Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

1.1. Cakupan dan ruang lingkup materi pembelajaran pokok bahasan IV:

Pokok bahasan kedua ini terkait pada penjelasan tentang kepribadian dan nilai
perilaku individu dalam organisasi.

1.2. Sasaran pembelajaran/learning objectives:


Mahasiswa diharapkan mampu menguasai dan menjelaskan hal-hal yang terkait
dengan kepribadian dan nilai individu dalam organisasi

1.3. Perilaku awal/Entry Behavior:


Mahasiswa membuat ringkasan materi tentang konsep perilaku organisasi.
Berdasarkan ringkasan tersebut mahasiswa mampu mendiskusikan tentang
pengertian kepribadian, factor penentu kepribadian, sifat-sifat seseorang, menilai
kepribadian, sifat kepribadian yang mempengaruhi organisasi, pengertian nilai,
pentingnya nilai, jenis-jenis nilai, nilai lintas kultur
1.4. Manfaat pokok bahasan
Setelah mahasiswa mengikuti dan memahami materi bahasan ini maka mahasiswa
harus mampu menguraikan dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan perilaku
individu yang kaitannya dengan kepribadian dan nilai.

1.5. Urutan Pembahasan


1. Pengertian kepribadian
2. Factor penentu kepribadian
3. Sifat-sifat seseorang
4. Menilai kepribadian
5. Pengertian nilai
6. Pentingnya nilai
7. Jenis-jenis nilai
8. Nilai lintas kultur
1.6. Petunjuk belajar/instructional orientation
Pada materi ini mahasiswa mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan perilaku
individu yang kaitannya dengan kepribadian dan nilai.

II. PENYAJIAN MATERI BAHASAN

2.1. Uraian materi bahasan

2.1.1. Pengertian Kepribadian

kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang mendeskripsikan pertumbuhan dan


perkembangan seluruh sistem psikologis seseorang. Gordon allport mengartikan
kepribadian bahwa organisasi dinamis dalam sistem psikofiologis individu yang menentukan
caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya. Kepribadian juga
diartikan keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa di ukur
yang ditunjukkan oleh seseorang.

2.1.2. Faktor-faktor Penentu Kepribadian


1. Faktor Keturunan
Ada tiga yang menjelaskan bahwa factor keturunan menentukan kepribadian seseorang:
a. Berfokus pada penyokong genetis dari perilaku dan tempramen anak-anak. Bukti
menunjukkan bahwa sifat-sifat seperti perasaan malu, takut, dan agresif dapat dikaitkan
dengan karakteristik genetis bawaan.
b. Berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Kepribadian anak kembar
yang dibesarkan dikeluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan saudara
kembarnya dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara
kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.
c. Meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat di mana kita tumbuh dan dibesarkan, norma dalam
keluarga, teman-teman , kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lainnya yang kita alami.
Kepribadian seseorang, meskipun pada umumnya stabil dan konsisten tetapi dapat berubah
tergantung pada situasi yang dihadapinya. Faktor keturunan membekali kita dengan sifat
dan kemampuan bawaan, tetapi potensi penuh kita ditentukan oleh seberapa baik kita
menyesuaikan diri dengan lingkungan.

2.1.3. Sifat-sifat kepribadian

Sifat-sifat kepribadian begitu penting terhadap perilaku organisasi karena membantu proses
seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, memandu keputusan
pengembangan karir.

- Myres-Briggs Type Indicator. Instrument penilaian berisi 100 pertanyaan mengenai


bagaimana individu akan merasatau bertindak dalam situasi tertentu. Berdasarkan
jawaban individu sehingga diklasifikasikan menjadi:
1. Ekstraver versus introvert, individu dengan karakteristik ekstraver digambarkan
sebagai individu yang ramah, suka bergaul, tegas sedangkan pada introver
digambarkan sebagai individu pendiam dan pemalu
2. Sensitive versus intuitif, individu dengan karakter sensitif yaitu individu yang praktis
dan lebih menyukai rutinitas sedangkan intuitif yaitu individu mengandalkan proses-
proses tidak sadar dan melihat gambaran umum
3. Pemikir versus perasa, individu dengan pemikir digambarkan individu menggunakan
alasan dan logika untuk menangani berbagai masalah sedangkan perasa yaitu
individu dengan mengandalkan nilai-nilai dan emosi pribadi mereka
4. Memahami versus menilai, individu memahami digambarkan memahami
menginginkan kendali dan lebih suka dunia mereka teratur dan terstruktur,
sedangkan menilai yaitu individu yang cenderung lebih fleksibel dan spontan.
Hal ini bisa dijadikan alat ukur untuk memandu karir dan kesadaran diri seorang individu
dalam sebuah organisasi.
- Model Lima Besar, tes yang digunakan oleh John Bearden untuk cara mengatur
seorang individu dalam organisasi
1. Ekstravesi, dimensi kepribadian yang mendeskripsikan seseorang yang suka
bergaul, suka berteman, dan tegas.sebalinya, individu yang memiliki sifat yang tidak
mudah bersepakat cenderung penakut, pendiam dan menyendiri.
2. Mudah akur atau mudah sepakat, dimensi ini merujuk pada kecenderungan individu
untuk patuh terhadap individu lainnya. Mudah bersepakat adalah individu yang
senang bekerja sama, hangat dan penuh kepercayaan. Sebalinya tidak mudah akur
yaitu individu cenderung bersikap dingin, tidak ramah, dan suka menentang
3. Sifat berhati-hati, Dimensi ini ukuran kepercayaa. Individu dengan sifat berhati-hati
mendeskripsikan seseorang yang bertangung jawab, bisa dipercaya, gigih, dan
teratur. Sedangkan sifat berhati-hati yang rendah cenderung mudah bingung, tidak
teratur, dan tidak bisa diandalkan.
4. Stabilitas emosi, dimensi ini menilai kemampuan seseorang untuk menahan stress.
Individu dengan seperti ini sebagai orang yang tenang, percaya diri, memiliki
pendirian, yang teguh. Sedangkan individu dengan stabilitas emosi yang negatif
cenderung mudah gugup, khawatir, depresi, dan tidak memiliki pendirian yang teguh.
5. Terbuka terhadap hal-hal yang baru, dimensi ini mengelompokkan individu
berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadap hal-hal baru. Individu yang
terbuka cenderung kreatif, ingin tahu, dan sensitive terhadap hal-hal yang bersifat
seni. Sebaliknya mereka yang tidak terbuka cenderung memiliki sifat konvensional
dan merasa nyaman dengan hal-hal yang telah ada.

2.1.4. Menilai Kepribadian


Terdapat tiga cara untuk menilai kepribadian :
1. Survei Mandiri, yaitu survey dengan mengisi sendiri form kepribadaian.
Kekurangan survey ini individu mungkin berbohong atau hanya menunjukkan
kesan yang baik.
2. Survey peringkat oleh pengamat, survey dengan melakukan penilaian yang
dilakukan teman sejawat. Survey ini bisa dijadikan pertimbangan yang lebih baik
atas keberhasilan suatu pekerjaan.
3. Ukuran Proyeksi, individu diminta untuk menuliskan kisah dari serangkaian
gambar pada kartu.

2.1.5. Sifat Kepribadian utama yang memengaruhi Perilaku Organisasi


- Evaluasi inti diri. Merupakan tingkat dimana individu menyukai atau tidak menyukai diri
mereka sendiri, apakah menganggap diri mereka cakap dan efektif, dan apaka mereka
meras memegang kendali atau tidak berdaya atas lingkungan mereka. Evaluasi inti diri
ditemukan 2 elemen yaitu:
1. Harga diri yaitu tingkat dimana individu menyukai atau tidak menyukai diri mereka
sendiri dan sampai mana menganggap diri mereka berharga atau tidak sebagai
manusia
2. Lokus kendali, yaitu tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu
nasib mereka sendiri. Internal yaitu individu yang yakin bahwa mereka merupakan
pemegang kendali atas apapun yang terjadi pada diri mereka sendiri. Eksternal yaitu
individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh
kekuatan-kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.
- Machiavellianisme. Merupakan tingkat di mana seorang individu pragmatis,
mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting daripada proses.
Hal ini dapat diredam oleh factor-faktor situasional.
1. Ketika mereka berinteraksi secar langsung dengan individu lain, bukan secara tidak
langsung
2. Ketika situasi mempunyai sedikit peraturan yang memungkinkan kebebasan
improvisasi
3. Bila keterlibatan emosional dengan detail-detail yang tidak relevan dengan
keberhasilan menganggu individu mach yang rendah.
- Narsisme. Merupakan kecenderungan menjadi arogan, mempunyai rasa kepentingan
diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan diri sendiri.
Individu dengan tipe ini dinilai sebagai pemimpin yang baik bila dibandingkan dengan
rekan-rekannya sedangkan bagi atasannya individu ini sebagai pemimpin yang buruk.
- Pemantauan diri. Kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya
dengan factor-faktor situasional eksternal. Mereka sangat peka terhadap isyarat-isyarat
eksternal dan mampu menyesuaikan dengan situasi yang berbeda-beda
- Pengambilan resiko. Kecenderungan untuk mengambil dan menghindari resiko terbukti
membutuhkan waktu yang berapa lama terhadap manajer untuk membuat keputusan
- Kepribadian Tipe A. Keterlibatan secara agresif dalam perjuangan terus-menerus untuk
mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit dan , bila perlu, melawan upaya-
upaya yang menentang dari orang lain atau hal lain. Karateristik Tipe A adalah:
1. Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat
2. Merasa tidak sabaran
3. Berusaha keras untuk melakukan dua hal atau lebih pada saat bersamaan
4. Tidak dapat menikmati waktu luang
5. Terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dengan jumlah yang
mereka bisa peroleh.
- Kepribadian Tipe B. individu yang jarang tergoda oleh keinginan untuk mendapatkan
sejumlah hal yang terus meningkat atau berpartisipasi dalam serangkaian peristiwa
yang terus berkembang dengan jumlah waktu yang selalu berkurang. Karakteristik
mereka:
1. Tidak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran
2. Merasa tidak perlu memperlihatkan pencapaian maupun prestasi kecuali atas
tuntutan prestasi
3. Bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukkan keunggulan
mereka
4. Bisa santai tanpa merasa bersalah.
- Kepribadian Proaktif. Sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani, bertindak dan
tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti.

2.1.6. Nilai
Nilai menunjukkan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu
lebih disukai secara social dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang
berlawanan. Nilai memilik sifat isi dan intensitas. Sifat isi menyampaikan bahwa cara
pelaksanaan atau keadaan akhir dari kehidupan adalah penting. Sifat intensitas
menjelaskan betapa pentingngya hal tersebut. Ketika menggolongkan nilai seorang
individu menurut intensitasnya, kita mendapatkan sistem nilai orang tersebut. Nilai
memiliki kecenderungan yang relative stabi dan berlangsung lama. Bagian signifikan
dari niali yang kita junjung sejak kita kahir dari orang tua, guru, teman.. kita diberi tahu
bahwa perilaku-perilaku tertentu pantas atau tidak. Karena pembelajara nilai secara
absolute atau secara “hitam atau putih” inilah setidaknya menjamin kestabilan dan daya
tahan nilai tersebut.

2.1.7. Pentingnya Nilai

Nilai penting terhadap penelitian perilaku organisasional karena menjadi dasar


pemahaman sikap dan motivasi individu dank arena hal tersebut berpengaruh terhadap
persepsi kita. Secara umum, nilai memengaruhi sikap dan perilaku, misalnya, sebuah
perusahaan memiliki pandangan bahwa pengalokasian imbalan berdasarkan prestasi
kerja adalah benar, sedangkan pengalokasian imbalan berdasarkan senioritas adalah
salah. Sehingga hal tersebut memicu untuk tidak brupaya semaksimal mungkin karena
bagaimana pun juga, hal tersebut tidak menghasilkan lebih banyak imbalan.
2.1.8. Jenis-jenis nilai
- Rokeach Value Survey. Teridiri dari 18 poko niali individual. Satu kumpulan, yang
disebut nilai terminal, merujuk pada keadaan akhir kehidupan yang diinginkan, tujuan-
tujuan yang akan dicapai seseorang selama masa hidupnya. Nilai Lainnya adalah nilai
instrumental, merujuk pada perilaku atau cara-cara yang lebih disukai untuk mencapai
nilai-nilai terminal seseorng
- Kelompok kerja kontemporer. Penggabungan beberapa analisis terbaru mengenai nilai
kerja kedalam empat kelompok yang berusaha mendapatkan nilai unik dari kelompok
atau generasi yang berbeda-beda dalam angkatan kerja.
Pemahaman bahwa nilai individual berbeda tetapi cenderung mencerminkan nilai social
pada periode dimana individu tumbuh dapat menjadi sebuah masukan yang berharga
dalam menjelaskan dan memprediksi sebuah perilaku. Karyawan pada usia 60-an,
cenderung lebih bisa menerima otoritas bila dibandingkan dengan rekan-rekan kerja
mereka yang usianya 15-an sampai 30-an lebih muda. Bila dibandingkan dengan orang
tua mereka, pekerja yang usia 30-an kemungkinan besar akan menolak keras jika
bekerja pada akhir pekan dan lebih mudah meninggalkan pekerjaan pada karir
menengah untuk mengejar karir lain yang memberikan banyak waktu luang.

2.1.9. Nilai Lintas Kultur


- Kerangka Hofstede untuk menilai kultur oleh Hofstede bahwa, manajer dan karyawan
memiliki lima dimensi nilai kultur nasional yang berbeda-beda, dimensi tersebut adalah:
1. Jarak kekuasaan. Sifat kultur nasional yang mendeskripsikan tingkatan dimana suatu
masyarakat menerima kekuatan dalam institusi dan organisasi didistribusikan secara
tidak sama. Kultur ini cenderung mengikuti sistem kelas atau kasta yang tidak
mendukung mobilitas warga negaranya ke atas. Peringkat jarak kekuasaan yang
rendah menunjukkan bahwa kultur tersebut tidak mendukung perbedaan antara
kekuatan dan kekayaan. Masyarakat ini menekankan persamaan dan peluang
2. Individualism. Sifat kultur nasional yang mendeskripsikan tingkatan dimana sesorang
lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai anggota suatu kelompok.
Kolektivitas menekankan kerangka social yang kuat dimana individu mengharap
individu lain dalam kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.
3. Maskulinitas. Sifat kultur yang mendeskripsikan tingkat sampai mana kultur tersebut
menyukai peran pencapaian, kekuatan, dan pengendalian dari pekerjaan maskulin
tradisional. Nilai-nilai social digolongkan menurut ketegasan dan materialism.
Feminitas yaitu sifat kultur yang mempunyai sedikit perbedaan antara peran pria dan
wanita, dimana wanita diperlakukan seperti pria dalam semua aspek masyarakat.
4. Penghindaran Ketidakpastian.sifat kultur nasional yang mendeskripsikan tingkat
sampai mana suatu masyarakat merasa terancam oleh situasi-situasi yang tidak pasti
dan ambigu serta berusaha untuk menghindarinya
5. Otoritas Jangka Panjang dan otoritas jangka pendek.otoritas jangka panjang
merupakan sifat kultur nasional yang menekankan masa depan, penghematan, dan
ketekunan. Sedangkan otoritas jangka pendek menekankan masa lalu dan masa kini,
menghormati tradisi, dan memenuhi keawjiban-kewajiban social.
- Kerangka Globe untuk menilai kultur. Sebuah penyelidikan lintas cultural mengenai
kepemimpinan dan kultur nasional yang terus menerus dilakukan. Tim Globe
mengidentifikasi 9 dimensi dalam kultur nasional yang saling berbeda satu sama lain
yaitu:
1. Tingkatan gender. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat memperbesar
perbedaan peran gender.
2. Penghindaran ketidakpastian. Kepercayaan masyarakat terhadap norma dan
prosedur social untuk mengurangi ketidakmampuan dalam memprediksi kejadian
masa depan.
3. Individualism/kolektivitas. Sampai mana individu didorong oleh situasi-situasi social
untuk bergabung dalam kelompok-kelompok suatu organisasi dan masyarakat
4. Jarak kekuasaan. Sampai mana anggota suatu masyarakat dapat menerima
kekuasaan dibagi secara tidak adil
5. Kolektivitas dalam kelompok. Bagaimana anggota suatu institusi social merasa
bangga atas keanggotaannya dalam kelompok kecil, seperti keluarga, teman-teman
disekitarnya dan perusahaan tempat mereka bekerja.
6. Orientasi kinerja. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong dan
menghargai anggotanya atas peningkatan prestasi dan keunggulan
7. Orientasi kemanusiaan. Tingkatan sampai mana suatu masyarakat mendorong dan
menghargai individu untuk bersikap adil, altruistis (mendahulukan kepentingan
individu lain), murah hati, perhatian, dan baik terhadap individu lain.

Perilaku organisasi telah menjadi disiplin ilmu dan konsep-konsepnya harus


mencerminkan nilai-nilai cultural yang berbeda dari individu di Negara-negara yang
berbeda. Untungnya telah banyak penelitian yang telah diterbitkan selama beberapa
tahun terakhir, yang memungkinkan kita untuk menentukan dimana konsep-konsep
Perilaku organisasi dapat diterapkan secara universal pada seluruh kultur dan dimana
konsep tidak bisa diterapkan.
Berkaitan dengan individu menghadapi lingkungan yang dinamis dan berubah-ubah serta
membutuhkan karyawan yang siap mengubah tugas dan bergerak secara mudah dalam
tim, adalah penting bahwa kepribadian karyawan sesuai dengan keseluruhan kultur
organisasi daripada hanya dengan karakteristi-karakteristik pekerjaan tertentu.
Penelitian terhadap kesesuaian individu-organisasi juga menelaah nilai individu dan
apakah hal tersebut sesuai dengan kultur organisasi. kesesuaian antara nilai karyawan
dan organisasi mereka menjadi dasar kepuasan kerja, komitmen terhadap organisasi, dan
tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah.
Mengikuti pedoman ini pada saat perekrutan seharusnya dapat membantu kita memilih
karyawan yang sesuai dengan kultur organisasi, yang pada akhirnya menghasilkan tingkat
kepuasan karyawan tinggi dan perputaran karyawan yang lebih rendah.
2.2. Pembahasan
Perkuliahan dimulai dengan mahasiswa mempresentasikan ringkasan materi yang
telah dibuat dan mendiskusikannya di depan kelas. Dosen sebagai fasilitator dan
nara sumber untuk tetap berfungsi expert judgments dari sudut pandang
kecakapan dan filososfi keilmuan terkait. Akhir perkuliahan dosen merangkumkan
hasil diskusi dan melengkapi materi yang belum termasuk dalam diskusi tersebut.

2.3. Penelitian
Fasilitator menguraikan berbagai contoh penelitian yang telah dan sedang serta
yang dapat dilakukan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan
karakteristik perilaku individu yang kaitannya dengan kepribadian dan nilai.

2.4. Penerapan
Fasilitator menguraikan tentang penerapan pentingnya kesesuaian kepribadian
dan nilai individu terhadap kultur organisasi untuk menghasilkan karyawan yang
berkomitmen terhadap pencapaian tujuan organisasi.

2.5. Latihan
Mahasiswa di dalam kelas melakukan kegiatan, salah satunya menguraikan
dengan pendapat sendiri mengapa sangat penting memperhatikan kepribadian
dan nilai individu untuk sebuah organisasi.

2.6. Tugas Mandiri


Mahasiswa mencari contoh kasus dalam artikel tentang perusahaan yang jatuh
kemudian bangkit kembali lalu analisis apakah nilai dan kepribadian menentukan
jatuh dan bangkitnya perusahaan tersebut.
III. PENUTUP
3.1. Rangkuman
Fasilitator merangkum materi kuliah ini dengan memberikan esensi dari materi
bahasan dan keterkaitannya dengan materi bahasan sebelumn dan berikutnya

3.2. Tes Formatif


Fasilitator memberikan test formatif untuk mengetahui tingkat penguasaan
pengetahuan yang diperoleh mahasiswa pada materi bahasan ini dengan
memberikan pertanyaan antara lain sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan hubungan kepribadian dan nilai
2. Mendeskrisikan pentingnya kesesuai nilai individu dengan kultur organisasi

3.3. Umpan Balik


Mahasiswa dapat mengajukan hal tentang kondisi yang dialami dan diharapkan
untuk memahami materi bahasan terkait.

RANGKUMAN
1. Stephen P. Robbins and Timothy A. Judge (2008), organizational behavior, Salemba
Empat : Jakarta
2. Gregory Moorhead and Ricky W. Griffin (2013), perilaku organisasi, salemba empat :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai