Anda di halaman 1dari 13

Economic Diversification of the Rural Economics

Disusun oleh :

Hartsa Kusuma Nagara ; 175020100111008

Kelas AA

Ekonomi Pembangunan

Jurusan Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Brawijaya Malang


Diversifikasi ekonomi di daerah pedesaan di sektor pertanian maupun non pertanian memiliki
potensi untuk mengurangi kemiskinan,meningkatkan pencegahan kegagalan panen atau harga
yang tidak menentu, dan meningkatkan pangan dan pekerjaan yang sejahtera bagi warga pedesaan.
sekitar 20 hingga 50 persen warga pedesaan di Afrika, Asia dan Amerika Latin bekerja dalam
sektor non-pertanian. Dan sisanya bekerja dan bergantung pada pertanian untuk mata pencaharian
mereka.
Sektor pertanian yang bersifat dinamis harus menjadi pusat strategi pembangunan pedesaan ,
seperti menciptakan lapangan kerja yang lebih baik dan pada saat yang sama, memungkinkan juga
membangun sektor ekonomi atau kegiatan non-pertanian di pedesaan. Untuk menjamin potensi
diversifikasi ekonomi yang bisa mengurangi kemiskinan dan mencipatkan pekerjaan yang
layak.Ada tiga kebijakan prioritas yang direkomendasikan : memperkuat ekonomi keluarga buruh
petani , mengembangkan produk makanan pasar, menghilangkan hambatan risiko bagi produsen
baru yang ingin masuk ke pasar dan kebijakan ini bisa diterapkan dalam kerangka kebijakan daerah
yang nantinya akan memperkuat hubungan desa-kota melalui promosi dan pengembangan fungsi
layanan kota-kota kecil dan pedesaan.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memiliki keahlian teknis dalam kebijakan sektoral,
pelatihan, pengembangan ekonomi lokal, analisis rantai nilai, pengembangan usaha kecil,
pembuatan kebijakan dan dialog sosial, sehingga dapat berkontribusi pada agenda ini untuk
diversifikasi ekonomi di daerah pedesaan.

1. Dasar Pemikiran dan Pengklasifikasian

Kondisi ekonomi di pedesaan di negara-negara berpendapatan per kapita rendah dikarakteristikan


dengan sebagian besar didorong oleh sektor pertanian. Menurut survei yang dilakukan di 26 daerah
pedesaan di tujuh negara berkembang (Kenya, Madagaskar,Mali, Meksiko, Maroko, Nikaragua
dan Senegal), 93 persen rumah tangga atau keluarga memiliki lahan pertanian sendiri.
Kemiskinan sudah bersifat umum di daerah pedesaan. Proporsi populasi di bawah garis
kemiskinan nasional di daerah pedesaan di Zimbabwe berkisar antara 84 persen dan 42 persen
pada Papua Nugini. Rata-rata 2 hingga 3 kali lebih tinggi dari kemiskinan kota, kecuali di Vietnam
dan Kamerun, di mana itu 4,5 kali lebih tinggi. Dalam kondisi kemiskinan yang demikian, manusia
di daerah pedesaan negara berpendapatan kapita rendah dan menengah berkonsentrasi pada
meminimalkan risiko dan mencari ketahanan pangan dengan memproduksi makanan untuk
konsumsi sendiri.
Jika negara atau pemerintah ingin mengurangi kemiskinan dengan cepat yaitu dengan
mengembangkan sektor pertanian yang dinamis dan mendiversifikasi ke sektor non pertanian
menjadi solusi yang objektif. Pengembangan kegiatan ekonomi non-pertanian merupakan
konsekuensi dari pertumbuhan produksi pertanian yang meningkat. Misalnya, di Asia Tenggara
disitu adalah sektor pertanian maju yang pada akhirnya menghasilkan surplus yang membantu
mendanai investasi perusahaan industri. Prospek untuk diversifikasi ekonomi sektor pertanian ke
non-pertanian yaitu menjadi terhubung dengan baik dan sektor pertanian juga bertumbuh pesat.

2. Ruang Lingkup dan Definisi


Ekonomi pedesaan mencakup beragam mata pencaharian;tidak terbatas hanya pada sektor
pertanian dan produksi barang pokok. Secara umum, ekonomi pedesaan mungkin
dikategorikan ke dalam: sektor pertanian / pertanian barang pokok dan sektor non-pertanian
yang termasuk di dalamnya semua kegiatan ekonomi non-pertanian yang menghasilkan
pendapatan untuk rumah tangga pedesaan. Jadi, sektor non pertanian ini sangat heterogen,
seperti pertambangan,manufaktur,peralatan, konstruksi, perdagangan, pariwisata,transportasi,
dan jasa keuangan, dan layanan pemerintah.
Diversifikasi ekonomi ekonomi pedesaan mengacu pada bergesernya dari sektor pertanian ke
sektor non-pertanian di daerah pedesaan,begitu juga dengan diversifikasi output ekonomi di
dalam sektor-sektor ini.
Ada banyak bukti yang menunjukkan pertumbuhan dan produktivitas di sektor pertanian
adalah hal yang penting untuk memastikan sebuah transformasi. Meningkatkan produktivitas
di sektor pertanian ini memiliki “multiplier effects” yang signifikan dalam mendorong
pembangunan sektor yang lain di pedesaan.
Daerah yang terdapat pertumbuhan yang kuat di sektor pertanian, sektor ekonomi non-
pertanian di pedesaan juga pasti ikut berkembang pesat, untuk meningkatkan pendapatan
warga desa.
Studi tentang hubungan pertumbuhan sektor pertanian dengan non pertanian menunjukkan
bahwa setiap nilai tambah di bidang pertanian menghasilkan tambahan pendapatan sekitar US
$ 0,6 hingga US $ 0,8 di sektor non pertanian di Asia dan US $ 0,3 hingga US $ 0,5 di Afrika
dan Amerika Latin . Dampak diversifikasi ekonomi pedesaan melalui pertambahan pendapatan
di sektor non pertanian sebagai respons terhadap hal yang produktif di sektor pertanian dan
semakin diakui sebagai hal yang penting untuk mendorong transformasi struktural di negara-
negara berkembang.
Proses produksi dan keberlanjutan dari produksi dan konsumsi antar sektor merupakan
komponen penting dari diversifikasi ekonomi di daerah pedesaan. Aktivitas Pertanian dan non-
pertanian dihubungkan melalui kegiatan produksi dan juga secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat pendapatan atau investasi. Keterkaitan produksi dapat terjadi ketika
sektor pertanian mengarah pada perluasan input dan ke fungsi layanan sektor non-pertanian,
dan distribusi yang mengandalkan input pertanian lalu meningkatkan permintaan produk
pertanian.

Karena itu proses diversifikasi ekonomi tergantung sangat bergantung pada kinerja produktif
di sektor pertanian yang dimana bisa menciptakan permintaan dan pasokan untuk sektor non-
pertanian ekonomi pedesaan. Proses ini sudah berjalan sedang dalam masa transisi di negara-
negara berkembang, di mana antaranya ada 40 hingga 70 persen pendapatan pedesaan diambil
dari sektor non-pertanian. Struktur pekerjaan di desa bervariasi di wilayah negara berkembang
di sektor non pertanian ada sekitar 48 persen pria di Amerika Latin, Karibia, Asia Selatan, dan
Tengah ,Afrika Timur dan Utara, 38 persen di Asia Timur dan Pasifik dan 20 persen di sub-
Sahara Afrika. Untuk wanita,proporsinya cenderung lebih rendah.
Pola pekerjaan warga desa di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa sebagian besar
warga tidak berspesialisasi dengan baik di sektor pertanian atau non-pertanian, tetapi mencari
penghasilan dari kedua sektor tersebut. Jadi, partisipasi rumah tangga dalam ekonomi non-
pertanian seperti halnya dengan paruh waktu atau musiman. Keputusan warga untuk
menambah pendapatan cenderung didasarkan pada "faktor pendorong", yaitu faktor pendorong
warga untuk menambah pendapatan contoh faktornya seperti takut ada krisis ekonomi ataupun
untuk menyeimbangkan pendapatan dan ada "faktor penarik", yaitu seperti ada peluang
strategis seperti investasi untuk kegiatan pertanian dan non pertanian yang lebih produktif.
Untuk mewujudkan potensi diversifikasi ekonomi dengan tujuan mengurangi kemisikinan,dan
memperoleh pekerjaan yang layak.Ada tiga kebijakan yang direkomendasikan :
1) Meningkatkan mutu lahan lahan pertanian kecil, karena lahan tersebut terdapat tenaga kerja
yang berprofesi sebagai petani dengan jumlah besar sehingga lahan tersebut mewakili
potensi produksi dan mata pencaharian yang besar juga dan menghasilkan pendapatan bagi
ekonomi desa. Pengembangan dinamis pada lahan pertanian yang kecil dapat berfungsi
sebagai mesin penggerak untuk pengembangan ekonomi lokal yang dinamis dan beragam
pula, sementara itu disaat yang sama lahan pertanian kecil bergantung pada ekonomi lokal
untuk input, layanan dan sebagai pasar untuk produk mereka. Disisi lain, pertanian atau
perkebunan yang dikelola korporasi besar atau komersial sering ditandai dengan tantangan
seperti pekerjaan yang layak pada umunya, dan mungkin tidak membutuhkan ekonomi
lokal yang beragam untuk berkembang seperti korporasi besar yang menghubungkan
langsung ke pasar di kota yang lebih jauh.
2) Mengembangkan pasar produk makanan, menghilangkan hambatan bagi produsen
tanaman pangan yang ingin masuk ke pasar menghindari risiko gagal panen dan solusi
untuk kesulitan dalam menghubungkan ke pasar internasional , mempromosikan
keunggulan produksi tanaman pangan - terutama sereal dan tanaman umbi-umbian ke
dalam pasar. Untuk akses ke pasar internasional ,yaitu ekspor berupa tanaman (kapas,
kacang tanah, kopi), yang telah dimobilisasi. Ekspor yang memeliki nilai tambah tinggi
umumnya sangat local dan terkait dengan operator khusus dan hanya menguntungkan
sebagian kecil dari pemilik lahan pertanian.Pasar produk makanan di nasional dan sub-
regional adalah tempat yang paling mudah diakses. Mereka juga mendapat manfaat dari
permintaan yang kuat dan berkelanjutan. Mengembangkan produk makanan pasar, dan
mengurangi hambatan masuk ke pasar bagi produsen baru. Demikian tadi merupakan pusat
dari inovasi dan diversifikasi ekonomi pedesaan.
3) Menerapkan pendekatan seperti yang dijelaskan sebelumnya itu harus diimplementasikan
di kerangka kerja kebijakan daerah yang bertujuan memperkuat hubungan desa-kota
melalui promosi dan pengembangan fungsi layanan kota-kota kecil dan pedesaan,yang
justru sering diabaikan demi yang lebih besar di kota metropolitan.

3. Pendekatan Organisasi Buruh Internasional


Pendekatan organisasi buruh internasional ini untuk diversifikasi ekonomi di daerah pedesaan
yang berfokus pada pengembangan kapasitas untuk memberikan saran teknis sektor mana yang
memiliki potensi penciptaan lapangan kerja dan kebijakan mana yang diperlukan untuk
mendukung pengembangan sektor-sektor ini untuk penciptaan pekerjaan yang layak.
Elemen pertama dari strategi ini adalah pekerja lapangan menilai dampak apa yang sedang
terjadi di lapangan lalu ILO menggunakan tabel Input / Output, Matriks Akuntansi Sosial dan
Matriks Akuntansi Sosial yang Dinamis, Komputasi,Model Proyeksi Keseimbangan Umum
dan Pekerjaan Metodologi telah digunakan dalam berbagai konteks oleh berbagai program ILO
dan memberikan hasil yang dapat menginformasikan kepada pembuat kebijakan.
Dimungkinkan untuk memasukkan fokus khusus tentang kaum muda (termasuk kaitannya
dengan pekerja anak) dan / atau perempuan dalam penilaian ini.
Elemen kedua - paket kebijakan apa yang mendukung pengembangan sektor tertentu yang
dapat mengambil bentuk yang berbeda yang satu terdiri dari menganalisis kendala untuk
pertumbuhan sektor dari perspektif pekerjaan yang layak dan menawarkan rekomendasi
kebijakan untuk mengatasi kendala ini. Ada beberapa bidang kebijakan dapat dicakup, seperti
pengembangan keterampilan, perusahaan dan pengembangan koperasi, keselamatan dan
kesehatan kerja,cakupan jaminan sosial, inspeksi ketenagakerjaan, dll. Lalu ILO
mengembangkan berbagai metodologi untuk analisis ini, di antaranya dimana TREE (Training
for Rural Economic Empowerment) yaitu Pelatihan untuk Pemberdayaan Ekonomi Pedesaan
dan STED (Skills for Trade and Economic Diversification) yaitu Keterampilan Perdagangan
dan Diversifikasi Ekonomi. Cara lain untuk mengembangkan pembangunan paket kebijakan
terpadu yaitu melalui pendekatan geografis dan untuk mengembangkan strategi kerja pedesaan
dengan melibatkan pemangku kepentingan lokal. Secara konkret, ini mendukung perencanaan
kebijakan dan pengembangan program untuk pekerjaan di desa terlebih dahulu, dengan
maksud untuk mengidentifikasi pelajaran yang bisa diambil serta alat dan pendekatan itu
kemudian dapat berkontribusi pada strategi ketenagakerjaan pedesaan nasional. ILO memiliki
beberapa keunggulan komparatif dan keahlian yang cukup dalam bidang teknis yang
mendukung diversifikasi ekonomi di daerah pedesaan seperti :
 Mempromosikan pekerjaan yang layak di tingkat dan di semua sektor ekonomi desa
 Berkapasitas normatif dengan berbagai alat dan standar untuk mendukung pembuatan
kebijakan dalam ekonomi pedesaan,termasuk sektor non-pertanian.
 Struktur tripartit yang berdialog tentang pembangunan social ke mitra sosial.
 Berkapasitas teknis di sejumlah bidang yang relevan, seperti:Pengembangan Ekonomi
Lokal (PEL), padat karya,investasi infrastruktur, kewirausahaan, koperasi, kegiatan
rantai nilai, keuangan mikro, pekerjaan yang ramah lingkungan, keterampilan dan
pelatihan untuk pemberdayaan pedesaan, kebijakan ketenagakerjaan (informal
pekerjaan), keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan sosial, pengawasan
ketenagakerjaan, kebijakan sectoral dan penilaian dampak lapangan kerja sektoral.
 Kemitraan dengan badan-badan PBB dan organisasi lain (Organisasi Pangan dan
Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, Asosiasi Koperasi Internasional, Organisasi
Pengembangan Pertanian, Pariwisata Dunia, dll.).
4. Pengalaman Organisasi Buruh Internasional hingga sekarang
Pengalaman ILO dalam proyek kerja sama yang bersifat teknis di pedesaan memberikan
pelajaran penting untuk merancang intervensi yang mendukung diversifikasi ekonomi di
daerah pedesaan. Program ILO yaitu pelatihan berbasis komunitas TREE telah
diimplementasikan di sekitar 11 negara untuk meningkatkan pendapatan dan penciptaan
lapangan kerja, khususnya di kalangan kelompok yang kurang beruntung seperti perempuan,
para penganggur,setengah menganggur, pekerja miskin dan informal. Pendekatan yang
digunakan dalam program TREE, untuk menghubungkan ekonomi yang ditentukan
masyarakat dan peluang untuk memberikan keterampilan yang relevan , dapat melayani untuk
mengatasi sejumlah tantangan yang dihadapi oleh kelompok yang terpinggirkan untuk
meningkatkan pendapatan dan mengakses pekerjaan yang produktif dan layak di sektor non
pertanian.
Proyek “Memajukan Ketenagakerjaan Pedesaan untuk Pengurangan kemiskinan di Republik
Demokratik Rakyat Laos” mengambil pendekatan geografis, bukan pendekatan sektoral.dan
hal Itu didukung pengembangan Strategi Ketenagakerjaan Pedesaan untuk Pengurangan
Kemiskinan di provinsi Sekong, yang diluncurkan pada bulan November 2011.Proyek ini
terdiri dari jangka pendek dan menengah serta melibatkan Kementerian Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan Sosial, Kementerian Perencanaan dan Investasi, Komite Nasional untuk
Pembangunan Pedesaan dan Pemberantasan Kemiskinan, Departemen Tenaga Kerja dan
Sosial Kesejahteraan dan otoritas lokal Sekong. Untuk memastikan efektivitas proyek tersebut,
enam desa di provinsi ini diidentifikasi sebagai lokasi proyek. Desa terpilih juga yang dipilih
oleh arahan pemerintah. Demikianlah aksinya rencana memajukan ketenagakerjaan untuk
enam desa akan menjadi dilaksanakan sejalan dengan kebijakan pemerintah lainnya.
Diharapkan bahwa model ini akan direplikasi di provinsi lain di Indonesia untuk menghasilkan
pekerjaan dan penghasilan yang bisa mengurangi kemiskinan di daerah pedesaan.
Penilaian “Green Job” di Mauritius, Negara Mauritius ingin menjadi representasi model untuk
pembangunan berkelanjutan melalui “penggunaan sumber daya yang efisien,pengurangan,
penggunaan kembali daur ulang limbah, penurunan polusi, akses yang adil ke sumber daya
untuk semua dan pekerjaan yang layak. Pemerintah Mauritius mengidentifikasi empat pilar
pembangunan yaitu pertanian gula, tekstil, pariwisata dan jasa keuangan.Hal ini diperlukan
untuk menilai potensi penciptaan lapangan kerja “Green Job” sebagai lawan dari pekerjaan
yang konvensional.
Untuk memahami hubungan antara berbagai sektor dan mengevaluasi dampak
ketenagakerjaan dari “Green Growth”, model Input-Output digunakan. Tabel I-O diperluas
dengan menambahkan industri "hijau". Jika industri memiliki komponen “hijau”, maka
dipisahkan dari komponen konvensional atau umum. Proses ini dilakukan menggunakan tiga
metode: a) metode berbasis proses yang melihat proses produksi dan mengidentifikasi sistem
produksi “hijau” b) metode berbasis hasil yang terlihat di barang jadi dan mengidentifikasi
mana yang ramah lingkungan dan c) metode konservasi sumber daya alam yang
mengidentifikasi industri yang berkontribusi terhadap konservasi sumber daya alam.
Model Input-Output memungkinkan para peneliti untuk menghitung “multipliers” dan
membantu pembuat kebijakan untuk memutuskan mana yang merupakan kebijakan terbaik
untuk mengembangkan pembangunan berkelanjutan dengan berfokus pada industri dengan
“multipliers” tertinggi. Laporan terfokus pada hasil dan “multipliers” pekerjaan yang dihitung
menggunakan data dari tabel I-O yang disediakan oleh Kantor Pusat Statistik Mauritius .Untuk
menyelesaikan dan memperluas data dalam tabel I-O, data primer dikumpulkan dari asosiasi
industri dan lembaga publik, sebagian besar yang sudah dalam lisesnsi ramah
lingkungan,sementara data sekunder diperoleh dari kantor pusat statistic Mauritius juga.
Setelah “Multipliers” dhitung untuk semua industry.Kemudian simulasi scenario perbandingan
pertumbuhan yang umum dan “hijau” dilakukan. Simulasi dilakukan pada tiga dari empat
ukuran pertumbuhan: pertanian gula, tekstil,pariwisata dan juga pada industri energi dan
listrik. Hasilnya menunjukkan bahwa scenario pertumbuhan “hijau” dapat menghasilkan 3.648
pekerjaan baru sementara pertumbuhan umum hanya 2.262 pekerjaan baru. Laporan itu bahkan
menyimpulkan meskipun analisis ini adalah langkah pertama dalam memperkirakan
pertumbuhan “hijau” dalam hal penciptaan lapangan kerja, penelitian ini perlu dilanjutkan
untuk (i) memperbaiki fungsi produksi dari kegiatan industri “hijau”, (ii) menilai dampak
lingkungan dan perubahan iklim pada saat bekerja dan output yang dihasilkan, dan (iii)
memperkenalkan indikator pekerjaan yang layak seperti apa ke dalam sebuah model.

Panduan Kebijakan tentang Pengembangan Pekerjaan yang Layak di Ekonomi Pedesaan


Mendukung Pertumbuhan Pertanian yang Inklusif untuk Peningkatan Mata Pencaharian
dan Ketahanan Pangan
• Pekerjaan yang Layak untuk Ketahanan Pangan dan Mata Pencaharian Pedesaan
• Pekerjaan Layak dan Produktif dalam Pertanian
Mengembangkan Diversifikasi Ekonomi dan Memicu Transformasi Produktif untuk
Pekerjaan Pedesaan
• Diversifikasi Ekonomi Pedesaan
• Mengembangkan Pekerjaan Layak untuk Pekerja di Pedesaan berdasarkan jaringan logistik
• Peran Perusahaan Multinasional dalam Pengembangan Pekerjaan yang Layak di Daerah
Pedesaan
• Transisi ke Formalitas dalam Ekonomi Pedesaan yang masih bersifat Informal
• Pariwisata Berkelanjutan sebagai Penggerak Pembangunan Sosial Ekonomi Inklusif dan
Pengurangan Kemiskinan di Wilayah Pedesaan
Mengembangkan Akses ke Layanan, Perlindungan, dan Investasi Padat Karya
• Menyediakan Akses ke Layanan Berkualitas dalam Ekonomi Pedesaan untuk Mendorong
Pertumbuhan dan Pembangunan Sosial
• Memperluas Perlindungan Sosial ke Ekonomi Pedesaan
• Mengembangkan Ekonomi Pedesaan melalui Inklusi Keuangan: Peran Akses ke Keuangan
• Investasi Intensif-Ketenagakerjaan dalam Infrastruktur Pedesaan untuk Pembangunan Ekonomi,
Perlindungan Sosial dan Lingkungan yang bersifat inklusif
Memastikan Keberlanjutan dan Memanfaatkan Manfaat Sumber Daya Alam
• Menerapkan kegiatan ekonomi “hijau” di Pedesaan dan Pekerjaan yang Ramah Lingkungan
• Pekerjaan Layak di sektor Kehutanan
• Memanfaatkan Potensi Industri Ekstraktif
Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Pedesaan melalui Organisasi dan Dukungan
terhadap hak, standar, dan dialog Sosial
• Hak di Tempat Kerja dalam Ekonomi Pedesaan
• Mengadakan Dialog Sosial di Ekonomi Pedesaan
• Membangun Pembangunan Daerah di Daerah Pedesaan melalui Koperasi dan Usaha Ekonomi
Sosial dan Solidaritas lainnya dan Organisasi
• Pekerjaan Layak untuk Masyarakat Adat dan Suku di Ekonomi Pedesaan
• Memberdayakan Perempuan dalam Ekonomi Pedesaan
Meningkatkan Pengetahuan tentang Indicator Pekerjaan Layak di Ekonomi Pedesaan
• Meningkatkan Basis Pengetahuan untuk Mendukung Pengembangan Pekerjaan yang Layak di
Daerah Pedesaan
Daftar Pustaka

Economic Diversification of the Rural Economy--Decent Work In The Rural Economy--Policy


Guidance Notes. International Labour Organization
Review Jurnal atau Contoh Kasus

Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan pemerintah
sebagai hutan. Jika pengertian hutan ditinjau dari sudut pandang sumberdaya ekonomi terdapat
sekaligus tiga sumberdaya ekonomi (Wirakusumah, 2003), yaitu: lahan, vegetasi bersama semua
komponen hayatinya serta lingkungan itu sendiri sebagai sumberdaya ekonomi yang pada akhir-
akhir ini tidak dapat diabaikan. Sedangkan kehutanan diartikan sebagai segala pengurusan yang
berkaitan dengan hutan, mengandung sumberdaya ekonomi yang beragam dan sangat luas pula
dari kegiatan-kegiatan yang bersifat biologis seperti rangkain proses silvikultur sampai dengan
berbagai kegiatan administrasi pengurusan hutan. Hal ini berarti kehutanan sendiri merupakan
sumberdaya yang mampu menciptakan sederetan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Hasil
hutan juga jelas merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang didalam areal
kawasan hutan mampu menghasilkan hasil. hutan kayu, non kayu dan hasil hutan tidak kentara
(intangible) seperti perlindungan tanah, pelestarian sumberdaya air dan beragam hasil wisata.
Uraian tersebut di atas terungkap bahwa hutan, kehutanan dan hasil hutan sesungguhnya menjadi
sumberdaya (resources) yang mempunyai potensi menciptakan barang, jasa serta aktifitas ekonomi
yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kajian ekonomi akan meliputi semberdaya sendiri-
sendiri atau secara majemuk sehingga disebut sumberdaya hutan (Wirahadikusumah, 2003).
Sumberdaya hutan berperan sebagai penggerak ekonomi dapat teridentifikasi daalam beberapa hal,
yaitu: pertama, penyediaan devisa untuk membangun sektor lain yang membutuhkan teknologi
dari luar negeri; kedua, penyediaan hutan dan lahan sebagai modal awal untuk pembangunan
berbagai sektor, terutama untuk kegiatan perkebunan, industri dan sektor ekonomi lainnya; dan
yang ketiga, peran kehutanan dalam pelayanan jasa lingkungan hidup dan lingkungan sosial
masyarakat. Ketiga bentuk peranan tersebut berkaitan dengan peranan sumberdaya hutan sebagai
penggerak ekonomi yang sangat potensial, sangat kompleks dan saling terkait.
Pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat desa hutan terhadap hutannya mencakup berbagai
kehidupan, berupa ketergantungan ekonomi, kawasan buru untuk kebutuhan protein, areal
perladangan dan perkebunan, bahan bangunan, dan fungsi lain yang berhubungan dengan
kelembagaan sosial tradisional di masyarakat. Simon (2000) menyimpulkan bahwa kondisi sosial
ekonomi masyarakat di sekitar hutan merupakan variabel yang perlu diperhitungkan dalam
merumuskan tujuan pengelolaan hutan. Selanjutnya Subaktini, et al (2002) menjelaskan bahwa
karakteristik sosial ekonomi budaya sangat berpengaruh dalam pengelolaan hutan. Oleh karena itu
pemahaman tentang kondisi social ekonomi masyarakat di sekitar hutan perlu diketahui untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan masyarakat terhadap kualitas hutannya.
Mengetahui kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar hutan merupakan suatu
kajian yang perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan dan pengaruh
keberadaan hutan serta fungsinya terhadap kehidupan masyarakat di sekitar hutannya termasuk
untuk membuat rencana atau evaluasi kegiatan pengelolaan hutan.
Pengelolalaan Hutan oleh Masyarakat
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007
dijelaskan bahwa kawasan hutan lindung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan
yaitu berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
Pemanfaatan jasa lingkungan dapat berupa : usaha wisata alam, usaha olah raga tantangan, usaha
pemanfaatan air, usaha perdagangan karbon, dan usaha penyelamatan hutan dan lingkungan.
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung dapat berupa : mengambil rotan,
mengambil madu, mengambil buah, dan perburuan satwa liar yang tidak dilindungi. Teknik
perlakuan dalam memanfatkan hutan lindung dalam pemanfaatan kawasan harus memenuhi
persyaratan : tidak menebang pohon, pengolahan tanah menggunakan teknik yang tidak
menimbulkan erosi, tidak menggunakan pestisida dan insektisida, tidak menggunakan peralatan
mekanis, tidak dilakukan pada kelerengan di atas 25 %14. Implementasi dari kegiatan yang
disebutkan di atas menjelaskan kegiatan atau perilaku yang boleh dilakukan oleh masyarakat di
dalam kawasan hutan lindung. Beberapa perilaku masyarakat kadang-kadang bertentangan dengan
aturan yang berlaku, seperti menebang pohon untuk mengambil kayu pertukangan, menebang
pohon untuk mengambil kayu bakar, membuka hutan untuk areal ladang/kebun, dan berburu
binatang yang dilindungi. Perilaku tersebut sebagian tidak disadari oleh responden bahwa kegiatan
itu bertentangan dengan aturan yang berlaku. Mereka beranggapan bahwa boleh mengelola hutan
lindung setelah adanya program hutan masyarakat yang digulirkan pemerintah. Pemerintah,
melalui Departemen Kehutanan, telah mengupayakan pengelolaan hutan di desa ini dengan konsep
hutan kemasyarakatan, yakni konsep pengelolaan hutan lindung yang memberikan kesempatan
kepada masyarakat sekitar desa untuk memanfaatkan lahan hutannya dengan memperhitungkan
aspek pemilihan jenis tanaman dan jarak tanam. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman kopi
dan tanaman pertanian masyarakat dengan tanaman kehutanan multi purpose tree species (MPTS)
atau tanaman kayu-kayuan seperti : kayu bawang, surian, durian, pete, pinang, dan kemiri, dengan
menggunakan jarak tanam pohon tertentu seperti 6 x 6 meter.
Program hutan kemasyarakatan di desa ini mulai digulirkan sejak tahun 1999 mulai dari
pembentukan kelembagaan, pelatihan, penyiapan bibit, penanaman, pendampingan, dan
monitoring evaluasi. Hasil wawancara dengan masyarakat dan pengamatan langsung di lapangan,
secara fisik persentase penanaman tananaman MPTS yang dilakukan cukup berhasil, hanya saja
tanaman kemiri atau pinang yang ditanam di lahannya sudah mulai ditebangi oleh masyarakat.
Alasan mereka pohon-pohon tersebut mengganggu pertumbuhan kopi. Tujuan akhir dari program
hutan kemasyarakatan sebenarnya adalah menggantikan tanaman kopi dengan tanaman kehutanan.
Program ini hakekatnya adalah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan yang mengarah
kepada keseimbangan fungsi hutan sebagai perlindungan lingkungan dan sumber ekonomi bagi
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai