Makalah Ibu Ayu
Makalah Ibu Ayu
Makalah Ibu Ayu
DISUSUN OLEH :
NI KADEK RUSWINDI 16.1.10.7.1.005
VIVI CRISTIANI 16.1.10.7.1.
SUGIMAN 16.1.10.7.1.
ZIAN FAZILAH 16.1.10.7.1.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah dengan judul “Program Gizi Dan gizi balita”.
Penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
untuk memenuhi tugas mata kuliah di Universitas Muhammadiyah Palu, Fakultas
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat.Penyusunannya dapat
terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak pihak.Untuk itu, pada
kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis baik itu secara langsung maupun tidak langsung dalam
menyelesaikan Makalah ini.
Walaupun demikian, penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam Makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari berbagai pihak guna kami jadikan sebagai bahan evaluasi untuk
meningkatkan kualitas diri kedepannya.
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk semua orang terutama bagi
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Palu, Desember2019
Penulis
Daftar Isi
serta menghasilkan energi. Kata gizi merupakan kata yang relatif baru dikenal
sekitar tahun 1857.Kata gizi berasal dari Bahasa Arab ghidza yang berarti
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sangat pesat Pada masa ini, balita
memerlukan zatzat gizi yang jumlahnya lebih banyak dan berkualitas namun
balita mudah menderita kelainan gizi dan rawan penyakit karena kekurangan
(malnutrition). Masalah gizi yang sering dialami oleh balita antara lain kurang
energy dan kurang protein, kekurangan vitamin A, yodium, zat besi, vitamin dan
yakni asupan yang melebihi keluaran atau sebaliknya merupakan akibat dari
adanya masalah gizi yang terjadi pada balita Hal ini menimbulkan beberapa
dampak antara lain penyakit kronis, berat badan lebih dan kurang, pica, karies
mempengaruhi status gizi balita hal ini dikarenakan balita merupakan konsumen
pasif dan status gizi balita sangat ditentukan oleh pemberian nutrisi yang
disediakan oleh keluarga sehingga kesadaran keluarga akan 2 perilaku sadar gizi
masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya. Keluarga dikatakan
mencapai status kadarzi jika telah melaksanakan lima indikator utama yaitu
gizi adalah 80% keluarga di Indonesia bisa melaksanakan perilaku sadar gizi atau
mencapai status kadarzi. Hal ini karena keluarga menjadi inti dalam pembangunan
menimbulkan masalah pada status gizi balita. Salah satu akibat tidak tercapainya
balita diseluruh dunia diakibatkan oleh gizi kurang. Asia Selatan merupakan
46%,sub Sahara Afrika 28 %, Amerika Latin 7 % dan yang paling rendah terdapat
mengalami gizi kurang menurun dari 14.43% tahun 2016 menjadi 14.00% tahun
2017 dan telah memenuhi target yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan
MDG’s 2015 yaitu sebesar 15,50% (Kemenkes RI, 2018).Walaupun secara umum
balita gizi kurang di Indonesia mengalami penurunan, namun hal tersebut dirasa
perlu ditangani karena status gizi balita merupakan tolak ukur masa depan suatu
bangsa, maka balita yang sehat atau yang memiliki status gizi baik akan menjadi
gizi ditingkat keluarga masih belum baik, untuk itu masalah gizi kurang harus
jangka panjang. Sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Rahman, dkk
(2016)tentang faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita usia 2459 bulan di
fisik maupun mental, yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Akibat
lainnya adalah penurunan daya tahan tubuh yang menyebabkan hilangnya masa
hidup sehat balita, serta dampak yang lebih serius adalah timbulnya
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Program Gizi dan Kesehatan Gizi Balita?
C. Tujuan
Untuk mengetahui Program Gizi dan Kesehatan Gizi Balita
D. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ekonomi Salah satu faktor yang paling dialami oleh banyak keluarga di
Indonesia adalah masalah ekonomi yang rendah. Ekonomi yang sulit, pekerjaan,
dan penghasilan yang tak mencukupi, dan mahalnya harga bahan makanan
Padahal, usia 1-3 tahun merupakan masa kritis bagi anak untuk mengalami
2. Sanitasi Kondisi rumah dengan sanitasi yang kurang baik akan membuat
buruk juga akan mencemari berbagai bahan makanan yang akan dimasak.
akan kecukupan gizi anak. Namun tingkat pendidikan yang rendah membuat
orangtua tidak mampu menyediakan asupan yang bergizi bagi anak-anak mereka.
"Ibu merupakan kunci dari pemenuhan gizi anak-anak, dan kunci untuk mengatasi
gizi buruk," kata Saptawati. Ketidaktahuan akan manfaat pemberian gizi yang
cukup pada anak akan membuat orangtua cenderung menganggap gizi bukan hal
yang penting.
dari para ahli medis dalam mengatasi masalah gizi dan kesehatan. "Ada persepsi
yang salah dari para orangtua ketika mereka datang ke posyandu. Seringkali
mereka malas datang karena takut diceramahi dan dimarahi dokter tentang
masalah gizi," ujarnya. Perilaku orangtua yang seperti ini membuat anak akan
terus berada dalam kondisi gizi buruk dan menyebabkan anak menjadi sering
sakit.
b.gizi lebih
dapat disebabkan karena energi makanan yang berlebih atau karena pengeluaran
energi yang kurang atau keduanya, sebagaimana sering ditemukan pada anak-anak
dalam keluarga dengan sosial ekonomi baik, serta gaya hidup yang santai
(sedentary life style). Gizi lebih berkaitan dengan pengaruh berbagai macam
karena ketersediaan berbagai jenis hiburan yang tidak memerluan banyak energy,
pengetahuan nilai gizi yang kurang, disamping itu pula faktor genetik dan familier
c. gizi kurang
Penyebab Anak Kurang Gizi
Secara umum, kurang gizi pada anak disebabkan oleh tidak tercukupinya
kebutuhan zat gizi harian. Kondisi tersebut bisa disebabkan oleh faktor-faktor
berikut ini:
Kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pola makan sehat dan gizi yang
seimbang merupakan penyebab paling umum kurang gizi pada anak. Bila orang
tua tidak mengetahui jenis dan jumlah nutrisi yang dibutuhkan anak, asupan
nutrisi yang diberikan bisa tidak mencukupi kebutuhan anak sehingga ia menjadi
kurang gizi.
Kondisi sosial ekonomi keluarga yang kurang baik juga bisa menjadi penyebab
anak mengalami kekurangan gizi. Hal ini karena jika porsi dan jenis makanannya
tidak memenuhi kebutuhan gizi dalam waktu yang lama, anak akan mengalami
gizi kurang.
Namun, hal ini bisa diakali dengan mengetahui sumber-sumber makanan yang
bergizi lengkap yang mudah ditemui. Sumber makanan ini tidak perlu mahal,
tetapi tetap terjaga kebersihannya.
Selain karena makanan, anak kurang gizi bisa juga disebabkan oleh suatu penyakit
atau kondisi medis, terutama penyakit saluran pencernaan yang membuat tubuh
anak sulit mencerna atau menyerap makanan. Contohnya adalah penyakit celiac,
penyakit Crohn, dan radang usus.
Selain itu, penyakit jantung bawaan dan penyakit infeksi, seperti TB paru, juga
bisa menyebabkan anak mengalami kurang gizi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal "Stunting" dan
Efeknya pada Pertumbuhan Anak",
https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.e
feknya.pada.pertumbuhan.anak?page=all.
Stunting adalah hasil dari berbagai faktor yang terjadi di masa lalu. Misalnya
asupan gizi yang buruk, berkali-kali terserang penyakit infeksi, serta berat badan
lahir rendah (BBLR).
Kondisi tidak tercukupinya asupan gizi anak ini biasanya tidak hanya terjadi
setelah ia lahir saja. Melainkan bisa dimulai sejak ia masih di dalam kandungan.
WHO sebagai Badan Kesehatan Dunia, menyatakan bahwa sekitar 20 persen
kejadian stunting sudah terjadi saat bayi masih berada di dalam kandungan.
Hal ini disebabkan oleh asupan ibu selama hami kurang bergizi dan berkualitas,
sehingga nutrisi yang diterima janin cenderung sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di
dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran.
Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi akibat kebutuhan gizi anak saat masih di
bawah usia 2 tahun tidak tercukupi. Entah itu tidak diberikan ASI eksklusif,
ataupun MPASI (makanan pendamping ASI) yang diberikan kurang mengandung
zat gizi yang berkualitas.
Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan juga bisa
menjadi salah satu faktor utama penyebab stunting. Khususnya asupan makanan
yang mengandung zink, zat besi, serta protein ketika anak masih berusia balita.
Melansir dari buku Gizi Anak dan Remaja, kejadian ini umumnya sudah mulai
berkembang saat anak berusia 3 bulan. Proses perkembangan tersebut lambat laun
mulai melambat ketika anak berusia 3 tahun.
Setelah itu, grafik penilaian tinggi badan berdasarkan umur (TB/U), terus
bergerak mengikuti kurva standar tapi dengan posisi berada di bawah. Ada sedikit
perbedaan kondisi stunting yang dialami oleh kelompok usia 2-3 tahun, dan anak
dengan usia lebih dari 3 tahun.
Pada anak yang berusia di bawah 2-3 tahun, rendahnya pengukuran grafik tinggi
badan menurut usia (TB/U) bisa menggambarkan proses stunting yang sedang
berlangsung. Sedangkan pada anak yang berusia lebih dari itu, kondisi tersebut
menunjukkan kalau kegagalan pertumbuhan anak memang telah terjadi (stunted).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal "Stunting" dan
Efeknya pada Pertumbuhan Anak",
https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.e
feknya.pada.pertumbuhan.anak?page=all.
E. Dampak masalah Kesehatan dan gizi pada Balita
Sebuah studi “India Journal of Psychiatry” tahun 2008 mencatat dampak dari gizi
buruk pada anak, yaitu:
Menurut data yang dilansir pada National Health and Nutrition Examination
Survey, anak-anak dengan gizi buruk cenderung melewatkan pelajaran di kelas
sehingga anak tidak naik kelas. Anak menjadi lemas, lesu, dan tidak dapat
bergerak aktif karena kekurangan vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya.
Hal ini didukung oleh data World Bank yang juga mencatat hubungan antara gizi
buruk dan tingkat IQ yang rendah. Anak-anak ini juga mungkin mengalami
kesulitan mencari teman karena masalah perilaku mereka.
Gagalnya anak untuk mencapai aspek akademis dan sosial akibat gizi buruk tentu
saja memiliki dampak negatif yang berkelanjutan sepanjang hidupnya apabila
tidak segera disembuhkan.
3. Penyakit infeksi
Dampak gizi buruk lainnya yang kerap kali terjadi adalah risiko penyakit infeksi.
Ya, anak dengan gizi yang kurang akan sangat rentan mengalami penyakit infeksi.
Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuhnya yang tak kuat akibat nutrisi
tubuh yang tidak terpenuhi.
Ada banyak vitamin dan mineral yang sangat memengaruhi kerja sistem
kekebalan tubuh, misalnya vitamin C, zat besi, dan zink. Bila kadar nutrisi
tersebut tidak tercukupi maka sistem kekebalan tubuhnya juga buruk.
Belum lagi jika ia kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat dan protein yang
merupakan sumber energi dan pembangun sel-sel tubuh. Kekurangan nutrisi
tersebut akan membuat fungsi tubuhnya terganggu.
Bila tidak ada protein dan zat nutrisi lainnya, maka bukan tidak mungkin
pertumbuhan si kecil terhambat bahkan berhenti sebelum waktunya.
Maka itu penting bagi Anda untuk terus memantau kesehatan sang buah hati,
apalagi jika ia masih dalam usia di bawah lima tahun. Dengan mengetahui status
gizinya, Anda juga akan mengetahui apakah perkembangan si kecil normal atau
itu. Untuk itu, sebaiknya selalu periksakan anak ke dokter dengan rutin.
- Meningkatnya risiko penyakit jantung koroner, akibat beberapa perubahan secara jasmani yang
merupakan suatu kumpulan gejala dari sindrom resistensi insulin.
- Gangguan secara psikososial seperti kecemasan, kondisi emosi dan gangguan di sekolah. Anak
dengan obesitas cenderung mendapatkan diskriminasi oleh teman sebayanya karena mereka
tampak lebih cepat dewasa secara jasmani, bahkan suatu penelitian menyatakan anak dengan
obesitas lebih banyak tidak masuk sekolah serta memiliki kualitas hidup yang lebih buruk
dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami obesitas.
- Obesitas merupakan faktor risiko awal dari peningkatan angka kematian dan kesakitan di masa
dewasa. Untungnya dengan modifikasi gaya hidup (meski sulit), seperti pengurangan berat badan
dan asupan lemak akan memperbaiki faktor risiko kardiovaskular dan mencegah terjadinya
resistensi insulin.
Untuk mencegah terjadinya kedua masalah gizi tersebut terjadi, Ibu sebaiknya mulai menerapkan
pola hidup sehat sejak dini pada si Kecil. Dimulai dari membiasakan dan mencontohkan makan
yang baik dan sehat, mengajarkan si Kecil untuk disiplin makan dan mengajak si Kecil beraktivitas
di luar rumah dan membatasi jam menonton
Kekurangan gizi pada anak berdampak secara akut dan kronis. Anak-anak yang
mengalami kekurangan gizi akut akan terlihat lemah secara fisik. Anak yang
mengalami kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama atau kronis, terutama
yang terjadi sebelum usia dua tahun, akan terhambat pertumbuhan fisiknya
sehingga menjadi pendek (stunted).
Kondisi ini lebih berisiko jika masalah gizi sudah mulai terjadi sejak di dalam
kandungan. Data-data secara nasional di Indonesia membuktikan bahwa angka
stunting yang tinggi beriringan dengan kejadian kurang gizi. Seperti disebut
dalam laporan Riskesdas terakhir, ada 30,8% atau 7,3 juta anak di Indonesia
mengalami stunting, dengan 19,3% atau 4,6 juta anak pendek, dan 11,5% atau 2,6
juta anak sangat pendek.
Lalu apa saja dampak gizi buruk, baik langsung maupun langsung, terhadap anak
dan ketahanan negara Indonesia?
Anak-anak yang tumbuh dan berkembang tidak proporsional hari ini, pada
umumnya akan mempunyai kemampuan secara intelektual di bawah rata-rata
dibandingkan anak yang tumbuh dengan baik. Generasi yang tumbuh dengan
kemampuan kognisi dan intelektual yang kurang akan lebih sulit menguasai ilmu
pengetahuan (sains) dan teknologi karena kemampuan analisis yang lebih lemah.
Pada saat yang sama, generasi yang tumbuh dengan kondisi kurang gizi dan
mengalami stunting, tidak dapat diharapkan untuk berprestasi dalam bidang olah
raga dan kemampuan fisik. Dengan demikian, proporsi kurang gizi dan stunting
pada anak adalah ancaman bagi prestasi dan kualitas bangsa di masa depan dari
segala sisi.
Berbagai studi membuktikan bahwa anak-anak yang kurang gizi pada waktu
balita, kemudian mengalami stunting, maka pada usia dewasa akan lebih mudah
mengalami obesitas dan terserang diabetes melitus.
Kurang gizi dan stunting saat ini, menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya
manusia usia produktif. Masalah ini selanjutnya juga berperan dalam
meningkatkan penyakit kronis degeneratif saat dewasa.
Karena itu, Januari merupakan momen yang tepat bagi semua pihak (para orang
tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan parlemen) untuk ikut berperan dalam
menyelesaikan permasalahan gizi anak dan stunting tersebut. Perhatian terhadap
Hari Gizi Nasional bukan semata seremonial, tapi merupakan sebuah bentuk
kewaspadaan terhadap kondisi yang terjadi saat ini, dan kepedulian masa depan
bangsa.
4. dampak stunting
Sumber:
1.Hartono GJ. Laporan gizi di awal tahun 2014 : Kurus vs Obesitas. 24 Januari 2014 diakses di
www.tanyadok.com/anak/laporan-gizi-di-awal-tahun-2014-kurus-vs-obesitas pada 4 November 2014
2.Rini EA. Obesitas, Resistensi Insulin dan Diabetes Mellitus tipe II pada Anak dan Remaja. Buku Ilmiah KONIKA XVI.
Palembang. 24-28 Agustus 2014. p.187-191
3.Schwimmer JB et al. Health Related Quality of Life of Severely Obese Children and Adolescents. Journal of American
Medical Association. April 2003. Vol 289. No 14. P 1813-1819 diakses di
http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=196343 pada 4 November 2014
4.Dietz WH. Health Consequences of Obesity in Youth : Childhood predictors of Adult Disease. Pediatrics. March 1998.
Vol 101 (2). P 518-52 diakses di
DAFTAR PUSTAKA
Susilowati dan Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bandung:
Refika Aditama
Saptawati 2012 .Faktor Utama Penyebab Gizi Buruk Anak". Jakarta: EGC