Anda di halaman 1dari 4

Prosedur pembuatan dilakukan dengan metode aseptis

Bahan- bahan ditimbang menggunakan kaca arloji yang telah disterilkan

Dexamethasone natrium fosfat dilarutkan dengan aquabidest didalam


beaker glass ad larut, kaca arloji dibilas dengan aquabidest

Natrium benzoat dilarutkan dengan aquabidest dalam beaker glass ad


larut

Larutan dituang ke dalam gelas ukur hingga volume tertentu

Larutan disaring ke labu erlenmeyer melalui corong dengan kertas saring


(0,45 µm) yang sudah dibasahi. Kekurangan aquabidest dipakai sebagian untuk
membilas gelas piala, di ad sampai volume tepat

Dilakukan pengecekan pH, jika perlu di adjust

Larutan dituang dalam buret steril dan ujung buret ditutup dengan
menggunakan alumunium foil

Seka jarum buret dengan kapas yang sudah dibasahi alkohol 70%.
Larutan diisikan ke dalam wadah (ampul/vial) sesuai volume

Tutup ampul / vial dengan metode yang sesuai

Dilakukan sterilisasi akhir dengan filtrasi

1.1 Prosedur Evaluasi


1. Penetapan pH
Dilakukan uji penetapan pH dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal. Tujuannya untuk mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan. Prinsipnya yaitu pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi atau dengan menggunakan kertas indikator universal (Dirjen POM, 1995 : 1039 –
1040).
2. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Tujuannya untuk memastikan larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat
padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari partikel yang dapat diamati pada
pemeriksaan secara visual. Prinsip pengujian yaitu sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi
menggunakan membran, lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 µm atau lebih sama atau lebih
besar dari 25 µm. Hasilnya injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika
mengandung tidak lebih dari 50 partikel per mL yang setara atau lebih besar dari 10 µm dan
tidak lebih dari 5 partikel per mL yang setara atau lebih besar dari 25 µm dalam dimensi linier efektif
(Dirjen POM, 1995 : 981 – 985).
3. Keseragaman sediaan
Uji keseragaman volume dengan cara diletakkan pada permukaan yang rata secara
sejajar lalu dilihat keseragaman volume secara visual (Dirjen POM, 1995 : 1044)
4. Penetapan volume injeksi dalam wadah
Tujuannya untuk menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (Kelebihan
volume yang dianjurkan dipersyaratkn dalam FI IV). Penentuan volume dilakukan dengan cara
mengambil sampel dengan alat suntik hipodermik dan memasukannya ke dalam gelas ukur
yang sesuai. Hasilnya volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu
persatu (Dirjen POM, 1995 : 1044).
5. Uji kejernihan larutan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang
memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap
refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi
dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat
dilihat dengan mata (Lachman, 2008 : 1335).
Tujuannya memastikan larutan terbebas dari pengotor. Dilakukan dengan
membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspensi padatan, dilakukan di bawah cahaya
yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung dengan latar belakang hitam. Suatu cairan
dikatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati
di bawah kondisi seperti tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi
padatan (Dirjen POM, 1995 : 998).
6. Uji sterilitas
Prinsipnya yaitu menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau
tiltrasi dalam medium Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest. Prosedur uji dapat
menggunakan teknik inokulasi langsung ke dalam media pada 30oC – 35oC selama tidak kurang
dari 7 hari. Tahap pertama memenuhi syarat uji jika pada interval waktu tertentu dan pada akhir
periode inkubasi diamati tidak terdapat kekeruhan atau pertumbuhan mikroba pada permukaan,
kecuali teknik pengujian dinyatakan tidak absah. Jika ternyata uji ini tidak absah, maka
dilakukan pengujian tahap kedua. Tahap kedua memenuhi syarat uji jika tidak ditemukan
pertumbuhan mikroba pada pengujian terhadap minimal 2 kali jumlah sampel uji tahap (Dirjen
POM, 1995 : 865 – 863).
7. Uji pirogen (vol >10 mL)
Bertujuan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh
pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian dilakukan dalam ruang terpisah yang khusus
untuk uji pirogan dan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari
keributan yang menyebabkan kegelisahan. Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian,
apabila pengujian menggunakan termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap,
sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang longgar. Tidak lebih dari 30 menit sebelum
penyuntikan larutan uji, tentukan “suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar
untuk menentukan kenaikan suhu. Suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1°c dan suhu setiap
kelinci tidak boleh > 39,8° (Dirjen POM, 1995 : 908 – 909).
8. Uji Kebocoran
Tujuannya memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta
kestabilan sediaan. Prinsip untuk cairan bening tidak berwarna, wadah takaran tunggal yang
masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika
ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan
tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
Untuk cairan berwarna dengan posisi terbalik, wadah dengan takaran tunggal diletakan diatas
kertas saring, jika terjadi kebocoran maka kertas saring akan berwarna. Sediaan memenuhi
syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru dan kertas saring tidak menjadi basah
(Goeswin Agoes, 2006 : 191).

Anda mungkin juga menyukai