Disusun oleh :
Kelas AA
Ekonomi Pembangunan
Karena itu proses diversifikasi ekonomi tergantung sangat bergantung pada kinerja produktif
di sektor pertanian yang dimana bisa menciptakan permintaan dan pasokan untuk sektor non-
pertanian ekonomi pedesaan. Proses ini sudah berjalan sedang dalam masa transisi di negara-
negara berkembang, di mana antaranya ada 40 hingga 70 persen pendapatan pedesaan diambil
dari sektor non-pertanian. Struktur pekerjaan di desa bervariasi di wilayah negara berkembang
di sektor non pertanian ada sekitar 48 persen pria di Amerika Latin, Karibia, Asia Selatan, dan
Tengah ,Afrika Timur dan Utara, 38 persen di Asia Timur dan Pasifik dan 20 persen di sub-
Sahara Afrika. Untuk wanita,proporsinya cenderung lebih rendah.
Pola pekerjaan warga desa di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa sebagian besar
warga tidak berspesialisasi dengan baik di sektor pertanian atau non-pertanian, tetapi mencari
penghasilan dari kedua sektor tersebut. Jadi, partisipasi rumah tangga dalam ekonomi non-
pertanian seperti halnya dengan paruh waktu atau musiman. Keputusan warga untuk
menambah pendapatan cenderung didasarkan pada "faktor pendorong", yaitu faktor pendorong
warga untuk menambah pendapatan contoh faktornya seperti takut ada krisis ekonomi ataupun
untuk menyeimbangkan pendapatan dan ada "faktor penarik", yaitu seperti ada peluang
strategis seperti investasi untuk kegiatan pertanian dan non pertanian yang lebih produktif.
Untuk mewujudkan potensi diversifikasi ekonomi dengan tujuan mengurangi kemisikinan,dan
memperoleh pekerjaan yang layak.Ada tiga kebijakan yang direkomendasikan :
1) Meningkatkan mutu lahan lahan pertanian kecil, karena lahan tersebut terdapat tenaga kerja
yang berprofesi sebagai petani dengan jumlah besar sehingga lahan tersebut mewakili
potensi produksi dan mata pencaharian yang besar juga dan menghasilkan pendapatan bagi
ekonomi desa. Pengembangan dinamis pada lahan pertanian yang kecil dapat berfungsi
sebagai mesin penggerak untuk pengembangan ekonomi lokal yang dinamis dan beragam
pula, sementara itu disaat yang sama lahan pertanian kecil bergantung pada ekonomi lokal
untuk input, layanan dan sebagai pasar untuk produk mereka. Disisi lain, pertanian atau
perkebunan yang dikelola korporasi besar atau komersial sering ditandai dengan tantangan
seperti pekerjaan yang layak pada umunya, dan mungkin tidak membutuhkan ekonomi
lokal yang beragam untuk berkembang seperti korporasi besar yang menghubungkan
langsung ke pasar di kota yang lebih jauh.
2) Mengembangkan pasar produk makanan, menghilangkan hambatan bagi produsen
tanaman pangan yang ingin masuk ke pasar menghindari risiko gagal panen dan solusi
untuk kesulitan dalam menghubungkan ke pasar internasional , mempromosikan
keunggulan produksi tanaman pangan - terutama sereal dan tanaman umbi-umbian ke
dalam pasar. Untuk akses ke pasar internasional ,yaitu ekspor berupa tanaman (kapas,
kacang tanah, kopi), yang telah dimobilisasi. Ekspor yang memeliki nilai tambah tinggi
umumnya sangat local dan terkait dengan operator khusus dan hanya menguntungkan
sebagian kecil dari pemilik lahan pertanian.Pasar produk makanan di nasional dan sub-
regional adalah tempat yang paling mudah diakses. Mereka juga mendapat manfaat dari
permintaan yang kuat dan berkelanjutan. Mengembangkan produk makanan pasar, dan
mengurangi hambatan masuk ke pasar bagi produsen baru. Demikian tadi merupakan pusat
dari inovasi dan diversifikasi ekonomi pedesaan.
3) Menerapkan pendekatan seperti yang dijelaskan sebelumnya itu harus diimplementasikan
di kerangka kerja kebijakan daerah yang bertujuan memperkuat hubungan desa-kota
melalui promosi dan pengembangan fungsi layanan kota-kota kecil dan pedesaan,yang
justru sering diabaikan demi yang lebih besar di kota metropolitan.
Hutan adalah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan pemerintah
sebagai hutan. Jika pengertian hutan ditinjau dari sudut pandang sumberdaya ekonomi terdapat
sekaligus tiga sumberdaya ekonomi (Wirakusumah, 2003), yaitu: lahan, vegetasi bersama semua
komponen hayatinya serta lingkungan itu sendiri sebagai sumberdaya ekonomi yang pada akhir-
akhir ini tidak dapat diabaikan. Sedangkan kehutanan diartikan sebagai segala pengurusan yang
berkaitan dengan hutan, mengandung sumberdaya ekonomi yang beragam dan sangat luas pula
dari kegiatan-kegiatan yang bersifat biologis seperti rangkain proses silvikultur sampai dengan
berbagai kegiatan administrasi pengurusan hutan. Hal ini berarti kehutanan sendiri merupakan
sumberdaya yang mampu menciptakan sederetan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Hasil
hutan juga jelas merupakan sumberdaya ekonomi potensial yang beragam yang didalam areal
kawasan hutan mampu menghasilkan hasil. hutan kayu, non kayu dan hasil hutan tidak kentara
(intangible) seperti perlindungan tanah, pelestarian sumberdaya air dan beragam hasil wisata.
Uraian tersebut di atas terungkap bahwa hutan, kehutanan dan hasil hutan sesungguhnya menjadi
sumberdaya (resources) yang mempunyai potensi menciptakan barang, jasa serta aktifitas ekonomi
yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kajian ekonomi akan meliputi semberdaya sendiri-
sendiri atau secara majemuk sehingga disebut sumberdaya hutan (Wirahadikusumah, 2003).
Sumberdaya hutan berperan sebagai penggerak ekonomi dapat teridentifikasi daalam beberapa hal,
yaitu: pertama, penyediaan devisa untuk membangun sektor lain yang membutuhkan teknologi
dari luar negeri; kedua, penyediaan hutan dan lahan sebagai modal awal untuk pembangunan
berbagai sektor, terutama untuk kegiatan perkebunan, industri dan sektor ekonomi lainnya; dan
yang ketiga, peran kehutanan dalam pelayanan jasa lingkungan hidup dan lingkungan sosial
masyarakat. Ketiga bentuk peranan tersebut berkaitan dengan peranan sumberdaya hutan sebagai
penggerak ekonomi yang sangat potensial, sangat kompleks dan saling terkait.
Pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat desa hutan terhadap hutannya mencakup berbagai
kehidupan, berupa ketergantungan ekonomi, kawasan buru untuk kebutuhan protein, areal
perladangan dan perkebunan, bahan bangunan, dan fungsi lain yang berhubungan dengan
kelembagaan sosial tradisional di masyarakat. Simon (2000) menyimpulkan bahwa kondisi sosial
ekonomi masyarakat di sekitar hutan merupakan variabel yang perlu diperhitungkan dalam
merumuskan tujuan pengelolaan hutan. Selanjutnya Subaktini, et al (2002) menjelaskan bahwa
karakteristik sosial ekonomi budaya sangat berpengaruh dalam pengelolaan hutan. Oleh karena itu
pemahaman tentang kondisi social ekonomi masyarakat di sekitar hutan perlu diketahui untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan masyarakat terhadap kualitas hutannya.
Mengetahui kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar hutan merupakan suatu
kajian yang perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan dan pengaruh
keberadaan hutan serta fungsinya terhadap kehidupan masyarakat di sekitar hutannya termasuk
untuk membuat rencana atau evaluasi kegiatan pengelolaan hutan.
Pengelolalaan Hutan oleh Masyarakat
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007
dijelaskan bahwa kawasan hutan lindung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan
yaitu berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
Pemanfaatan jasa lingkungan dapat berupa : usaha wisata alam, usaha olah raga tantangan, usaha
pemanfaatan air, usaha perdagangan karbon, dan usaha penyelamatan hutan dan lingkungan.
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung dapat berupa : mengambil rotan,
mengambil madu, mengambil buah, dan perburuan satwa liar yang tidak dilindungi. Teknik
perlakuan dalam memanfatkan hutan lindung dalam pemanfaatan kawasan harus memenuhi
persyaratan : tidak menebang pohon, pengolahan tanah menggunakan teknik yang tidak
menimbulkan erosi, tidak menggunakan pestisida dan insektisida, tidak menggunakan peralatan
mekanis, tidak dilakukan pada kelerengan di atas 25 %14. Implementasi dari kegiatan yang
disebutkan di atas menjelaskan kegiatan atau perilaku yang boleh dilakukan oleh masyarakat di
dalam kawasan hutan lindung. Beberapa perilaku masyarakat kadang-kadang bertentangan dengan
aturan yang berlaku, seperti menebang pohon untuk mengambil kayu pertukangan, menebang
pohon untuk mengambil kayu bakar, membuka hutan untuk areal ladang/kebun, dan berburu
binatang yang dilindungi. Perilaku tersebut sebagian tidak disadari oleh responden bahwa kegiatan
itu bertentangan dengan aturan yang berlaku. Mereka beranggapan bahwa boleh mengelola hutan
lindung setelah adanya program hutan masyarakat yang digulirkan pemerintah. Pemerintah,
melalui Departemen Kehutanan, telah mengupayakan pengelolaan hutan di desa ini dengan konsep
hutan kemasyarakatan, yakni konsep pengelolaan hutan lindung yang memberikan kesempatan
kepada masyarakat sekitar desa untuk memanfaatkan lahan hutannya dengan memperhitungkan
aspek pemilihan jenis tanaman dan jarak tanam. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman kopi
dan tanaman pertanian masyarakat dengan tanaman kehutanan multi purpose tree species (MPTS)
atau tanaman kayu-kayuan seperti : kayu bawang, surian, durian, pete, pinang, dan kemiri, dengan
menggunakan jarak tanam pohon tertentu seperti 6 x 6 meter.
Program hutan kemasyarakatan di desa ini mulai digulirkan sejak tahun 1999 mulai dari
pembentukan kelembagaan, pelatihan, penyiapan bibit, penanaman, pendampingan, dan
monitoring evaluasi. Hasil wawancara dengan masyarakat dan pengamatan langsung di lapangan,
secara fisik persentase penanaman tananaman MPTS yang dilakukan cukup berhasil, hanya saja
tanaman kemiri atau pinang yang ditanam di lahannya sudah mulai ditebangi oleh masyarakat.
Alasan mereka pohon-pohon tersebut mengganggu pertumbuhan kopi. Tujuan akhir dari program
hutan kemasyarakatan sebenarnya adalah menggantikan tanaman kopi dengan tanaman kehutanan.
Program ini hakekatnya adalah melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan yang mengarah
kepada keseimbangan fungsi hutan sebagai perlindungan lingkungan dan sumber ekonomi bagi
masyarakat.