Anda di halaman 1dari 38

PERBEDAAN CARA PENGERINGAN TERHADAP

KADAR FLAVONOID EKSTRAK METANOL

BUNGA TELANG (Clitoria ternatea L.)

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Menyusun Karya Tulis Ilmiah

Program Studi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten

Disusun oleh :

Nofia Putri Lestari

NIM : 1704024

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

TAHUN 2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PERBEDAAN CARA PENGERINGAN TERHADAP

KADAR FLAVONOID EKSTRAK METANOL

BUNGA TELANG (Clitoria ternatea L.)

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh :

Nofia Putri Lestari

NIM: 1604021

Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui Untuk Mengikuti

Seminar Karya Tulis Ilmiah Program Studi DIII Farmasi

STIKES Muhammadiyah Klaten

Oleh :

Pembimbing Utama Tanggal

Anita Agustina S, M.Sc, Apt ( )


NPP. 129. 169
Pembimbing Pendamping Tanggal

Drs. Choiril Hana Mustofa, M.Pd ( )


NPP. 129.111

ii
KATA PENGANTAR

iii
DAFTAR ISI

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bunga telang (Clitoria ternatea), sering disebut sebagai butterfly

pea merupakan bunga yang khas dengan kelopak tunggal berwarna ungu.

Tanaman telang dikenali sebagai tumbuhan merambat yang sering

ditemukan di pekarangan atau tepi persawahan/perkebunan. Dilihat dari

bijinya yang serupa dengan kacang hijau, tumbuhan ini termasuk suku

polong-polongan. Selain Bungan ungu, bunga telang juga dapat ditemui

dengan warna pink, biru muda dan putih (Kazuma dkk, 2003). Di Indonesia

bunga telang dapat ditemui tumbuh subur diseluruh daerah air, bunganya

yang warnanya ungu akan mekar disepanjang tahun, dan juga dapat

digunakan sebagai obat tetes mata tradisional untuk pengobatan radang

mata yang disebabkan oleh bakteri. Hampir semua dari bagian tumbuhan

bunga telang dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit, seperti daunnya

mengandung kaempferol-3-glukosida, triterpenoid dapat digunakan untuk

mengobati bisul, borok, batuk, koreng, akarnya mengandung zat beracun

yang bersifat pencahar, diuretik, perangsang muntah dam pembersih darah,

sedangkan bijinya bermanfaat untuk obat cacing, dan pencahar ringan,

begitu pula dengan bunganya mengandung flavonoid dan polifenol dapat

digunakan untuk mengobati radang selaput lendir, mata dan bronchitis

(Kusuma dkk, 1993).

1
2

Penelitian sebelumnya, diketahui bahwa telah dilakukan isolasi dan

identifikasi senyawa flavonoid bunga telang yang memiliki aktivitas

sebagai antioksidan, antibakteri, anti-kanker, antihistamin,

immunomodulator, dan potensi berperan dalam syaraf pusat, Cental

Norvoulus System (CNS). Dengan demikian dapat ditentukan kadar

flavonoid yang terkandung dalam bunga telang (kazuma dkk, 2003).

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenolik alam yang tersebar dan

terdapat dalam semua tumbuhan, sehingga dapat dipastikan terdapat

flavonoid pada setiap ekstrak tumbuhan.

Kandungan kimia yang terdapat pada bunga telang adalah

triglikosida, flavonoid, polifenol dan delfinidin 3,3,5 trihidroksi gukosida

(Kusuma dkk, 1993). Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa

metabolit sekunder yang banyak di temukan di jaringan tanaman

(Rajalakshimi dan Narasimhan. 1985). Selain mengandung delfinifin bunga

telang juga mengandung flavonoid berupa kaemferol dan quercetin.

Flavonoid mengandung senyawa ikatan karbon dalam inti dasarnya,

yang digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 artinya kerangka

karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene tersubstitusi) yang

disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon (Markham, 1988).

Kandungan fenolik dan flavonoid dalam suatu simplisia yang

memiliki aktivitas antioksidan kestabilannya dapat dipengaruhi oleh proses

pengeringan (Hernani, 2009). Antioksidan merupakan senyawa yang


3

mampu menunda atau mengahambat proses oksidasi suatu radikal bebas

(Pischoci et al., 2011).

Pengeringan merupakan usaha untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama,

karena dapat mengurangi reaksi enzematik akan dicegah penurunan mutu

atau perusakan simplisia (BPOM, 2005). Menurut Mahapatra et al., (2009),

Pemilihan metode pengeringan merupakan proses yang sangat berperan

dalam pengolahan simplisia yang berdampak pada kualitas kandungan

bahan aktif yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena respon yang berbeda

setiap tanaman misalnya tanaman yang peka terhadap paparan sinar

matahari langsung atau pengeringan pada suhu yang sangat tinggi (Maoni,

2006).

Pengeringan dengan sinar matahri langsung merupakan metode

pengeringan yang paling ekonomis dan sedeharna, namun memiliki

kekurangan, yaitu dapat menyebabkan daun kehilangan warna, rasa dan

kandungan (nutrisi) ketika terpapar sinar ultraviolet secara langsung karena

control suhu selama paparan cahaya matahari sulit dilakukan (Amedorme et

al., 2013). Pengeringan dengan kain hitam memiliki kadar flavonoid yang

paling tinggi karena simplisia tidak rusak dan memiliki sirkulasi udara yang

bagus sehingga mengiptimalkan proses pengeringan. Telah diteliti bahwa

penurunan kadar flavonoid karena pengaruh validasi temperature pada saat

pengeringan dan juga karena adanya proses memasak (Green, 2004).

Pengeringan dengan oven, metode ini lebih baik daripada pengeringan


4

dengan cahaya matahari di tempat terbuka karena suhunya dapat lebih

terjaga dan optimum, lebih higenis karena simplisia dikeringkan dalam

ruangan tertutup, dan waktu pengeringan relatif lebih cepat (tidak

tergantung sinar matahari) (Sembiring, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Risa Supriningrum, dkk (2018)

menyatakan, bahwa kadar flavonoid simplisia daun pacar kuku yang

dikeringkan dengan oven pada suhu 60°C memiliki nilai yang lebih tinggi

dari pada yang dikeringkan secara angina-angin. Menurut Arif Dwiutomo

(2009) menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan sinar

matahari ditutup dengan kain hitam memiliki kadar flavonoid yang lehih

tinggi dari pada dengan pengeringan oven.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melanjutkan

penelitian tentang penetapan kadar flavonoid bunga telang (Clitoria

ternatea L.) bedasarkan perbedaan cara pengeringan simplisia. Pengeringan

dilakukan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari ditutup dengan kain

hitam dan dengan pengeringan oven.

B. Rumusan Masalah

1. Berapa kadar flavonoid bunga telang (Clitoria ternatea L.) dengan

pengeringan sinar matahari ditutup kain hitam dan pengeringan oven ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui berapa kadar flavonoid pada ekstrak bunga telang

(Clitoria ternatea L.) pada pengeringan sinar matahri ditutup kain hitam

dan pengeringan dengan oven.


5

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

dibidang obat, terutama obat tradisional dari bahan alam yang belum

banyak diketahui banyak orang sehingga diaplikasikan untuk

pengobatan tradisional.

2. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang flavonoid pada

ekstrak bunga telang dan memberikan informasi ilmiah mengenai

pengeringan dengan menggunakan sinar matahari dan oven terhadap

komponen ekstrak bunga telang yang dapat digunakan untuk menunjang

parameter spesifik dan non spesifik bahan obat tradisional.

3. Bagi Farmasis

Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang obat

tradisional dan farmakonogsi yang sudah diperoeh dari instansi

pendidikan yang dapat diaplikasikan sebagai bahan referensi penelitian

selanjutnya untuk membuat sediaan farmasi dari ekstrak bunga telang.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan judul Perbedaan Cara Pengeringan Ekstrak Bunga

Telang belum pernah dilakukan. Adapun penelitian sejenis antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arif Dwiutomo dkk tahun 2009 Fakultas

Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto “Pengaruh Beberapa

Metode Pengeringan Terhadap Kadar Flavonoid Total Herba Sambiloto


6

(Andrographis paniculata). Hasil dari penelitian ini diperoleh kadar

flavonoid total mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu

metode pengeringan dengan sinar matahari langsung 24%, metode

pengeringan dengan oven 29%, metode pengeringan kain hitam 33%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Risa Supriningrum tahun 2018 Akademi

Farmasi Samarinda, “Penetapan Kadar Flavonoid Ekstrak Etanol Daun

Pacar Kuku (Lawsonia inermis L.) Berdasarkan Perbedaan Cara

Pengeringan”. Hasil dari penelitian ini kadar flavonoid ekstrak etanol

daun pacar kuku pada pengeringan simplisia dengan oven suhu

60°sebesar 7,37% dan secara angin-angin sebesar 6,15%.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Djamilah Afriana dan Damarani

Dipahayu tahun 2018 “Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kadar

Flavonoid Total Ekstrak Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas (L.)

Lamk) Varietas Atin 3. Hasil kadar flavonoid dari metode freeze-drying

(IBA3-FD) sebesar 3,193%±0,438%, sedangkan metode oven-drying

(IBA3-OD) sebesar 1,478%±0,078%.

4. Penelitian yang dilakukan Eka Fitri Susiani dkk, tahun 2017 Program

Studi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

“Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Kadar Flavonoid Total Ekstrak

Etanol Daun Kumis Kucing (Orthosipun aristatus (BL) Miq). Hasil

suhu pengeringan daun kumis kucing dapat mempengaruhi kadar

flavonoid total, suhu pengeringan 30°C merupakan suhu pengeringan

yang optimal untuk mendapatkan ekstrak etanol daun kumis kucing


7

dengan kadar flavonoid total paling banyak 37,25±1,23 µg QE/mg

ekstrak.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Gandis Rohmanti tahun 2019 Program

Studi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten “Penetapan Kadar

Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Bunga Telang (Clitoria

ternatea L.). Hasil kadar flavonoid ekstrak methanol bunga telang

4,65%.

Perbedaan secara umum dari peneliti ini dengan sebelumnya adalah

sampel dan metode pengeringan yang digunakan. Sampel peneliti

sebelumnya menggunakan daun pacar kuku menggunakan pengeringan

oven dan angina-angin, sedangkan pada peneliti ini menggunakan bunga

telang dengan menggunakan metode pengeringan oven dan sinar

matahari dengan kain hitam .


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Masalah Yang diTeliti

1. Tanaman Bunga Telang (Clitoria ternatea L.)

a. Klasifikasi Tanaman bunga telang (Clitoria ternatea L.). Tanaman

bunga telang (Clitoria ternatea L.) dapat diklasifikasikan sebagai

berikut (Cronquist, 1981) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Division : Magnoliphyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Subkelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Familia : Fabaceae (suku polong-polongan)

Genus : Clitoria

Spesies : (Clitoria ternatea)

b. Nama Lain

Nama Indonesia : Kembang Telang

Inggris : Butterfly Pea

Pilipina : Pungkingan

8
9

c. Morfologi Tanaman

Tanaman Clitoria ternatea L. yang mempunyai nama umum

bunga telang merupakan tanaman berbentuk perdu tahunan yang

memiliki perakaran yang dalam dan berkayu, batang agak menanjak

atau tegak dan memanjat dengan tinggi antara 20 - 90 cm, berbulu

halus, berdaun tiga sampai lima, anak daun berbentuk lonjong,

permukaan atas tidak berbulu dan permukaan bawah dengan bulu

yang tersebar, pembungaan tandan di ketiak dengan 1 - 2 bunga,

panjang tangkai daun hingga 4 cm, kelopak daun berwarna ungu

hingga hamper putih, buah polong berbentuk memintal lonjong ,

tidak berbulu, berbiji 3 - 7, katup cembung, biji bundar hingga bulat

telur, berwarna kecoklatan (Utami, 2008).

Bunga telang termasuk tumbuhan monokotil dan

mempunyai bunga yang berwarna biru, putih dan coklat. Bunga

kembang telang merupakan bunga berkelamin dua

(Hermaphroditus) karena memiliki benang sari (alat kelamin jantan)

dan putik (alat kelamin betina) sehingga sering disebut dengan

bunga sempurna atau bunga lengkap. Daun kembang telang

termasuk daun tidak lengkap karena tidak memiliki upih daun,

hanya memiliki tangkai daun (Petiolus) dan helai daun (Lamina).

Akar pada tumbuhan kembang telang termasuk akar tunggang dan

warnanya putih kotor. Bagian-bagian dari akar kembang telang yaitu

leher akar (Colum radisi), batang akar atau akar utama (Corpus
10

radisi), ujung akar (Apeks radisi), serabut akar (Fibrila radicalis).

Biji kembang telang berbentuk seperti ginjal, pada saat masih muda

berwarna hijau, setelah tua bijinya berwarna hitam. Biji Clitoria

ternatea L. tidak dapat dipergunakan sebagai pakan ternak karena

mengandung anti nutrisi berupa tanin dan tripsin inhibitor yang

menyebabkan ternak mencret (Macedo dan Xavier-Filho, 1992).

d. Habitat

Pada kondisi yang optimal produksi hijauan Clitoria

ternatea L. dilaporkan oleh Gomez dan Kalmani (2003) mencapai

30 ton sedangkan oleh Nulik (2009) mencapai 35 ton bahan kering

per ha/tahun. Tanaman Clitoria ternatea L. berasal dari Amerika

Selatan bagian tengah yang menyebar ke daerah tropik sejak abad

19, terutama ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman ini

tumbuh subur di bawah sinar matahari penuh, tetapi dapat tumbuh

di bawah naungan seperti di perkebunan karet dan kelapa. Potensi

Clitoria ternatea L. sebagai pakan yang baik karena memiliki nilai

nutrisi yang tinggi dan juga sangat disukai ternak (Suwarna, 2005).

e. Khasiat dan Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang terdapat pada bunga telang adalah

trglikosida, flavonoid, polifenol dan delfinidin 3,3’5’ trihidroksi

gukosida (Kusuma dkk, 1993). Glikosida adalah kombinasi antara

suatu gula dan alkohol yang saling berkaitan melalui ikatan

glikosida. Sebagian besar senyawa flavonoida akan ditemukan


11

dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoida terikat pada suatu

gula. Pada hidrolisis oleh asam, glikosida terurai kembali atas

komponennya sehingga menghasilkan gula dan alkohol. Flavonoida

berupa mono, di dan triglosida dimana satu, dua atau tiga gugus

hidroksil dalam molekul flavonoida terikat oleh gula (Lenny, 2006).

Penelitian tentang isolasi zat warna biru untuk pangan dari bunga

telang yang dilakukan, dimana Hutajulu dkk, (2006) menjelaskan

bahwa, zat warna biru yang terkandung pada bunga telang

menyerupai pigmen delfidin dalam kelompok zat warna antosianin.

Antosianin termasuk flavonoid adalah pigmen tanaman yang

bersifat polar dan terdapat pada sel getah tanaman dalam bentuk

glikosida dan berfungsi membentuk warna merah, biru dan violet

pada buah dan sayuran.

2. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam

jumlah yang kecil dari bahan yang menggunakan energy panas

(Rachmawan, 2001). Pada pembuatan simplisia akan melewati tahapan

pengeringan, yang bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak

mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Dengan

mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan

mencegah penurunan mutu atau rusaknya simplisia. Air yang masih

tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media

pertumbuhan kapad dan jasa renik lainnya. Pengeringan alamiah


12

meliputi pengeringan dengan sinar matahari langsung dan sinar

matahari tidak langsung, yaitu dengan menutup kain hitam diatas bahan

yang akan dikeringkan. Sedangkan pengeringan buatan dapat berupa

pengeringan dengan oven atau lemari pengering (Anonim, 1985).

3. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat

banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim.

Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat

pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae

(Robinson dan Trevor, 1995).

Flavonoid mengandung senyawa ikatan karbon dalam inti dasarnya,

yang digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6artinya kerangka

karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene tersubstitusi) yang

disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Perbedaan dalam

golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen

tambahan dan gugus hidroksil yang terbesar menurut pola yang

berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan

terbesar flavonoid mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai

tiga (Markham, 1988).

Mekanisme kerja flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan

cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang

mengganggu keutuhan organik sel bakteri (Robinson dan Trevor, 1991).


13

a. Penggolongan flavonoid

Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan

mula-mula didasarkan pada sifat kelarutan dan reaksi warna.

Penggolongan flavonoid antara lain: antosianin, proantosianida,

flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron,

flavonon dan isoflavonon (Harborne, 1987).

b. Penyebaran flavonoid

Flavonoid tersebar luas dalam dunia tumbuhan dan

tumbuhan tingkat tinggi, terdapat pada semua bagian tumbuhan,

seperti akar, batang atau dahan, daun, bunga, biji, buah, kayu

serta kulit kayu. Meskipun demikian dalam jaringan tertentu

kandungan flavonoid lebih banyak dibandingkan pada jaringan

lain. Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan

ialah adanya kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara

taksonomi berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya

serupa (Markham, 1988).

c. Struktur Kimia Flavonoid

Flavonoid mempunyai kerangka dasar yang terdiri dari 15

atom C, 2 cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan

(C3) yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga,

sehingga membentuk suatu konfigurasi C6-C3-C6, susunan dari

senyawa tersebut dapat menghasilkan 3 jenis struktur, yaitu: 1,3-

diarilpropan (flavonoid), 1,2-diarilpropan (isoflavonoid), 1,1-


14

diarilpropan (neoflavonoid). Senyawa flavonoid mempunyai

kerangka 2-fenil kroman. Posisi orto dari cincin A dan atom

karbon yang terikat dari cincin B dari 1,3-diarilpropan

dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk suatu

cincin heterosiklik yang baru (cincin c).

Gambar 2.1 Kerangka golongan flavonoid (Robinson dan Trevor, 1995)

d. Manfaat Flavonoid

Flavonoid mempunyai manfaat sebagai antioksidan yang

mampu menghambat penuaan dini yang diakibatkan oleh radikal

bebas yang dihasilkan oleh polusi. Flavonoid dapat menghindari

penyakit mematikan diantaranya penyakit jantung dan kanker.

Flavonoid juga dapat mencegah penyakit aterosklorosis, yaitu

penyakit yang menyerang dinding arteri dimana adanya lemak

yang berlebihan. Manfaat flavonoid lainnya antara lain sebagai

penolak alergi, mengusir virus dalam tubuh, menghindari

thrombus, sebagai anti diare dan sebagai kekebalan tubuh

(Anonim, 2015).
15

e. Ekstraksi Senyawa Flavonoid

Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu

mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam

sehingga dapat larut dalam basa. Karena mempunyai sejumlah

gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid

merupakan senyawa polar dan seperti kata pepatah lama suatu

golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya

flavonoid larut cukupan dalam pelarut polar seperti etanol

(C2H5O4), methanol (CH3OH), butanol (C4H9OH), aseton

(CH3COCH3), dimetilsulfoksida (C2H6OS), dimetilformamida

(C3H7NO), air (H2O) dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang

kurang polar seperti isoflavon, flavonon dan flavon serta

flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam

pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988).

4. Simplisia

Simplisia adalah bahan yang telah dikeringkan yang digunakan

untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali

dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60⁰ C

(Anonim, 2009).

Menurut Anonim (2009), simplisia terbagi menjadi 3 golongan,

yaitu :

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman dan eksudat tanaman.


16

b. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa

zat kimia murni.

c. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican

(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana

dan belum berupa zat kimia murni.

5. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cairan dibuat dengan

menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok di luar

pengaruh cahaya matahari langsung (Anonim, 2009).

Ekstrak ada tiga macam yaitu ekstrak kering (siccum), kental

(spissum), dan cairan (liquidum), yang dibuat dengan menyari simplisa

nabati dan hewani menurut cara yang sesuai di luar pengaruh cahaya

matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.

(Syamsuni, 2007).

6. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karena

adnaya perbedaan dosis antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang

diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut
17

berulang sehingga terjadi keseimbangan dosis antara larutan diluar sel

dan didalam sel (Syamsuni, 2007).

Maserasi merupakan jenis ekstraksi yang digunakan untuk

merendam simplisia. Maserasi dipilih karena untuk mempermudah,

simplisia yang sudah kering ini dilembabkan terlebih dahulu atau

dimaserasi dalam batas waktu tertentu. Pelarut yang digunakan adalah

metanol, metanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, tidak

sebanyak air dalam melarutkan berbagai jenis zat. Selain itu metanol

juga bersifat polar atau non polar serta tidak menyebabkan

pembengkakan membram sel dan memperbaiki stabilitas bahan obat

terlarut (Harborne, 1987).

Jenis ekstraksi yang lain yaitu perkolasi, yang harus memperhatikan

derajat kehalusan simplisia, melembabkan dengan cairan penyari

(maserasi pertama), jenis perkolator yang digunakan, cara memasukkan

kedalam perkolator dan lamanya dimaserasi dalam perkolator (maserasi

kedua), pengaturan penetesan cairan yang keluar dalam jangka waktu

yang ditetapkam. Sedangkan infusa harus memperhatikan jumlah

simplisia, derajat halus simplisia, banyaknya air ekstrak, cara

penambahan bahan-bahan lain (Syamsuni, 2007). Sementara

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh central food

technology research institute di Mysori India, penghilangan senyawa

pengganggu juga dapat dilakukan dengan pengukusan pada suhu 90⁰C

selama 5 menit (80⁰C selama 10-15 menit) serta dengan penambahan


18

asam sulfat (H₂SO₄) 0,2 N yang kemudian dididihkan selama 4-5

menit.

7. Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran serapan radiasi

elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati

monokromatik yang diserap zat. Pengukuran serapan dapat dilakukan

pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm-380 nm) atau pada

daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm-780 nm) (Anonim,

1979).

Penetapan kuantitatif dilakukan dengan mengukur serapan zat

dalam pelarut serta pada panjang gelombang tertentu. Pengukuran

serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang serapan

maksimum dan yang umumnya telah dicantumkan pada monografi.

Karena letak serapan maksimum dapat berbeda jika digunakan alat yang

berbeda, alat yang digunakan asalkan panjang gelombang yang

diperoleh tidak berbeda lebih dari 0,5 nm pada daerah 240-280 nm, tidak

lebih dari 1 nm pada daerah 280 nm-320 nm, serta tidak lebih dari 2 nm

diatas 320 nm, dari panjang gelombang yang ditentukan (Anonim,

1979).

a. Prinsip Kerja Spektrofotometri UV-Vis

Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis yaitu cahaya yang

berasal dari lampu deuterium maupun wolfarm yang bersifat

polikromatis diteruskan melalui lensa menuju ke monokromator


19

pada spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer.

Monokromator kemudian akan mengubah cahaya polikromatis

menjadi cahaya monokromatis (tunggal). Berkas-berkas cahaya

dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel

yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena

itu, terdapat cahaya yang diserap (diabsorbsi) dan ada pula yang

dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima oleh

detektor. Detektor kemudian akan menghitung cahaya yang diserap

sebanding dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel

sehingga akan diketahui konsentrasi zat dalam sampel secara

kuantitatif (Triyati, 1985).

Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar

tampak umumnya terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang

lebar, semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-

tampak. Oleh karena itu mengandung elektron, baik yang dipakai

bersama atau tidak dan yang dapat dieksitasi ke tingkat yang lebih

tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi tergantung

pada bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron

dalam satu ikatan kovalen tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan

energi tinggi, atau panjang gelombang pendek diperlukan

eksitasinya (Wunas, 2011).


20

Gambar 2.2 Spektrum Spektrofotometri UV-Vis

b. Komponen-komponen Spektrofotometri UV-Vis

Menurut Sastrohamidjojo dan Hardjono, 2007). komponen–

komponen suatu Spektrofotometer UV-Vis antara lain :

1) Sumber cahaya : Lampu deuterium untuk daerah UV dari 190

sampai 350 nm dan lampu halogen kuartz atau lampu tungsten

untuk daerah visible dari 350 sampai 900 nm.

2) Monokromator : Digunakan untuk menghamburkan cahaya ke

dalam panjang gelombang unsur-unsurnya yang diseleksi lebih

lanjut dengan celah. Monokromator berotasi sehingga rentang

panjang gelombang dilewatkan melalui sampel ketika

instrument tersebut memindai sepanjang spektrum.

3) Optik : Dirancang untuk memisahkan berkas cahaya sehingga

berkas tersebut melewati dua kompartemen sampel, dan pada

instrument berkas rangkap tersebut, larutan blangko dapat

digunakan dalam suatu kompertemen untuk memperbaiki

pembaca atau spektrum sampel tersebut. Blangko umumnya

adalah pelarut yang dapat melarutkan sampel.


21

4) Detektor : Setiap detektor menyerap tenaga foton yang

mengenainya dan mengubah tenaga tersebut untuk dapat diukur

secara kuantitatif seperti sebagai arus listrik atau perubah-

perubahan panas. Kebanyakan detektor menghasilkan sinyal

listrik yang dapat mengaktifkan meter atau pencatat. Setiap

pencatat harus menghasilkan sinyal yang secara kualitatif

berkaitan dengan tenaga cahaya yang mengenainya.

5) Recorder : Merupakan sistem baca yang memperagakan

besarnya isyarat listrik, menyatakan dalam bentuk % transmitan

maupun absorbansi.

Persyaratan penting untuk detektor adalah sensitivitas tinggi

hingga dapat mendeteksi tenaga cahaya yang mempunyai tingkatan

rendah sekalipun. Waktu respon yang pendek, stabilitas yang

panjang/lama untuk menjamin respon secara kuantitatif dan sinyal

elektronik yang mudah diperjelas (Sastrohamidjojo dan Hardjono,

2007).
22

B. Kerangka Berfikir

Analisa kualitatif flavonoid


\Bunga Flavonoid dengan etanol, serbuk Mg
Telang dan HCl pekat.

Ada
flavonoid
Manfaat Flavonoid
(+)
1. Sebagai antioksidan
2. Sebagai anti diare
3. Dapat menghindari
penyakit jantung dan
kanker
Analisa Kuantitatif dengan
4. Dapat mencegah penyakit
Spektrofotometri UV-Vis
aterosklorosis

Kadar flavonoid % pada Kadar flavonoid %


pengeringan sinar matahari pada pengeringan oven
tutup kain hitam

Gambar 2.4 Kerangka Berfikir


23

C. Kerangka Konsep

Pengolahan
Bunga Telang simplisia Ekstraksi Analisia
pengeringan sinar Kualitatif
matahari ditutup
kain hitam dan
oven

Analisia
Kuantitatif

Kadar flavonoid % pada Kadar Flavonoid %


pengeringan sinar matahari pada pengeringan oven
tutup kain hitam

Gambar 2.5 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional,

yaitu penelitian yang dimana peneliti melakukan observasi, tanpa

memberikan intervensi terhadap variable yang akan diteliti (Notoatmodjo,

2014). Observasi ini digunakan utuk menentukan perbedaan pengeringan

kadar flavonoid pada bunga telang (Clitoria ternatea L.).

B. Variable Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2016). Variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah variabel tunggal, yaitu perbedaan cara pengeringan

kadar flavonoid dalam ekstrak metanol bunga telang (Clitoria ternatea L.).

C. Definisi Operasional

1. Bunga telang (Clitoria ternatea L.) yang digunakan adalah bunga yang

berwarna biru yang memiliki mahkota bunga berwarna putih yang

diperoleh dari Budidaya Perkebunan Pribadi Milik Bapak Wardiyono,

Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten.

2. Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam

jumlah yang kecil dari bahan yang menggunakan energy panas.

23
24

Pengeringan dilakukan dengan cara pengeringan sinar matahari

langsung ditutup kain hitam dan pengeringan oven.

3. Ekstrak adalah sediaan kental yang berasal dari proses penyarian bunga

telang (Clitoria ternatea L.). Ekstrak diperoleh dari proses maserasi

dengan menggunakan pelarut metanol. Kemudian disaring dan filtrat

yang diperoleh ditambah methanol sampai 25 ml.

4. Maserasi adalah proses penyarian bunga telang (Clitoria ternatea L.),

dengan menggunakan pelarut metanol 70% direndam selama 4 x 24 jam.

Setelah itu disaring, kemudian diuapkan pada suhu 30-45⁰C dengan

menggunkan water bath dalam keadaan vakum pada suhu 30-40⁰C.

5. Identifikasi flavonoid merupakan cara untuk membuktikan adanya

senyawa flavonoid bunga telang (Clitoria ternatea L.) dengan

menggunakan logam magnesium dan HCl pekat, bila terjadi perubahan

warna merah hingga merah lembayung yang timbul menandakan adanya

senyawa flavonoid.

6. Kuersetin merupakan senyawa yang berwarna kuning dan menjadi

anhydrat pada suhu 95-97⁰C. Kuersetin larut dalam asam asetat glasial,

larut dalam aquades alkalino dan praktis tidak larut dalam air. Kuersetin

digunakan sebagai larutan standar flavonoid.

7. Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran serapan radiasi

elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati

monokromatik yang diserap zat.


25

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan (Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah

bunga telang (Clitoria ternatea L.) dari Budidaya Perkebunan Pribadi

Milik Bapak Wardiyono, Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, Kabupaten

Klaten.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari

keseluruhan obyek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh obyek

yang diteliti. Pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara total

sampling yaitu teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi (Sugiyono, 2016).

Sampel bunga telang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5

kilo gram bunga telang (Clitoria ternatea L.) yang masih basah. Bunga

telang yang diambil dalam kondisi segar berwarna biru dan memiliki

mahkota bunganya berwarna putih, tidak rusak, tidak digigit ulat

sebanyak 5 kilogram, kemudian sebagian dikeringkan dibawah sinar

matahari langsung ditutupi kain hitam, selama 7 hari, dan sebagian

dikeringkan dengan oven pada suhu 60°C selama 12 jam.


26

E. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas

MIPA Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Dilanjutkan uji

kualitatif di Laboratorium Stikes Muhammadiyah Klaten dan uji

kuantitatif di Laboratorium Instrumen Universitas Setia Budi Surakarta.

2. Waktu

Waktu pelaksanaan dalam penelitian ini adalah bulan Januari sampai

Juni 2020.

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, pipet tetes, neraca

analitik, pipet volumetrik, alumunium foil, water bath, pemanas listrik,

timbangan analitik, mikro pipet, gelas erlenmeyer, kertas saring, tabung

reaksi, gelas kimia, gelas ukur, oven, Spektrofotometer UV-Vis.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, bunga telang,

metanol 70%, etanol 70%, aquadest, HCl pekat, bubuk Mg, AlCl₃

(alumunium klorida ) 10%, natrium asetat 1 M dan standar kuersetin

3. Metode Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan

laboratorium terhadap kadar flavonoid yang terkandung dalam bunga


27

telang (Clitoria ternatea L.) dengan menggunakan alat Spektrofotometri

UV-Vis.

G. Analisis Data

Analisis data menggunakan tabel dan deskriptif untuk mengetahui

kadar flavonoid pada ekstrak metanol bunga telang yang dibuat dengan

menggunakan data rata-rata.

H. Jalannya Penelitian

1. Pengumpulan bahan

Pengumpulan bahan merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utamnaya dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapakan (Sugiyono, 2016).

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bunga telang

(Clitoria ternatea L.) yang diperoleh dari Budidaya Perkebunan Pribadi

Milik Bapak Wardiyono, Desa Sumber, Kelurahan Sumber, Kecamatan

Trucuk, Kabupaten Klaten, dengan kriteria bunga yang segar, berwarna

biru yang memiliki mahkota bunga berwarna putih, yang berada

dibagian tengah dan tidak digigit ulat sebanyak 5 kilogram.

2. Preparasi Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena


28

keterbatasan waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti dapat

menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Untuk sampel

yang diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representif atau

mewakili (Sugiyono, 2016).

Penelitian ini menggunakan sampel bunga telang yang

diperoleh dari Budidaya Perkebunan Pribadi Milik Bapak Wardiyono,

Desa Sumber, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Bunga Telang

yang akan dianalisis sebanyak 5 kilogram dalam keadaan segar.

3. Pembuatan Simplisia

Sampel bunga telang yang telah diperoleh dari Budidaya

Perkebunan Pribadi Milik Bapak Wardiyono, Desa Sumber, Kecamatan

Trucuk, Kabupaten Klaten. Pembuatan simplisia dilakukan dengan

sebagian sampel bunga telang dikeringkan dibawah sinar matahari

langsung dan ditutup kain hitam bunga telang sampai simplisia sudah

kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara selama 7 hari. kemudian

disimpan dalam wadah plastik yang bersih dan diberi silica gel (Akstar

dkk, 2015). Dan sebagian sampel dikeringkan dengan oven, bunga

telang disebarkan merata di atas loyang oven yang telah diberi kertas,

dan suhu oven 50°C ini dipertahankan selama pengeringan. Bunga

dikeringkan hingga kadar air < 10%.

4. Pembuatan Ekstrak Bunga Telang

Ditimbang 250 gram serbuk simplisia dari masing-masing cara

pengeringan, kemudian dimasukkan masing-masing sampel kedalam 2


29

bejana maserasi, di rendam dengan metanol sampai volume 2 Liter

sampai semua sampel terrendam dan diaduk ±15 menit sampai benar-

benar tercampur. Setelah itu didiamkan selama 4 x 24 jam terlindung

dari cahaya , sambil sesekali diaduk. Setelah itu disaring dan dipisahkan

ampas dan filtratnya. Hasil ekstraksi disatukan kemudian diuapkan

dengan menggunakan alat water bath agar mendapatkan ekstrak pekat

(Akstar dkk, 2015).

5. Uji Kualitatif Flavonoid

Ekstrak diambil 1 mg dan dimasukan ke dalam tabung reaksi

diuapkan sampai kering. Kemudian dilarutkan dalam 1 ml etanol 70%,

setelah itu ditambah logam Mg dan 5 tetes HCl pekat. Hasil positif jika

terbentuk larutan berwarna merah hingga merah lembayung

menandakan adanya flavonoid (Hanani, 2016).

6. Uji Kuantitatif Flavonoid

Pembuatan kurva kalibrasi standar flavonoid dan diukur dengan

Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 380 nm - 780 nm.

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Ditimbang kuersetin sebanyak 10 mg dilarutkan dengan 100

ml metanol (konsentrasi 1000 ppm) sebagai larutan stok. Sebanyak

1 ml larutan pembanding (kuersetin) diencerkan dengan 2 ml

metanol kemudian ditambahkan 1 aluminium (III) klorida 10%, 1

ml natrium asetat 1M dan ditambahkan aquadest sampai 10 ml.

Setelah didiamkan selama 30 menit, absorbansi dari larutan


30

pembanding diukur dengan Spektroskopi UV sinar tampak pada

panjang gelombang 380 nm - 780 nm. Masing- masing larutan

pembanding diukur tiga kali. Dibuat kurva kalibrasi dan diperoleh

regresi persamaan linear (Gandjar, 2007).

b. Operating Time

Pengujian dilakukan dengan mencampur 5 ml larutan

kuersetin dilarutkan dengan etanol sampai volumenya 25 ml dalam

labu takar, campuran dikocok dan didiamkan selama 5 menit.

Diambil 1 ml larutan kuersetin diencerkan dengan 2 ml metanol

kemudian ditambahkan alumunium (III) klorida 10% 1 ml, natrium

asetat 1M 1 ml kemudian ditambhkan aquadest sampai 10 ml.

Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang

yang telah diperoleh dengan interval waktu pengamatan 60 menit

sampai diperoleh absorbansi yang stabil (Windasari dan Ari, 2013).

c. Pembuatan kurva baku kuersetin

Sebanyak 10 mg kuersetin dilarutkan dalam 100 ml metanol

sebagai larutan stok. Pengenceran kuersetin dibuat dengan

konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Sebanyak 1 ml larutan

kuersetin dari masing-masing konsentrasi di tambahkan dengan 2

ml methanol kemudian ditambahkan dengan 1 ml aluminium (III)

klorida 10%, 1ml natrium asetat 1M dan ditambahkan aquadest

sampai 10 ml. Didiamkan selama 30 menit, pembacaan absorbansi


31

dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum (Gandjar, 2007).

d. Penetapan Kadar Flavonoid Ekstrak Metanol Bunga Telang

Sebanyak 10 mg sampel ekstrak dilarutkan 10 ml dalam

metanol Diambil sebanyak 1 ml sampel ekstrak ditambahkan

dengan 3 ml metanol, kemudian ditambahkan 0,2 ml alumunium

(III) klorida 10%, 0,2 ml natrium asetat 1 M, dan ditambahkan

aquadest sampai 10 ml. Setelah didiamkan selama 30 menit,

absorbansi dari larutan pembanding diukur dengan

Spektrofotometri UV-Vis Sinar tampak pada panjang gelombang

yang telah diukur sebelumnya. Kemudian dihitung dengan

menggunakan persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi

kuersetin yang telah diukur sebelumnya.

Dari hasil absorbansi selanjutnya dibuat kurva baku sehingga

diperoleh persamaan garis y = a + bx

Keterangan :

y = absorbansi

a = intersep

b = slope

x = konsentrasi

Persamaan ini digunakan untuk menentukan kadar flavonoid

dalam bunga telang (Clitoria ternatea L.).


𝑉.𝑋.𝐹𝑝
K = x 100%
𝐵𝑆
32

Hasil yang diperoleh dikonversikan menjadi %

Keterangan :

K = Kadar flavonoid (%)

V = volume (ml)

X = konsentrasi (ppm)

Fp = Faktor pengenceran

BS = berat sampel (gram)


1

Anda mungkin juga menyukai