Anda di halaman 1dari 32

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Pengelasan

2.1.1 Sejarah Pengelasan

Pengelasan dengan metode yang dikenal sekarang, mulai dikenal pada awal
abad ke 20. Sebagai sumber panas digunakan api yang berasal dari pembakaran gas
acetylena yang kemudian dikenal sebagai las karbit. Waktu itu sudah
dikembangkan las listrik namun masih langka.

Pada Perang Dunia II, proses pengelasan untuk pertama kalinya dilakukan
dalam skala besar. Dengan las listrik, dalam waktu singkat, Amerika Serikat dapat
membuat sejumlah kapal sekelas dengan kapal SS Liberty, yang merupakan kapal
pertama yang diluncurkan dengan di las. Di mana sebelumnya kapal yang
dikeluarkan, proses pengerjaan menggunakan paku keling (rivets). Pada masa itu,
muncul pula cara pertama untuk mengetes hasil pengelasan, seperti uji kerfslag
(lekukan yang tertutup lapisan).

2.1.2 Definisi Pengelasan

Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah
sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi
panas. Pada waktu ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk
pengelasan yang dilaksanakan dengan cara menekan dua logam yang disambung
sehingga terjadi ikatan antara atom-atom molekul dari logam yang disambungkan.

Menurut American Welding Society (AWS) pengelasan adalah proses


penyambungan logam atau non-logam yang dilakukan dengan memanaskan
material yang akan disambung hingga temperatur las, yang dilakukan dengan atau
tanpa menggunakan tekanan dan dengan atau tanpa menggunakan logam pengisi.
Definisi tersebut dapat diartikan lebih lanjut bahwa pengelasan adalah suatu
5

aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan atau tanpa bahan tambah
(filler metal) yang sama ataupun berbeda titik maupun strukturnya (Alip, 1989).

Sifat hasil lasan ditentukan oleh begitu banyak variabel dari mulai
pemilihan material pengisi (filler), kuat arus yang digunakan sampai temperatur
pelaburan yang terjadi pada busur listrik sehingga perencanaan yang matang
diperlukan untuk menghasilkan sifat hasil lasan yang sesuai atau diperlukan.
Berikut pemodelan matematis sederhana dari hubungan antara variabel yang
mampu mempengaruhi hasil lasan terhadap hasil lasannya:

f (VHN, σ) ≈ f (I, T)

Jadi secara umum pengelasan adalah proses penyambungan material, baik


logam maupun non logam dengan menggunakan energi panas (temperatur tertentu).
Dilakukan dengan menggunakan aplikasi tekanan maupun tidak, dan bisa
menggunakan bahan tambah maupun tidak.

2.1.3 Klasifikasi Pengelasan

Proses pengelasan logam secara makro diklasifikasikan menjadi dua


kelompok, yaitu Liquid State Welding (LSW) dan Solid State Welding (SSW). LSW
adalah proses pengelasan logam yang dilakukan dalam keadaan cair, sedangkan
SSW merupakan proses las dimana pada saat pengelasan, logam dalam keadaan
padat. Pengelasan logam secara LSW maupun SSW mempunyai beberapa teknik
atau metode. Berbagai jenis las berdasarkan metode tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Pengelasan


6

a. Las Kondisi Cair (Liquid State Welding)

Liquid State Welding adalah proses pengelasan dengan cara mencairkan daerah
yang akan disambung hingga cairan tersebut menyatu secara merata, dengan syarat
material yang akan disambung harus sama titik cairnya. Penyambungan material
dengan cara ini mempunyai persyaratan material harus sama, karena untuk
mendapatkan sambungan yang sempurna suhu material harus sama, jika tidak
proses penyambungan tidak akan terjadi. Kelebihan metode pengelasan ini adalah
proses dan persiapan sambungan tidak rumit, biayanya relatif murah,
pelaksanaannya mudah. Kelemahannya adalah memerlukan juru las yang terampil,
terjadinya HAZ yang menyebabkan perubahan sifat bahan, dan ada potensi
kecelakaan dan terganggunya kesehatan juru las. Yang termasuk Liquid State
Welding adalah Thermal Welding, Resistance Welding, dan Electric Arc Welding.

b. Las Kondisi Padat (Solid State Welding)

Solid State Welding adalah proses pengelasan dimana benda dalam keadaan
padat dan biasanya dengan menggunakan tekanan sehingga sering juga disebut
dengan Pressure Welding. Proses Solid State Welding memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya adalah dapat menyambung dua buah material atau lebih
yang tidak sama titik cairnya, prosesnya cepat, presisi, dan hampir tidak memiliki
daerah terpengaruh panas (heat affected zone/HAZ). Namun demikian Solid State
Welding juga mempunyai kelemahan yaitu persiapan sambungan dan prosesnya
rumit, sehingga dibutuhkan ketelitihan sangat tinggi. Yang termasuk dalam Solid
State Welding diantaranya Diffusion Welding, Forge Welding, Cold Welding, dan
Friction Welding.

2.2 Shield Metal Arc Welding (SMAW)

Las SMAW yang berasal dari kata Shield Metal Arc Welding adalah proses
pengelasan yang menggunakan panas untuk mencairkan material dasar atau logam
induk dan elektroda (kawat las). Panas tersebut ditimbulkan oleh lompatan ion
listrik yang terjadi antara katoda dan anoda (ujung elektroda dan permukaan plat
yang akan dilas). Panas yang timbul dari lompatan ion listrik ini besarnya dapat
mencapai 4000o sampai 4500oC.
7

Las tistrik ini menggunakan elektroda berselaput sebagai bahan tambah.


Busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda dan bahan dasar akan
mencairkan ujung elektroda dan sebagian bahan dasar. Selaput elektroda yang
turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung
elektroda, kawah Ias, busur listrik dan daerah Ias di sekitar busur listrik terhadap
pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda yang membeku akan menutupi
permukaan Ias yang juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar.
Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat
pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan
permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las.
Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa
fluks. Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama
dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.
Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda
mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang
terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang
terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi
besar.
Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari
logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi
dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar
kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks
yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair
dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat
sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi

Gambar 2.1 Las SMAW (Wiryosumarto, 2004)


8

Komponen-komponen las SMAW

Perlengkapan yang diperlukan untuk proses pengelasan SMAW adalah


peralatan yang paling sederhana dibandingkan dengan proses pengelasan listrik
yang lainnya. Adapun perlengkapan las smaw adalah:

1. Transformator DC/AC

Sumber tegangan diklasifikasikan sebagai mesin las AC dan mesin las DC,
mesin las AC biasanya berupa trafo las, sedangkam mesin las DC selain trafo
juga ada yang dilengkapi dengan rectifier atau diode (perubah arus bolak balik
menjadi arus searah) biasanya menggunakan motor penggerak baik mesin
diesel, motor bensin dan motor listrik. mesin las DC, saat ini banyak digunakan
mesin las DC karena DC mempunyai beberapa kelebihan dari pada mesin las
AC yaitu busur stabil dan polaritas dapat diatur. mesin las AC yang
menggunakan transformator atau trafo las.

Gambar 2.2 Mesin Las SMAW

2. Kabel massa dan kabel elektroda

Kabel masa dan kabel elektroda berfungsi menyalurkan aliran listrik dari
mesin las ke material las dan kembali lagi ke mesin las. Ukuran kabel masa dan
9

kabel elektroda ini harus cukup besar untuk mengalirkan arus listrik, apabila
kurang besar akan menimbulkan panas pada kabel dan merusak isolasi kabel
yang akhirnya membahayakan pengelasan.

3. Holder dan klem massa

Pemegang elektrode berguna untuk mengalirkan arus listrik dari kabel


elektrode ke elektrode serta sebagai pegangan elektrode sehingga pengelas tidak
merasa panas pada saat mengelas. Klem masa berguna untuk menghubungan
kabel masa dari mesin las dengan material biasanya klem masa mempunyai per
untuk penjepitnya. Klem ini sangat penting karena apabila klem longgar arus
yang dihasilkan tidak stabil sehingga pengelasan tidak dapat berjalan dengan
baik.

Gambar 2.3 Kabel, Klem Massa dan Holder

4. Elektroda

Sebagian besar elektrode las SMAW dilapisi oleh lapisan flux, yang
berfungsi sebagai pembentuk gas yang melindungi cairan logam dari
kontaminasi udara sekelilingnya. Selain itu fluk berguna juga untuk membentuk
terak las yang juga berfungsi melindungi cairan las dari udara sekelilingnya.
Lapisan elektrode ini merupakan campuran kimia yang komposisisnya sesuai
dengan kebutuhan pengelasan. Menurut AWS (American Welding Society)
elektrode diklasifikasikan dengan huruf E dan diikuti empat atau lima digit
sebagai berikut E xxxx (x) ,contohnya E 6010, E 6013, E 7018 dan lain-lain.
10

Gambar 2.4 Elektroda Las SMAW

2.3 Elektroda Pada Kawat Las SMAW

Elektroda atau kawat las adalah suatu benda yang dipergunakan untuk
melakukan pengelasan listrik yang berfungsi sebagai pembakar yang akan
menimbulkan busur nyala.

Tabel 2.2 Klasifikasi elektroda AWS A5.1-69

Elektroda, khususnya yang dipakai pengelasan SMAW atau las stick


mempunyai kode atau symbol dimana kode tersebut menggandung arti kekuatan
tarik, posisi pengelasan dan jenis bahan kimia tertentu sebagai flux (tentang flux
baca di postingan kemarin). Demikian juga dengan cara penggunaan dari masing-
masing jenis kawat las tersebut. Elektoda memiliki kode spesifikasi yang dapat kita
lihat pada kardus pembungkusnya. Berdasarkan peraturan American
Welding Society (AWS), Spesifikasi kawat las terbungkus untuk Mild Steel diatur
dalam AWS A5.1 yang ditandai dengan huruf 'E' dan diikuti 4 digit angka
dibelakang. Serta AWS A5.5 untuk low alloy steel dengan menambahkan 4 huruf
dan angka dibelakang yang menunjukkan unsur paduan.
11

1. Elektroda Untuk Mild Steel

Kawat las smaw jenis ini ditunjukkan dengan kode Exxxx (4 angka).

Sebagai contoh kawat las E6012, cara membacanya adalah:

 E = elektroda untuk jenis las SMAW


 E60xx = dua digit pertama (angka 60) menunjukan kekuatan tariknya dalam
Ksi (kilopound-square–inch).

Angka 60 berarti kekuatan tariknya 60 ksi, jika angkanya 70 berarti 70 ksi.


Kalau dibaca dalam ukuran 'psi (pound square inch)' sama dengan 70000
psi, dimana 1 Ksi = 1000psi.

 Exx1x = digit ketiga (angka 1) adalah posisi pengelasan.

kode angka 1 – untuk semua posisi

kode angka 2 – untuk posisi flat dan horizontal

kode angka 3 – hanya untuk posisi flat.

 Exxx2 = digit keempat (angka 2) menunjukkan jenis salutan dan jenis arus
yang digunakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Table 2.3.

Tabel 2.3 Penjelasan digit keempat pada kode elektroda SMAW

Digit Type of Coating Current


0 High Cellulose Sodium DC±
1 High Cellulose Potassium AC, DC±
2 High Titania Sodium AC, DC-
3 High Titania Potassium AC, DC±
4 Iron Powder, Titania AC, DC±
5 Low Hydrogen Sodium DC+
6 Low Hydrogen Potassium AC, DC+
7 High Iron Oxide, Iron Powder AC, DC±
8 Low Hydrogen Potassium, Iron Powder AC, DC±
12

Contoh lain misalnya jenis kawat las E7018, artinya:

- Elektroda,

- kekuatan tarik 70000psi,

- dapat digunakan semua posisi (datar, horisontal, vertikal dan overhead)

- penetrasi las sedang, daya AC/DC, kandungan selaputnya serbuk besi 25%-40%,
hidrogen tendah.

Dengan kekuatan tarik yang cukup kuat, elektroda (kawat las) jenis E70xx
banyak diaplikasikan untuk pengelasan pipa pressure, furnace, konstruksi dan lain-
lain. Sedangkan jenis E60xx karena daya tariknya hanya 60.000 psi biasanya hanya
untuk tagweld dan pengelasan non pressure, misalnya pagar tralis dan lain-lain.

2. Elektroda Low Alloy Steel

Spesifikasi kawat las terbungkus untuk Low Alloy Steel diatur pada AWS
A5.5. Dengan kode yang sama seperti elektroda mild steel diikuti dengan garis
(dash) dan huruf serta angka sebagai unsur paduan, yaitu:

A = ditambahkan unsur carbon molybdenum

B = ditambahkan unsur chromium molybdenum

C = ditambahkan unsur nickel steel

D = ditambahkan unsur manganese molybdenum molybdenum

G = ditambahkan unsur lainnya

R akhir kode = mengindikasikan ketahanan terhadap serapan uap (moisture pickup)


(80% humidity, 80ºF, 9 jam).

Contoh elektroda antara lain: E7018-H8R, E8018 - B2H4R dan lain-lain.

Cara membaca:

Kawat las E7018-H8R artinya kekuatannya 70ksi, mengandung mengandung “iron


powder-iron oxide-iron powder-iron oxide”, mengandung sedikit hidrogen (low
13

hydrogen), ketahanan terhadap uap air dan untuk dipakai pada pengelasan mild
steel.

Kawat Las : E8018-B2H4R artinya kekuatannya 80ksi , mengandung, iron powder


iron oxide, dipadu dengan chrome moly serta low hydrogen, ketahanan terhadap
uap air serta digunakan untuk mengelas paduan baja chrome moly.

3. Elektroda Stainless Steel

Spesifikasi kawat las terbungkus untuk Stainless Steel diatur dalam AWS
A5.4.

Tiga (3) digit pertama adalah nomor tipe AISI dari stainless steel.Kemudian diikuti
dengan garis dan 2 angka. Contoh: E316-16, E308-16, E309-16 dan lain-lain.

Dua angka dibelakang mengandung arti:

- Angka 15 = lapisannya mengandung CaO, TiO2 & arusnya DCRP.

- Angka 16 = lapisannya mengandung TiO & K2O & arusnya DCRP atau AC.

- Angka 17 = lapisannya mengandung CaO,TiO2 K2O SiO O SiO2& arusnya


DCRP atau AC.

Berdasarkan semua penjelasan tersebut di atas mengenai cara membaca arti


kode pada kawat las, kita bisa menarik kesimpulan dan mengaplikasikan untuk
pengelasan di lapangan/site.Dan terjawab sudah,kenapa pengelasan konstruksi,pipa
dan industri baja lain menggunakan elektroda jenis E70xx dan bukan E60xx.

2.4 Posisi Pengelasan

Sambungan pada material dasar atau logam yang berkaitan dengan


pengelasan mempunyai jenis yang bervariasi, mulai dari sambungan tumpul (Butt
Joint), sambungan fillet (T Joint), sambungan sudut (Corner Joint) atau sambungan
tumpang (Lap Joint).
Jenis-jenis sambungan tersebut tentunya mempunyai maksud dan tujuan
tersendiri. Hal ini berkaitan juga dengan posisi pengelasan. Itulah sebabnya kita
mengenal berbagai jenis posisi pengelasan. Untuk plat kita mengenal posisi
14

pengelasan 1F, 2F, 3F dan 4F ada juga 1G, 2G, 3G dan 4G. Sedangkan pada pipa
ada 1G, 2G, 5G dan 6G.
Jenis sambungan dan posisi pengelasan di atas dapat diaplikasikan untuk
pengelasan SMAW, GTAW, GMAW dan FCAW.

1. Posisi Pengelasan untuk sambungan Groove.


– 1G (Posisi Pengelasan datar).
– 2G (Posisi Pengelasan Horizontal).
– 3G (Posisi Pengelasan Vertikal).
– 4G (Posisi Pengelasan di atas kepala atau Overhead).

Gambar 2.5 Posisi Pengelasan Sambungan Groove

2. Posisi pengelasan untuk sambungan Fillet.


– 1F (Posisi Pengelasan datar).
– 2F (Posisi Pengelasan Horizontal).
– 3F (Posisi Pengelasan Vertikal).
– 4F (Posisi Pengelasan di atas kepala atau Overhead).

Gambar 2.6 Posisi Pengelasan Sambungan Fillet


15

3. Posisi Pengelasan pada Pipa


– 1G (Posisi Pengelasan datar pipanya dapat diputar).
– 2G (Posisi Pengelasan Horizontal pipa dapat diputar).
– 5G (Posisi Pengelasan Vertikal namun pipa tidak dapat diputar, sehingga
tukang las yang berputar).
– 6G (Posisi Pengelasan pipanya miring sekitar 45o dan statis atau tidak
dapat diputar).

Gambar 2.7 Posisi Pengelasan Pada Pipa

2.5 Cacat Las

Weld Defect atau Cacat las adalah hasil pengelasan yang tidak memenuhi
syarat keberterimaan yang sudah dituliskan di standart (ASME IX, AWS, API,
ASTM). Penyebab cacat las dapat dikarenakan adanya prosedur pengelasan yang
salah, persiapan yang kurang dan juga dapat disebabkan oleh peralatan serta
consumable yang tidak sesuai standart.
Tabel 2.4 Batas izin cacat las berdasarkan ASME SEC IX
Jenis Cacat Las Ketentuan Umum
Cacat Bidang: Tidak mengizinkan atau ditolak berapa
Incomplete Penetration, Undercut, pun besarnya
Crack
Cacat Volume: Ukuran total maksimal 20 % dari
Porosity, Slag Inclusion, Lack of ketebalan material di tiap 6 in panjang
Fusion pengelasan atau ukuran total maksimal
1/8 in di tiap panjang pengelasan
16

Jenis cacat las pada pengelasan ada beberapa tipe yaitu cacat las internal
(berada di dalam hasil lasan) dan cacat las visual (dapat dilihat dengan mata).

1. Cacat Las Porositas

Cacat porositas adalah sebuah cacat pengelasan yang berupa sebuah lubang
lubang kecil pada weldmetal (logam las), dapat berada pada permukaan maupun
didalamnya. Porositas ini mempunyai beberapa tipe yaitu Cluster Porosity, Blow
Hole dan Gas Pore.

Gambar 2.8 Cacat Las Porositas

Cacat las porositas dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Elektroda yang digunakan masih lembab atau terkena air.


2. Busur las terlalu panjang.
3. Arus pengelasan terlalu rendah.
4. Travel Speed terlalu tinggi.
5. Adanya zat pengotor pada benda kerja (karat, minyak, air dll).
6. Gas hidrogen yang tercipta karena panas las.

Adapun cara mengatasi cacat las porositas sebagai berikut:

1. Pastikan elektroda yang digunakan sudah dioven (jika disyaratkan), jangan


sampai kawat las terkenaair atau lembab.
2. Atur tinggi busur kurang lebih 1,5x diameter kawat las.
3. Ampere disesuaikan dengan prosedur atau rekomendasi dari produsen
elektroda.
17

4. Persiapan pengelasan yang benar, memastikan tidak ada pengotor dalam


benda kerja.
5. Untuk material tertentu panas tidak boleh terlalu tinggi, sehingga perlu
perlakukan panas.

2. Cacat Las Incomplete Penetration

Incomplete Penetration (IP) adalah sebuah cacat pengelasan yang terjadi


pada daerah root atau akar las. Sebuah pengelasan dikatakan IP jika pengelasan
pada daerah root tidak tembus atau reinforcemen pada akar las berbentuk cekung.

Gambar 2.9 Cacat Las Incomplete Penetration

Penyebab cacat Incomplete Penetration ialah:

1. Travel speed terlalu tinggi.


2. Jarak gap atau root opening terlalu lebar.
3. Jarak elektroda atau busur las terlalu tinggi.
4. Sudut elektroda yang salah.
5. Ampere las terlalu kecil.

Cara mencegah cacat Incomplete Penetration adalah sebagai berikut:

1. Travel speed disesuaikan dengan WPS.


2. Standar gap atau root opening 2-4 mm.
3. Standar jarak elektroda 1,5 x diameter elektroda.
4. Ampere disesuaikan dengan Welding Prosedur.
18

3. Cacat Las Undercut

Undercut adalah sebuah cacat las yang berada di bagian permukaan atau
akar, bentuk cacat ini seperti cerukan yang terjadi pada base metal atau logam
induk. Jenis cacat pengelasan ini dapat terjadi pada semua sambungan las, baik
fillet, butt, lap, corner dan edge joint.

Penyebab Cacat Las Undercut:

1. Arus pengelasan yang digunakan terlalu besar.


2. Travel speed / kecepatan las terlalu tinggi.
3. Panjang busur las terlalu tinggi.
4. Posisi elektroda kurang tepat.
5. Ayunan tangan kurang merata, waktu ayunan pada saat disamping terlalu
cepat.

Cara mencegah Cacat Undercut:

4. Menyesuaikan arus pengelasan, Anda dapat melihat ampere yang


direkomendasikan di bungkus elektroda atau wps (Welding Procedure
Specification).
5. Kecepatan las diturunkan.
6. Panjang busur diperpendek atau setinggi 1,5 x diameter elektroda.
7. Sudut kemiringan 70-80 derajat (menyesuaikan posisi).
8. Lebih sering berlatih untuk mengayunkan yang sesuai dengan kemampuan.

Gambar 2.10 Cacat Las Undercut


19

4. Cacat Las Slag Inclusion

Welding Defect Slag Inclusion adalah cacat yang terjadi pada daerah dalam
hasil lasan. Cacat ini berupa slag (flux yang mencair) yang berada dalam lasan,
yang sering terjadi pada daerah stop and run (awal dan berhentinya proses
pengelasan). Untuk melihat cacat ini kita harus melakukan pengujian radiografi
atau bending.

Penyebab Cacat Las Slag Inclusion:

1. Proses pembersihan Slag kurang, sehingga tertumpuk oleh lasan.


2. Ampere terlalu rendah.
3. Busur las terlalu jauh.
4. Sudut pengelasan salah.
5. Sudut kampuh terlalu kecil.

Cara Mencegah Cacat Slag Inclusion:

1. Pastikan lasan benar benar berseih dari slag sebelum mengelas ulang.
2. Ampere disesuaikan dengan prosedur.
3. Busur las disesuaikan.
4. Sudut pengelasan harus sesuai.
5. Sudut kampuh lebih dibesarkan (50-70 derajat).

Gambar 2.11 Cacat Las Slag Inclusion


20

5. Lack of Fusion

Cacat lack of fusion adalah adanya suatu daerah lasan yang tidak ikut
mencair dan mengakibatkan tidak bersatunya logam induk dengan logam pengisi.
Cacat ini biasanya terjadi pada bagian samping lasan.

Penyebab Cacat Cacat Lack of Fusion:

1. Posisi Sudut kawat las salah.


2. Ampere terlalu rendah.
3. Sudut kampuh terlalu kecil.
4. Permukaan kampuh terdapat kotoran.
5. Travel Speed terlalu tinggi.

Cara Mengatasi Cacat Lack of Fusion:

1. Memperbaiki Posisi Sudut Elektroda.


2. Menaikkan Ampere sesuai dengan WPS atau Ampere Recomended.
3. Sudut kampuh sesuai dengan yang di WPS.
4. Melakukan persiapan pengelasan yang benar, membersihkan semua
kotoran.
5. Mengatur Travel Speed yang sesuai.

Gambar 2.12 Cacat Las Lack of Fusion


21

6. Over Spatter

Spatter adalah percikan las, sebenarnya jika spater dapat dibersihkan maka
tidak termasuk cacat. Namun jika jumlahnya berlebih dan tidak dapat dibersihkan
maka dikategorikan dalam cacat visual.

Penyebab Spater atau percikan las berlebih:

1. Ampere terlalu tinggi.


2. Jarak elektroda dengan base metal terlalu jauh.
3. Elektroda lembab.

Cara mencegah terjadinya cacat pengelasan Over Spatter:

1. Arus diturunkan sesuai dengan rekomendasi.


2. Panjang busur (1,5 x diameter Elektroda ).
3. Elektroda dioven sesuai dengan handbook (khususnya kawat las low
hidrogen).

Gambar 2.13 Cacat Las Over Spatter

7. Hot Crack

Hot Crack (retak panas) adalah sebuah retak pada pengelasan dimana retak
itu terjadi setelah proses pengelasan selesai atau saat proses pemadatan logam lasan.

Penyebab Hot Crack:

1. Pemilihan elektroda yang salah.


2. Tidak melakukan perlakuan panas.
22

Cara Mencegah Hot Crack:

1. Menggunakan elektroda yang sesuai dengan WPS atau Low Hidrogen yang
mempunyai sifat regangan yang tinggi.
2. Melakukan perlakuan panas (PWHT dan Preheat)

8. Cold Cracking

Cold Cracking (retak dingin) adalah sebuah retak yang terjadi pada daerah
lasan setelah beberapa waktu (memerlukan waktu, bisa 1 menit, 1 jam, atau 1 hari)
proses pengelasan selesai.

Penyebab Cold Cracking atau Retak dingin:

1. Retak Dingin pada Bahan Las (Cold Cracking).


2. Cooling Rate terlalu cepat.
3. Arus pengelasan terlalu rendah.
4. Travel speed terlalu tinggi.
5. Tidak dilakukan pemanasan awal (pre heat).

Cara mencegah terjadinya Cold Cracking:

1. Perlambat pendinginan setelah proses pengelasan.


2. Panas yang diterima sesuaikan dengan WPS.
3. Gunakan Arus yang direkomendasi.
4. Travel speed pengelasan tidak terlalu cepat (lihat wps yang ada).
5. Lakukan pre heat (untuk material yang karbon ekuivalen diatas 0,40 maka
harus dipreheat).

Gambar 2.14 Cacat Las Hot Crack dan Cold Cracking


23

2.6 Metalurgi Las

Pengelasan adalah proses penyambungan dengan menggunakan energy


panas, karena proses ini maka logam disekitar lasan mengalami siklus termal cepat
yang menyebabkan terjadinya perubahan–perubahan metalurgi yang rumit,
deformasi dan tegangan – tegangan termal. Hal ini sangat erat hubunganya dengan
ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang umumnya mempunyai
pengaruh yang fatal terhadap keamanan dan konstruksi las, Logam akan mengalami
pengaruh pemanasan akibat pengelasan dan mengalami perubahan struktur mikro
disekitar daerah lasan. Bentuk struktur mikro bergantung pada temperatur tertinggi
yang dicapai pada pengelasan, kecepatan pengelasan dan laju pendinginan daerah
lasan.

Harsono W, menjelaskan daerah lasan terdiri dari tiga bagian:

1. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair
kemudian membeku.

2. Fusion Line, garis penggabungan atau garis batas cair antara logam las dan
logam Induk

3. Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah logam
dasar yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan mengalami
pemanasan dan pendinginan yang cepat.

Gambar 2.15 Tiga Daerah Lasan

2.7 Baja

Baja adalah bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan,
mulai dari peralatan dapur, trasportasi, generator, sampai kerangka gedung
dan jembatan menggunakan baja. Eksplotasi besi baja menduduki peringkat
24

pertama di antara barang tambang dan logam dan produknya melingkupi hampir 95
% dari produk barang berbahan logam yang dimamfaatkan dalam kehidupan
manusia.

Baja adalah paduan logam yang tersusun dari (Fe) besi sebagai unsur
utama dan karbon (C) sebagai unsur penguat. Unsur karbon banyak berperan
sebagai peningkatan kekerasan. Perlakuan panas dapat mengubah sifat fisis
baja dari lunak menjadi keras. Penyebabnya perlakuan panas mengubah struktur
mikro baja dan struktur kristal dari bcc ke fcc yang bersifat paduan dan bila
didinginkan tiba-tiba terjadi perubahan struktur kristal dari fcc ke hcp.

Baja mempunyai sejumlah sifat yang membuatnya menjadi bahan teknik


yang sangat berharga. Titik lebur baja adalah antara 1.401-1.539oC, selain itu
beberapa sifat baja yang penting adalah:

1. Kekuatan

Baja mempunyai daya tarik, lengkung, dan tekan yang sangat besar.
Pada setiap partai baja, pabrikan baja menandai beberapa besar daya kekuatan baja
itu. Pabrikan baja misalnya, memasukan satu partai baja batangan dan
mencatumkan pada baja itu Fe 360. Disini Fe menunjukan bahwa partai itu
menunjukkan daya kekuatan (minimum) tarikan atau daya tarik baja itu. Yang
dimaksud dengan istilah tersebut adalah gaya tarik N yang dapat dilakukan baja
bergaris tengah 1 mm2 sebelum baja itu menjadi patah. Dalam hal ini daya tarik itu
adalah 360 N/mm2. Oleh karna daya tarik baja yang kuat maka baja dapat
menahan berbagai tegangan, seperti tegangan lentur

2. Kekerasan

Baja itu sangat keras, sehingga sebagai bahan konstruksi baja mungkin
saja untuk digunakan dalam berbagai tujuan. Apabila untuk produk-produk baja
tertentu ada suatu keharusan, maka bisa saja baja itu ditambahi kekerasannya
dengan perlakuan panas (heat treatment).
25

3. Ketahanan terhadap korosi

Tanpa perlindungan, baja sangat cepat berkarat. Tapi baja dapat


diberikan perlakuan untuk perlindungan yang sangat efektif dengan berbagai cara.

2.7.1 Sejarah Baja

Baja pada jaman kuno dan antik sudah dikenal dan biasanya diproduksi
menggunakan tungku tempa dan tungku wadah. Pembuatan baja paling tua dalam
sejarah sampai sekarang adalah beberap keping perkakas besi yang digali dari
sebuah situs arkeologi di Anatolia (Kaman-Kalehoyuk) dan berusia hampir 4.000
tahun lamanya, bertanggal 1.800 SM. Horace mengidentifikasi adanya senjata-
senjata berbahan baja seperti falcata di Semenanjung Iberia, sedangkan Baja
Nordik sempat digunakan oleh Pasukan Roma.

Reputasi dari Besi serik di India Selatan (baja wootz) tumbuh dengan
pesatnya di seantero dunia pada saat itu. Situs-situs pembuatan logam di Sri
Lanka menggunakan oven yang memanfaatkan angin muson, mampu untuk
membuat baja berkadar karbon tinggi. Produksi massal baja
Wootz di Tamilakam menggunakan tungku wadah dan sumber karbon seperti
tanaman Avaram terjadi di abad ke-enam SM, sebuah pionir untuk produksi dan
metalurgi baja modern.

Orang-orang Tiongkok di Periode Negara Perang (403-221 SM) memiliki


baja yang diperkeras dengan penyiraman, sedangkan orang Tiongkok pada
periode Dinasti Han (202 SM - 220 AD) membuat baja dengan melelehkan besi
tempa dan besi tuang bersama-sama, menghasilkan produk akhir yaitu baja
berkandungan karbon menengah pada abad ke-1 M.

Orang Haya dari Afrika Timur menemukan sebuah oven yang bisa
merekagunakan untuk membuat baja karbon pada suhu 1802°C (3276°F) nyaris
2.000 tahun lalu lamanya. Baja Afrika Timur ini kemungkinan bertanggal 1.400
SM menurut Richard Hooker.
26

2.7.2 Klasifikasi Baja

Menurut komposisi kimianya:

1. Baja karbon (carbon steel), dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Baja karbon rendah (low carbon steel)

Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin. Penggunaannya:

 0,05 % – 0,20 % C : Automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets,


screws, nails.
 0,20 % – 0,30 % C : Gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings.

b. Baja karbon menengah (medium carbon steel)

Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah. Sifatnya sulit untuk
dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan:

 0,30 % – 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.


 0,40 % – 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits,
screwdrivers.
 0,50 % – 0,60 % C : hammers dan sledges.

c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60 % – 1,50


% C. Penggunaan: screw drivers, blacksmiths hummers, tables knives,
screws, hammers, vise jaws, knives, drills, tools for turning brass and wood,
reamers, tools for turning hard metals, saws for cutting steel, wire drawing dies,
fine cutters.

2. Baja paduan (alloy steel)

Tujuan dilakukan penambahan unsur yaitu:

 Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan tarik


dan sebagainya).
 Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah.
27

 Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan


reduksi).
 Untuk membuat sifat-sifat spesial.

Baja paduan yang diklasifikasikan menurut kadar karbonnya dibagi


menjadi:

a. Low alloy steel, jika elemen paduannya ≤ 2,5 %


b. Medium alloy steel, jika elemen paduannya 2,5 – 10 %
c. High alloy steel, jika elemen paduannya > 10 %

Selain itu baja paduan dibagi menjadi dua golongan yaitu baja campuran
khusus (special alloy steel) dan high speed steel.

1. Baja Paduan Khusus (special alloy steel)

Baja jenis ini mengandung satu atau lebih logam-logam seperti nikel,
chromium, manganese, molybdenum, tungsten dan vanadium. Dengan
menambahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja paduan tersebut akan
merubah sifat-sifat mekanik dan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuat dan ulet
bila dibandingkan terhadap baja karbon (carbon steel).

2. High Speed Steel (HSS)

Kandungan karbon: 0,70 % – 1,50 %. Penggunaan membuat alat-alat potong


seperti drills, reamers, countersinks, lathe tool bits dan milling cutters.
Disebut High Speed Steel karena alat potong yang dibuat dengan material tersebut
dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dibanding dengan carbon steel. Sedangkan
harga dari HSS besarnya dua sampai empat kali daripada carbon steel.

2.7.3 Baja ST 60

ST 60 diberi nama menurut stanadar Deutch Industrien Normen (DIN)


dimana ST memiliki makna baja (dalam bahasa Jerman: stahl) dan angka 60
menunjukkan kekuatan tarik sekitar 600-720 N/mm2. Baja ST 60 adalah baja yang
dikelompokkan dalam baja karbon sedang dengan kandungan unsur carbon sebesar
0,4-0,55%. Komposisi kimia baja ST 60 dapat dilihat pada Tabel 2.3
28

Tabel 2.5 Komposisi baja ST 60

Composition Composition
Element Element
(%) (%)
C 0,473 W 0,0009
P 0,0014 Ti 0,0053
S 0,0034 Sn 0,0340
Mn 0,7100 Al 0,0130
Si 0,2742 Pb -
Ni 0,0089 Ca 0,0016
Cr 0,0291 Zn 0,0012
Mo 0,0022 Fe 98,40
Cu 0,0313

Berikut adalah kekuatan mekanik dari baja ST 60:


Kekuatan Tarik (maks) = 706,47 N/mm2
Kekuatan puntir (tanpa takik) = 143,44 Mpa
Kekuatan puntir (bertakik) = 80,62 Mpa
Baja spesifikasi ini biasa digunakan pada konstruksi umum seperti
jembatan, alat perkakas, baling-baling kapal, rel, komponen automotif seperti roda
gigi dan crankshaft.

2.8 Pengujian Hasil Pengelasan

Ada dua cara dalam pengujian material di industri yaitu dengan cara
pengujian merusak (Destructive Testing) dan pengujian tanpa merusak (Non
Destructive Testing) pengujian ini sangat diperlukan dibidang industri sebab
pengujian ini akan membantu mengetahui sifat dari material yang akan digunakan
di industri. Material yang digunakan di industri seperti besi, stainless, beton,
alumunium, baja, kayu dan lain-lain akan diuji sebelum digunakan.
29

2.8.1 Tensile Test (Destructive Test)

Tujuan utama dilakukan pengujian tarik adalah untuk mengetahui berapa


nilai kekuatan sambungan logam hasil pengelasan yang sudah dilakukan.
Pengujian tarik merupakan pengujian yang paling sering digunakan, karena
pengujian ini mampu memberikan informasi representatif dari perilaku mekanis
suatu material. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk
mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau
lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan
tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak
putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang
diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah
satu ujung benda.

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan


bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji
adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya
gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh
penarikan gaya maksimum. Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu
dan pelan–pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan
mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan-
regangan. Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan
bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai
perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva teganganregangan.

Gambar 2.16 Kurva Tegangan-Regangan


30

Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati


tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami
perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit,
dan titik di mana deformasi plastik mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti.
Telah digunakan berbagai kriteria permulaan batas luluh yang tergantung pada
ketelitian pengukuran regangan dan data-data yang akan digunakan.

• Batas Elastis σE (Elastic Limit)

Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10-


6 inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan
beberapa ratus dislokasi.

• Batas Proporsional σp (Proportional Limit)

Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan-


regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari berbagai
garis lurus kurva tegangan-regangan.

• Deformasi Plastis (Plastic Deformation)

Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi
regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan
bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun
hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan
cara pengukuran regangan mikro.

• Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing


peralihan deformasi elastis ke plastis.

• Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase


deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang
dimaksud adalah tegangan ini.
31

• Regangan Luluh εy (Yield Strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

• Regangan Elastis εe (Elastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban


dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

• Regangan Plastis εp (Plastic Strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan


regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

• Regangan Total (Total Strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp.

• Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength)

Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

• Kekuatan Patah (Breaking Strength)

Merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.

Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang


mula benda uji.

𝑃
𝜎𝑢 = 𝐴………………………………………….....(Surdia, 1999:8)

Dimana: 𝜎𝑢 = Tegangan tarik (N/mm2)

P = Beban maksimum (kgf)

A = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan


membagi perpanjangan panjang ukur (ΔL) dengan panjang ukur mula-mula benda
uji.

𝛿𝑙 𝐿−𝐿𝑜
𝜀= = × 100%.........................................(Surdia, 1999:8)
𝑙𝑜 𝐿𝑜
32

Dimana : ε = Regangan (%)

L = Panjang akhir (mm)

Lo = Panjang awal (mm)

Deformasi di daerah elastis menujukkan sifat proporsional atau sebanding


lurus dengan tegangan. Hubungan lurus ini disebut modulus elastis, dan dalam hal
deformasi Tarik disebut modulus elastic memanjang atau modulus Young yang
dinyatakan dengan E.
𝜎
𝐸= ……………………………………………..(Surdia, 1999:8)
ε

Dimana : E = Modulus Elastisitas (N/mm2)

𝜎 = Tegangan tarik (N/mm2)

ε = Regangan (%)

2.8.2 Radiography Test (Non-Destructive Test)

Untuk mengefisiensikan penggunaan material dalam kehidupan, material


perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui sifat-sifatnya. Pengujian material yang
dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu pengujian merusak (mekanik) dan pengujian
tidak merusak (Non Destructive Test). Pengujian merusak umumnya dilakukan
untuk mengetahui sifat mekanik dari material ketika mendapatkan pembebanan,
misalnya kekerasan ketangguhan, keuletan, dal lain-lain. Sedangkan pengujian
tidak merusak umumnya digunakan untuk mengetahui kerusakan atau cacat pada
material tanpa merusak material tersebut. Salah satu pengujian tidak merusak
adalah pengujian radiografi yaitu pengujian material yang bertujian untuk
mengetahui kerusakan atau cacat yang tidak terlihat pada material dengan
menggunakan pancaran gelombang elektromagnetik pendek.

Pengujian radiografi juga digunakan dalam dunia metalurgi untuk


mengetahui cacat pada logam, misalnya cacat yang terjadi pada daerah lasan
sehingga mahasiswa teknik metalurgi perlu mengetahui dasar-dasar pengujian
radiografi.
33

Radiografi digunakan dalam aplikasi yang sangat luas termasuk kesehatan,


teknik, forensic, keamanan, dan lain-lain. Dalam Non-Destructive Test, radiografi
merupakan satu yang sangat penting dan metode yang digunakan secara meluas.
Uji radiografi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan metode Non-Destructive
Test lainnya. Namun, satu kekurangan terbesarnya adalah resiko kesehatan yang
berkaitan dengan radiasi

Secara umum, uji radiografi merupakan metode pemeriksaan material


terhadap kerusakan atau cacat yang tidak terlihat atau tersembunyi dengan
menggunakan kemampuan radiasi dari gelombang gelombang elektromaknetik
pendek (energi foton tinggi) untuk memasuki berbagai material. Uji radiografi
dalam dunia teknik Intensitas dari radiasi yang masuk dan melewati material
ditangkap oleh lapisan yang sensitive terhadap radiasi (Film Radiography) atau
dengan susunan planer sensor radiasi sensitive (Real-time Radiography). Lapisan
atau film radiografi merupakan metode tertua yang masih banyak digunakan
pada Non-Destructive Test.

Sinar X dan Sinar Gamma merupakan gelombang elektrostatik pada


spektrum elektrostatik dengan rentang frekuensi yang lebih besar dari radiasi
ultraviolet. Sinar Gamma biasanya memiliki frekuensi yg lebih besar dari Sinar X.
Perbedaan utama antara Sinar X dan Sinar Gamma adalah pada asal radiasinya
dimana Sinar X biasanya hasil buatan dengan menggunakan X-ray Generator dan
radiasi Gamma adalah produk dari bahan radioaktif.

Gambar 2.17 Frekuensi, energi dan panjang gelombang beberapa gelombang sinar
34

Sinar X dan Sinar Gamma adalah bentuk gelombang, seperti sinar


cahaya, microwave, dan gelombang radio. Sinar X dan Gamma tidak dapat dilihat,
dirasakan, ataupun didengar, juga tidak memiliki b eban maupun berat.

Pada Radiographic Test, benda atau bagian yang akan dilakukan inspeksi
diletakkan diantara sumber radiasi dan film yang sensitif. Sumber radiasi berasal
dari mesin X-ray ataupun sumber radioaktif seperti Ir-192, Co-60, dan Cs-137.
Bagian yang diinspeksi akan menahan radiasi yang ditembakkan berdasarkan
perbedaan ketebalan benda tersebut.

Radiasi yang menembus benda inspeksi akan menghasilkan gambar seperti


bayangan pada lembar film. Bayangan yang dihasilkan pada lembar film akan
bervariasi tergantung dari jumlah radiasi yang menembus benda inspeksi dan
mencapai lembar film. Bagian yang lebih gelap pada film menandakan intensitas
radiasi yang tinggi, sedangkan pada bagian yang lebih terang menandakan
intensitas radiasi yang rendah. Perbedaan gelap pada gambar dapat menunjukkan
adanya cacat ataupun diskontinuitas pada bagian dalam benda inspeksi.

Kelebihan utama dan kekuangan pengujian radiografi dibandingkan dengan


metode NDT lainnya adalah:

Kelebihan:

1. Kedua Permukaan internal dan diskontinuitas dapat dideteksi.


2. Variasi yang signifikan dalam komposisi dapat dideteksi.
3. Dapat digunakan untuk memeriksa daerah tersembunyi (akses langsung ke
permukaan tidak diperlukan).
4. Sangat sederhana atau tidak ada bagian yang perlu dipersiapkan.
5. Akan diperoleh catatan uji permanen.
6. Portabilitas yang baik terutama sumber sinat gamaa.

Kekurangan:

1. Berbahaya bagi operator dan personil lain didekatnya.


2. Diperlukan keterampilan tingkat tinggi dan pengalaman untuk masalah
pencahayaan dan interpretasi.
3. Proses ini umumnya berjalan dengan lambat.
35

4. Sangat terarah (sensitive terhadap orientasi cacat).


5. Kedalaman diskontinuitas tidak di indikasikan.
6. Peralatan yang digunakan relative mahal (terutama sumber x-ray).
7. Membutuhkan dua akses untuk ke komponen.

Anda mungkin juga menyukai