Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue adalah penyakit arbovirus endemik yang saat ini telah

menjangkiti lebih dari 100 negara, baik yang terletak di daerah tropis maupun

subtropis. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan sekitar 50-100 juta

kasus infeksi virus dengue terjadi dengan 24.000 kematian setiap tahunnya.

Di Indonesia, demam berdarah dengue pertama kali di la porkan di Jakarta

dan Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya, kasus demam

berdarah dengue berfluktuasi jumlahnya dan cenderung meningkat dan

daerah yang terjangkit semakin luas (Dussart P,2006).

Kekhawatiran sekarang adalah apabila virus dengue menjadi semakin

ganas sehingga menyebabkan pandemi penyakit yang lebih mematikan

sementara vaksin yang efektif belum berhasil dikembangkan. Alasan lain

adalah masalah sanitasi lingkungan yang buruk, populasi penduduk padat,

dan mobilitas tinggi. Semua ini merupakan kondisi ideal bagi virus untuk

mempertahankan dan memperluas mata rantai siklusnya melalui perantara

vektor (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) sehingga memberikan peluang

virus berevolusi menghasilkan varian-varian baru yang semakin ganas

(Siregar, 2004).

Gejala awal infeksi virus dengue sering tidak khas sehingga terjadi

keterlambatan diagnosis. Perjalanan penyakit bisa sangat cepat dalam

beberapa hari, bahkan dalam hitungan jam penderita bisa masuk dalam

1
keadaan kritis. Untuk menghindari keterlambatan diagnosis, perlu diketahui

deteksi dini terhadap infeksi virus ini. Saat ini, telah dikembangkan suatu

pemeriksaan baru terhadap antigen nonstruktural 1 (NS1) yang dapat

mendeteksi atau mendiagnosis infeksi virus dengue lebih awal, bahkan pada

hari pertama onset demam karena protein NS1 bersirkulasi dalam konsentrasi

tinggi dalam darah pasien selama awal fase akut. Adanya pemeriksaan NS1

ini sangat penting karena dapat dilakukan terapi suportif dan pemantauan

pasien segera dan dapat mengurangi risiko komplikasi maupun kematian

(Siregar, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagamana cara mengetahui ada atau tidaknya virus dengue dalam serum

penderita?

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu agar Mahasiswa mampu

mengetahui cara pemeriksaan NS1 dan mahasiswa mampu mengetahui

adanya virus dengue pada serum penderita.

1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu untuk melatih keterampilan

mahasiswa dalam melakukan pemeriksaan NS1 sehingga mahasiswa mampu

mengetahui adanya virus dengue pada serum penderita.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot

dan atau nyeri sendi yang disertai dengan leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan

plasma yang ditandai oleh adanya hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.Agen penyebab

DBD yaitu virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus

flavivirus, yang terdiri dari empat serotipe yaitu D1, D2, D3 dan D4.2

Keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa

serotipe virus DEN-3 yang paling sering menimbulkan wabah. Struktur

antigen dari keempat serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain,

namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat memberikan

perlindungan silang (Siregar, 2004).

Gambaran klinis penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue

ini sering tidak khas, dapat menyerupai penyakit-penyakit lain, seperti: flu,

demam tifoid, demam chikungunya, leptospirosis, malaria dan berbagai

penyakit lainnya. Manifestasi klinis akibat infeksi virus dengue ini dapat

menyebabkan keadaan yang beraneka ragam, mulai dari tanpa gejala

(asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile

3
illness), demam dengue (DD), atau bentuk yang lebih berat yaitu demam

berdarah dengue (DBD) dan sindrom syok dengue (SSD) (Siregar, 2004).

2.2 Penyebaran DBD Dan Transmisi Virus Dengue

DBD tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah

tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000

penduduk (1989 hingga 1995), dan pernah meningkat tajam saat kejadian

luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan

mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun

1999 (Suroso T,2004).

Beberapa faktor diketahui berhubungan dengan peningkatan

transmisi virus dengue yaitu:

a. Vektor: perkembangbiakan, kebiasaan menggigit, kepadatan dalam

lingkungan, jenis serotipe, transportasi dari satu tempat ke tempat lain.

b. Pejamu: terdapat penderita di lingkungan keluarga, paparan terhadap

nyamuk, status gizi, usia (> 12 tahun cenderung untuk DBD) dan jenis

kelamin (perempuan lebih rentan dari pada laki-laki).

c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus

Aedes (Aedes aegypti dan Aedes albopictus). Dari kedua nyamuk ini

yang paling dominan sebagai vektor adalah A. aegypti. Setelah mengisap

darah, nyamuk ini akan membawa virus dari penderita dalam kelenjar

ludahnya, sehingga virus dengue dapat dengan mudah ditularkan jika

4
nyamuk tersebut mengisap darah orang lain. Sebelumnya virus telah

bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk selama 8-12 hari. Selain itu

nyamuk Aedes memiliki waktu hidup yang cukup panjang yaitu sekitar 15-

65 hari sehingga penularan masih bisa terjadi. Setelah virus masuk dalam

tubuh pejamu, virus akan memasuki periode inkubasi selama 3-14 hari.

Selama itu virus akan bereplikasi di dalam sel target yaitu sel dendritik dan

belum menunjukkan serangan. Infeksi pada sel target seperti sel dendritik,

hepatosit, dan sel endotel, mengakibatkan pembentukan respon imun

seluler dan humoral terhadap infeksi virus pertama dan berikutnya (Suroso

T,2004).

1. Virus Dengue

Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus,

yang terdiri dari empat serotipe yaitu D1, D2, D3 dan D4.2 Menurut

Soegiyanto, keempat serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan

dilaporkan bahwa serotipe virus DEN-3 yang paling sering menimbulkan

wabah, sedangkan di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah

virus DEN-2. Dominasi serotipe di Indonesia pada kurun waktu tahun

2003-2005 adalah DEN-2, diikuti oleh DEN-3, DEN-4 dan DEN-1.3

Struktur antigen dari keempat serotipe ini sangat mirip satu dengan yang

lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat

memberikan perlindungan silang. Menurut Yao,virus dengue terdiri dari

10.700 basa di dalam genomnya dan terdiri dari single-stranded positive

sense RNA (ssRNA sense +). Di dalam genomnya terdapat sebuah single

5
Open Reading Frame (ORF) yang mengkode dua macam protein yaitu

protein struktural dan protein nonstruktural. Protein struktural terdiri dari

protein inti (capsid/core/C), protein membran, termasuk preMembran (M)

dan protein envelope (E). Protein nonstruktural terdiri dari tujuh jenis,

yaitu NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5 yang ditandai oleh

sebuah 5’ dan 3’ nontranslated region (NTR) pada kedua ujungnya

(Suroso T,2004).

2.3 Patogenesis

Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Terdapat

bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya

DBD dan SSD. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis

DBD adalah (Suroso T,2004).

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam

proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan

sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue

berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau

makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement

(ADE).

b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam

respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu

TH 1 akan memproduksi interferon γ, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin,

sedangkan TH 2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.

6
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan

opsonisasi antibodi, namun proses fagositosis ini menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.

d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya

C3a dan C5a.

hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan

bahwa DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan

tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi

sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi

(Suroso T,2004).

infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus

bereplikasi di dalam makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus

dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga

memproduksi limfokin dan interferon γ.

Selanjutnya interferon γ akan mengaktivasi monosit sehingga

menyekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, platelet

activating factor (PAF), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan

terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi perembesan plasma.

Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-

antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya perembesan plasma.

Pemahaman patogenesis virus dengue ini masih sangatlah kurang

disebabkan tidak adanya model in vitro dan in vivo yang dapat

7
digunakan untuk pembuktian penyakit akibat infeksi virus dengue ini.

Leitmeyer, membentangkan sekuens genom virus dengue dikaitkan

dengan kejadian DD maupun DBD. Ia mendapatkan perbedaan deter-

minan DBD terletak pada protein E, bagian 5’UTR, 3’UTR , NS4b dan

NS5.

Saat ini patogenesis DBD ini tidak berhenti sampai level serotipe,

namun sampai genotip/subtipenya. Telah dikemukakan bahwa serotipe

virus DEN-1 dikategorikan ke dalam 3-5 macam genotip, DEN-2

dikategorikan ke dalam 5-6 macam genotip, DEN-3 ke dalam 4-5

macam genotip se-dangkan DEN-4 dikategorikan ke dalam dua

macam genotip.

2.4 Manifestasi klinik

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak khas, DD, DBD atau SSD.Pada umumnya

pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis

selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi

mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan

adekuat (Suroso T,2004).

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat dilihat pada Gambar 1

8
2.5 Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi

(Karyanti, 2011).

a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

1) uji bendung positif.

2) petekie, ekimosis, atau purpura.

3) perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain.

4) hematemesis atau melena.

c. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µL).

d. Terdapat minimal satu atau tanda-tanda perembesan plasma sebagai

berikut:

1) Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin.

9
2) Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

3) Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura, asites atau

hipoproteinemia (Karyanti, 2011).

2.6 Metode Diagnostik Laboratorium

a. Identifikasi dan isolasi virus

Pada tahap awal infeksi, identifikasi dan isolasi virus dengue secara

tradisional adalah satu-satunya cara untuk mendiagnosis infeksi dengue

saat ini. Dalam teknik ini, serum dari pasien dipaparkan pada sel nyamuk.

Setelah amplifikasi virus pada sel yang terinfeksi, serotipe tersebut

diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal spesifik untuk

setiap serotipe dengue. Teknik ini hanya sensitif ketika ada partikel

menular yang relatif tinggi di dalam serum. Viremia untuk dengue

berlangsung singkat, biasanya dimulai dua atau tiga hari sebelum serangan

demam dan berlangsung sampai empat atau lima hari waktu sakit. Sebagai

pilihan dalam mendeteksi virus untuk diagnosis rutin adalah sampel serum

penderita, walaupun virus dengue dapat juga dideteksi dalam plasma,

leukosit dan dalam beberapa jaringan yang diperoleh dari otopsi (Dussart

P,2006).

Inokulasi intratoraks nyamuk (A. aegypti, A. albopictus,

Toxorhynchites splendens, T. amboinensis) adalah sistem yang paling

sensitif untuk isolasi virus dengue, tetapi karena diperlukan ketram-pilan

teknis tertentu dan fasilitas khusus untuk inokulasi langsung nyamuk,

10
maka kultur sel lebih baik untuk diagnosis rutin. Baris sel nyamuk C6/36

(klon diperoleh dari A. albopictus) telah menjadi sel inang pilihan untuk

isolasi rutin virus dengue, meskipun baris sel A. pseudoscutellaris AP61

juga telah digunakan dengan cukup berhasil (Dussart P,2006).

Sampai saat ini identifikasi virus dengue umumnya dicapai

dengan teknik imunofluoresens yang menggunakan serotipe spesifik

monoklonal antibodi anti dengue di kepala nyamuk yang hancur atau sel

yang terinfeksi. Kenyataannya beberapa strain tidak mudah diidentifikasi

karena konsentrasi yang rendah dari virus. Plaque assay adalah metode

standar emas untuk kuantifikasi virus dengue. Menurut Payne et al, suatu

imunofluoresens tidak langsung telah diusulkan sebagai alternatif untuk

tes ini. Aliran cytometry baru-baru ini dilaporkan sebagai metode yang

berguna untuk identifikasi virus dengue 1 (DEN-1), dan memungkinkan

virus untuk diidentifikasi 10 jam lebih awal daripada dengan uji

imunofluoresens, dengan menggunakan antibodi monoklonal anti-

nonstruktural glikoprotein (NS1) (Dussart P,2006).

a. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dari

serum atau plasma

RT-PCR dapat dilakukan dengan cara one-step, nested RT-PCR

atau nucleic acid sequence-based amplification (NASBA). Dewasa ini

di luar negeri telah banyak dilakukan pemeriksaan RT-PCR dengan

menggunakan alat real-time PCR, dimana hasil yang didapat lebih

cepat dan bersifat kuantitatif. Keberhasilan PCR juga tergantung dari

11
tahapan pengambilan serum dan variabilitas yang luas antar

laboratorium dimana masih dibutuhkan standarisasi yang lebih baik.

Hasil positif akan didapatkan lebih banyak pada keadaan viremia

(Karyanti, 2011).

b. Deteksi antigen

Produk gen NS1 merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh

semua flavivirus dan penting untuk replikasi dan viabilitas virus.

Selama replikasi virus, NS1 terlokalisir dalam organel sel. Protein NS1

disekresikan oleh sel mamalia, tetapi tidak oleh sel-sel serangga.

Bentuk protein sekresi berupa heksamer, yang terdiri dari subunit

dimer. Glikosilasi protein ini diyakini penting untuk sekresi. Antigen

NS1 muncul awal pada hari pertama setelah serangan demam dan

menurun ke tingkat tidak terdeteksi setelah 5-6 hari. Protein NS1

merupakan antigen yang memperbaiki dan saling melengkapi, serta

juga menghasilkan respon humoral yang sangat kuat. Penelitian telah

banyak didedikasikan untuk kegunaan NS1 sebagai alat diagnosis

infeksi virus dengue, karena disekresikannya protein ini (Karyanti,

2011).

Dalam enam tahun terakhir terdapat beberapa studi yang

menyikapi penggunaan antigen NS1 dan antibodi anti-NS1 sebagai alat

untuk diagnosis demam berdarah. Tes antigen-capture ELISA telah

dilakukan dengan sensitivitas berkisar antara 4 sampai 1 ng/mL.

Penelitian-penelitian ini mengidentifikasikan hubungan antara

12
keparahan penyakit dan jumlah antigen NS1 dalam serum, namun

penelitian lain tidak menemukan hubungan ini dan pada kenyataannya

tidak bisa membedakan antara infeksi primer dan sekunder. Dewasa ini,

suatu antibodi monoklonal serotipe spesifik berbasis antigen-capture

enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) NS1 yang menunjukkan

spesifisitas serotipe yang baik telah dikembangkan. Shu et al, memiliki

sebuah standar IgG NS1 serotipe spesifik ELISA tidak langsung untuk

membedakan infeksi virus dengue primer dan sekunder dan

menunjukkan korelasi yang baik antara anti IgG NS1 serotipe spesifik

(ditentukan oleh ELISA) dan hasil dari plaque reduction and

neutralization test (PRNT). Protein NS1 serotipe spesifik IgG ELISA

bekerja handal untuk serotipe virus dengue dalam serum fase

konvalesen dari pasien dengan infeksi primer dan dalam serum fase

akut dari pasien dengan infeksi sekunder (yang akan mendeteksi

serotipe yang menyebab-kan infeksi pertama), tapi tidak demikian

dengan serum pasien pada fase penyem-buhan dengan infeksi

sekunder. Hasil studi yang bervariasi berhubungan dengan hasil tes IgM

dan IgG, serta keparahan penyakit dan prediktor viremia. Oleh karena

itu evaluasi lanjut dari tes ini harus dilakukan untuk menentukan

perbedaan utama antara studi masing-masing (Dussart P,2006).

Antigen NS1 merupakan glikoprotein tersekresi 48 kDa yang

tidak terdapat pada partikel virus yang terinfeksi namun terakumulasi di

dalam supernatan dan membran plasma sel selama proses infeksi.

13
Protein NS1 merupakan gen esensial di dalam sel yang terinfeksi

dimana fungsinya sebagai ko-faktor untuk replikasi virus, yang

terdapat bersama di dalam bentuk replikasi RNA double-stranded.

Immune recognition dari permukaan sel NS1 pada sel endotel

dihipotesiskan berperan dalam mekanisme perembesan plasma yang

terjadi selama infeksi virus dengue yang berat. Sampai saat ini,

bagaimana NS1 berhubungan dengan membran plasma, yang tidak

berisi motif sekuens membrane-spanning masih belum jelas (Karyanti,

2011).

Protein NS1 terikat secara langsung pada permukaan berbagai

tipe sel epitel dan sel mesensim, juga menempel secara kurang lekat

pada berbagai sel darah tepi. Lebih lanjut, NS1 juga terikat pada biakan

sel endotel mikrovaskuler manusia lebih baik daripada sel endotel aorta

atau umbilical cord. Spesifisitas ikatan ini sudah dibuktikan terdapat

pada ikatan NS1 pada endotel paru dan hati, namun tidak pada usus

atau otak tikus (Dussart P,2006).

Protein NS1 merupakan glikoprotein yang highly conserved

tampaknya merupakan regio penting dalam viabilitas virus namun tidak

memiliki aktivitas biologis. Tidak seperti glikoprotein virus yang lain,

NS1 diproduksi baik dalam bentuk yang berhubungan dengan membran

maupun dalam bentuk yang disekresikan (Dussart P,2006).

Alcon, mengemukakan bahwa antigen NS1 terdapat baik pada

infeksi primer maupun sekunder dan dapat dideteksi dalam sembilan

14
hari pertama demam, baik pada serotip DEN-1 (terbanyak), DEN-2,

DEN-3 dan DEN-4. Kumarasamy, meneliti sensitivitas dan spesifisitas

NS1 pada 554 donor sehat dan 297 pasien terinfeksi virus dengue,

dimana 157 pasien dengan PCR positif diperiksa juga IgM dan IgG

antidengue. Ia mendapatkan spesifisitas 100% dan sensitivitas 91,0 %

dari 157 sampel tersebut dengan perbedaan yang tidak bermakna

untuk ke empat serotip. Blacksell, meneliti NS1 dan mendapatkan

sensitivitas NS1 63% dan spesifisitas 100% dengan mem-perhatikan

adanya perbedaan sekresi yang bervariasi antar serotipe. Kit komersial

untuk mendeteksi anti-gen NS1 dalam sampel serum telah tersedia.

Pengujian ini tidak membedakan antar serotipe. Antigen NS1 muncul di

awal infeksi dan sebelum munculnya antibodi. Tes tersebut berguna

untuk deteksi dini kasus dan untuk investigasi wabah. Evaluasi dari

pemeriksaan-pemeriksaan ini seharusnya dilakukan untuk menilai

kegunaan dan efektivitas biaya (Dussart P,2006).

Terdapat dua macam kit pemeriksaan antigen NS1 di Indonesia,

yaitu dari Panbio dan BioRad, keduanya memakai prinsip metode

ELISA. Saat ini juga sudah terdapat reagen NS1 dalam bentuk rapid

test yang menggunakan metode Immuno chromato-graphy (ICT)

(Dussart P,2006).

2.7 Prinsip NS1

Dengue NS1 Ag pada serum, plasma, atau whole blood sebagai antigen

akan bergerak di sepanjang membrane kromatografi untuk bereaksi dengan

15
anti dengue NS1 Ag yang dilapisi koloidal emas pada strip sebagai antibody

menuju wilayah test akan membentuk garis warna sebagai kompleks partikel

emas antibody antigen (Karyanti, 2011).

2.8 Rapid Test NS1

Rapid test NS1 adalah suatu tes in vitro dengan teknik pengujian

Immunochromatographic. Setiap tes berisikan satu strip membran, yang

telah dilapisi dengan anti-dengue NS1 antigen. Anti-dengue NS1 antigen-

colloid gold conjugate dan serum sampel bergerak sepanjang membran

menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis yang dapat dilihat

sebagai suatu bentuk kompleks antibodi-antigen-antibody gold particle.

Dengue Dx NS1 Antigen Rapid Test memiliki dua garis hasil, garis T (garis

tes) dan C (garis kontrol). Kedua garis ini tidak akan terlihat sebelum

sampel ditambahkan. Garis C digunakan sebagai kontrol prosedur. Garis ini

selalu muncul jika prosedur tes dilakukan dengan benar dan reagen dalam

kondisi baik (Prayoga M.J, 2017).

2.9 Perbedaan Serum dan Plasma

Menurut Noer, 2007. Perbedaan serum dan plasma yaitu :

2.9.1 Bentuk

a. Serum : Merupakan bagian dalam darah yang tidak mengandung zat

pembekuan darah namun terdapat protein.

b. Plasma : Merupakan bagian dalam darah yang cair namun

cenderung menggumpal karena mengandung nutrisi,

hormone dan zat pembeku darah.

16
2.9.2 Komposisi

a. Serum : Mengandung zat protein, hormone, glukosa, elektrolit,

antibody, antigen dan partikel tertentu. Zat yang ada

didalam serum hampir sama dengan plasma darah hanya

saja tanpa ada faktor pembekuan darah. Sebagai perumpaan

mudahnya adalah plasma yang tidak mengandung faktor

pembeku darah disebut dengan serum.

b. Plasma : Zat yang ada di dalam plasma tidak jauh berbeda dengan

zat yang ada di dalam serum darah. Hanya saja plasma

mengandung zat yang berfungsi sebagai zat pembeku

darah.

2.9.3 Volume :

a. Serum : Serum darah memiliki volume yang lebih kurang dari

plasma darah.

b. Plasma : Plasma darah memiliki berat 55% dari keseluruhan

volume darah. Plasma darah terdiri dari 93% air dan 7%

terdiri dari sel darah lainnya. Plasma darah ini memiliki

kerapatan 1.025 kg per meter kubik.

2.9.4 Prosedur isolasi


a. Serum : Untuk mengekstrak serum dari keseluruhan darah, sampel

darah yang diambil bisa dibekukan. Kemudian cairan

tersebut akan dapat dipisahkan menggunakan stik

aplikator khusus. Cara selanjutnya adalah dengan

memisahkan serum dengan bagian yang menggumpal.

17
b. Plasma : Untuk mengekstrak plasma darah dilakukan dengan cara

memutar sampel darah dengan menggunakan mesin

pemisah. Hal tersebut akan membuat sel darah mengendap

di bagian bawah karena massanya lebih berat dan plasma

darah akan yang berupa cairan bening akan berada di atas

darah.

2.9.5 Penggunaan medis

a. Serum : Serum darah digunakan berbagai keperluan diagnosa yang

kemudian berguna sebagai penentu kadar hCG, kolestrol,

gula, protein dan zat lainnya yang ada di dalam darah.

b. Plasma : Plasma darah sering digunakan dalam bidang medis untuk

menjadi tranfusi kepada para penderita hemophilia atau

penyakit yang membuat pembekuan darah lainnya, shock

atau luka bakar, imunodefesiensi dan lainnya.

2.9.6. Pemisahan serum dan plasma

a. Serum : Serum darah perlu dipisahkan karena bisa lebih efektif

digunakan dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena

serum darah memiliki zat antigen lebih banyak dari pada

plasma atau sel darah lainnya. sedangkan plasma darah

memiliki zat antikoagulan yang bisa membuat reaksi

kimia rusak dalam darah sehingga tidak efektif digunakan

dalam proses penelitian.

18
b. Plasma : Plasma darah dipisahkan dengan tujuan yaitu bisa

membuat usia lebih panjang, jika plasma darah dipisahkan

dan disimpan dengan baik bisa bertahan hingga satu tahun

lamanya. Plasma dapat terbentuk lagi 2 hingga 3 hari

setelah mengalami pengangkutan.

2.10 Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Demam Berdarah

2.10.1 Serum yang dicelupkan pada strip harus 100µl jika kurang dari itu

dikhawatirkan serum tidak dapat sampai pada bantalan garis control

sehingga tidak terbentuk garis pada line control.

2.10.2 Serum yang lisis, berlemak, ikterik (kuning pekat),

2.10.3 Waktu pembacaan yang lebih atau kurang dari 15 menit sehingga

dapat menyebabkan positif atau negative palsu (Sacher, 2012).

19
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilakukan pada tanggal 8 April 2019 pada pukul 13.00

WITA, dan bertempat di lingkungan STIKES Bina MAndiri Gorontalo

khususnya di laboratorium Fitokimia.

3.2 Tujuan

Untuk mendeteksi ada tidaknya virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypyti dan Aedes albopictus pada serum pasien dengan menggunakan

metode imunocromatografi.

3.3 Metode

Adapun metode yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan sifilis

yaitu metode imunocromatografi.

3.4 Prinsip Kerja

Setiap tes berisikan satu strip, yang telah dilapisi dengan Anti-dangue NS

antigen capture pada daerah garis tes. Anti dangue- NS1 antigen-colloid gold

conjugate dan serum, plasma ataupun whole blood sampel bergerak

sepanjang membrane menuju daerah garis tes (T) dan membentuk suatu garis

yang dapat dilihat sebagai suatu bentuk kompleks abtibody-antigen-antibody

gold particle

3.5 Pra Analitik

Persiapan diri : menggunakan APD.

Persiapan pasien : dalam posisi duduk dan tenang.

20
Persiapan sampel : menggunakan serum yang telah di centrifuge.

3.5.1 Alat

a. Tabung tutup merah

b. Rapied test NS1

c. Centrifuge

d. Holder

e. Disposible

f. Torniquet

3.5.2 Bahan

a. Buffer NS1

b. Kapas alkohol dan kering

3.6 Analitik

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Mengambil darah vena dengan menggunakan holder dan disposable

kemudian dimasukkan darahnya pada tabung tutup merah.

3. Masukkan kedalam centrifuge dan diputar selama 15 menit.

4. Keluarkan dari dalam centrifuge, beserta rapiednya yang akan digunakan.

5. Teteskan sebanyak 3 tetes serum dan tambahkan 3 tetes buffer NS1 dan

ditunggu selama 15-20 menit.

6. Baca hasilnya setelah 20 menit.

3.7 Pasca Analitik

a) Reaktif (+) : Jika terdapat garis merah pada line control dan test.

b) Non-reaktif (-) : Jika terdapat garis merah pada line control (C).

21
c) Invalid : Jika tidak terdapat garis merah pada line control dan test

atau hanya terdapat garis pada line test.

22
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dilaporkan hasil

sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan demam berdarah dangue (DBD)

Metode Sampel Hasil Keterangan

Terdapat 1

Immunocromatografi Ny. TP Negatif garis line

(strip) control

4.2 Pembahasan

Demam berdarah atau breakbone fever atau demam dengue adalah

penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh

nyamuk aedes aegpty. Penyakit demam berdarah memiliki gejala yang tidak

sama atau beraneka ragam, mulai dari tanpa gejala, demam ringan yang tidak

spesifik, demam dengue atau demam berdarah dengue sampai sindrom syok

dengue.

Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstructural 1 antigen adalah

pemeriksaan yang mendeteksi bagian tubuh virus dengue itu sendiri. Karena

mendeteksi bagian tubuh virus dan tidak menunggu respon tubuh terhadap

infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling baik saat panas hari ke 0

hingga hari ke 4, karena itulah pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus

dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Angka sensitivitas dan

23
spesifitasnya pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukan

kalau seseorang “hamper pasti” terkena infeksi virus dengue. Sedangkan

kalau hasil NS1 Ag dengue menunjukan hasil negative tidak menghilangkan

kemungkinan infeksi virus dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta

pemeriksaan lanjutan. Ini terjadi karena untuk mendeteksi virus dengue

diperlukan kadar yang cukup dari jumlah virus dengue yang beredar,

sedangkan pada fase awal mungkin belum terbentuk cukup banyak virus

dengue tetapi apabila pengambilan dilakukan setelah munculnya antibody

maka kadar virus dengue juga akan turun.

Sebagian besar antigen secara teori seharusnya ada pada sel darah

namun pada pengujian NS1 digunakan sampel serum atau plasma karena NS1

merupakan glikoprotein yang terekskresi 48 k Dalton yang tidak ada pada

partikel virus yang terinfeksi tetapi terakumulasi di dalam membrane plasma

selama proses infeksi dengue. NS1 sendiri merupakan antigen nonstructural

dari virus dengue yang terakumulasi pada serum dan plasma selama infeksi

dengue berlangsung.

Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian kualitatif NS1 dengan

menggunakan pengujian immunokromatografi rapid test dengan strip test

Dengue NS1 Ag rapid test. NS1 Ag rapid test adalah immunokromatografi in

vitro, salah satu uji yang dirancang untuk penentuan kualitatif virus dengue

antigen NS1 dalam serum, plasma, atau whole blood manusia untuk diagnosis

awal infeksi demam berdarah akut. Perangkat test ini berisi strip membrane,

yang sudah dilapisi dengan lapisan antibody spesifik terhadap NS1 pada

24
daerah uji pita. Lapisan antibody ini akan mendeteksi dan mengikat antigen

NS1 yang ada pada sampel. Sampel yang berupa serum atau plasma akan

bergerak sepanjang membrane chromatographically (secara kapilaris)

kedaerah tes (T) dan control (C) membentuk garis merah sebagai indicator

terbentuknya ikatan antibody-antigen partikel emas membentuk kompleks

(tanda positif).

Tahap yang pertama yang dilakukan pada praktikum ini yaitu

menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian mengambil

darah vena dengan menggunakan holder dan disposable kemudian

dimasukkan darahnya pada tabung tutup merah,kemudian dimasukkan

kedalam centrifuge dan diputar selama 15 menit. Setelah itu keluarkan dari

dalam centrifuge, beserta rapiednya yang akan digunakan. Teteskan sebanyak

3 tetes serum dan tambahkan 3 tetes buffer NS1 dan ditunggu selama 15-20

menit. Dibaca hasilnya setelah 20 menit. Pada pasien inisial PT didapatkan

hasil negatif karena pada rapid test hanya muncul 1 garis merah pada line

control saja tidak ada garis merah pada area test (T) yang menunjukan tidak

adanya ikatan antige NS1 dan antibody pada membrane.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan NS1 Ag yaitu

antikoagulan (EDTA, Heparin, citrate) tidak mempengaruhi hasil test,

digunakan pipet tetes dan tip mikropipet dispossible yang berbeda untuk

setiap sampel untuk menghindari kontaminasu silang,sampel yang ikterik,

hemolysis dapat memberikan hasil uji yang tidak sesuai,sampel serum dan

strip uji harus pada kondisi suhu ruang sebelum digunakan untuk

25
pengujian,sampel yang mengandung rhemathoid factor dapat memberi hasil

positif palsu, sampel dibaca tidak boleh lebih atau kurang dari 15-20 menit.

Jika dibaca kurang dari 15 menit dapat menyebabkan hasil negative palsu dan

apabila dibaca lebih dari 20 menit maka akan dapat menyebabkan hasil positif

palsu.

26
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan

bahwa sampel yang digunakan pada saat pemeriksaan didapat hasil negative

yang ditandai dengan terbentuknya 1 garis merah pada area control (C)

sedangkan pada area test (T) tidak terbentuk garis merah.

5.2 Saran

Sebaiknya penggunaan pipet pada pemeriksaan harus diperhatikan

diusahakan gunakan pipet yang berbeda untuk setiap sampel untuk

menghindari kontaminasi silang.

27
DAFTAR PUSTAKA

Dussart P, Labeau B, Lagathu G . Evaluation of an enzyme immunoassay for


detection of dengue virus NS1 antigen in human serum. Clin Vaccine
Immunol 2006;13:1185–9.
Karyanti, Mulya Rahma., 2011., Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue
Suroso T, Umar AI, 2004. Epidemiologi dan penenggulangan penyakit demam
berdarah dengue (DBD) di Indonesia. Dalam: Hadinegoro SR, Satari
HI, penyunting. Tata laksana kasus DBD. Naskah lengkap pelatihan
bagi dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI;.h.14-31.
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
fazidah3.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai