Anda di halaman 1dari 13

Makassar,20 November 2019

LAPORAN HASIL OBSERVASI LAPANGAN


KELOMPOK 10
PUSKESMAS MAMAJANG
SISTEM KEDOKTERAN TROPIS

Pembimbing: dr. Nurfachanti Fattah M.Kes


Disusun Oleh:
Azimar Khatimah Zusandy
11020170170

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LAPORAN KASUS

PSORIASIS

Anamnesis:

Nama: Sampe Tano

Umur: 81 tahun

Keluhan:

Nyeri lutut sejak 2 hari yang lalu

Telapak tangan dan kedua tangan gatal

Tangan bersisik (+)

Riwayat Hipertensi

Bisul pada penis

Sekret nanah keluar dari alat vital (-)

Buang air kecil : tidak ada keluhan

Pemeriksaan fisik:

TD 120/80 mMhg

Udem patella (+)

Dermatitis + infeksi sekunder

Terapi:

Salep hidrokortizon kulit No I. 2x1

CTM 4 mg No. X. 3x1

Amoxycilin 500 mg No. X. 3x1

Piroxicam 20 mg No. I. 3x1


Dokumentasi status pasien
Dokumentasi Puskesmas Mamajang tempat observasi
PEMBAHASAN TEORI

I. DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang
kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis
disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.
Patogenesis psoriasis digambarkan dengan gangguan biokimiawi, dan imunologik
yang menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan
memengaruhi gambaran klinis. Umumnya lesi berupa plak en'tematosa berskuama
berlapis berwama putih keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya dapat
terlokalisir, misalnya pada siku, lutut atau kulit kepala (skalp) atau menyerang
hampir 100% luas tubuhnya.
II. EPIDEMIOLOGI
Psoriasis menyebar diseluruh dunia tetapi prevalensi usia psoriasis bervariasi
di setiap wilayah. Prevalensi anak anak berkisar dari 0% di Taiwan sampai dengan
2.1 % di Itali. Sedangkan pada dewasa di Amerika Serikat 0.98% sampai dengan
8% ditemukan di Norwegia. Di Indonesia pencatatan pemah dilakukan oleh
sepuluh RS besar dengan angka prevalensi pada tahun 1996, 1997, dan 1998
berturut-turut 0,62%; 0,59%, dan 0,92%. Psoriasis terus mengalami peningkatan
jumlah kunjungan ke layanan kesehatan di banyak daerah di Indonesia. Remisi
dialami oleh 17-55% kasus, dengan beragam tenggang waktu.
III. ETIOPATOGENESIS
Hanseler dan Christopher pada tahun 1985 membagi psoriasis menjadi tipe 1
bila onset kurang dari umur 40 tahun dan tipe 2 bila onset terjadi pada umur Iebih
dari 40 tahun. Tipe 1 diketahui erat kaitannya dengan faktor genetik dan
berasosiasi dengan HLA-CW6, HLA-DR7, HLA-B13, dan HLA-BW57 dengan
fenotip yang Iebih parah dibandingkan dengan psoriasis tipe 2 yang kaitan
familialnya Iebih rendah. Peranan genetik tercatat pada kembar monozigot 6572%
sedangkan pada kembar dizigot 15-30%. Pasien dengan psoriasis artritis yang
mengalami psoriasis tipe1 mempunyai riwayat psoriasis pada keluarganya 60%
sedangkan pada psoriasis tipe 2 hanya 30%.
Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat mengenai patogenesis psoriasis,
tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai dalam
prinsip terapi. Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup kompleks. yang
melibatkan berbagai sitokin, kemokin maupun faktor pertumbuhan yang
mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit, sel. sel radang. dan pembuluh
darah; sehingga lesi tampak menebal dan beskuama tebal beriapis.
Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel makrofag penangkap
antigen (antigen persenting ce/I/APC) melalui major histocompatibilio/ complex
(MHC) mem. presentasikan antigen tersangka dan diikat oleh ke sel T naif.
Pengikatan sel T terhadap antigen tersebut selain melalui reseptor sel T harus
dilakukan pula oleh ligan dan reseptor tambahan yang dikenal dengan kostimulasi.
Setelah sel T teraktivasi sel ini berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori
kemudian masuk dalam sirkulasi sistemik dan betmigrasi ke kulit.
Pada Iesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel Th1 CD4+, sel T sitoksik
1/Tc1CDB‘, lFN-ry, TNF-cx, dan lL-12 adalah produk yang ditemukan pada
kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th-1. Pada tahun 2003 dikenal lL-
17 yang dihasilkan oleh Th-17. lL-23 adalah sitokin dihasilkan sel dendrit bersifat
heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian dari |L-12.
Sitokin |L-17A. lL-17 F, lL-22, IL21 dan TNFa adalah mediator turunan Th-17.
Telah dibuktikan |L-17A mampu meningkatkan ekspresi keratin 17 yang
merupakan karakteristik psoriasis. Injeksi intradermal |L-23 dan lL-21pada mencit
memicu proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran hiperplasia epidermis
yang merupakan ciri khas psoriasis, lL-22 dan |L-17A seperti juga kemokin CCR6
dapat mestimulasi timbulnya reaksi peradangan psoriasis.
Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan mediator menentukan
gambaran klinis antara lain: GMCSF (granulocyte macrophage colony stimulating
factor), EGF, lL-1, lL-6, |L-8, |L-12, |L-17, lL-23, dan TNF-0.Akibat peristiwa
banjirnya efek mediator terjadi perubahan flsiologis kulit normal menjadi
Keratinosit akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam 311 jam, menjadi
36 jam dan produksi harian keratinosit 28 kali Iebih banyak dari pada epidermis
normal. Pembuluh darah menjadi berdilatasi, berkelok-kelok, angiogenesis dan
hipermeabilitas vakular diperankan oleh vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan Vascu/af permaebility factor (VPF) yang dikeluarkan oleh
keratinosit.
IV. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klaslk berupa plak eritematosa dlllputi skuama putih disenal titIk-
tmk perdarahan bnla skuama dllepas. berukuran dart seujunq jamm sampai dengan
plakat menutupl sebagian besar area tubuh. umumnya simems. Penyakit im dapat
menyerang kulit. kuku. mukosa dan send: tetapi tidak mengganggu rambut.
Penampilan bempa infultrat eritematosa. eritema yang muncul bewan’asi dari yang
sangat cerah ("hof‘ psoriasis) biasanya diikuti gatal sampai merah pucat (“cold’
psoriasis). Fenomena Kbebner adalah pen'stiwa munculnya lesi psoriasis setelah
terjadi trauma maupun mikrotrauma pada kulit pasien psoriasis. Pada lidah dapat
dijumpai plak putih berkonflgurasi mirip peta yang disebut lidah geografik.
Fenotip psoriasis dapat berubah-ubah, spektrum penyakit pada pasien yang sama
dapat menetap atau berubah, dari asimtomatik sampai dengan generalisata
(eritroderma). Stadium akut sering dijumpai pada orang muda, tetapi dalam waktu
tidak terlalu lama dapat berjalan kronik residif. Keparahan memiliki gambaran
klinik dan proses evolusi yang beragam, sehingga tidak ada kesesuaian klasiflkasi
variasi klinis.
 Psoriasis plakat
Kira-kira 90% pasien mengalami psoriasis vulgaris. dan biasanya
disebut psoriasis plakat kronik. Lesi ini biasanya dimulai dengan makula
eritematosa berukuran kurang dan‘ satu sentimeter atau papul yang melebar
ke arah pinggir dan bergabung beberapa Iesi menjadi satu, berdiameter satu
sampai beberapa sentimeter. Lingkaran putih pucat mengelilingi Iesi psoriasis
plakat yang dikenal dengan Woronoff’s n'ng. Dengan proses pelebaran lesi
yang berjalan berlahap maka bentuk Iesi dapat beragam seperti bentuk utama
kurva linier (psoriasis girata), Iesi mirip cincin (psoriasis anular), dan papul
berskuama pada mulut folikel pilosebaseus (psoriasis folikularis). Psorasis
hiperkeratotik tebal berdiameter 2-5 cm disebut plak rupioid, sedangkan plak
hiperkeratotik tebal berbentuk cembung menyerupai kulit tiram disebut plak
ostraseus. Umumnya dijumpai di skalp. siku, lutut, punggung, lumbal dan
retroaurikuler. Hampir 70% pasien mengeluh gatal. rasa terbakar atau nyeri,
terutama bila kulit kepala terserang. Uji Auspitz temyata tidak spesiftk untuk
psoriasis, karena uji positif dapat dijumpai pada dermatitis seboroik atau
dermatitis kronis lainnya.
Psoriasis inversa ditandai dengan letak lesi di daerah intertriginosa.
tampak lembab dan eritematosa. Bentuknya agak berbeda dengan psoriasis
plakat karena nyaris tidak berskuama dan merah merona, mengkilap. berbatas
tegas, sering kali mirip dengan ruam intertrigo, misalnya infeksi jamur. LeSi
dijumpai di daerah aksila, fosa antekubital, poplitea, lipat inguinal,
inframamae, dan perineum.
 Psoriasis gutata
Jenis ini khas pada dewasa muda, bila terjadi pada anak sering bersifat
swasirna. Namun pada suatu penelitian epidemiologis 33% kasus dengan
psoriasis gutata akut pada anak akan berkembang menjadi psoriasis plakat.
Bentuk spesiflk yang dijumpai adalah lesi papul eruptif berukuran 1 -10 mm
berwarna merah salmon, menyebar diskret secara sentripetal terutama di
badan, dapat mengenai ekstremitas dan kepala. Infeksi Streptokokus beta
hemolitikus dalam bentuk faringitis, laringitis, atau tonsilitis sering
mengawali munculnya psoriasis gutata pada pasien dengan predisposisi
genetik.

 Psoriasis pustulosa
Bentuk ini merupakan manifestasi psoriasis tetapi dapat pula
merupakan komplikasi lesi klasik dengan pencetus putus obat kortikosteroid
sistemik, infeksi, ataupun pengobatan topikal bersifat iritasi. Psoriasis
pustulosa jenis von Zumbusch terjadi bila pustul yang muncul sangat parah
dan menyerang seluruh tubuh, sering diikuti dengan gejala konstitusi.
Keadaan ini bersifat sistemik dan mengancam jiwa. Tampak kulit yang merah,
nyeri, meradang dengan pustul milier tersebar di atasnya. Pustul terletak
nonfolikuler, putih kekuningan, terasa nyeri, dengan dasar eritematosa. Pustul
dapat bergabung membentuk lake of pustules, bila mengering dan krusta lepas
meninggalkan lapisan merah terang. Perempuan lebih sering mengalami
psoriasis pustulosa 9:1, dekade 4-5 kehidupan dan sebagian besar perokok
(95%). Pustul tersebut bersifat sten'l sehingga tidak tepat diobati dengan
antibiotik.
Psoriasis pustulosa lokalisata pada palmoplantar menyerang daerah
hipotenar dan tenar, sedangkan pada daerah plantar mengenai sisi dalam
telapak kaki atau dengan sisi tumit. Perjalanan lesi kronis residif di mulai
dengan vesikel bgning, vesikopustul, pustul yang parah dan makulopapu'ar
kering cokelat. Bentuk kronik disebut akrodermatitis kontinua supurativa dari
Hallopeatf. ditandai dengan pustul yang muncul pada ulung jari tangan dan
kaki. bila mengering menjadi skuama yang meninggalkan lapisan merah kalau
skuama dilepas. Destruksi Iempeng kuku dan osteolisis falangs distal sering
terjadi. Bentuk psoriasis pustulosa palmoplantar mempunyai patogenesis
berbeda dengan psoriasis dan dianggap lebih merupakan komorbiditas
dibandingkan dengan bentuk psoriasis.

Eritroderma

Keadaan ini dapat muncul secara bertahap atau akut dalam perjalanan
psoriasis plakat, dapat pula merupakan serangan pertama, bahkan pada anak.
Lesi jenis ini harus dibedakan menjadi dua bentuk; psoriasis universalis yaitu
lesi psoriasis plakat (vulgaris) yang luas hampir seluruh tubuh, tidak diikuti
dengan gejala demam atau menggigil, dapat disebabkan kegagalan terapi
psoriasis vulgaris. Bentuk kedua adalah bentuk yang lebih akut sebagai
peristiwa mendadak vasodilatasi generalisata. Keadaan ini dapat dicetuskan
antara lain oleh infeksi, tar, obat atau putus obat kortikosteroid sistemik.
Kegawatdaruratan dapat tetjadi disebabkan terganggunya sistem panas tubuh,
payah jantung, kegagalan fungsi hati dan ginjal. Kulit pasien tampak eritema
difus biasanya disertai dengan demam, mengigil dan malese. Bentuk psoriasis
pustulosa generalisata dapat kembali ke bentuk psoriasis eritroderma.
Keduanya membutuhkan pengobatan segera menenangkan keadaan akut setta
nenurunkan peradangan sistemik, sehingga tidak mengancam jiwa.

 Psoriasis kuku
Keterlibatan kuku hampir dijumpai pada semua jenis psoriasis meliputi
40-50% kasus, keterlibatan kuku meningkat seiring durasi dan ekstensi
penyakit. Kuku jari tangan berpeluang lebih sering terkena dibandingkan
dengan jari kaki. Lesi beragam, terbanyak yaitu 65% kasus merupakan sumur-
sumur dangkal (pits). Bentuk lainnya ialah kuku berwarna kekuning-kuningan
disebut yellowish dis-coloration atau oil spots, kuku yang terlepas dari
dasamya (onikolisis), hiperkeratosis subungual merupakan penebelan kuku
dengan hiperkeratotik, abnormalitas Iempeng kuku berupa sumur-sumur kuku
yang dalam dapat membentuk jembatan-jambatan mengakibatkan kuku
hancur (crumbling) dan splinter haemorrhage.
Diagnosis psoriasis tidak sulit untuk bentuk lesi spesiflk, tetapi
gambaran khas ini dapat berubah setelah diobati. Perubahan lesi psoriasis
secara klinis maupun histopatologik membuat diagnosis yang tepat sulit
ditegakkan. Penentuan diagnostik psoriasis sangat diperlukan karena
pengobatannya tidak sama dengan penyakit inflamasi lain, misalnya eksema,
akan tertolong dengan pengobatan kortikosteroid tetapi psoriasis dengan
terapi ini akan berbahaya.
 Psoriasis artritis
Psoriasis ini bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus. Psoriasis
tidak selalu dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi seringkali pasien datang
pertama kali untuk keluhan sendi. Keluhan pasien yang sering dijumpai
adalah: artritis perifer, entesitis, tenosinovitis, nyeri tulang belakang, dan
atralgia non spesiflk, dengan gejala kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi
persisten, atau nyeri sendi fluktuatif bila psoriasis kambuh. Keluhan pada
sendi kecil maupun besar, bila mengenai distal interfalangeal maka umumnya
pasien juga mengalami psoriasis kuku. Bila keluhan ini terjadi sebaiknya
pasien segera dirujuk untuk penanganan yang lebih komprehensif untuk
mengurangi komplikasi.
V. DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis memiliki gambaran spesifnk berupa plak eritematosa dengan skuama
yang memiliki gambaran mirip dengan dermatosis,
VI. HISTOPATOLOGIK
Pada pemeriksaan histopatologis psoriasis plakat yang matur dijumpai tanda
spesifuk berupa: penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam dan penipisan
epidermis di atas papila dermis. Masa sel epidermis meningkat 36 kali dan masih
banyak dijumpai mitosis di alas lapisan basal. Ujung rete ridge berbentuk gada
yang sering bertaut dengan rete ridge sekitarnya. Tampak hiperkeratosis dan
parakeratosis dengan penipisan atau menghiIangnya stratum granulosum.
Pembuluh darah di papila dermis yang membengkak tampak memanjang, melebar
dan berkelok-kelok. Pada lesi awal di dermis bagian atas tepat di bawah epidermis
tampak pembuluh darah dermis yang jumlahnya lebih banyak daripada kulit
normal. Infiltrat sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit dan sel mast terdapat
sekitar pembuluh darah. Pada psoriasis yang matang dijumpai limfosit tidak saja
pada dermis tetapi juga epidermis. Gambaran spesiflk psoriasis adalah
bermigrasinya sel radang granulosit-neutrofllik berasal dari ujung subset kapiler
dermal mencapai bagian atas epidermis yaitu lapsan parakeratosis stratum
korneum yang disebut mikroabses Munro atau pada lapisan spinosum yang disebut
spongioform pustuleS.
VII.FAKTOR PENCETUS
Faktor lingkungan jelas berpengaruh pada pasien dengan predisposisi genetik.
Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik dan termal akan memicu psoriasis
melalui mekanisme Kéebner, misalnya garukan, aberasi superflsial, reaksi
fototoksik, atau pembedahan. Ketegangan emosional dapat menjadi pencetus yang
mungkin diperantarai mekanisme neuroimunologis. Beberapa macam obat
misalnya beta-bloker, angiotensin-converting enzyme inhibitors, antimalaria,
litium, nonsteroid antiinflamasi, gemerosil dan beberapa antibiotik. Bakteri, virus,
dan jamur juga merupakan faktor pembangkit pson'asis. Endotoksin bakteri.
berperan sebagai superantigen dapat mengakibatkan efek patologik dengan
aktivasi sel limfosit T, makrofag, sel langerhans dan keratinosit. Penelitian
sekarang menunjukkan bahwa superantigen streptokokus dapat memicu ekspresi
antigen limfosit kulit yang berperan dalam migrasi sel limfosit T bermigrasi ke
kulit. Walaupun pada psoriasis plakat tidak dapat dideteksi antigen streptokokus,
beberapa antigen asing dan auto-antigen dapat memicu interaksiAPC dan limfosit
T. Peristiwa hipersensitivitas terhadap obat imunisasi juga akan membangkitkan
aktivasi sel T. Kegemukan, obesitas, diabetes melitus maupun sindroma metabolik
dapat memperparah kondisi psoriasis.

VIII. KOMPLIKASI
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang
meningkat terhadap gangguan kandiovaskuler terutama pada pasien psoriasis
berat dan lama. Risiko infark miokard temtama sekali terjadi pada pasien
psoriasis muda usia Yang menderita dalam jangka waktu panjang. Pasien
psoriasis juga mempunyai peningkatan risiko limfoma malignum. Gangguan
emosional yang diikuti masalah depresi sehubungan dengan manifestasi klinis
berdampak temadap menurunnya harga diri, penolakan sosial, merasa malu,
masalah seksual, dan gangguan kemampuan profesional. Semuanya diperberat
dengan perasaan gatal dan nyen', dan keadaan ini menyebabkan penurunan
kualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien eritroderma
adalah hipotennia dan hipoalbuminemia sekunder terhadap pengelupasan kulit
yang berlebihan juga dapat terjadi gagal jantung dan pneumonia. Sebanyak 10-
17% pasien dengan psoriasis pustulosa generalisata (PPG) menderita artralgia,
mialgia dan lesi mukosa.
IX. PENGOBATAN
Jenis pengobatan psoriasis yang tersedia bekerja menekan gejala dan
memperbaiki penyakit. Tujuan pengobatan adalah menurunkan keparahan
penyakit sehingga pasien dapat beraktivitas dalam pekerjaan, kehidupan sosial dan
sejahtera untuk tetap dalam kondisi kualitas hidup yang baik, tidak memperpendek
masa hidupnya karena efek samping obat. Kebanyakan pasien tidak dapat Iepas
dari terapi untuk mempertahankan keadaan remisi.

Prinsip pengobatan yang harus dipegang adalah:

 Sebelum memilih pengobatan harus dipikirkan evaluasi dampak penyakit


terhadap kulitas hidup pasien. Dikategorikan penatalaksanaan yang berhasil
bila ada perbaikan penyakit. mengurangi ketidaknyamanan dan efek samping.
 Mengajari pasien agar lebih kritis menilal pengobatan sehingga ia mendapat
informaSi sesuai dengan perkembangan penyak't terakhir. Diharapkan pasien
tidak tergantung dokter, dapat mengeIti dan mengenal obat dengan baik
termasuk efek sampingnyaMenjelaskan bahwa pengobatan lebih berbahaya
dari penyakitnya sendiri.
Penetapan keparahan psoriasis penting dilakukan untuk menentukan
pengobatan, diperkirakan 40 cara dipakai untuk penilaian tersebut. Pengukuran
keparahan psoriasis yang biasa dilakukan dilapangan antara Iain: luas permukaan
badan (LPB), Psoriasis Area severity Index (PASI), dermatology life quality.
DAFTAR PUSTAKA

1. Schoen MP and Boechneke WH. Medical biology: On Psoriasis. N Eng J Med.


2005; 352: 189. Vorhees AV, Feldman, Koo JYM, Lebhwol MG, Menter A. The
psoriasis and psoriasis arthritis pocket guide, treatment algon'thme and management
options. www.psoriasis.org National Psoriasis Fondation 2009.
2. Augustin M, Gracia JMA, Bagot M, Hillman O, Kerkhof PCM, Kobelt G,
Maccarone M, Naldi L, Schellekens H. Psoriasis white paper: A Frame work for
improving the quality of care for people with psoriasis. JEADV 2012; 26(suppl4);1-
16.

Anda mungkin juga menyukai