Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cedera servikal adalah cedera tulang belakang yang paling sering dapat
menimbulkan kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian ternyata terdapat korelasi
tingkat cedera servikal dengan morbiditas dan mortalitas, artinya semakin tinggi tingkat
cedera servikal maka semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya.1-3
. Disabilitas akibat trauma harus diterima oleh pasien dan keluarga. Kerusakan
fungsi saraf tulang belakang bersifat irreversible, karena saraf tulang belakang
merupakan bagian susunan saraf pusat yang tidak bisa beregenerasi atau tumbuh
kembali, karena alasan ini evaluasi dan pengobatan pada cedera tulang belakang, medula
spinalis, dan saraf tepi memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Tata laksana pasien
dengan cedera saraf tulang belakang sangat kompleks, mulai penanganan prarumah sakit
yang memadai, standar proteksi tulang belakang sesuai ATLS (advanced trauma life
support), diagnosis dini, menjaga fungsi medula spinalis, dan pemeliharaan aligment
serta stabilitas tulang belakang merupakan keberhasilan dari manajemen.1
Sebanyak 10% penderita dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke IGD
(Instalasi Gawat Darurat) oleh karena kecelakaan lalu lintas selalu mendapat cedera
servikal, baik cederanya pada tulang servikal, jaringan penunjang, dan cedera pada
cervical spine. Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh adalah penyebab sebagian besar
fraktur tulang servikal. Trauma pada servikal subaksis (C3–7) lebih umum terjadi
dibandingkan dengan C1 dan C2, dan potensial menjadi trauma yang perlu banyak
perhatian. Hampir selalu dipikirkan bahwa akan terjadi trauma servikal pada penderita
dengan riwayat kecelakaan kendaraan bermotor kecepatan tinggi, trauma pada wajah dan
kepala yang signifikan, terdapat defisit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma multipel.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Vertebra Servikalis


Tulang belakang servikal terbentuk dari 7 ruas vertebra pertama dari tulang
belakang, yang dipisahkan oleh diskus intervertebralis. Dimulai dari bagian bawah skull
dan berakhir pada bagian atas torak. Vertebra servikal terdiri dari C1 sampai C7,
sedangkan nervus servikalis terdiri dari C1 sampai C8. Tulang servikal berbentuk “C”
terbalik (lordotic view) dan lebih mobile dari tulang belakang di daerah torakal dan
lumbal. Vertebra servikalis selain berfungsi melindungi medula spinalis dari kerusakan,
juga menyangga kepala, dan menggerakan kepala rotasi, ke depan serta ke belakang.
Berbeda dengan tulang belakang yang lain, dalam tulang servikal berjalan arteri
vertebralis yang mensuplai darah ke otak, yang hanya melalui vertebra C1 sampai C6.2,3,4
Dua tulang vertebra pertama disebut tulang atlas (C1) dan axis (C2), berfungsi
untuk gerakan rotasi. Tulang atlas (C1) memiliki arkus anterior yang tebal, arkus
posterior yang tipis dengan 2 prominent masses dan tidak memiliki korpus vertebra.
Setiap tulang vertebra memiliki perbedaan secara anatomis, tetapi secara umum tulang
vertebra terdiri atas bagian anterior yang disebut korpus dan bagian posterior yang
disebut arkus vertebra. Keduanya membentuk foramen vertebrae yang dilalui medula
spinalis. Arkus vertebra terdiri atas sepasang pedicle yang membentuk sisi arkus dan
lamina yang pipih, yang melengkapi arkus dibagian belakang.2,3,4
Di antara setiap vertebra terdapat diskus yang terdiri dari pelindung luar, annulus
fibrosus, dan gel didalamnya disebut nukleus pulposus. Diskus ini berfungsi sebagai
bantalan atau peredam dan memungkinkan pergerakan antara korpus verterbra. Terdapat
berkas serat yang kuat diantara tulang yang disebut ligament longitudinal. Ligamen
longitudinal anterior berjalan di depan korpus vertebra dan ligamen longitudinal
posterior berada di posterior korpus vertebra, di depan medula spinalis.5

2
Gambar 1. Korpus vertebra C1 (atlas) dan C2 (axis)

Gambar 2. Anatomi vertebra cervical

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi trauma servikal berdasarkan mekanismenya

A. Klasifikasi berdasarkan mekanisme trauma


a. Trauma Hiperfleksi
1. Subluksasi anterior
terjadi robekan pada sebagian ligament di posterior tulang leher ; ligament
longitudinal anterior utuh. Termasuk lesi stabil. Tanda penting pada subluksasi

3
anterior adalah adanya angulasi ke posterior (kifosis) local pada tempat
kerusakan ligament. Tanda-tanda lainnya :
- Jarak yang melebar antara prosesus spinosus
- Subluksasi sendi apofiseal

Gambar 1. Subluksasi anterior

2. Bilateral interfacetal dislocation


Terjadi robekan pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligament di
posterior tulang leher. Lesi tidak stabil. Tampak diskolasi anterior korpus
vertebrae. Dislokasi total sendi apofiseal.

Gambar 2. Bilateral interfacetal


3. Flexion tear drop fracture dislocation
Tenaga fleksi murni ditambah komponen kompresi menyebabkan robekan
dislocation
pada ligamen longitudinal anterior dan kumpulan ligamen posterior disertai

4
fraktur avulse pada bagian antero-inferior korpus vertebra. Lesi tidak stabil.
Tampak tulang servikal dalam fleksi :
- Fragmen tulang berbentuk segitiga pada bagian antero-inferior
korpus vertebrae
- Pembengkakan jaringan lunak pravertebral

4. Wedge fractureGambar 3. Flexion tear drop fracture dislocation


Vertebra terjepit sehingga berbentuk baji. Ligament longitudinal anterior dan
kumpulan ligament posterior utuh sehingga lesi ini bersifat stabil.

Gambar 4. Wedge fracture

5. Clay shovelers fracture


Fleksi tulang leher dimana terdapat kontraksi ligament posterior tulang leher
mengakibatkan terjadinya fraktur oblik pada prosesus spinosus ; biasanya pada
CVI-CVII atau Th1.

5
b. Trauma Fleksi-rotasiGambar 5. Clay Shovelers fracuter
Terjadi dislokasi interfacetal pada satu sisi. Lesi stabil walaupun terjadi
kerusakan pada ligament posterior termasuk kapsul sendi apofiseal yang
bersangkutan.
Tampak dislokasi anterior korpus vertebra. Vertebra yang bersangkutan dan
vertebra proksimalnya dalam posisi oblik, sedangkan vertebra distalnya tetap
dalam posisi lateral.

c. Trauma Hiperekstensi
1. Fraktur dislokasi hiperekstensi
Gambar 6. Trauma Fleksi-rotasi
Dapat a.terjadi
Tampak Lateralpedikel,
fraktur prosesus
b. Tampak AP artikularis, lamina
c. Tampak oblik dan prosessus
spinosus. Fraktur avulse korpus vertebra bagian postero-inferior. Lesi tidak
stabil karena terdapat kerusakan pada elemen posterior tulang leher dan
ligament yang bersangkutan.
2. Hangmans fracture
Terjadi fraktur arkus bilateral dan dislokasi anterior C2 terhadap C3.

6
Gambar 7. Hangmans Fracture
c Ekstensi-rotasi
Terjadinya fraktur pada prosesus artikularis satu sisi
d. Kompresi vertical
Terjadinya fraktur ini akibat diteruskannya tenaga trauma melalui kepala, kondilus
oksipitalis, ke tulang leher.
1. Bursting fracture dari atlas (jeffersons fracture)

Gambar tengah
2. Bursting fracture vertebra servikal 8. Jeffersons fracture
dan bawah

Gambar 8. Bursting fracture vertebra servical tengah & bawah

B. Klasifikasi berdasarkan derajat kestabilan


a. Stabil
b. Tidak stabil
7
Stabilitas dalam hal trauma tulang servikal dimaksudkan tetap utuhnya komponen
ligament-skeletal pada saat terjadinya pergeseran satu segmen tulang leher terhadap lainnya.
Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla
spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen
posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst
fraktur adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser
dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla
spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiograf.
Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan
kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu
kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna
anterior).

Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :

1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian
anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis
2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus
vertebralis, diskus dan annulus vertebralis
kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang
posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa

2.3 Etiologi
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai
cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh
beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan
akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan


8
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan bendalain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentarayang berjalan
baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang


Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit sehingga tulang
menjadi lemah dan mudah patah hanya dengan adanya sedikit tekanan. Dapat
terjadi pada berbagai keadaan berikut (Rasjad, C, 2007):
1. Tumor tulang (terbagi menjadi jinak dan ganas)
2. Infeksi seperti Osteomielitis
3. Scurvy (penyakit gusi berdarah)
4. Osteomalasia
5. Rakhitis
6. Osteoporosis

2.4 Patofisiologi
Cedera servikal dapat berupa dislokasi atlanto occipital, dislokasi atlanto aksial,
fraktur atlas (C1), fraktur aksis (fraktur Hangman’s, fraktur odontoid), fraktur subaksial
(C3-C7), fraktur Clay Shoveler. Keterlibatan dari medula spinalis disebabkan adanya
cedera mekanis primer, dapat berupa kompresi, penetrasi, laserasi, atau distraksi. Cedera
primer kemudian diikuti cedera sekunder yaitu hilangnya autoregulasi, adanya
vasospasme, perdarahan, perubahan permeabilitas, edema, perubahan elektrolit,
perubahan biokimia termasuk neurotransmiter. Mekanisme ini menyebabkan kerusakan
aksonal dan kematian sel. Iskemia medula spinalis mendasari adanya defisit neurologis,
yang berhubungan dengan perubahan vaskular sistemik atau lokal setelah trauma.6
Gangguan sistem respirasi dan disfungsi paru sering terjadi pada pasien dengan
fraktur servikal. Gangguan yang berat dapat menimbulkan penurunan kapasitas vital
paru, kapasitas inspirasi, dan relatif hipoksemia. Keadaan ini dapat menyebabkan
terjadinya hipoksemia global dan memperberat iskemi pada medula spinalis setelah
trauma akut. Ini menunjukkan deteksi dini disfungsi ventilasi dan jantung diperlukan,
sehingga pasien perlu perawatan intensif (intensiv care unit) serta monitoring terhadap
fungsi paru dan jantung. Suatu studi melaporkan 62% pasien dengan fraktur servikal
yang dirawat di ICU memiliki outcome yang baik.6,7

2.5 Diagnosis Fraktur Servikal

9
Fraktur servikal selalu dipikirkan terjadi pada pasien dengan riwayat kecelakaan
dengan kendaraan bermotor kecepatan tinggi, trauma pada wajah dan kepala yang
signifikan, terdapat defisit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma multipel. Gambaran
umum adanya fraktur servikal dapat berupa nyeri pada palpasi dari prosesus spinosus di
leher posterior, terbatasnya gerakan yang disertai nyeri, adanya kelemahan ekstremitas,
rasa kebas, parestesi pada saraf yang terkena. Sulit untuk mengevaluasi secara klinis
adanya trauma tumpul servikal. Dari penelitian, kemampuan untuk memprediksi adanya
trauma servikal berdasarkan pemeriksaan klinis saja memiliki sensitivitas 46%,
spesifisitas 94%, dan 33% pasien yang tidak terdiagnosis. Karena keterbatasan dan
besarnya morbiditas jangka panjang bila trauma tidak terdiagnosis, pasien dengan trauma
tumpul yang komplek dilakukan pemeriksaan radiologi, sampai dieksklusi adanya
trauma servikal. Tidak terdiagnosisnya trauma servikal dapat disebabkan karena tidak
dicurigai adanya trauma servikal, gambaran radiologi yang tidak adekuat, dan
interpretasi radiologi yang salah.1,2,8
Adanya trauma servikal dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik berupa : spinal
shock (paresis flaksid, areflexia, hilangnya tonus sfingter anus, inkontinensia alvi,
priapismus), neurogenic shock (hipotensi, bradikardi paradoksikal, flushed, kering dan
hangat pada kulit), disfungsi otonom (ileus, retensi urin, poikilotermi). Trauma servikal
yang mengenai medula spinalis dapat berupa lesi yang komplit atau inkomplit.2,9
Pemeriksaan radiologi diperlukan pada pasien dengan defisit neurologis yang
konsisten dengan lesi medula spinalis, pasien dengan perubahan kesadaran karena
trauma kepala atau intoksikasi, pasien dengan keluhan nyeri leher, pasien tanpa keluhan
nyeri leher tetapi dengan trauma signifikan disekitarnya. Pemeriksaan radiologis standar
yang dilakukan adalah rontgen servikal anteroposterior, cross-table lateral, open-mouth
odontoid view, bila diperlukan rontgen servikal swimmer’s, dan bilateral oblique,2,8,10

10
Gambar 1. AP, Lateral, odontoid, Swimmer’s view6
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Fraktur Vertebra Servikal
Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
a. Foto polos
Menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.
b. CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
d. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya
tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla
spinalis.

2.7 Manajemen Fraktur Servikal


1. Tatalaksana Awal
Pasien dengan fraktur servikal biasanya memiliki beberapa trauma, sehingga
perlu dilakukan stabilisasi segera di tempat kejadian. Penatalaksanaan pertama cedera
servikal berdasarkan prinsip umum ATLS (advanced trauma life support) yaitu
evaluasi awal berdasarkan primary survey ABCD (airway and C-spine control,
breathing and ventilatory, circulation and stop bleeding, disability and environment).
Bila airway tidak adekuat, perlu dilakukan intubasi tanpa menggerakkan kepala (C-
spine protection). Evaluasi dan assesmen berulang diperlukan pada pasien dengan
trauma kepala dan karena pasien dengan kesadaran menurun tidak dapat mengetahui
adanya nyeri pada leher. Bila stabil dilanjutkan ke secondary survey (head to toe
examination).1,11,12
Manajemen awal pasien dengan cedera servikal dimulai di tempat kejadian.
Perhatian utama selama penatalaksanaan awal adalah adanya gangguan fungsi
neurologi karena gerakan yang patologis (trauma). Diperkirakan 3% sampai 25%
trauma medula spinalis terjadi saat awal trauma, saat transit atau pada saat

11
penatalaksanaannya. Telah dilaporkan beberapa kasus dengan outcome yang buruk
karena kesalahan penanganan cedera servikal.12
Stabilisasi tulang belakang, manajemen hemodinamik dan gangguan otonom
sangat penting pada trauma akut. Prinsip khusus penatalaksanaan cedera servikal
adalah reposisi/realignment, imobilisasi, dan fiksasi tulang belakang sesuai indikasi.
Semua pasien dengan cedera servikal atau yang potensial untuk cedera servikal, harus
dilakukan imobilisasi sampai dieksklusi adanya trauma servikal. Bila terdapat
kecurigaan trauma, stabilisasi kepala dan leher secara manual atau dengan collar.
Beberapa alat yang direkomendasikan American College of Surgeons dapat digunakan
untuk imobilisasi pre-hospital adalah hard backboard, rigid cervical collar, dan pita
pengikat. Imobilisasi ini dapat mengurangi gerakan sehingga menurunkan morbiditas,
karena gerakan patologis (trauma) pada servikal menyebabkan kerusakan pada
medula spinalis atau radiks saraf. Teknik imobilisasi dan penanganan pasien pre-
hospital yaitu tulang belakang harus dilindungi selama manajemen pasien dengan
trauma multipel. Posisi ideal adalah imobilisasi seluruh tulang belakang posisi netral
dengan permukaan yang keras. Dapat dilakukan secara manual, servikal collar semi
rigid, side head support dan pengikat. Pindahkan pasien secara hati-hati menggunakan
logroll technique untuk mencegah displacement ke arah lateral. Papan spine
direkomendasikan, juga dapat digunakan bantal, head blocks. Traksi untuk
mendapatkan dan mempertahankan alignment yang baik, imobilisasi eksternal untuk
stabilisasi sementara dan farmakoterapi untuk meminimalisasi cedera sekunder.1,12,13
Sasaran jangka panjang adalah penanganan komplikasi gastrointestinal (ileus,
konstipasi), genitourinarius (urinary tract infection, hidronefrosis), dermatologi
(dekubitus), dan muskuloskeletal (fraktur, nyeri akut dan kronis).13
2. Traksi dan Imobilisasi
Pada fraktur sevikal dengan malalignment, sebelum terapi definitif, dilakukan
pemasangan servikal traksi dengan Crutchfield traction atau Halo Tong Traction
dengan beban sesuai dengan level kerusakan segmen servikalnya. Halo vest sering
digunakan sebagai alat definitf eksternal fiksasi untuk cedera spinal servikal.
Philadelphia collar bersifat semi rigid, sintetik foam brace dimana pada dasarnya
membatasi fleksi dan ekstensi tetapi membebaskan rotasi. Miami-j collar bersifat
lebih kaku dan lebih nyaman untuk sandaran. Brace yang adekuat melakukan
imobilisasi adalah Thermoplastic Minnerva Body Jacket (TMBJ) dan halo vest. TMBJ

12
lebih baik dalam membatasi fleksi dan ekstensi dan lebih nyaman dibandingkan halo
vest, sedangkan halo vest lebih baik membatasi rotasi. Pasien cedera servikal
diberikan imobilisasi untuk mencegah penekanan medula spinalis lebih lanjut.1

Gambar 2. Philadelphia collar, Miami J collar7

Gambar 3. Halo Tong Traction, Thermoplastic Minnerva Body Jacket12

3. Medikamentosa
Obat yang diberikan pada pasien cedera servikal adalah golongan
kortikosteroid. Steroid berfungsi memperbaiki cedera medula spinalis dan diberikan
pada 8 jam pertama setelah cedera. Methylprednisolon dapat menurunkan respon
inflamasi dengan menekan migrasi polymorphonuclear (PMN) dan menghambat
peningkatan permeabilitas vaskular. Dosis yang diberikan 30 mg/kgbb intravena
dalam 15 menit pertama diikuti 45 menit berikutnya dengan dosis 5,4 mg/kgbb/jam
selama 23 jam.1,10
4. Bedah
Bila terdapat tanda kompresi pada medula spinalis karena deformitas tulang,
fragmen tulang, atau hematom, diperlukan tindakan dekompresi. Tujuan terapi awal
adalah untuk dekompresi medula spinalis dengan memperbaiki diameter sagital
normal dari kolumna vertebralis. Berkurangnya dislokasi baik parsial atau komplit

13
juga akan mengurangi nyeri. Dislokasi yang disertai instabilitas tulang belakang
memerlukan tindakan reposisi dan stabilisasi. Indikasi operasi cedera servikal adalah:1
a. Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah servikal,
bilamana traksi atau manipulasi gagal
b. Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dengan fragmen tulang
tetap menekan permukaan anterior medula spinalis, meskipun telah dilakukan
traksi yang adekuat
c. Trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak adanya
fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh diskus
intervertebralis. Perlu dilakukan pemeriksaan myelografi dan CT Scan untuk
membuktikannya
d. Fragmen yang menekan lengkung saraf
e. Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis
f. Lesi parsial medula spinalis yang memburuk setelah mulanya dengan cara
konservatif maksimal menunjukkan perbaikan, harus dicurigai adanya hematoma
g. Jika masih terdapat kelemahan motorik yang signifikan setelah suatu periode
perbaikan
h. Jika terdapat instabilitas spinal
Pembedahan darurat dilakukan bila terdapat gangguan neurologis progresif
akibat penekanan dan pada luka tembus. Pembedahan akan mengurangi kemungkinan
terjadinya penyulit tetapi tidak harus dilakukan sebagai tindakan darurat. Pasien
dengan kompresi sekunder dari herniasi diskus akibat trauma harus segera
didekompresi. Cedera medula spinalis akibat osteofit, penebalan ligamen flavum, atau
stenosis tidak memerlukan operasi segera. Terdapat 3 indikasi utama untuk melakukan
tindakan operasi yaitu untuk dekompresi elemen saraf, koreksi deformitas, dan
stabilisasi segmen.1,10

14
Gambar 4. Gambaran radiologis fraktur cervical
Imaging Cervical trauma14

5. Rehabilitasi
Rehabilitasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah timbulnya komplikasi,
mengurangi kecacatan, dan menyiapkan penderita kembali ke masyarakat. Tim
rehabilitasi yang diperlukan terdiri dari dokter (ahli bedah saraf, ahli bedah tulang),
perawat, fisioterapis, petugas sosial, psikolog, ahli terapi kerja.1
Program rehabilitasi dapat dibagi 2 tahap. Tahap pertama pada fase akut yaitu
semasa pasien dalam pengobatan yang intensif, terutama dikerjakan oleh perawat dan
fisioterapis. Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah latihan, masase,
memelihara jalan nafas, merawat gangguan miksi dan defekasi. Tahap kedua adalah
rehabilitasi jangka panjang dengan tujuan mengembalikan penderita kembali ke
masyarakat, yang meliputi menyiapkan keadaan mental penderita agar tetap dapat
berkarya walaupun cacat, edukasi pada penderita dan keluarga tentang perawatan di
rumah, latihan cara makan, berpakaian, miksi dan defekasi, latihan menggunakan alat
bantu, alih pekerjaan sesuai dengan kondisi penderita.1
a. Terapi fisik dilakukan untuk pemulihan ROM (range of motion) dan
meningkatkan kemampuan mobilitas. Hal terpenting adalah memperkuat otot
ekstremitas atas, juga menjaga keseimbangan dan stabilitas tubuh. Otot
ekstremitas atas biasanya lebih parah dari ekstremitas bawah, maka pasien akan

15
kesulitan untuk menggunakan alat bantu berjalan yang membutuhkan bantuan
tangan.
b. Terapi rehabilitasi kerja ditujukan untuk perbaikan kemampuan dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari, memperkuat ekstremitas atas, dan perbaikan
ROM. Bidai digunakan untuk mempertahankan posisi fungional tangan dan kaki
juga mencegah kontraktur.
c. Terapi bicara diberikan untuk pasien yang mengalami disfagia akibat pemakaian
alat-alat untuk mempertahankan stabilitas servikal atau akibat fusi servikalis
anterior. Pasien diajarkan cara menelan agar tidak memperparah disfagi dan
mencegah aspirasi.1

2.8 Komplikasi Fraktur Vertebra Servikal


Menurut Emma, (2011) komplikasi Fraktur vertebra servikal adalah :
a. Syok neurogenik
Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending
pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor
dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi
penumpukan darah dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
b. Syok spinal
Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya
cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi
komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.
c. Hipoventilasi
Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari
cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau
torakal atas.
d. Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak, kongesti nasal,
bradikardi dan hipertensi.

16
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. DS

Usia : 52 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : PNS

17
Alamat : Abepura

Tanggal MRS : 01-10-2019

Mechanism Of Injuri

Pasien datang diantar keluarganya dengan mobil karena terjatuh dengan motor akibat
benabrak pagar jalan dan terjatuh di aspal. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada
tanggal 01-10-2019 jam 04.00.

primary Survey

Airway : Clear, Sumbatan jalan nafas (-), Suara Napas Tambahan (-), Pasien dapat
berbicara dengan jelas

Breathing : Spontan, Pegerakan Dinding Dada Simetris, regular, Tipe pernapasan


Abdomino Thorakal, penggunaa otot bantu napas (-), retraksi dinding dada (-), Perubahan
bentuk dinding dada (-), RR : 22x/

Circulation : TD 120/80 mmHg, Heart Rate 92 x/Menit, CRT < 2 detik, Akral Hangat.

Disabilitty : E4V5M6

Exposure : terdapat jejas di daerah cervico-thoracal

Secondary Survey

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar keluarganya dengan mobil karena terjatuh dengan motor akibat
benabrak pagar jalan dan terjatuh di aspal. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada
tanggal 01-10-2019 jam 04.00. pasien mengaku menabrak tiang portal jalan yang tingginya
kurang lebih 1.5 meter. Mual (+), muntah (-), Kejang (-), Hilang Kesadaran (+),

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat sebelumnya disangkal


- Riwayat operasi sebelumnya Op. Hernia 1998
- Riwayat kelainan darah disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat dieetes disangkal
18
- Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat pribadi

- Riwayat merokok disangkal


- Riwayat minum beralkohol disangkal

Riwayat social ekonomi

- Pasien merupkan pegawai PNS

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda tanda Vital : TD : 120/80 mmHg

HR : 92 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36.8oC

SpO2 : 97 %

Status Generalis

a. Pemeriksaan kepala, leher, mata dan THT


Normocephal, Simetris, Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Candidiasis

Oral (-), Perbesaran Kelenjar Getah Bening (-), Peningkatan Tekanan Vena Jugularis

(-).
b. Pemeriksaan Thorax (Dada,Paru dan Jantung)
Dada : Simetris, Ikut gerak napas.
Paru : Suara napas vesikuler, Ronchi (+/+) bagian basal,
Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung reguler, mur-mur (-), gallop (-)
c. Pemeriksaan Abdomen (perut dan organ-organ)
Datar, Supel, Nyeri Tekan (-), Bising usus (+) normal
Hepar: tidak teraba, Lien: tidak teraba.
d. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Ekstremitas atas : Akral hangat, merah. CRT < 2”. Udema (-/-).
Ekstremitas bawah : akral hangat. Pitting edema (+/+). Kemerahan (-/-).
Status lokalis Regio Cervical
• Look : bengkak (+)
• Feel : Terdapat Nyeri Tekan (+), Sensibilitas (+)

19
• Movement : Nyeri Gerak aktive (+), Nyeri Gerak Pasif (+), ROM sulit

Dinilai

e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 6 Maret 2019

Parameter Hasil Nilai rujukan


Hematologi Rutin:
Hb 13.8 g/dL 11.0-16.5 g/dL
HCT 38.8 % 35.0-50 %
WBC 14.28 mm3 3.5-10.0 mm3
PLT 231 mm3 150-500 mm3
RBC 4.66 mm6 3.8-5.8 mm6
Hitung jenis leukosit: 0.1 % 0.3-1.4 %
Sel basofil 0.7 % 0.6-5.4 %
Sel eosinofil 68.1 % 39.8-70.5 %
Sel neutrofil 25.7 % 23.1-49.9 %
Sel limfosit 5.4 % 4.3-10.0 %
Sel monosit Negatif
Malaria (DDR) 2’00’’ 3-7 Menit
PT 4’30’’ 5-7 Menit
APTT NR NR
HbsAg NR NR
SD HIV ½ 3.0
Kimia darah:
Elektrolit: 3.30 mEq/L 3.50-5.30 mEq/L
Kalium 144 mEq/L 135-148 mEq/L
Natrium 112 mEq/L 98-106 mEq/L
CL 1.11 mEq/L 1.15-1.35 mEq/L
Calcium ion

EKG

20
3.1. Diagnosa kerja
- Trauma Cervical
- Susp Frakture Cervical
-
3.2. Tatalaksana
a. Terapi
- IVFD NaCl 0.9% 12 tpm
- Drip PCT 3 x 500 mg
- Inj Ketorolac 3x1 gram
- Inj Ceftriaxone 3x 1 gram
- Inj OMZ 2 x 1 gram

BAB IV
PEMBAHASAN

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera akut tulang belakang merupakan penyebab yang paling sering dari
kecacatan dan kelemahan setelah trauma. Kerusakan fungsi saraf tulang belakang
bersifat irreversible, karena saraf tulang belakang merupakan bagian susunan saraf pusat
yang tidak bisa beregenerasi atau tumbuh kembali, karena alasan ini evaluasi dan

22
pengobatan pada cedera tulang belakang, medula spinalis, dan saraf tepi memerlukan
pendekatan yang terintegrasi.
Kemampuan untuk memprediksi adanya trauma servikal berdasarkan pemeriksaan
klinis saja memiliki sensitivitas 46%, spesifisitas 94%. Karena keterbatasan dan
besarnya morbiditas jangka panjang bila trauma tidak terdiagnosis, pasien dengan trauma
tumpul yang komplek dilakukan pemeriksaan radiologi, sampai dieksklusi adanya fraktur
servikal.
Manajemen awal pasien dengan cedera servikal dimulai di tempat kejadian.
Penatalaksanaan pertama cedera servikal berdasarkan prinsip umum ATLS (advanced
trauma life support) yaitu evaluasi awal berdasarkan primary survey ABCD (airway and
C-spine control, breathing and ventilatory, circulation and stop bleeding, disability and
environment). Perhatian utama selama penatalaksanaan awal adalah adanya gangguan
fungsi neurologi karena gerakan yang patologis (trauma). Diperkirakan 3% sampai 25%
trauma medula spinalis terjadi saat awal trauma, saat transit atau pada saat
penatalaksanaannya. Prinsip khusus penatalaksanaan cedera servikal adalah
reposisi/realignment, imobilisasi, dan fiksasi tulang belakang sesuai indikasi.
Obat yang diberikan pada pasien cedera servikal adalah golongan kortikosteroid.
Bila terdapat tanda kompresi pada medula spinalis karena deformitas tulang, fragmen
tulang, atau hematom, diperlukan tindakan dekompresi. Rehabilitasi dilakukan sedini
mungkin untuk mencegah timbulnya komplikasi, mengurangi kecacatan, dan
menyiapkan penderita kembali ke masyarakat. Sasaran jangka panjang adalah
penanganan komplikasi gastrointestinal (ileus, konstipasi), genitourinarius (urinary tract
infection, hidronefrosis), dermatologi (dekubitus), dan muskuloskeletal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mahadewa, T.G.B., Maliawan, S. 2009. Cedera saraf tulang belakang.Denpasar : Udayana


University Press.
2. Davenport, M. 2009. Fracture cervical spine. [cited 3 December 2016]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/824380-overview
3. Anonim. 2008. Anatomy. [cited 29 November 2016]. Avialable from:
http://www.necksurgery.com/anatomy.html

23
4. Eidelson, S. 2004. Cervical spine anatomy. [cited 2 December 2016]. Available from:
http://www.spineuniverse.com/anatomy/cervical-spine-anatomy-neck
5. Anonim. 2010. Cervical spine anatomy. [cited 27 November 2016]. Available from:
http://www.waterburyhospital.org/index.htm
6. Anonim. 2001(a). Management of acute spinal cord injuries in an intensive care unit or
other monitored setting. [cited 27 November 2016]. Available from:
http://static.spineuniverse.com/pdf/traumaguide/7.pdf
7. Crosby, T.E. 2006. Airway management in adults after cervical spine trauma.
Anesthesiology 104:1293-318
8. Brohi, K. 2002. Spine trauma. [cited 1 December 2016]. Available from:
http://trauma.org/archive/spine/cspine-eval.html
9. Kirshblum, S., Gonzalez, P., Cuccurullo, S., Luciano, L. 2004. Epidemiology of spinal
cord injury. Demos Medical Publishing Inc.
10. Cohen, A. 1997. The acute management of spinal injury. [cited 3 December 2016].
Available from: http://www.medicalonline.com.au/medical/first_aid/spineman.htm
11. Foster, M. 2009. C1 fractures. [cited 2 December 2016]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1263453-treatment
12. Anonim. 2001(b). Pre-hospital cervical spinal immobilization following trauma. [cited 30
November 2016] Available from: http://www.neann.com/Prehospital%20Spine
%20Immobilisation%20Review%20Of%20Studies.pdf
13. Gondim, F. 2009. Spinal Cord Trauma and Related Diseases. [cited 30 November 2016).
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1149070-treatment
14. Iskandar, J. 2002. Cervical injury. Fakultas Kedokteran Bagian Bedah. Universitas
Sumatera Utara.

24

Anda mungkin juga menyukai