi bawang

merah tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 1,234 juta ton, dibandingkan

tahun 2013 sebesar 1, 011 juta ton. Konsumsi bawang merah di Indonesia 4,56

kg/kapita per tahun atau 0,38 kg/kapita per bulan, sehingga konsumsi nasional

diperkirakan mencapai 1.608.000 ton per tahun ( Direktorat Jenderal Hortikultura

2014), hal tersebut membuktikan bahwa ketersediaan bawang merah dalam negeri

belum mencukupi kebutuhan bawang merah yang tinggi, dengan demikian

produktivitas bawang merah perlu ditingkatkan lagi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah nasional

adalah kondisi tanah yang kurang unsur hara akibat digunakan secara terus

menerus oleh petani. Diperlukan upaya penerapan teknologi yang sesuai untuk

meningkatkan hasil produksi bawang merah, teknologi yang dapat diterapkan

dalam budidaya bawang merah akibat tanah yang kekurangan unsur hara adalah

pemupukan.
2

Petani pada umumnya menggunakan pupuk untuk bawang merah terdiri

dari pupuk tunggal seperti urea, ZA, SP-36 dan KCL dan pupuk majemuk seperti

pupuk Majemuk NPK. Pupuk majemuk NPK terkandung tiga unsur hara makro

yaitu N, P, dan K ketiga unsur hara ini mempunyai peranan yang penting untuk

pertumbuhan dan hasil bawang merah.

Menurut Hardjowigeno S (2007), fungsi unsur hara N yaitu untuk

memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, tanaman yang tumbuh pada tanah

yang cukup N, berwarna lebih hijau. Fungsi unsur hara N yaitu sebagai

pembentukan protein. Gejala – gejala kekurangan N yaitu tanaman menjadi kerdil,

pertumbuhan akar terbatas dan daun – daun kuning.

Unsur phospour (P) pada bawang merah berperan untuk mempercepat

pertumbuhan akar semai, dan dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan

umbi. Tanaman yang kekurangan unsur P maka akan terlihat gejala warna daun

bawang hijau tua dan permukaannya terlihat mengkilap kemerahan dan tanaman

menjadi kerdil.

Unsur kalium (K) berfungsi untuk pembentukan pati, mengaktifkan enzim,

mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan, penyakit, dan perkembangan akar.

Kekurangan unsur kalium, daun tanaman bawang merah akan mengkerut atau

keriting dan muncul bercak kuning transparan pada daun dan berubah merah

kecoklatan.

Salah satu pupuk majemuk NPK yang biasa digunakan untuk

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah adalah pupuk

majemuk NPK Mutiara. Pupuk majemuk NPK Mutiara merupakan pupuk

majemuk yang mengandung tiga unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman,

yaitu N, P, dan K dengan perbandingan unsur 16:16:16. Pemberian pupuk NPK


3

Mutiara ke dalam tanah diharapkan memberikan pertumbuhan dan hasil yang

optimal untuk tanaman bawang merah.

Tanaman bawang merah yang menggunakan benih umbi konvensional

menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk untuk produksi umbi bawang merah

bervariasi antara 150–300 kg/ha N, 90–180 kg/ha , dan 50–100 kg/ha O,

bergantung pada varietas, musim tanam, dan jenis tanah (Hidayat dan Rosliani,

1996 )

Menurut Hasibuan (2004), unsur hara N, P, dan K yang terkandung dalam

pupuk majemuk NPK di dalam tanah umumnya kurang efektif untuk menunjang

pertumbuhan tanaman, hal ini karena pupuk majemuk NPK sering mengalami

proses pencucian, penguapan, dan tererosi sehingga membuat ketersediaan unsur

hara semakin berkurang, oleh karena itu perlu mengkombinasikan pupuk hayati

dengan kandungan mikroorganisme yang mampu menyediakan kembali unsur

hara N, P, dan K.

B. Tujuan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman

Hortikultura II

2. Untuk mengetahui cara budidaya tanaman bawang merah


4

I. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman bawang merah diduga berasl dari Asia Tengah, terutama

Palestina dan India, tetapi sebagian lagi memperkirakan asalnya dari Asia

Tenggara dan Mediteranian. Pendapat lain menyatakan bawang merah berasal dari

Iran dan pegunungan sebelah Utara Pakistan, namun ada juga yang menyebutkan

bahwa tanaman ini berasal dari Asia Barat, yang kemudian berkembang ke Mesir

dan Turki (Wibowo, 2005).

Menurut Suriani (2011), klasifikasi bawang merah adalah sebagai berikut,

Kingdom: Plantae; Divisi: Spermatophyta; Kelas: Monocotyledoneae; Ordo:

Liliales; Famili: Liliaceae; Genus: Allium, Spesies: Allium ascalonicum L.

Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang

tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm dan membentuk rumpun.

Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah

bawang merah tidak tahan kering (Rahayu dan Berlian, 1999). Bentuk daun

tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50 –70

cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau

tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek

(Rukmana, 1995).

Tanaman bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan

fase generatif. Tanaman bawang merah mulai memasuki fase vegetatif setelah

berumur 11 – 35 hari setelah tanam (HST), dan fase generatif terjadi pada saat

tanaman berumur 36 hari setelah tanam (HST). Pada fase generatif, ada yang

disebut fase pembentukan umbi (36 – 50 hst) dan fase pematangan umbi (51 – 56

hst).
5

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang

bertangkai dengan 50 – 200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai

mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang

berkubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang mencapai 30 –

50 cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2 – 0,6 cm (Wibowo,

2007).

Tajuk dan umbi bawang merah serupa dengan bawang bombay, tetapi

ukurannya kecil. Perbedaan yang lainnya adalah umbinya yang berbentuk seperti

buah jambu air, berkulit coklat kemerahan, berkembang secara berkelompok di

pangkal tanaman. kelompok ini dapat terdiri dari beberapa hingga 15 umbi

(Yamaguchi dan Rubatzky, 1998).

Secara morfologi, bagian tanaman bawang merah dibedakan atas akar,

batang, daun, bunga, buah dan biji. Akar tanaman bawang merah terdiri atas akar

pokok (primary root) yang berfungsi sebagai tempat tumbuh akar adventif

(adventitious root) dan bulu akar yang berfungsi untuk menopang berdirinya

tanaman serta menyerap air dan zat-zat hara dari dalam tanah. Akar dapat tumbuh

hingga kedalaman 30 cm, berwarna putih, dan jika diremas berbau menyengat

seperti bau bawang merah (Pitojo, 2003).

Batang tanaman bawang merah merupakan bagian kecil dari keseluruhan

kuncup-kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat tumbuh akar. Bagian

atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis (bulbus) yang berasal

dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian tangkai daun

menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.


6

Apabila dalam pertumbuhan tanaman tumbuh tunas atau anakan, maka akan

terbentuk beberapa umbi yang berhimpitan yang dikenal dengan istilah “siung”.

Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berwarna hijau muda

hingga hijau tua, berbentuk silinder seperti pipa memanjang dan berongga, serta

ujung meruncing, berukuran panjang lebih dari 45 cm. Pada daun yang baru

bertunas biasanya belum terlihat adanya rongga. Rongga ini terlihat jelas saat

daun tumbuh menjadi besar. Daun pada bawang merah ini berfungsi sebagai

tempat fotosintesis dan respirasi. Sehingga secara langsung, kesehatan daun

sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman. Setelah tua daun menguning,

tidak lagi setegak daun yang masih muda, dan akhirnya mengering dimulai dari

bagian bawah tanaman. Daun relatif lunak, jika diremas akan berbau spesifik

seperti bau bawang merah. Setelah kering di penjemuran, daun tanaman bawang

merah melekat relatif kuat dengan umbi, sehingga memudahkan dalam

pengangkutan dan penyimpanan (Sunarjono, 2003).

Bunga bawang merah terdiri atas tangkai bunga dan tandan bunga.

Tangkai bunga berbebentuk ramping, bulat, dan memiliki panjang lebih dari 50

cm. Pangkal tangkai bunga di bagian bawah agak menggelembung dan tangkai

bagian atas berbentuk lebih kecil. Pada bagian ujung tangkai terdapat bagian yang

berbentuk kepala dan berujung agak runcing, yaitu tandan bunga yang masih

terbungkus seludang. Setelah seludang terbuka, secara bertahap tandan akan

tampak dan muncul kuncup-kuncup bunga dengan ukuran tangkai kurang dari 2

cm (Sumadi, 2003).

Seludang tetap melekat erat pada pangkal tandan dan mengering seperti

kertas, tidak luruh hingga bunga-bunga mekar. Jumlah bunga dapat lebih dari 100

kuntum. Kuncup bunga mekar secara tidak bersamaan. Dari mekar pertama kali
7

hingga bunga dalam satu tandan mekar seluruhnya memerlukan waktu sekitar

seminggu. Bunga yang telah mekar penuh berbentuk seperti payung (Pitojo,

2003).

Bunga bawang merah merupakan bunga sempurna, memiliki benangsari

dan putik. Tiap kuntum bunga terdiri atas enam daun bunga yang berwarna putih,

enam benang sari yang berwarna hijau kekuning-kuningan, dan sebuah putik,

kadang-kadang di antara kuntum bunga bawang merah ditemukan bunga yang

memiliki putik sangat kecil dan pendek atau rudimenter, yang diduga sebagai

bunga steril. Meskipun jumlah kuntum bunga banyak, namun bunga yang berhasil

mengadakan persarian relatif sedikit (Wibowo, 2005).

Bakal biji bawang merah tampak seperti kubah, terdiri atas tiga ruangan yang

masing-masing memiliki bakal biji. Bunga yang berhasil mengadakan persarian

akan tumbuh membentuk buah, sedangkan bunga-bunga yang lain akan

mengering dan mati. Buah bawang merah berbentuk bulat, didalamnya terdapat

biji yang berbentuk agak pipih dan berukuran kecil. Pada waktu masih muda, biji

berwarna putih bening dan setelah tua berwarna hitam (Pitojo, 2003).

Bawang merah cocok di daerah yang beriklim kering dan mendapat sinar

matahari lebih dari 12 jam. Bawang merah dapat tumbuh baik di dataran rendah

maupun dataran tinggi dengan curah hujan 300 – 2.500 mm/thn dan suhunya 25o–

32o C. Jenis tanah yang dianjurkan untuk budidaya bawang merah adalah regosol,

grumosol, latosol, dan aluvial, dengan pH 5,5 – 7.

Tanaman bawang merah lebih optimum tumbuh di daerah beriklim kering.

Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang

tinggi serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang

maksimal. Penanaman bawang merah sebaiknya ditanaman pada suhu agak panas
8

dan pada suhu yang rendah memang kurang baik. Pada suhu 22o C memang

masih mudah untuk membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di

dataran rendah yang bersuhu panas. Di bawah 22o C bawang merah sulit untuk

berumbi atau bahkan tidak dapat membentuk umbi, sebaiknya ditanam di dataran

rendah yang bersuhu antara 25 – 32 o C dengan iklim kering, dan yang paling

baik jika suhu rata-rata tahunnya adalah 30o C (Wibowo, 2007).

Tanaman bawang merah cocok ditanam pada tanah gembur subur dengan

drainase baik. Tanah berpasir memperbaiki perkembangan umbinya. pH tanah

yang sesuai sekitar netral, yaitu 5,5 hingga 6,5 (Ashari, 1995). Jenis tanah yang

paling baik untuk ditanami adalah tanah lempung yang berpasir atau berdebu

karena sifat tanah yang demikian ini mempunyai aerasi yang bagus dan

drainasenya pun baik. Tanah yang demikian ini mempunyai perbandinganyang

seimbang antara fraksi liat, pasir, dan debu (Wibowo, 2007).

Tanah yang asam atau basa bahkan tidak baik untuk pertumbuhan bawang

merah, jika tanahnya terlalu asam dengan pH di bawah 5,5 alumiunium yang

terlarut dalam tanah akan bersifat racun sehingga tumbuhnya tanaman akan

menjadi kerdil. Tanah dengan pH di atas 7 atau di atas 6,5, garam mangan tidak

dapat diserap oleh tanaman, akibatnya umbinya menjadi kecil dan hasilnya

rendah, apabila tanahnya berupa tanah gambut yang pH-nya di bawah 4, perlu

pengapurandahulu untuk pembudidayaan tanaman bawang merah. Tanah yang

paling baik untuk lahan bawang merah adalah tanah yang mempunyai keasaman

sedikit agak asam sampai normal, yaitu pH-nya antara 6,0-6,8. Keasaman dengan

pH antara 5,5 – 7.0 masih termasuk kisaran keasaman yang dapat digunakan

untuk lahan bawang merah, tetapi yang paling baik adalah antara 6,0 – 6,8

(Wibowo, 2007)
9

Tata cara atau langkah-langkah di dalam budidaya bawang merah

sebaiknya mengikuti anjuran yang telah disusun sesuai rekomendasi teknologi

maupun SPO (Standar Prosedur Operasional) bawang merah, yaitu: (1) Pemilihan

lokasi. Persyaratan kesesuaian agroekologi untuk usahatani bawang merah

terutama ditentukan oleh kelembaban, tekstur, struktur dan kesuburan tanah.

Secara umum tanaman bawang merah memerlukan bulan kering sebanyak 4-5

bulan dengan curah hujan 1000-1500 mm/th, drainase dan kesuburan baik, tekstur

lempung berpasir dan struktur tanah remah. Dalam hal ini, setiap varietas bawang

merah mempunyai daya adaptasi yang lebih khusus pada agroekologi tertentu ,

seperti halnya varietas Super Philip dan Bauji (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

Persiapan benih. Menurut Kesuma (2016), benih merupakan salah satu

kunci utama dalam keberhasilan suatu usahatani. Adapun persyaratan benih

bawang merah yang baik antara lain adalah : (a) Umur simpan benih cukup, yaitu

sekitar 3-4 bulan, umur simpan yang lebih muda benih masih tetap tumbuh namun

pada pertumbuhan berikutnya akan lebih rendah hasilnya dibandingkan benih

yang telah siap tanam (telah cukup umur simpannya). (b) Umur panen calon umbi

benih di lapang tepat, untuk varietas bauji maupun super philip, sebaiknya 75-80

hari. (c) Ukuran benih sedang , sekitar 5-6 gram, khusus untuk batu ijo berkisar

12- 18 gram. Penggunaan benih yang berukuran terlalu besar akan meningkatkan

biaya karena kebutuhan semakin banyak. (d) Kebutuhan benih setiap hektar

berkisar 800 – 1000 kg , tergantung ukuran umbinya. (e) Umbi benih berwarna

cerah, dengan kulit mengkilat. (f) Umbi benih bernas , sehat, padat , tidak keropos

dan tidak lunak. Bila ada umbi benih yang tidak mempunyai sifat demikian

sebaiknya tidak digunakan. (g) Umbi benih tidak terserang hama dan penyakit. (h)

Sebelum ditanam, umbi benih dibersihkan dulu dari kulit-kulit yang kering dan
10

bila pertunasan belum kelihatan diujung umbi, maka sebaiknya ujung umbi

dipotong 1/3 untuk mempercepat munculnya tunas.

Pengolahan tanah. Menurut Widjajanto dan Sumarsono (1998), bawang

merah membutuhkan kondisi tanah yang lebih gembur dibanding tanaman

sayuran lainnya. Oleh karena itu, pengolahan tanah pada bawang merah dilakukan

sampai beberapa kali hingga tanah benar-benar menjadi gembur. Bila tanah yang

digunakan merupakan tanah bekas ditanami tanaman jagung maupun tebunya,

maka sisa tanaman tersebut harus dibersihkan hingga akarakarnya supaya tidak

mengganggu pertumbuhan bawang merah. Tanah diolah dengan cara dibajak lebih

dari 4 kali hingga tanah menjadi gembur dan tanah dikeringkan lebih dari

seminggu, tanah dihaluskan kembali dan setelah remah/gembur dapat dibuat

bedengan (untuk tanah debu berpasir) dengan ukuran : lebar bedengan 180 – 200

cm, dan panjang menyesuaikan kondisi lahan. Jarak antar bedengan adalah 50-60

cm dan 19 kedalaman 30 cm, got keliling dengan lebar 60 cm dan kedalaman

50cm.

Pada budidaya bawang merah sangat diperlukan pembentukan bedengan,

karena bedengan berfungsi agar tanaman bawang merah tidak selalu tergenang air,

dan air yang disiramkan segera habis terserap. Setelah bedengan terbentuk, maka

ditaburi pupuk organik (pupuk kotoran ternak/kompos). Dosis untuk kotoran

ayam sebanyak 5 ton/ha, sedangkan untuk kotoran sapi maupun kambing sekitar

10-15 ton/ha. Dosis tersebut bisa menjadi lebih banyak maupun lebih sedikit

tergantung dari kesuburan tanah. Pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha atau kompos

5 ton/ha yang diberikan bersamaan dengan pembuatan bedengan merupakan

perlakuan pemberian pupuk dasar. Selain itu diberikan juga pupuk SP36 dengan

dosis 200 kg/ha sebagai pupuk dasar, yang ditaburkan merata pada seluruh
11

permukaan bedengan. Setelah tanah dipupuk, maka tanah diairi agar pupuk dapat

meresap ke dalam tanah (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).

Penanaman. Menurut Kesuma (2016), saat tanam yang tepat untuk bawang

merah adalah pada akhir musim hujan bulan Maret-April dan musim kemarau

Mei-Juni, tetapi di daerah pusat produksi dapat dijumpai penanaman

bawangmerah, tetapi tanpa mengenal musim. Untuk penanaman di luar musim

(offseason) perlu memperhatikan pengendalian hama dan penyakit dengan

lebihcermat. Penanaman dilakukan setelah tanah dan benih dipersiapkan,

dimanasebelum dilakukan penanaman, tanah harus diari agar saat penanaman

kondisi tanah gembur. Benih sebelum ditanam sebaiknya dibersihkan dan

diseleksi terlebih dulu agar pertumbuhan tanaman menjadi baik. Bila tidak

diseleksi, ditakutkan tercampur benih dengan yang jelek, misalnya terserang

penyakit Fusarium, sehingga mengakibatkan pertanaman hancur karena Fusarium

tersebut.

Widjajanto dan Sumarsono (1998) menyebutkan bahwa untuk

mempercepat proses penanaman, maka sebaiknya bedengan yang akan ditanami

sudah digariti sesuai dengan jarak tanam yang digunakan, sehingga penanaman

lebih mudah dilaksanakan. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 20 cm x 15 cm,

namun bila umbi benih besar maka, dapat menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm.

Penanaman dilakukan dengan cara menanam 2/3 bagian umbi ke dalam tanah,

sedangkan 1/3 bagiannya muncul di atas tanah

Pemupukan. Dosis pupuk sebenarnya bukan merupakan patokan yang

harus ditepati, karena memupuk suatu tanaman akan berbeda pada setiap kondisi

kesuburan tanah yang berbeda. Namun dosis pupuk yang dapat dianjurkan pada

jenis tanah aluvial adalah pupuk dasar menggunakan 10 ton/ha pupuk kandang
12

yang diberikan 7 hari sebelum tanam, dan SP 36 200 kg/ha. Pemupukan

berikutnya menggunakan pupuk Urea 200 kg/ha, ZA 450 kg/ha dan KCl 200

kg/ha yang diberikan setengah-setengah pada saat tanaman berumur 15 hari dan

30 hari setelah tanam. Cara pemupukan adalah dengan memberikan pupuk pada

larikan di sekitar tanaman, kemudian ditutup dengan tanah (Widjajanto dan

Sumarsono, 1998).

Pengairan. Kesuma (2016) menyebutkan bahwa pada musim kemarau,

pengairan dapat diberikan setiap hari sejak tanaman ditanam hingga tanaman

berumur 7 hari setelah tumbuh dan dikurangi setelah umbi terbentuk hingga

menjelang panen dihentikan. Namun walaupun musim kemarau, bila kondisi

tanah setelah diairi dan selang dua hari tanah masih basah, maka tanaman tidak

perlu diairi. Oleh karena itu, dituntut kepekaan petani dalam mengamati

kebutuhan air bagi tanamannya. Cara pengairan dapat dilakukan dengan

penggenangan/leb maupun dengan cara disiram/disirat. Kedua cara tersebut

sebenarnya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk cara leb, sebaiknya

dilakukan pada kondisi tanah yang poros, sehingga air yang tergenang cepat habis

(tuntas), walaupun cara ini membutuhkan waktu yang lebih pendek dibandingkan

dengan cara disiram. Cara siram membutuhkan tenaga lebihbanyak dan waktu

lebih lama. Namun di daerah tertentu kedua cara tersebut juga dilakukan

bersamaan.

Pemeliharaan. Menurut Widjajanto dan Sumarsono (1998), pemeliharaan

tanaman pada bawang merah meliputi pendangiran (pembumbunan) maupun

penyiangan gulma. Pendangiran (pembumbunan) bertujuan agar struktur tanah

tetap terjaga sehingga pertumbuhan tanaman optimal. Pendangiran tanah di sekitar

tanaman bertujuan untuk memperbaiki (meninggikan) guludan dan sekaligus


13

membersihkan lahan dari akar gulma yang masih tertinggal pada saat penyiangan,

dan dilakukan pada pemupukan susulan 2 dan 3. Pembersihan gulma dilakukan

dengan cara menyiang dengan intensif sesuai dengan kondisi gulma yang ada

dengan cara mencabut gulma sampai terangkat akar-akarnya, serta menggunakan

herbisida pra tumbuh dengan dosis sesuai anjuran. Cara membersihkan dan

mencabut gulma harus hati-hati supaya tidak mengganggu tanaman bawang

merah, apalagi bila sudah berumbi. Pembersihan biasanya menggunakan alat,

seperti sosrok bambu kecil, sehingga gulma dapat terangkat sampai ke akarnya.

Bila tanaman sudah membentuk umbi yang agak besar maka sebaiknya

pengendalian gulma dihentikan (Widjajanto dan Sumarsono, 1998).


14

II. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan waktu

Penelitian ini telah dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Islam Riau, jalan Kaharrudin Nasution Km. 11 Kelurahan Air Dingin,

Kecamatan Bukit Raya Pekanbaru. Pada tanggal 15 Oktober 2019.

B. Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah bibit

bawang merah, pupuk kandang, NPK Mutiara 16:16:16, Furadan 3G, Dithane M-

45, seng plat, kayu, paku.

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, parang,

meteran, gembor, kamera, martil, gergaji, dan alat-alat tulis.

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan lahan penelitian

Lahan praktikum dibesihkan dari gulma dan sampah-sampah yang terdapat

disekitar lokasi penelitian dengan menggunakan cangkul. Kemudian dilakukan

pengukuran dimana luas lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 x 1

2. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan membalik tanah menggunakan

cangkul, kemudian dibuat plot, dengan ukuran 1 m x 1 m.

3. Pemasangan Label

Label yang sudah disiapkan dipasang sesuai dengan perlakuan masing-

masing pada setiap lokal yang telah disiapkan. Pemasangan label dilakukan satu

minggu sebelum pemberian perlakukan.


15

4. Pemberian Perlakuan

a. Pupuk Kandang

Pemberian dilakukan satu kali yaitu seminggu sebelum tanam sesuai dosis

masing-masing perlakuan sebanyak 2,5 kg per plot yang telah disesuaikan

dengan anjuran asisten dosen. Pemberian dilakukan dengan cara disebar

diatas plot dan diaduk hingga tercampur merata dengan tanah.

b. Pemberian Pupuk NPK Mutiara 16: 16: 16

NPK yang digunakan dalam penelitian ini yaitu NPK Mutiara 16:16:16.

NPK diberikan 3 kali pemberian, dengan cara tugal dengan jarak 5 cm dari

lubang tanam dan kemudian ditutup dengan tanah.

5. Penanaman

Bibit yang telah disiapkan kemudian diiris seperempat

bagiankemudian ditanam dengan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi

lahan.Bibit ditanam sebanyak 12 bibit per plot.

6. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari, jika turun

hujan penyiraman tidak dilakukan. Setelah tanaman berumur 4 minggu

penyiraman hanya cukup dilakukan 1 kali dalam sehari.

b. Penyiangan

Penyiangan dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu

dan penyiangan selanjutnya dilakukan dengan interval 2 minggu sekali

sampai dilakukan pemanenan. Penyiangan dilakukan dengan mencabut

gulma yang tumbuh disekitar plot dan disela-sela tanaman menggunakan


16

tangan. Sedangkan untuk gulma yang tumbuh disekitar lahan penelitian

menggunakan cangkul.

c. Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan setelah dilakukannya penyiangan yang bertujuan

agar menutup umbi yang keluar dipermukaan tanah sehingga tanaman bawang

merah kokoh dan umbinya menjadi besar.

7. Panen

Kriteria panen tanaman bawang merah yaitu dengan melihat umur panennya

dan melihat kondisi fisiologis waktu panen


17

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jumlah Umbi

Jumlah sampel Jumlah umbi

S1 4

S2 5

S3 4

S4 4

Tabel 1 : Jumlah umbi per sampel

Kesimpulan : Dapat disimpulkan dari tabel diatas bahwa pertumbuhan

peningkatan jumlah umbi tidak berpengaruh nyata terhadap pemberian perlakuan

pupuk NPK 16:16:16 dikarenakan kurangnya serapan tanaman dalam unsur hara

N. Peningkatan pertumbuhan dan produksi bawang merah akibat penambahan N

yang berasal dari NPK mutiara 16:16:16, ini berkaitan erat dengan peran N dalam

meningkatkan laju pertumbuhan tanaman. Engelstad (1997) mengatakan bahwa

aplikasi N yang optimal dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman,

meningkatkan sintesis protein, pembentu-kan klorofil yang menyebabkan warna

daun men-jadi lebih hijau, dan meningkatkan rasio akar.Jum-lahanakan sangat

mempengaruhi jumlah umbi pada tanaman. Semakin banyak jumlah anakan, maka

semakin banyak pula jumlah umbi yang di-hasilkan. Ketersediaan nutrisi pada

tanaman dapat mempengaruhi jumlah anakan pada tanaman.


18

B. Tinggi Tanaman

Jumlah Sampel Tinggi Tanaman (cm)

S1 30

S2 25

S3 25

S4 20

Tabel 2 : Tinggi tanaman bawang merah

Kesimpulan : waktu pemberian pupuk berhubungan erat dengan faktor

lingkungan, karena apabila saat hujan pupuk akan tercuci sehingga penyerapan

unsur hara tidak optimal. Dalam pengaplikasian pupuk harus dilakukan juga

dengan cara yang tepat agar pupuk yang diberikan tidak terbuang sia-sia. Oleh

karena itu waktu pengaplikasian merupakaan salah satu komponen penting dalam

pemupukan. Hal ini sesuai dengan isi literatur dari Soetedjo dan Kartasapoetra

(1988) menyebutkan bahwa waktu aplikasi juga menentukan pertumbuhan

tanaman. Berbedanya waktu aplikasi akan memberikan hasil yang tidak sesuai

dengan pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk dengan interval waktu yang

terlalu sering dapat menyebabkan konsumsi mewah, sehingga menyebabkan

pemborosan pupuk. Sebaliknya, bila interval pemupukan terlalu jarang dapat

menyebabkan kebutuhan hara tanaman kurang terpenuhi.

C .Umur penanaman umbi

Bibit bawang merah yang baik, adalah bibit yang telah di simpan selama

2-3 bulan, dan berasal dari tanaman yang dipanen pada usia 70 – 90 hari.

Karena pada umur tersebut umbi yang dijadikan sebagai bibit telah memiliki

titik-titik tumbuh akar. Umbi bakal bibit tersebut juga harus berasal dari
19

tanaman yang sehat dengan ciri-ciri: terlihat cerah, segar, tidak kisut, dan

tidak terdapat warna hitam yang menjadi tanda adanya serangan penyakit

yang di sebabkan jamur.

Jangan menggunakan umbi yang terlalu kecil untuk bibit, karena bibit

berukuran kecil akan membuat pertumbuhan tanaman kurang baik serta hasil

yang sedikit. Umbi tersebut juga harus berukuran seragam, tidak terdapat

luka,atau tidak sobek pada kulitnya.

Sebelum dilakukan penanaman, bagian ujung umbi terlebih dahulu

dipotong

sekitar 1/3 – ¼ bagian dari panjang umbi. Sedang kulit luar bibit yang

mengering dan sisa-sisa akar dibuang.

Tujuannya agar pertumbuhan umbi merata, merangsang tumbuhnya tunas dan

pertumbuhan tanaman itu sendiri, serta merangsang pertumbuhan umbi

samping, dan mendorong terbentuknya anakan.

D. Umur Pemanenan umbi

Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada

umur 70-80 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda

60% leher batang lunak, tanaman rebah dan daun menguning. Pemanenan

sebaiknya dilaksanakan pada saat tanah kering dan cuaca cerah untuk

menghindari adanya serangan penyakit busuk umbi pada saat umbi disimpan.

Tapi kita melakukan pemanenan tidak sampai 70-80 hari, karena kondisi

lahan tidak memungkinkan lagi, maka nya kita langsung melakukan

pemanenan, walaupun pemanenan di lakukan agak cepat tapi hasil yang kami
20

dapat kan sudah memuaskan selaku kami baru pertama kali melakukan

penanaman tanaman bawang merah. Hasil panen basah dalam 4 bedeng

dengan ukuran bedeng 150cm x 150cm sebanyak 4kg bawang merah.

Walaupun hasil nya jauh dari pada kesempurnaan tapi kami sangat puas

dengan hasil yang kami dapat kan, karena kami pun masih dalam proses

belajar tentang tehnik membudidayakan tanaman bawang merah.


21

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Bawang merah dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu bahan tanam

berupa biji botani dan umbi bibit. Pada skala penelitian, perbanyakan bawang

merah dengan biji mempunyai prospek cerah karena memiliki beberapa

keuntungan (kelebihan) antara lain : keperluan benih relatif sedikit ±3 kg/ha,

mudah didistribusikan dan biaya transportasi relatif rendah, daya hasil tinggi

serta sedikit mengandung wabah penyakit. Hanya saja perbanyakan dengan

biji memerlukan penanganan dalam hal pembibitan di persemaian selama ± 1

bulan setelah itu bisa dibudidayakan dengan cara biasa.

Bawang merah adalah tanaman semusim dan memiliki umbi yang berlapis.

Tanaman mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga.

Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang

berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi berlapis. Umbi

bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan

bersatu. Umbi bawang merah bukan merupakan umbi sejati seperti kentang

atau talas.

B. Saran

Diperlukan pengetahuan yang luas untuk mengetahui cara

membudidaya tanaman bawang merah yang baik dan benar, dan juga agar

para petani bawang merah dapat mengahasilkan bawang merah yang benar-

benar mempunyai khasiat untuk kita semua.


22

DAFTAR PUSTAKA

Adijaya I Nyoman. 2008. Respon Bawang Merah terhadap Pemupukan Organik di


Lahan Kering. Karya Ilmiah. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Bali.Denpasar. Jurnal Widya riset.
http://widyariset.pusbindiklat.lipi.go.id/index.php/widyariset/
article/viewFile/220/212.

Badan Litbang Pertanian. 2013b. http://balitsa.


litbang.deptan.go.id/ind/index.php/beritaterbaru/170-
panen.html, tgl akses 23 Oktober 2013.

Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara. 2014. Data Luas Lahan
Pertaniandan Potensi Lahan Hortikultura di SulawesiUtara.

Engelstad. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. UGM Press.Yogyakarta.


Hlm. 293-322

Foth, D. Hendry. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi ke-enam. Diterjemahkan


oleh Soenartono Adisoemarto. Erlangga. Jakarta.

Leopold, A.C. and P.E. Kriedeman. 1975. Plant Growth and Development,
Second Edition, Tata Mac Graw Hill, Publishing Company
Ltd. New Delhi. Journal of ExperimentalBotany 26(95): 939-
942.

Lingga, P. dan Marsono. 2007. Petunjuk PenggunaanPupuk. Penebar


Swadaya.Jakarta.

Muku, O. 2002. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan dan Macam Pupuk Organik
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah
(Allium ascalonicum L) di Lahan Kering. Tesis. Program
Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar Bali.

Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik; Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.


CetakanPertama. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ni Kadek Shinta Dharmayanti, A. A. NyomanSupadma dan I Dewa Made


Arthagama.2013. Pengaruh Pemberian BiourinedanDosis
Pupuk Anorganik (N,P,K) TerhadapBeberapa Sifat Kimia
Tanah Pegok danHasil Tanaman Bayam (Amaranthus
sp.)Ejurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN:2301-6515 Vol.
2, No. 3, Juli 2013.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.


23

ustaka Indonesia. 2011. http://hasil-indonesia. blogspot.com/2011/01/membuat-


pupukdari urine-sapi.html, diakses tanggal 23Juni 2015.

Singh, S. P and A.B. Verma. 2001. Response of onion (Allium cepa) to Potassium
Application. Indian Journal of Agronomy. 46(1): 182-185.

Sutari, N. W. S. 2010. Pengujian Kualitas Biourine Hasil Fermentasi dengan


Mikroba yang Berasal dari Bahan Tanaman Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi Hijau (Brassica
juncea L.). Tesis. Program Studi Bioteknologi Pertanian,
Program Pascasarjana, Fakultas Pertanian, Universitas
Udayana, Denpasar.
Trisusiyo Wati, Y. Euis Elih Nurlaelih dan Mudji Santosa. 2014. Pengaruh
Aplikasi Urine pada Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah
(Allium ascalonicum L.). JurnalProduksi Tanaman Volume
2, Nomor 8, Desember 2014, hlm. 613 – 619.

Waluyo Nurmalita dan Rismawita Sinaga. 2015. Bawang Merah yang di Rilis
oleh BalaiPenelitian Sayuran. Iptek Tanaman Sayuran No.
004, Januari 2015. Tanggal diunggah 21 Januari 2015.

Watimena, G.A. 1987. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU Bioteknologi IPB
Bogor

Wibowo, S. 1990. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay.
PenebarSwadaya. Jakarta.

Hidayati, Lusi. 2013. Pelajaran Bahasa Indonesia Jilid 3B Kelas IX (Semester

Genap). Pati: Fire Publisher

http://akardanumbi.blogspot.com/2013/06/belajar-budidaya-bawang-merah.html

Anda mungkin juga menyukai