Anda di halaman 1dari 15

[Type here]

Gagal Jantung Akut Dekompensata disebabkan Pneumonia

Fatin Batrisyia Binti Saiful Azizan Azli

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Jl. Arjuna Utara No.6, RT.5/RW.2, Duri Kepa, Kb. Jeruk, Kota Jakarta Barat,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11510

Email: fatin.2016fk256@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Kejadian gagal jantung akan
semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup
penderita dengan penurunan fungsi jantung. Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena
beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda-tanda klinis pada tahap
awal penyakit.
Kata kunci: infark miokard, gagal jantung

Abstract
Heart failure is the final stage of all heart disease and is the cause of increased morbidity
and mortality of heart patients. The incidence of heart failure will increase in the future
because of the increasing life expectancy and the development of therapeutic treatment of
myocardial infarction resulted in improved survival with decreased heart function. Heart
failure is recognized clinically difficult, because of the diversity and non-specific clinical
circumstances and only a few signs - Clinical signs in the early stages of the disease.
Keywords: myocardial infarction, heart failure

1
[Type here]

Pendahuluan
Jantung adalah organ yang penting dalam kehidupan. Fungsi dari jantung adalah sebagai
pompa yang memberi tekanan pada darah untuk menghasilkan gradien tekanan yang
dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke jaringan. Pada suatu kondisi dengan sebab tertentu,
terdapat ketidakmampuan curah jantung mengimbangi kebutuhan tubuh akan pasokan dan
pembuangan zat sisa, salah satu atau kedua ventrikel dapat secara progresif melemah dan gagal.
Kondisi tersebut dikenal dengan istilah gagal jantung.
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Gagal jantung susah dikenali
secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda
– tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk
mengenali gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memperbaiki gejala
klinis, kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan
meningkatkan kelangsungan hidup.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang
profesional dan optimal.

Identitas : seorang perempuan 62 tahun.


Keluhan utama : sesak nafas yang memberat sejak 8 jam yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
- Sesak nafas sejak 8 jam yang lalu yang makin memberat dan tidak membaik dengan
istirahat
- Keluhan disertai batuk, berdahak kehijauan sejak 2 hari yang lalu disertai demam tinggi
Riwayat penyakit dahulu :
- Memiliki pembesaran jantung namun tidak control rutin
- Membeli ubat-ubatan sendiri di apotik
- 1 tahun yang lalu berobat di spesialis penyakit dalam dengan keluhan sesak saat
aktivitas ringan dan mereda saat istirahat, serta saat tidur terlentang
Riwayat pribadi : Tiada.
Riwayat keluarga : Tiada.
Riwayat sosial : Tiada

2
[Type here]

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga kesadaran
pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang
terdiri dari tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan, suhu. Suhu tubuh yang normal
adalah 36-37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka
normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a.
radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan
normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.1
Pada pemeriksaan dada dan jantung, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan urutan:
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskulitasi. Inspeksi, secara umum hal-hal yang berkaitan
dengan akibat penyakit jantung diamati, misalnya tampak lelah, kelelahan karena cardiac
output rendah, sesak yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis
sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran pirau kanan ke kiri.
Begitu juga dengan ada tidaknya edem. Khusus inspeksi organ jantung adalah dengan melihat
pulsasi di area apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta. Perlu juga melihat bentuk dada dan
pergerakan napas.1
Pada palpasi, dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa
sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah:
 Pulsasi
 Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa.
 Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita.
 Lift yaitu dorongan terhadap tangan pemeriksa
 Ictus cordis yaitu pulsasi apeks, biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri.
Dalam melakukan perkusi, telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di dinding
dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari lain agak
diangkat. Tujuannya agar tidak meredam suara ketukan. Hal yang dilakukan dalam perkusi
adalah mencari batas jantung kanan, kiri, atas, bawah, dan pinggang jantung. Batas kanan
jantung dicari dari batas paru-hati, lalu naik 2 jari dan diperkusi ke arah medial. Batas kiri
jantung ditentukan dari garis aksilaris anterior kiri, perkusi ke arah medial pada sela iga tiga
hingga enam, yang mana yang paling lateral. Batas atas jantung ditentukan pada garis sternal
kiri. Pinggang jantung ditentuan pada garis parasternal kiri.1,2

3
[Type here]

Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung bila
ada kelainan. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung (BJ) I dan II. Di area apeks dan
tirkuspidalis BJ I lebih keras daripada BJ II, sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan aorta,
BJ I lebih lemah daripada BJ II.1,2
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum pasien tampak sakit berat,
kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital pasien meliputi tekanan darah 90/60 mmHg,
frekuensi nadi 120x/menit, suhu afebris, frekuensi nafas 32x/menit. Pada pemeriksaan head to
toe, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, JVP 5+2cmH2O. Pada ekstremitas, akral
hangat, tidak ada sianosis, tidak edema. Saat diauskultasi didapatkan hasil, suara nafas
vesikuler, ronkhi basah kasar diseluruh lapangan paru, bunyi jantung I, II murni reguler,
murmur (-), gallop (+) S3.

Pemeriksaan Penunjang
 Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiogram adalah representasi dari suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktifitas listrik
otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan
memasang electroda pada badan. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter ahli untuk
menentukan kodisi jantung dari pasien. Sinyal EKG direkam menggunakan perangkat
elektrokardiograf. Tindakan pemeriksaan elektrokardiogram disebut elektrokardiografi.3
Pemeriksaan EKG 12-sadapan sangat dianjurkan dilakukan secara rutin untuk menilai irama
jantung dan menentukan adanya hipertrofi Left Ventricle (LV), atau riwayat miokard infark
(MI) dengan ada tidaknya gelombang Q patologis. EKG yang normal hampir dapat
menyingkirkan disfungsi sistolik LV.4
 Foto thorax/ Chest X-ray
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax,
tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung
dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis
oleh foto thorax.3
 Echocardiografi
Echocardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolic), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi mitral
seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi annulus mitral.2,3

4
[Type here]

Hasil interpretasi dari EKG didapatkan Left Ventricle Hipertrofi (LVH) karena saat
ditambahkan S V2 dengan R V5 atau V6, jumlah lebih dari 35 kotak kecil. Untuk foto rontgen,
terlihat lobus infiltrate pada middle lobe paru kanan, Cardio Thoracic Ratio (CTR) lebih dari
50%. Hasil laboratorium adalah Hb 16g/dL, Ht 48%, leukosit 16,000/uL, trombosit 350,000/L.

Diagnosis Kerja

Sebagian besar pasien yang datang dengan AHF adalah dalam konteks kardiomiopati yang
sudah ada sebelumnya, situasi yang digambarkan sebagai gagal jantung akut dekompensata
atau acute decompensated heart failure (ADHF). Ada sejumlah perbedaan utama antara
kelompok pasien ini dan mereka yang hadir dengan AHF de novo yang memiliki implikasi
untuk bagaimana kompromi hemodinamik dinilai dan bagaimana kondisi tersebut dikelola.5

Berbeda dengan de novo AHF, pasien dengan ADHF cenderung hadir dengan tanda-tanda dan
gejala kongesti dan retensi cairan (penambahan berat badan, dispnea, ortopnoea, edema
dependen) daripada dengan edema paru atau syok kardiogenik yang menjadi ciri disfungsi
sistolik LV akut. Ini adalah hasil dari mekanisme kompensasi neuro-humoral yang kronis,
sering tidak diatur, yang bertindak untuk mempertahankan status hemodinamik meskipun
fungsi LV memburuk. Dekompensasi terjadi ketika ujung keseimbangan terhadap kelebihan
cairan karena mekanisme kompensasi terbukti tidak memadai atau bahkan gagal secara
bersamaan.5

Manakala, gagal jantung kronik atau congestive heart failure (CHF) adalah suatu sindrom
klinis akibat kelainan struktur atau fungsi jantung yang ditandai dengan gejala sesak napas atau
lelah bila beraktivitas, atau bisa juga pada kondisi berat dapat muncul saat istirahat. Selain itu
boleh terjadi tanda retensi cairan seperti bengkak pergelangan kaki. Berdasarkan presentasinya
gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut, kronis (menahun) dan acute on chronic heart
failure.5

Gagal jantung kronis adalah sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan structural atau
fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung atau mengganggu pengisian
jantunng. Terminologi lain gagal jantung dapat berdasarkan nilai fraksi ejeksi. Pada gagal
jantung kronis, derajat penyakit secara klinis fungsional dapat dikategorikan berdasarkan
kriteria New York Heart Association (NYHA) Functional Classification.5

5
[Type here]

NYHA I Tidak ada gejala atau keterbatasan dalam aktivitas fisik sehari hari biasa
misalnya berjalan, naik tangga dan sebagainya

NYHA II Gejala ringan (sesak napas ringan dan/atau angina) serta terdapat
keterbatasan ringan dalam aktivitas fisik sehari-hari biasa.

NYHA III Terdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari akibat gejala gagal
jantung pada tingkatan yang lebih ringan misalnya berjalan 20-100m.
Pasien hanya merasa nyaman saat beristirahat.

NYHA IV Terdapat keterbatasan fisik yang berat, misalnya gejala muncul saat
istirahat.

Tabel 1. Klasifikasi derajat gagal jantung berdasarkan NYHA.5

Diagnosis gagal jantung boleh ditegakkan berdasarkan kriteria klinis menggunakan kriteria
klasik Framingham: bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.

 Kriteria Mayor: Paroxysmal nocturnal dyspnea, distensi vena leher, peningkatan vena
jugularis, ronki, kardiomegali, edema paru akut, gallop bunyi jantung ke III, refluks
hepatojugular positif.
 Kriteria Minor: Edema ekstremitas, batuk malam, sesak pada aktivitas, hepatomegaly,
efusi pleura, kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal, takikardiaa (>120kali/menit)

Diagnosis Banding

1. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)


Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan perlukaan inflamasi paru
yang bersifat akut dan difus, yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular
paru, peningkatan tahanan paru, dan hilangnya jaringan paru yang berisi udara, dengan
hipoksemia dan berkurangnya compliance paru. Faktor risiko terjadi ARDS dibagi
menjadi faktor risiko langsung seperti pneumonia, trauma inhalasi, kontusio paru dan
faktor tidak langsung seperti sepsis non-pulmonal, pankreatitis, dan juga luka bakar
berat. Manifestasi ARDS bervariasi tergantung pada penyakit predisposisi, derajat
injuri paru, dan ada tidaknya disfungi organ lain selain paru. Gejala yang dikeluhkan
berupa sesak napas, membutuhkan usaha lebih untuk menarik napas, dan hipoksemia.
Infiltrat bilateral pada foto polos toraks menggambarkan edema pulmonal. ARDS

6
[Type here]

terjadi dalam hitungan jam-hari setelah onset kondisi predisposisi. Batasan waktu
ARDS ini adalah satu minggu dari munculnya onset baru atau dari memburuknya suatu
gejala pernafasan.6

2. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
mengelompokan penyakit dengan gejala gangguan pernapasan yang diakibatkan
hambatan arus udara pernapasan. PPOK mengandung dua jenis penyakit yaitu
bronchitis kronik dan emfisema. PPOK dikaitakan dengan penyebab infeksi (bakteri
atau virus), bronkospasme, polusi udara, atau obat golongan sedatif. Pasien yang
mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas
yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi
sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatique,
dan gangguan susah tidur. Sedangkan komplikasi PPOK meliputi kor pulmonale, gagal
nafas yang berat dan kematian.5

Epidemiologi

Gagal jantung merupakan masalah yang membebani seluruh dunia, dengan lebih 20 juta
penderita. Prevalensi HF meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan terjadi pada 6-10%
populasi dengan usia di atas 65 tahun. Meskipun insidensi HF pada perempuan relatif lebih
rendah daripada laki-laki, prevalensi HF pada perempuan setidaknya mencapai 50% kasus HF
karena harapan hidupnya yang lebih panjang.4

Etiologi

Di negara-negara industri, penyakit arteri coroner (CAD) telah menjadi penyebab yang
dominan pada laki-laki dan perempuan, dan menyebabkan hampir 60-75% kasus HF.
Hipertensi juga berperan dalam terjadinya HF pada 75% pasien termasuk sebagian besar pasien
dengan CAD. CAD dan hipertensi berinteraksi untuk meningkatkan resiko HF begitu juga
diabetes mellitus. Namun ada juga dasar etiologinya tidak diketahui. Pasien-pasien ini
dikatakan mengalami kardimiopati noniskemik, dilatatif atau idiopatik. Riwayat infeksi virus
atau pajanan toksin seperti alcohol, atau kemoterapi juga dapat menyebabkan kardiomiopati
dilatatif.4

7
[Type here]

Manifestasi Klinis

Gejala utama HF yang sering dikeluhkan pasien adalah kelelahan dan sesak napas. Meskipun
kelelahan biasanya disebabkan curah jantung yang rendah pada HF, kelainan otot rangka dan
komorbiditas nonkardiak lain seperti anemia mungkin juga berperan dalam menimbulkan
gejala ini. Pada tahap awal HF, dispneu hanya muncul saat beraktivitas, namun apabila
bertambah berat penyakit, dispneu bukan saja terjadi pada saat melakukan aktivitas ringan
tetapi saat beristirahat juga muncul gejala tersebut. Dispneu pada HF adalah multifactorial
namun mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi cairan
interstitial dan intraalveolus, yang mengaktifkan reseptor J jukstakapiler, dan kemudian
meningkatkan pernapasan yang cepat dan dangkal. Dispneu juga meliputi penurunan
compliance paru, peningkatan resistensi jalan nafas, kelelahan diafragma, serta anemia.4

Pada tahapan yang lebih lanjut, terjadi gejala ortopneu yaitu sesak yang terjadi pada posisi
berbaring disebabkan oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanknik dan ekstremitas bawah
ke sirkulasi sentral selama berbaring yang menyebab peningkatan tekanan kapiler pulmonal.
Ortopneu ini biasanya hilang jika duduk tegak atau tidur dengan bantal tambahan.4

Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) merujuk pada episode akut batuk dan sesak napas berat
yang biasanya terjadi pada malam hari sampai membangunkan pasien dari tidurnya. Gejala ini
kemungkinan disebabkan oleh peningkatan tekanan arteri bronkial yang menyebabkan
kompresi jalan napas. Untuk pasien dengan gejala ini batuk dan mengi persisten bahkan setelah
mengambil posisi tegak.4

Pernapasan Cheyne-Stoke, atau disebut pernapasan periodik terjadi pada hamper 40% pasien
dengan HF tahap lanjut dan biasanya berhubungan dengan curah jantung yang rendah.
Pernapasan ini terjadi disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pusat pernapasan terhadap
pCO2 arteri. Terjadi fase apneu ketika pO2 arteri turun dan pCO2 arteri meningkat. Perubahan-
perubahan kandungan gas darah arteri ini merangsang pusat pernapasan yang sebelumnya telah
tertekan, sehingga menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia yang diikuti dengan rekurensi
apneu.4

Patofisiologis

Sindrom gagal jantung muncul sebagai konsekuensi dari suatu kelainan pada struktur jantung,
fungsi, ritme, atau konduksi. HF terjadi bukan sahaja karena jantung tidak mampu memastikan
pengiriman oksigen yang cukup namun itu juga merupakan respon sistemik mencoba untuk

8
[Type here]

berkompensasi supaya cardiac output masih dalam batas normal dari faktor heart rate atau
stroke volume. Volume stroke ditentukan lebih lanjut oleh preload (volume yang masuk ke
ventrikel kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari ventrikel kiri).7

Preload sering dinyatakan sebagai tekanan / volume akhir-diastolik dari ventrikel kiri dan
secara klinis dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Namun, preload tidak hanya
bergantung pada volume intravaskuler; tetapi juga dipengaruhi oleh pembatasan untuk
pengisian ventrikel. Karena jantung berada di rongga toraks, meningkatnya tekanan pleura
seperti yang terlihat dengan hiperinflasi dinamis pada penyakit paru obstruktif kronik atau
asma dapat mengurangi tekanan atrium kanan dengan demikian mengurangi pengisian
ventrikel.7

Suatu konsep yang sering kurang dipahami adalah diastolik. Fungsi diastolik ditentukan oleh
dua faktor: elastisitas atau distensibilitas ventrikel kiri, yang merupakan fenomena pasif, dan
proses relaksasi miokard, yang merupakan proses aktif yang membutuhkan energi metabolik.
Relaksasi miokardium terjadi pada diastole awal, dan "untwisting" dari kiri ventrikel adalah
proses aktif yang menghasilkan efek yang menambah pengisian ventrikel kiri. Hilangnya
distensibilitas yang normal atau relaksasi oleh struktural baik perubahan seperti hipertrofi
ventrikel kiri atau perubahan fungsional misalnya, iskemia mengganggu pengisian ventrikel
(preload). Intoleransi terhadap aktifitas fisik terjadi karena disfungsi diastolik sebagian besar
hasil dari penurunan pengisian ventrikel, yang meningkatkan tekanan atrium kiri dan vena
pulmonal tekanan dan menyebabkan kongesti paru. Selain itu, output jantung yang tidak
memadai selama beraktifitas menyebabkan perfusi otot skeletal, terutama otot-otot kaki dan
otot-otot aksesori respirasi.7

Seterusnya adalah kontraktilitas jantung, yang merupakan pemompaan otot jantung saat sistol
dan umumnya dinyatakan sebagai fraksi ejeksi. Jantung akan merespons preload yang sama
dengan volume stroke yang berbeda, tergantung pada karakteristik bawaan dari jantung.
Jantung dengan fungsi sistolik normal akan mempertahankan fraksi ejeksi yang berlebihan 50–
55%. Infark miokard sebelumnya dapat menyebabkan miokard yang tidak berfungsi yang akan
merusak kontraktilitas.7

Penentu akhir dari volume stroke adalah afterload yaitu beban bahwa pompa harus bekerja
berlawan, yang biasanya diperkirakan secara klinis oleh tekanan arteri. Output jantung normal
relatif tidak peka terhadap afterload hingga 140 mm Hg. Namun, afterload mewakili bukan
hanya resistensi vaskular tetapi juga tegangan dinding dan tekanan intratoraks yang

9
[Type here]

miokardium harus bekerja melawan bersama-sama, dan pada pasien HF ketiga-tiga ini
terganggu.7

Jika curah jantung menurun, baik denyut jantung atau volume stroke harus berubah secara
berurutan untuk mempertahankan perfusi. Jika volume stroke tidak dapat dipertahankan, maka
denyut jantung harus meningkat untuk menjaga cardiac output. Namun, patofisiologi di balik
HF bukan saja kelainan struktural; itu juga termasuk respon kardiovaskular terhadap perfusi
yang buruk dengan aktivasi sistem neurohumoral. Aktivasi dari sistem renin-angiotensin
berupaya meningkatkan preload dengan cara merangsang retensi garam dan air, meningkatkan
vasokonstriksi dan menambah kontraktilitas jantung. Awalnya, respons ini akan cukup, tetapi
apabila aktivasi berkepanjangan miokardium akan mengalami stress dan terjadi remodelling
serta dilasi sebagai respons terhadap kejadian ini. Proses ini juga memiliki efek merugikan
pada fungsi paru-paru, ginjal, otot, pembuluh darah, dan mungkin organ lain. Remodelling
akan menyebabkan terjadi dekompensasi tambahan pada jantung, termasuk regurgitasi mitral
dari peregangan anulus valvular dan aritmia jantung.7

Pasien dengan HF juga boleh menyebabkan terjadinya edema paru. Awalnya, saat tekanan
meningkat, kapiler paru-paru akan direkrut dan meningkatkan kapasitansi untuk menangani
volume yang ditambahkan. Namun saat tekanan terus meningkat, volume dialihkan dari alveoli
ke interstitium. Jadi dengan aksi gradien tekanan, cairan akan terbentuk di septa interlobular
dan sekitar perihilar.7

Hubungan pneumonia dengan gagal jantung akut dekompensata

Pneumonia adalah penyakit yang sangat pro-inflamasi, sehingga peradangan yang persisten
atau tidak terkontrol tersebut dapat meningkatkan kerusakan jaringan dan inotropisme jantung
berkurang saat terpapar dengan konsentrasi tinggi dari sitokin. Selain itu, endotoksin yang
bersirkulasi dan beberapa bakteri patogen memiliki kapasitas untuk mengaktifkan trombosit,
menghasilkan keadaan prokoagulan yang dapat memfasilitasi Acute Coronary Syndrome
(ACS). Akhirnya, peningkatan regulasi sistem saraf simpatis, respon normal selama infeksi,
mengarah ke peningkatan denyut jantung dan resistensi vaskular yang menurunkan curah
jantung dan perfusi koroner pada jantung. 8

10
[Type here]

Penatalaksanaan

Gambar 1. Klasifikasi gagal jantung akut untuk penatalaksanaan.

Pemilihan terapi akut didasarkan pada dua hal berikut yaitu volume overload (“wet” atau
“dry”), yang menunjukkan peningkatan pengisian ventrikel kiri, serta tanda-tanda penurunan
curah jantung (“cold” atau “warm”).5

Profil A: Hemodinamik normal. Gejala kardiopulmonal dapat muncul akibat kelainan


parenkim paru atau iskemia miokard yang berupa transien.5

Profil B dan C: Edema paru akut. Profil B membutuhkan diuretic dan/atau vasodilator,
sedangkan Profil C membutuhkan dan/atau vasodilator ditambah inotropic.5

Profil L: Kondisi deplesi cairan berat, atau fungsi jantung yang sangat terbatas tanpa adanya
tanda overload cairan, misalnya dilatasi ventrikel kiri dengan regurgitasi katup mitral. Profil L
membutuhkan terapi ekspansi cairan.5

Untuk terapi jangka panjang setelah didiagnosis dengan penyakit gagal jantung, haruslah
menilai pasien ada retensi cairan atau tidak. Jika ada retensi cairan, maka lanjutkan dengan
ubat diuretik. Contoh ubat diuretic adalah furosemid, torsemid, dan bumetanid yang bekerja
pada lengkung Henle (loop diuretic) dengan menghambat reabsorpsi Na+, K+ dan Cl- secara
reversible di lengkung Henle. Apabila tidak ada respons terhadap terapi diuretic mungkin
disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien, efek langsung penggunaan diuretic jangka panjang
pada ginjal, atau progresif HF itu sendiri. Penambahan thiazide atau metolazon sekali atau dua
kali sehari, di samping pemberian loop diuretic dapat dipertimbangkan pada pasien dengan

11
[Type here]

retensi cairan yang persisten. Namun efek samping diuretic menimbulkan deplesi elektrolit
(hypokalemia dan hyperkalemia) dan volume serta perburukan azotemia.4

Seterusnya adalah obat golongan Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor. ACE
inhibitor akan mengganggu system renin-angiotensin dengan menghambat enzim yang
berperan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Namun, karena ACE inhibitor juga
menghambat kinase II, obat-obat ini dapat menyebabkan upregulation bradikinin, yang dapat
meningkatkan efek menguntungkan dari supresi angiotensin lebih jauh lagi. Contoh ubat ACE
inhibitor adalah kaptopril, enalapril, lisinopril, ramipiril dan trandolapril.4

Untuk obat golongan β-blocker, harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Indikasi pemberian β-blocker apabila fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 %, ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan,
pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik
i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat). Contoh ubat dari golongan ini adalah bisoprolol,
carvedilol, metoprolol. Kontraindikasi pemberian β-blocker adalah pada pasien dengan riwayat
asma, dan blok AV.4

Angiotensin Receptor Blocker (ARB) direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACE
inhibitor dan β-blocker dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi
dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada
pasien intoleran ACE Inhibitor. ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal,
hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert ACE inhibitor, tetapi ARB tidak
menyebabkan batuk. Contoh ARB adalah candesartan, dan valsartan. 4

Digoksin adalah glikosida jantung dengan karakteristik inotropik positif. Digoksin merupakan
salah satu agen inotropik positif yang meningkatkan hemodinamik dan tidak memiliki efek
yang memburuk pada tekanan darah atau detak jantung. Digoksin memainkan peran dalam
menekan aktivasi neurohormonal yang sangat membantu pada pasien gagal jantung sistolik
kronis dan dapat digunakan untuk terapi jangka panjang. Digoksin digunakan secara luas
selama bertahun-tahun sampai uji coba menunjukkan bahwa digoxin tidak memiliki manfaat
mengurangkan kematian pada populasi ini, tetapi cuma membantu mengurangi frekuensi rawat
inap dengan eksaserbasi gejala gagal jantung.7

12
[Type here]

Pemberian inotropic (IV) harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipotensi (tekanan darah
sistolik < 85 mmHg) dan atau hipoperfusi untuk meningkatkan curah jantung, tekanan darah
dan memperbaiki perfusi perifer. EKG harus dimonitor secara kontinyu karena inotropic dapat
menyebabkan aritmia dan iskmia miokardial. Alat bantu sirkulasi mekanik untuk sementara
perlu dipertimbangkan (sebagai ‘jembatan’ untuk pemulihan) pada pasien yang tetap dalam
keadaan hipoperfusi walaupun sudah mendapat terapi inotropic dengan penyebab yang
reversible (mis. Miokarditis virus) atau berpotensial untuk menjalani tindakan intervensi (mis.
Ruptur septum intraventrikular)9

1. Non Medika Mentosa


- Anjuran umum :
 Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
 Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
- Tindakan Umum :
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan
1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang
lainnya.
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit
atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.10,11
Prognosis

Meskipun akhir-akhir ini banyak kemajuan dalam hal evaluasi dan penangan HF, terjadinya
HF simtomatis masih membawa prognosis yang buruk. Studi berbasis komunitas menunjukkan
bahawa 30-40% pasien meninggal dalam waktu 1 tahun setelah didiagnosis dan 60-70%
meninggal dalam waktu 5 tahun.4

13
[Type here]

Kesimpulan

Gagal jantung dibagi kepada dua yaitu gagal jantung akut dan gagal jantung kronik. Gagal
jantung akut biasa timbulnya sesak nafas secara cepat kurang dari 24 jam. Apabila seseorang
pernah didiagnosa dengan gagal ginjal kronik, ada kememungkinkan dia akan terkena
eksersebasi akut akibat kegagalan dekompensasi oleh jantung akibat faktor-faktor lain seperti
pneumonia. Pneumonia adalah satu penyakit infeksi di paru-paru akibat kantong-kantong udara
dipenuhi cairan dan selama infeksi, akan mengarah ke peningkatan heart rate dan resistensi
vaskular yang menurunkan curah jantung dan perfusi koroner pada jantung. Gagal jantung akut
sangat mengancam nyawa jika tidak diterapi dengan tepat.

14
[Type here]

Daftar Pustaka

1. Aaronson PI, Ward JPT. At a glance sistem kardiovaskular: anamnesis dan


pemeriksaan fisik kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC, 2011. h. 24.
2. Halim-Mubin A. Panduan praktis ilmu penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta:
EGC; 2010. h. 201, 203.
3. Gray HH, Dawkins KD. Lecture notes on cardiology. 4th Ed. Jakarta: Erlangga. 2005.
p. 80-9.
4. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, editors. Harrison’s
principles of internal medicine. 16th Ed. New York: McGraw Hills; 2007. p.1367-8.
5. Chris T, Frans L, Sonia H, Eka AP. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Edisi Keempat.
Jakarta: Media Aesculapius; 2014. h. 644-6, 742-5, 824-7.
6. Eloise MH. Acute respiratory distress syndrome. Diunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/165139-overview pada 22 September 2018.
7. Michael SF, Jay IP. Congestive heart failure: diagnosis, pathophysiology, therapy and
implications for respiratory care. Diunduh dari http://www.arirassociazione.org/wp-
content/uploads/2014/06/Congestive-Heart-Failure-Diagnosis-Pathophysiology.pdf
pada 23 September 2018.
8. Marcos IR. Pneumonia as a cardiovascular disease. Diunduh dari
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/resp.13233 pada 23 September 2018.
9. Sohaib T, Wilbert SA. Use of inotropic agents in treatment of systolic heart failure.
Diunduh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4691094/ pada 24
September 2018.
10. Panggabean M. Gagal Jantung. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hlm. 1503-14
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. Pedoman tatalaksana gagal jantung.
Indonesia Heart Association 2015. Avaiable from URL:
www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2015.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai