Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipertensi merupakan resiko morbiditas dan mortalitas premature, yang


meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Kedaruratan
hipertensi terjadi terjadi apabila peningkatan tekanan darah harus diturunkan dalam 1
jam. Peningkatan tekanan darah akut yang mengancam jiwa ini memerlukan
penanganan segera dalam perawatan intensif karena dapat menimbulkan kerusakan
serius pada organ lain di tubuh.
Kedaruratan hipertensi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang tidak
terkontrol atau mereka yang tiba-tiba menghentikan pengobatan. Adanya gagal
ventrikel kiri atau disfungsi otak menunjukkan kebutuhan akan perlunya menurunkan
tekanan darah segera. Hal ini memerlukan kesigapan perawat dalam menangani
perawatannya.
Mengingat peningkatan tekanan darah yang dapat mengancam jiwa ini maka
penyusun tertarik untuk menyusun asuhan keperawatan dengan hipertensi ini.

1.2 RUMUSUAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian Hipertensi ?


2. Bagaimana klasifikasi Hipertensi ?
3. Bagaimana Patofisiologi Hipertensi ?
4. Bagaimana Manifestasi klinis Hipertensi ?
5. Bagaimana Evaluasi Diagnostik Hipertensi ?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Hipertensi ?

1
1.3 TUJUAN
A. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pemahaman tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
Hipertensi.
B. Tujuan Khusus
1) Dapat melaksanakan pengkajian pada klien dengan hipertensi.
2) Dapat menyusun perencanaan keperawatan pada klien dengan
hipertensi.
3) Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
hipertensi.
4) Dapat melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien
dengan hipertensi.
5) Dapat mendokumentasikan hasil Asuhan Keperawatan dengan
baik dan benar.

2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan siastoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90
mmHg. Pada populasi manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab
utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal..

1.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun keatas.
Kategori Sistolik, mmHg Diastolik, mmHg
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99
Stadium 2 (sedang) 160-169 100-109
Stadium 3 (berat) 160-209 110-119
Stadium 4 (sangat berat) ≥ 210 ≥ 120

 HIPERTENSI PRIMER
 Genetik : Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi
 Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi
 Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
 Kebiasaan hidup : Konsumsi garam yang tinggi, makan berlebihan, stress,
merokok, minum alkohol.

3
 HIPERTENSI SEKUNDER
 Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor
 Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, Vaskulitis
 Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme
 Saraf : Stroke, Ensepalitis
 Obat – obatan : Kortikosteroid

1.3 PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatisdi toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai ketakutan dan kecemasan
dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstroktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstroksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

4
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.

Pertimbangan Gerontologis. Perubahan structural dan fungsional pada


system pembuluh darah perifer bertangguangjawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi arterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer.
PENYEBAB HIPERTENSI
 Stress
 Keturunan
 Merokok
 Kegemukan
 Kurang aktivitas fisik/ berolahraga
 Konsumsi minuman keras
 Kelainan ginjal, dll

5
1.4 PATHWAY

1.5 MANIFESTASI KLINIS

Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapunselain


tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,

6
seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan
pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada, biasanya menunjukkan adanya kerusakan
vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai dengan system organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner
dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi. Hipertropi
ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat
dipaksa berkontraksi melawan tekanan sistemik yang meningkat. Apabila jantung
tidak mampu lagi menhan peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal
jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai
nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan
nitrogen urea darah (BUN) dan kretinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang termanifestasi sebagai
paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan.
Pada penderita stroke, dan pada penderita hipertensi disertai serangan iskemia,
insiden infark otak mencapai 80%.

1.6 EVALUASI DIAGNOSTIK

Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting. Retina


harus diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkaji
kemungkinan adanya kerusakan organ, seperti ginjal atau jantung, yang dapat
disebabkan tingginya tekanan darah. Hipertropi ventrikel kiri dapat dikaji dengan
elektrokardiografi, protein dalam urine dapat dideteksi dengan urinalisa. Dapat
terjadi ketidakmampuan untuk mengkonsentrasi urin dan peningkatan nitroden
urea darah. Pemeriksaan khusus seperti renogram, pielogram intravena,
arteriogram retinal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
dapat juga dilakukan untuk mengidentifikasi pasien dengan penyakit
renovaskuler. Adanya factor resiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi.

7
1.7 PENATALAKSANAAN

Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah


terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan
kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis,
termasuk penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan tembakau;
latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada
setiap terapi antihipertensi. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam
resiko tinggi (pris, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, di atas
85 atau 95 mmHg dan sistoliknya di atas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu
dimulai terapi obat-obatan.

Algoritma penanganan yang dikeluarkan oleh Joint National on


Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure memungkinkan
dokter memilih kelompok obat yang mempunyai efektivitas tertinggi, efek
samping paling kecil, dan penerimaan serta kepatuhan pasien. Dua kelompok obat
tersedia dalam pilihan pertama; diuretic dan penyekat beta. Apabila pasien dengan
hipertensi ringan sudah terkontrol selama setahun, terapi dapat diturunkan. Agar
pasien mematuhi regimen terapi yang diresepkan, maka harus dicegah dengan
pemberian jadual terapi obat-obatan yang rumit.

8
1.8 ASUHAN KEPERAWATAN
1.8.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan jaringan
KH ; Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol, Mengikuti
regimen farmakologi yang diresepkan Intervensi ;
a. Mempertahankann tirah baring selama fase akut
b. Pantau tanda – tanda vital
c. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, Misal ;
kompres dingin pada dahi, beri pijatan di leher atau punggung
d. Ajarkan teknik relaksasi
e. Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat
meningkatkansakit kepala Misal ; mengejan saat buang air besar, batuk
panjang, membungkuk f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian
terapi analgetik
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat ( Doengoes, 2003 )
Tujuan ; Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi, peningkatan nafsu makan,
mukosa bibir lembab tidak terjadi penurunan berat badan.
KH ; Nafsu makan dapat meningkat, dapat mengabis kan diit dari rumah sakit,
Timbang berat badan setiap hari Intervensi:
a. Beri makan dalam porsi sedikit tapi sering
b. Kaji ulang pola makan pasien
c. Motivasi pasien untuk makan
d. Awasi pema sukan diit
e. Beri hygiene oral sebelum dan sesudah makan
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemenuhan nutrisi bagi pasien

9
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan ; Dapat melakukan aktivitas secara mandiri
KH ; Hasil aktivitas dapat dilakukan secara optimal, aktivitas dapat dilakukan
sendiri Intervensi ;
a. Observasi keadaan umum
b. Kaji tingkat aktivitas pasien
c. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
d. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhab
e. Beri dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi .

1.8.2 INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa 1:
1. Pantau tekanan darah
2. Pertahankan tirah baring selama fase akut
3. Ajari teknik relaksasi
4. Beri tindakan nonfarmakologis untuk menghilangkan rasa sakit misal;
kompres dingin pada dahi, pijat punggung atau leher
5.Anjurkan pasien untuk meminimalkan aktivitas yang dapat
menyebabkan kepala pusing misal ; mengejan saat buang air besar, batuk
panjang, membungkuk
6. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi

Diagnosa 2:
1. Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering
2. Motivasi pasien untuk menghabiskan makanannya
3. Beri higien oral sebelum dan sesudah makan
4. Awasi pemasukan diit
5. Kaji ulang pola makan
6. Berikan diet,makanan ringan tambahan yang disukai pasien

10
7. Kolaborasi dengan ahli gizi

Diagnosa 3:
1. Observasi keadaan umum
2. Kaji tingkat aktivitas pasien
3. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
4. Beri support kepada pasien
5. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya
6 Instruksikan pasien tentang teknik penghemat energi.
7. Beri dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Pada pengkajian yang dilakukan terhadap Tn.H didapatkan hasil pasien
mengatakan pusing, tangan terasa kaku ( jimpe – jimpe ) serta perut terasa mual
dan ingin muntah, pasien juga tampak lemah dan menahan rasa sakit.
2. Diagnosa yang muncul pada kasus yaitu: Gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.Intolerasi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Intervensi yang muncul dalam teori, tidak sepenuhnya dijadikan intervensi oleh
penulis, untuk diagnosa gangguan perfusi jaringan serebral intervensi yang
penulis utamakan yaitu: pantau tekanan darah, ajari teknik relaksasi, kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian terapi analgetik. Diagnosa gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi yang diutamakan yaitu: beri makanan
sedikit tapi sering. untuk diagnosa intoleransi aktivitas intervensinya yaitu: bantu
pasien dalam melakukan aktivitas, anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi
kebutuhan pasien.

Saran
Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan kepada:
1. Pasien agar lebih kooperatif, selalu memperhatikan serta tidak melakukan hal
hal yang menyimpang dari petunjuk dokter/perawat. Bila dirumah harus dapat
menjaga diri agar tidak terjadi komplikasi yaitu penyakit stroke.
2. Untuk perawatan pasien dengan hipertensi, harus ada kerjasama antara
perawat ruangan dan keluarga agar selalu memberikan informasi tentang
perkembangan kesehatan pasien dan memberi pendidikan kesehatan pada
keluarga yang paling sederhana dan senantiasa memotivasi pasien dan
keluarga untuk selalu menjaga pola makan, jangan terlalu banyak pikiran, dan
jangan lupa untuk berolahraga..

12
3. Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan pasien
sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu
merawat pasien secara komprehensif dan optimal. Dan perawat juga harus
bekerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi ) dalam melakukan
perawatan / penanganan pasien dengan hipertensi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. 1996. Kepererawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta.


Doengoes , Marilin .2002.Rencana Asuhan Keperawatan , Edisi : 3.Jakarta : EGC
Doenges, Maryllin E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Alih Bahasa: Yasmin
Asih. Jakarta: EGC

14
15
16
17

Anda mungkin juga menyukai