Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI


DI RUANG ANAK DARUSSALAM
RSUD H.DAMANHURI BARABAI

Oleh :
Yuli Eva Ermawati
P07120118119

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Yuli Eva Ermawati

NIM : P07120118119

Judul : Laporan Pendahuluan pada Pasien Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Dasar Eliminasi di Ruang Anak Darussalam RSUD H.
Damanhuri Barabai

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing


Akademik

Hj. Evi Risa Mariana,S.Pd.,M.Pd

Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

A. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Dasar Eliminasi


1. Pengertian Eliminasi

Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah


pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan.Dalam
bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa
metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh


baik berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses
pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem
tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Eliminasi pada manusia
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:

a. Defekasi

Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau


proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja
yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem
pencernaan (Dianawuri, 2009).

b. Miksi

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila


kandung kemih terisi. Miksi ini sering disebut buang air
kecil.

2. Fisiologi Dalam Eliminasi

a. Fisiologi Defekasi

Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang


yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan
membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap
hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang
biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini
mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka
peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan
sisa makanan dari hari kemarinnya, yang waktu malam
mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke
dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam
kolon dan terjadi perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-
abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan
kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus
mengendor dan kerjanya berakhir (Pearce, 2002).

b. Fisiologi Miksi

Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi


urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses
ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih
secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan
langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks
miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan
kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.

3. Masalah-masalah pada Gangguan Eliminasi


a. Masalah-masalah dalam eliminasi urin :
1) Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung
kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk
mengosongkan diri.
2) Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau
permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol
keluarnya urine dari kandung kemih.
3) Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi
pada malam hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali
atau lebih dalam semalam.
4) Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5) Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6) Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan
intake cairan.
7) Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine.
b. Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:
1) Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu
menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran
feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras
dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena
feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap.
2) Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur,
sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa
dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada
kolon sigmoid.
3) Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang
tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon
sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor
tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi
mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien
tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4) Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu
mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan
jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan
fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu
secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak
sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.
5) Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal,
dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri
dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa)
atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan
gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang
menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
6) Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding
rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada
defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit
hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika
dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi
dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal.
Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat
BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami
konstipasi.
4. Etiologi
a. Gangguan Eliminasi Urin
1) Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein
dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar,
kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari
kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
2) Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan
tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot
kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal
dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih
terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter
untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara
terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot
itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak
berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi
jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena
lebih besar metabolisme tubuh.
3) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal,
striktur urethra
4) Infeksi
5) Kehamilan
6) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
7) Trauma sumsum tulang belakang
8) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung
kemih, urethra.
9) Umur
10) Penggunaan obat-obatan
b. Gangguan Eliminasi Fekal
1) Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi
eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan,
penting untuk memperbesar volume feses.
Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak
bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari
pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi
defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu
keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan
makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di
colon.

2) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun
pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi
air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat
perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime.

3) Meningkatnya stress psikologi


Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti
ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen
psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn
cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas
peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn
depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang
berdampak pada konstipasi.

4) Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.


Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi
penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama
dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses
mengeras.
5) Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat
berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa
menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar
dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang
merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi
feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah
defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare.

6) Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi
juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu
mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular
berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang
dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang
dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di
antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang
normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat
pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot
perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses
pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga
mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.

7) Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus,


kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan
mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk
merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak
dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi.

5. Faktor Pencetus

a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.


Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan
respon awal untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine
banyak tertahan di kandung kemih. Begitu pula dengan feses
menjadi mengeras karena terlalu lama di rectum dan terjadi
reabsorbsi cairan.
b. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal
eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau
kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan
defekasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi
tingkah laku.
c. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena
meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
d. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola
berkemih. Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya
menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih
sering berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan tonus otot
kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltik intestinal.
e. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah &
karakter).
f. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine.
Analgetik dapat terjadi retensi urine.

6. Tanda dan Gejala


a. Tanda Gangguan Eliminasi urin
1) Retensi Urin
a) Ketidak nyamanan daerah pubis.
b) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
c) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
d) Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
e) Ketidaksanggupan untuk berkemih
2) Inkontinensia urin
a) pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum
sampai di WC
b) pasien sering mengompol

b. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal


1) Konstipasi
a) Menurunnya frekuensi BAB
b) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
c) Nyeri rektum
2) Impaction
a) Tidak BAB
b) anoreksia
c) Kembung/kram
d) Nyeri rektum
3) Diare
a) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk.
b) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat
cepat.
c) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan
yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
d) Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat
mengontrol dan menahan BAB.
4) Inkontinensia Fekal
a) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus.
b) BAB encer dan jumlahnya banyak.
c) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter
anal eksternal.
5) Flatulens
a) Menumpuknya gas pada lumen intestinal,

b) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh,


nyeri dan kram.

c) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau


anus (flatus).

6) Hemoroid
a) Pembengkakan vena pada dinding rectum.
b) Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena
meregang.
c) Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi.
d) Nyeri.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan foto rontgen
c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengakajian
a. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu
perawat menentukan pola defekasi normal klien. Perawat
mendapatkan suatu gambaran feses normal dan beberapa
perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi tentang
beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan
eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pola eliminasi.

Pengkajiannya meliputi:
1) Pola eliminasi.
2) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi.
3) Masalah eliminasi.
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat
bantu, diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan
stress.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi
dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi
inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien
terhadap warna, konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan
adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan tabel berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan
penyebab
Warna Dewasa : Pekat / putih Adanya pigmen empedu
kecoklatan (obstruksi empedu);
Bayi : pemeriksaan
kekuningan diagnostik
menggunakan
barium
Hitam / spt ter. Obat (spt. Fe); PSPA
(lambung, usus
halus); diet tinggi
buah merah dan
sayur hijau tua (spt.
Bayam)
Merah PSPB (spt. Rektum),
beberapa makanan
spt bit.
Pucat Malabsorbsi lemak; diet
tinggi susu dan
produk susu dan
rendah daging.
Orange atau Infeksi usus
hijau
Konsistensi Berbentuk, lunak, Keras, kering Dehidrasi, penurunan
agak cair / motilitas usus akibat
lembek, basah. kurangnya serat,
kurang latihan,
gangguan emosi dan
laksantif abuse.
Diare Peningkatan motilitas
usus (mis. akibat
iritasi kolon oleh
bakteri).
Bentuk Silinder (bentuk Mengecil, Kondisi obstruksi rektum
rektum) dgn Æ bentuk pensil
2,5 cm u/ orang atau seperti
dewasa benang
Jumlah Tergantung diet
(100 – 400
gr/hari)
Bau Aromatik : Tajam, pedas Infeksi, perdarahan
dipenga-ruhi
oleh makanan
yang dimakan
dan flora
bakteri.
Unsur pokok Sejumlah kecil Pus Infeksi bakteri
bagian kasar Mukus Konsidi peradangan
makanan yg Parasit Perdarahan
tdk dicerna, Darah gastrointestinal
potongan bak- Lemak dalam Malabsorbsi
teri yang mati, jumlah besar Salah makan
sel epitel, Benda asing
lemak, protein,
unsur-unsur
kering cairan
pencernaan
(pigmen
empedu dll)

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

4. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake
yang kurang.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
infeksi skunder terhadap diare
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
peningkatan frekwensi diare.
e. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan
dengan BB menurun terus menerus.
f. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
5. Intervensi

No. Tujuan Rasional Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan - Pertahankan catatan - Pantau tanda dan
keperawatan selama x24 intake dan output gejala
jam diharapkan pasien yang akurat kekurangan
dengan gangguan - Monitor status cairan dan
keseimbangan cairan dan hidrasi (kelembaban elektrolit.
elektrolit dapat melakukan membran mukosa, - Pantau intake dan
aktivitasnya dengan nadi adekuat, output.
criteria hasil : tekanan darah - Timbang berat
 Tanda vital dalam batas ortostatik), jika badan setiap hari.
normal (N: 120-60 x/mnt, diperlukan. - Anjurkan
S; 36-37,50 c, RR : < 40 - Monitor hasil lab keluarga untuk
x/mnt ) yang sesuai dengan memberi minum
 Turgor elastik , membran retensi cairan (BUN banyak pada kien,
mukosa bibir basah, mata , Hmt , osmolalitas 2-3 lt/hr.
tidak cowong, UUB tidak urin, albumin, total - Kolaborasi :
cekung. protein ).  Pemeriksaan
 Konsistensi BAB lembek, - Monitor vital sign laboratorium
frekwensi 1 kali perhari setiap 15menit – 1 serum
jam. elektrolit (Na,
Keterangan : - Kolaborasi K,Ca, BUN).
1 : Selalu menunjukkan. pemberian cairan  Cairan
2 : Sering menunjukkan. IV. parenteral ( IV
3 : Kadang menunjukkan. - Monitor status line ) sesuai
4 : Jarang menunjukkan. nutrisi. dengan umur
- Berikan cairan oral.  Obat-obatan :
5 : Tidak pernah - Berikan penggantian (antisekresin,
menunjukkan. nasogatrik sesuai antispasmoliti
output (50 – k, antibiotik)
100cc/jam).
- Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan.
- Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk.
- Atur kemungkinan
tranfusi.
- Persiapan untuk
tranfusi.
- Pasang kateter jika
perlu.
- \Monitor intake dan
urin output setiap 8
jam

2. Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan - Diskusikan dan


keperawatan selama…x24 tindakan perawatan jelaskan tentang
jam diharapkan pasien selama dirumah di RS pembatasan diet
dengan perubahan nutrisi kebutuhan nutrisi (makanan
kurang dari kebutuhan terpenuhi berserat tinggi,
tubuhdapat melakukan berlemak dan air
aktivitasnya dengan terlalu panas atau
criteria hasil : dingin).
- Ciptakan
- Nafsu makan meningkat lingkungan yang
- BB meningkat atau bersih, jauh dari
normal sesuai umur bau yang tak
Keterangan : sedap atau
1 : Tdk prnh menyebutkan. sampah, sajikan
2 : Jarang menyebutkan. makanan dalam
3 : Kadang menyebutkan. keadaan hangat.
4 : Sering menyebutkan. - Berikan jam
5 : Selalu menyebutkan. istirahat (tidur)
serta kurangi
kegiatan yang
berlebihan.
- Monitor intake
dan out put dalam
24 jam.
- Kolaborasi
dengan tim
kesehtaan lain :
 Terapi gizi : Diet
TKTP rendah
serat, susu
 obat-obatan atau
vitamin ( A)
3. Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan - Monitor suhu
keperawatan selama…x24 tindakan perawatan tubuh setiap 2
jam diharapkan pasien selama 3x 24 jam tidak jam.
dengan resiko peningkatan terjadi peningkatan - Berikan kompres
suhu tubuh dapat suhu tubuh hangat.
melakukan aktivitasnya - Kolaborasi
dengan criteria hasil : pemberian
antipirektik
 Suhu tubuh dalam batas
normal ( 36-37,5 C)
 Tidak terdapat tanda infeksi
(rubur, dolor, kalor, tumor,
fungtio leasa)

Keterangan :
1 : Tidak memerlukan
bantuan.
2 : Membutuhkan bantuan
orang lain dan alat
3 : Membutuhkan bantuan
oarang lain.
4 : Membutuhkan bantuan
alat.

5 : Mandiri penuh.
4. Setelah dilakukan tindakan setelah dilakukan - Diskusikan dan
keperawatan selama…x24 tindaka keperawtan jelaskan
jam diharapkan pasien selama di rumah sakit pentingnya
dengan resiko gangguan integritas kulit tidak menjaga tempat
integritas kulit terganggu tidur.
perianal dapat melakukan - Demontrasikan
aktivitasnya dengan serta libatkan
criteria hasil : keluarga dalam
 Tidak terjadi iritasi : merawat perianal
kemerahan, lecet, (bila basah dan
kebersihan terjaga mengganti pakaian
 Keluarga mampu bawah serta
mendemontrasikan alasnya).
perawatan perianal dengan - Atur posisi tidur
baik dan benar atau duduk dengan
selang waktu 2-3
Keterangan : jam
1 : Selalu menunjukkan.
2 : Sering menunjukkan.
3 : Kadang menunjukkan.
4 : Jarang menunjukkan.

5 : Tidak pernah
menunjukkan.
5. Setelah dilakukan tindakan Setelah dilakukan - Libatkan keluarga
keperawatan selama…x24 tindakan perawatan dalam melakukan
jam diharapkan pasien selama 3 x 24 jam, tindakan
dengan Kecemasan klien mampu perawatan.
anakdapat melakukan beradaptasi. - Hindari persepsi
aktivitasnya dengan yang salah pada
criteria hasil : perawat dan RS.
- Berikan pujian
 Mau menerima tindakan jika klien mau
perawatan, klien tampak diberikan tindakan
tenang dan tidak rewel perawatan dan
pengobatan.
Keterangan : - Lakukan kontak
1 : Selalu menunjukkan. sesering mungkin
2 : Sering menunjukkan. dan lakukan
3 : Kadang menunjukkan. komunikasi baik
4 : Jarang menunjukkan. verbal maupun
5 : Tidak pernah non verbal
menunjukkan (sentuhan, belaian
dll).
- Berikan mainan
sebagai rangsang
sensori anak.
Daftar Pustaka

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :


http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
masalah.html

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit


Kedokteran EGC: Jakarta.

Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.


Terdapat pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-
pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/

Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:


www.kiva.org

Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC:


Jakarta.

Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan

Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum.


Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-partum

Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi
Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT:
MOSBY

Anda mungkin juga menyukai