Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil, sehingga makalah ini
terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali, didalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi
tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik
dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami
susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini ( masyarakat desa
dan masyarakat kota ) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Gorontalo November
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
C.Tujuan Pembahasan.............................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
BAB III......................................................................................................................................................22
PENUTUP.................................................................................................................................................22
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................22
B Saran..................................................................................................................................................23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan al-fiqh al-
Islamy atau dalam konteks tertentu dari al-syari’ah al-Islamy. Istilah ini dalam wacana ahli
digunakan adalah kata syari’ah yang dalam penjabarannya kemudian lahirlah istilah fiqh 1.
Adapun yang dimaksud dengan hukum Perdata Islam di Indonesia adalah merupakan hukum
meliputi perkawinan dengan istilah akibat hukumnya, tentang diri seseorang, kekayaan antara
suami istri, kewajiban dan hak orang tua terhadap anak, perwalian, perpindahan harta, apakah
pada saat pemilik masih hidup atau sudah mati, wakaf, hibah, shadaqah, dan lain-lain. Makna
hukum Islam di Indonesia dapat diambil dari beberapa istilah yang dikenal dalam perkembangan
Pada hirarki pertama, pengertian kita tentang norma atau kaidah hukum Islam itu bersifat
konkret dan kontan yang terkait dengan proses turunnya wahyu dari Allah s.w.t. melalui
Rasulullah s.a.w., yang langsung menjadi jawaban atas pertanyaan yang timbul atau langsung
menjadi solusi terhadap aneka persoalan yang terjadi di masa kerasulan Nabi Muhammad s.a.w.
1
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam, (Cet. I, Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 7.
1
Pada waktu itu, setiap wahyu yang mengandung norma hukum, baik yang berisi kaidah
larangan (haromat), kewajiban (fard atau wajibat), anjuran positif (sunnah), anjuran negatif
(makruh), ataupun kebolehan (ibahah), dapat langsung kita sebut sebagai norma hukum (al-
ahkam) yang dikemudian hari, ketika umat Islam membutuhkan identitas pembeda, disebut
hukum Islam.2
Pada hirarki makna kedua, pengertian hukum Islam dapat diartikan sebagai masa
sepeninggal Rasulullah s.a.w., ketika dibutuhkan usaha pengumpulan dan penulisan wahyu ilahi
itu kedalam satu naskah yang perkembangan selanjutnya disebut disebut dengan istilah qanun.3
Secara garis besar hukum Islam terbagi atas dua yaitu; pertama, fikih ibadah meliputi
aturan tentang shalat, pauasa, zakat, haji, dan sebagainya yang bertujuan untuk mengatur
hubungan antar manusia dengan Tuhannya, yang biasa disebut dengan hukum privat. Kedua,
fikih muamalat, mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya, seperti perikatan dalam
perdagangan, perbankan, pelaksanaan hukum, dan aturan lainnya, agar terwujud ketertiban dan
keadilan, baik secara perorangan maupun kemasyarakatan, yang biasa disebut dengan hukum
publik.4
Dibalik eksistensi pembaharuan hukum Islam yang semakin berkembang ini, maka
semakin banyak pula tantangan yang dihadapi terutama permasalahan dalam perkawinan, yang
berdasarkan fakta penelitian tiap dua juta perkawinan di Indonesia terdapat dua ratus ribu
perceraian yang terjadi. Hal ini menjadi masalah karena hadirnya regulasi yang mengatur
tentang perkawinan justru malah semakin menambah angka perceraian bukan menguranginya.5
Berkembangnya pembaharuan hukum Islam di Indonesia ini dapat dilihat dari lahirnya
berbagai macam aturan atau regulasi yang berkaitan langsung dengan hukum Islam sudah
menjadi bagian dari hukum posistif di Indonesia, antara lain; UU No. 1 Tahun 1974 tentang
2
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Cet. II, Bandung: Putaka Setia, 2010), h. 329-331.
3
Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam, (Cet. II, Bandung: Putaka Setia, 2010), h. 329-331
4
Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam, (Cet. I, Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 7.
5
Syaikh Abdul Mun’in, Saat Cerai Menjadi Pilihan, (Cet. I, Solo: Aqwam, 2011).
2
Perkawinan, UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, dan masih
banyak lagi.
Hadirnya aturan-aturan ini menjadi bukti bahwa hukum Islam menjadi bagian dari
perhatian pemerintahan khusus untuk mengatur mayoritas masyarakat muslim yang ada di
Indonesia, dengan harapan segala aturan yang sudah dibuat ini mampu diimplementasikan dalam
kehidupan masyarakat muslim dalam rangka keteraturan tatanan, jaminan dan perlindungan
undangan yang telah di buat oleh pemerintah Indonesia sudah semakin berkembang, terutama
dalam penerapan hukum positif yang semakin banyak menganut aturan Hukum Islam di
dalamnya antara lain dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Undang-undang ini pada dasarnya lebih dikenal sebagai salah satu hukum positif di
Indonesia, namun dalam penerapannya undang-undang ini secara tidak langsung lebih banyak
menyerap aturan hukum Islam di dalamnya. Walaupun undang-undang ini menjadi kontroversial
dan banyak mendapatkan penolakan pada masa di berlakukannya namun undang-undang ini
tetap diberlakukan.
Berdasarkan uraian latar belakang ini, maka sangatlah menarik untuk membahas masalah
yang berkaitan dengan hukum perdata di Indonesia, khususnya tentang daya serap hukum Islam
dalam bidang publik dan bidang privat, untuk melihat sejauh mana daya serap hukum Islam
dalam tata aturan hukum positif di Indonesia yang saat ini berlaku baik yang berhubungan
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
Adapun Tujuan Pembahasan Ini Antara Lain :
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Daya Serap Hukum Islam Di Indonesia Dalam Bidang
Publik.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Daya Serap Hukum Islam Di Indonesia Dalam Bidang
Etika
BAB II
PEMBAHASAN
tujuan dari hukum Islam itu sendiri, yaitu untuk memenuhi tuntunan naluri hidup manusia,
berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga
sesuai ajaran Allah s.w.t. dan Rasul-Nya. Pembaharuan yang akan dilaksanakan harus didasarkan
4
Pendekatan yang diambil tidak boleh pada nilai-nilai yang bersifat sekuler dan
menyimpang dari garis yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam. Oleh karena itu, dalam rangka
pembaharuan hukum Islam ini harus menampung semua aspirasi umat Islam, jauh dari
perpecahan dan saling menghormati dalam memberi pendapat dan pandangan dalam rangka
Hukum Islam merupakan salah satu sumber pembentukan hukum nasional di Indonesia,
disamping hukum adat dan hukum barat. Dalam ajaran Islam, hukum Islam merupakan salah
satu unsur agama Islam yang terkait erat dengan unsur akidah dan akhlak.7
Hukum Islam (dalam pengertian syari’ah) mencakup bidang ibadah dan mu’amalah. Di
bidang mu’amalah, hukum Islam mengatur hubungan manusia terhadap dirinya sendiri (antara
lain akhlak), hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia
Salah satu aturan perundang-undangan yang ada di Indonesia yang banyak menyerap
aturan tentang hukum Islam adalah Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
(RUU APP), Pembahasan akan RUU APP ini sudah dimulai sejak tahun 1997 di DPR.
Dalam perjalanannya draf RUU APP pertama kali diajukan pada 14 Februari 2006 dan
berisi 11 bab dan 93 pasal. Mengenai UU Pornografi yang telah diberlakukan di Indonesia sejak
tahun 2008, Walaupun banyak mendapatkan penolakan dari berbagai pihak, namun secara tidak
6
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Cet. I, Jakarta: Kencana, 2014).
7
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Cet. 6, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1986)., h. 29.
5
langsung UU ini banyak menyerap hukum Islam, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa banyak
Undang-undang ini teridiri dari 45 Pasal, yang didalamnya ada 16 pasal yang berlaku
secara umum dan tidak ada hubungannya dengan aturan dalam hukum Islam, sementara ada 29
pasal di dalamnya yang di serap dari hukum Islam terdiri dari 18 pasal diserap dari hukum Islam
dalam bidang publik, dan ada 11 pasal yang diserap dari hukum Islam dalam bidang privat. Daya
serap hukum Islam dalam bidang publik dalam Undang-Undang ini antara lain terdapat pada
Pasal 2, 9, 10, 11, 12, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 35, 36, 37, 38, 39, dan 40.
harkat dan martabat kemanusiaan, kebinekaan, kepastian hukum, non diskriminasi dan
Pada dasarnya dalam pasal ini sejalan dengan apa yang ada dalam aturan hukum Islam
yang lebih mengedepankan asas Ketuhanan Yang Maha Esa, melindungi kepentingan umum,
Dalam hidup ini, setiap manusia menghendaki martabat dan kehormatannya terjaga.
Seperti halnya jiwa, kehormatan dan nama baik setiap manusia juga harus dilindungi .Hukum
Islam sebagai Rahmatan lil 'Alamin, pada prinsipnya telah menjaga dan menjamin akan martabat
dan kehormatan tiap manusia dan mengharuskan untuk menjaga keduanya untuk saudara-
saudaranya. Islam menjunjung kehormatan dan martabat manusia. Hal ini ditunjukkan dalam
8
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
6
2. Pasal 9, 10, 11 dan 12 merupakan pasal yang menjelaskan tentang larangan pelibatan
orang lain terhadap kegiatan pornografi, pelibatan anak-anak dalam pornografi, dan
Keempat pasal ini merupakan kegiatam pelibatan orang lain untuk kepentingan pribadi
yang nantinya akan menjadi konsumsi orang banyak, yang sudah jelas hal ini juga dilarang
dalam aturan hukum Islam. Hal ini senada dengan apa yang menjadi larangan dalam Islam antara
Terjemahnya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS. An-Nur: 30).
3. Pasal 15 dan 16 merupakan pasal tentang perlindungan anak, khusunya yang berkaitan
dengan pengaruh pornografi dan pencegahan akses anak terhadap informasi pornografi10.
secara umum dan tanggung jawab pemerintah yang memiliki peranan besar dalam mengambil
suatu kebijakan aturan yang melindungi segenap masyarakat pada umumnya termasuk terhadap
anak-anak. Isyarat perlindungan anak yang dikehendaki Allah SWT tertuang dalam firman-Nya,
9
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
10
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
7
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Ayat diatas turun berawal dari peristiwa yang menimpa Nu’man bin Basyir. Pada suatu
ketika Nu’man bin Basyir mendapat sesuatu pemberian dari ayahnya, kemudian Umi Umrata
binti Rawahah berkata “aku tidak akan ridha sampai peristiwa ini disaksikan oleh Rasulullah.”
Persoalan itu kemudian dibawa ke hadapan Rasulullah SAW. Untuk disaksikan. Rasul kemudian
berkata “apakah semua anakmu mendapat pemberian yang sama?” Jawab ayah Nu’man “tidak”.
Rasul berkata lagi “takutlah engkau kepada Allah dan berbuat adillah engkau kepada anak-
anakmu”. Sebagian perawi menyebutkan, “sesungguhnya aku tidak mau menjadi saksi dalam
kecurangan.” Mendengar jawaban itu lantas ayah Nu’man pergi dan membatalkan pemberian
kepada Nu’man. (HR. Bukhari Muslim) Esensi ayat diatas adalah semangat menegakkan
keadilan dan perlindungan terhadap anak. Islam memiliki standar yang mutlak dengan
Syariat Islam merupakan pola yang luas tentang tingkah laku manusia yang berakal dan
otoritas kehendak Allah SWT yang tertinggi, sehingga garis pemisah antara hukum dan moralitas
sama sekali tidak bisa ditarik secara jelas seperti pada masyarakat barat pada umumnya.
11
Al-Qur’an dan Terjemah “Mushaf Fatimah”, Pustaka Al-Fatih, Jakarta, 2009
8
4. Pasal 17, 18, 19, 20, dan 21 merupakan pasal yang menjelaskan tentang pencegahan
terhadap kegiatan pornografi dalam hal ini ada dua yang sangat berperan aktif dalam
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya,
sekiranya dia tidak mampu, maka dengan lisannya, dan sekiranya dia tidak mampu (juga), maka
dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah keimanan.” (Riwayat Imam Muslim
Hadis ini menunjukkan perintah untuk beramar makruf dan nahi mungkar bergantung di
atas kemampuan insan sebagai manusia. Di antara mereka ada yang mengubah kemungkaran
dengan cara mempraktikkan dengan tangannya sebagai kekuatan tubuh dan diri.
Dan di antara mereka ada yang tidak mampu mencegahnya melainkan dengan lisannya
dan ada di antara mereka yang sangat lemah dan tidak mampu mencegah kemungkaran
melainkan dengan hatinya. Ini dilakukan dengan mengingkari kemungkaran serta pelakunya,
maka inilah kelemahan yang tidak diragukan lagi kerana takut akan dirinya diperlakukan oleh
5. Pasal 35, 36, 37, 38, 39, dan 40, merupakan pasal yang berhubungan dengan ketentuan
pidana bagi pelaku pornografi baik secara perorangan, bersama maupun korporasi atau
lembaga.13
12
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
13
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
9
Ketentuan pidana dalam pasal ini berhubungan dengan hukum publik sebab didalamnya
walaupun merupakan kepentingan pribadi tetapi terdapat pelibatan terhadap orang lain untuk di
publikasikan kepada masyarakat secara umum sehingga hal ini menjadi hukum publik yang
dalam ketentuan pidananya juga akan melibatkan orang lain didalamnya. Ketentuan pidana
dikenal dalam hukum Islam dengan istilah jinayah, namun ketentuan jinayah pun dalam al-Quran
dibagi dalam 3 aspek yaitu; Jaraimul Qishash, Jaraimul Had, dan Jaraimul Takzir.
Qishas dan had lebih banyak digunakan oleh negara-negara yang menerapkan hukum
Islam secara utuh, sementara untuk Indonesia s endiri masih mempunyai pertimbangan
kemanusiaan untuk menggunakan hukuman qishas dan had karena bukan negara yang
menjalankan hukum Islam secara utuh, sehingga yang digunakan adalah jaraimul takzir yang
menyerahkan keputusan terhadap tindak kejahatan yang diperbuat seseorang kepada orang yang
Sehingga perbuatan kejahatan yang seharusnya mendapatkan qishash atau had di ganti dengan
hukuman kurungan penjara selama waktu yang telah ditentukan dalam undang-undang.
Pengertian Etika Islam Pemahaman terhadap eksistensi kode etik profesi hakim dalam
wacana pemikiran hukum Islam adalah sistem etika Islam yang akan menjadi landasan berfikir
untuk melihat nilai-nilai yang ada dalam kode etik profesi hakim. Etika dalam Islam disebut
dengan akhlak. Akhlak berasal dari bahasa Arab yang artinya perangai, tabiat, rasa malu dan adat
kebiasaan atau dalam pengertian sehari-hari disebut budi pekerti, kesusilaan atau sopan santun.
dan buruk, menerangkan apa yang harusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada manusia
lainnya, menyatakan apa yang harus dituju oleh manusia dalam hal perbuatan mereka dan
Sedangkan menurut A. Mustofa akhlak dalam Islam (akhlak Islam) adalah merupakan
sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam, yakni bertitik tolak dari akidah yang
diwahyukan Allah pada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian disampaikan pada umatnya.15
Akidah tersebut diwujudkan menjadi tabiat atau sifat seseorang, yakni telah biasanya
dalam jiwa seseorang yang benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan. Perbuatan tersebut terkadang berbentuk
Dengan demikian pada tahap pertama merupakan hasil pemikiran atau pertimbangan
tetapi lama-lama menjadi melekat dan tanpa pertimbangan dan pemikiran. Dan dapat dikatakan
akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan jiwa
secara spontan yang terpola pada diri sendiri sendiri sehingga dapat melahirkan perilaku secara
Majid Fakhry menyebutkan etika atau akhlak adalah gambaran rasional mengenai
hakikat dan menjadi dasar perbuatan dan keputusan yang benar serta prinsipprinsip yang
menentukan klaim bahwa perbuatan dan keputusan tersebut secara moral diperintahkan atau
dilarang. Lebih ditegaskan lagi etika adalah merupakan hal keyakinan religius tertentu (i’tiqâdât)
kata yang mempunyai kesamaan dan juga perbedaan, persamaanya adalah pada obyek yakni
sama-sama membahas tentang baik dan buruk tingkah laku manusia sedangkan perbedaanya
adalah pada parameternya yaitu etika terhadap akal, dan akhlak terhadap agama.
Dengan demikian etika mempunyai peranan penting karena lebih menekankan pada
bentuk bathiniyah yang berkaitan dengan pelaksanaan hukum (syari’ah) yang berbentuk
batiniyah. Lebih jauh lagi merupakan aspek penting bagi penegak hukum, khususnya profesi
hakim. Karena moralitas atau etika sebagai dorongan terhadap keadaan jiwa yang diwujudkan
dalam melaksanakan profesinya.Sistem etika Islam yang berkembang terlebih dahulu dalam
pemahaman agama, sehingga hubungan antara agama dengan etika mempunyai relasi yang erat.
perlunya manusia mencari jalan dan berfikir yang tepat untuk membantu manusia dalam
menafsirkan agama, karena tidak semua orang sepakat dalam suatu pendapat. Begitu juga
terhadap peristiwa-peristiwa sekarang yang dulunya masih belum menjadi persoalan agama
dapat dipecahkan melalui etika dengan memperhatikan ketentuan agama. Agama biasanya
dipahami semata-mata membicarakan urusan spiritual, karenanya ada ketegangan antara agama
dan hukum.
Hukum utuk memenuhi kebutuhan sosial dan karenanya mengabdi kepada masyarakat
untuk mengontrolnya dan tidak membiarkannya menyimpang dari kaedahnya, yaitu normanorma
yang ditentukan oleh agama. Agama di sini menekankan moralitas, perbedaan antara yang benar
12
dan salah, baik dan buruk, sedangkan hukum duniawi memfokuskan diri kepada kesejahteraan
Terlihat dengan adanya perbedaan antara fungsi antara etika dengan ilmu hukum yaitu
etika dalam agama memerintahkan berbuat apa yang berguna dan melarang segala perbuatan
yang dilarang dan madarat sedangkan ilmu hukum tidak karena banyak perbuatan yang baik dan
Dari fungsi di atas menjadikan etika atau akhlak mendalami gerak jiwa manusia secara
batin walaupun tidak menimbulkan perbuatan lahir sedangkan ilmu hukum melihat segala
perbuatan yang berakibat kepada lahir. Hukum Islam sebenarnya merupakan hukum moral
“farexcellence”, sedangkan menurut Khan bahwa “hukum moral adalah hukum dalam arti
sebenarnya.Tidak ada pemisahan total hukum dari moralitas”. Oleh karena itu hukum yang
34 Dengan demikian, etika sangat bermanfaat bagi seorang walaupun pada dasarnya
manusia itu sudah bermoral. Manfaat etika itu antara lain agar manusia dapat mengadakan
refleksi kritis dalam menghadapi masyarakat yang semakin pluralistik dimana kesatuan normatif
sudah tidak ada lagi. Perubahanperubahan masyarakat karena arus modernisasi mengakibatkan
goncangan nilai budaya yang bisa saja berubah dan mana nilai yang tetap dan tidak mungkin
berubah.
Etika dapat juga membuat kita sanggup menghadapi ideologi yang menawarkan darinya
sebagai penyelamat dengan memecahkanya secara kritis dan obyektif.35 Etika Islam sebagai
landasan yang harus dijunjung oleh seorang profesi dalam hal ini seorang hakim (qâdi) dalam
13
menjalankan profesinya adalah memberi keputusan (judgement) bukan menghadiahkan keadilan
Hal ini dalam konsep Islam, profesi hakim harus benarbenar menegakkan etika, dan
bagaimana etika yang harus ditegakkan dalam menjalani profesi dalam Islam, atau yang disebut
etika profesi dalam Islam. Konsep profesi dalam Islam adalah pertama, meletakkan kerja sebagai
sebuah amal shaleh yang dilakukan dalam kontek dan tahapan yang runtut atas iman, ilmu, dan
amal. Di sini kerja terorientasi kepada dua pandangan yakni aktifitas yang bernilai ibadah dan
sebuah aktifitas untuk memperoleh keuntungan financial. Kedua, menunuaikan kerja sebagai
suatu penunaian amanah yang harus dilakukan secara professional. Ketiga, melakukan kerja
dengan wawasan masa depan dan wawasan ukhrawi artinya dalam melakukan kerja, seseorang
harus mengingat kepentingan akan hari depannya. Penulis tidak akan membahas panjang lebar
soal etika secara luas berikut contoh daya serap hukum islam di Indonesia dalam bidang etika,hal
Pada tanggal 8 April Desember 2009, Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi
Yudisial membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor
Surat Keputusan Bersama ini mengatur tentang prinsipprinsip dasar Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim yang terdiri dari 10 (sepuluh) aturan perilaku yaitu: (1) Berperilaku Adil, (2)
Berperilaku jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegrasi
Tinggi, (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisiplin Tinggi, (9)
Berperilaku Rendah Hati, dan (10) Bersikap Professional.17 Kesepuluh prinsip etik tersebut
14
1. Berperilaku Adil
Adil bermakna menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan yang menjadi
haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama kedudukannya di depan
hukum. Dengan demikian, tuntutan yang paling mendasar dari keadilan adalah memberikan
perlakuan dan memberi kesempatan yang sama (equality and fairness) terhadap setiap orang.
Seseorang yang melaksanakan tugas atau profesi di bidang peradilan yang memikul tanggung
jawab menegakkan hukum yang adil dan benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-
b. Hakim wajib tidak memihak, baik di dalam maupun di luar pengadilan dan tetap
c. Hakim wajib menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan pencabutan haknya untuk
d. Hakim dilarang memberikan kesan bahwa salah satu pihak yang tengah berperkara atau
kuasanya termasuk penuntut dan saksi berada dalam posisi yang istimewa untuk
e. Hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya dilarang menunjukkan rasa suka atau tidak
suka, keberpihakan, prasangka, atau pelecehan terhadap suatu ras, jenis kelamin, agama,
asal kebangsaan, perbedaan kemampuan fisik atau mental, usia atau status sosial
17
Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Dan
Pedoman Perilaku Hakim.Lihat Pengaturan Angka 1 Surat Keputusan Bersama (SKB) MA dan KY No.047/KMA/SKB/IV/2009
dan No. 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim .
15
ekonomi maupun atas dasar kedekatan hubungan dengan pencari keadilan atau
pihakpihak yang terlibat dalam proses peradilan baik melalui perkataan maupun
tindakan.
f. Hakim dalam suatu proses persidangan wajib meminta kepada semua pihak yang terlibat
proses persidangan.
g. Hakim dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang
pihak atau kuasanya, atau saki-saksi, dan harus pula menerapkan standar perilaku yang
sama bagi advocat, penuntut, pegawai pengadilan atau pihak lain yang tunduk pada
h. Hakim harus memberikan keadilan kepada semua pihak dan tidak beritikad semata-mata
untuk menghukum.
k. Hakim harus memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang khususnya pencari
keadilan atau kuasanya yang mempunyai kepentingan dalam suatu proses hukum di
Pengadilan.
l. Hakim tidak boleh berkomunikasi dengan pihak yang berperkara di luar persidangan,
2. Berperilaku Jujur
Kejujuran bermakna dapat dan berani menyatakan bahwa yang benar adalah benar dan
yang salah adalah salah. Kejujuran mendorong terbentuknya pribadi yang kuat dan
membangkitkan kesadaran akan hakekat yang hak dan yang batil. Dengan demikian, akan
terwujud sikap pribadi yang tidak berpihak terhadap setiap orang baik dalam persidangan
a. Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang tercela atau yang
b. Hakim harus memastikan bahwa sikap, tingkah laku dan tindakannya, baik di dalam
penegak hukum lain serta para pihak berperkara, sehingga tercermin sikap
c. Hakim tidak boleh meminta/menerima dan harus mencegah suami atau istri Hakim,
orang tua, anak, atau anggota keluarga Hakim lainnya, untuk meminta atau menerima
janji, hadiah, hibah, warisan, pemberian, penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari:
(a). Advokat; (b). Penuntut; (c). Orang yang sedang diadili; (d). Pihak lain yang
kemungkinkan kuat akan diadili; dan (e). Pihak yang memiliki kepentingan baik
18
Lihat Pengaturan Angka 2 Surat Keputusan Bersama (SKB) MA dan KY
17
langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau
Arif dan bijaksana bermakna mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup
maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu
memperhitungkan akibat dari tindakannya. Perilaku yang arif dan bijaksana mendorong
terbentuknya pribadi yang berwawasan luas, mempuyai tenggang rasa yang tinggi, bersikap hati-
4. Bersikap Mandiri
Mandiri bermakna mampu bertindak sendiri tanpa bantuan pihak lain, bebas dari campur
tangan siapapun dan bebas dari pengaruh apapun. Sikap mandiri mendorong terbentuknya
perilaku Hakim yang tangguh, berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan atas kebenaran
tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh
berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas.
Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan
segala bentuk intervensi, dengan mengendapkan tuntutan hati nurani untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan, serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik
19
Lihat Pengaturan Angka 2 Surat Keputusan Bersama (SKB) MA dan KY
18
Bertanggung bermakna kesediaan dan keberanian untuk melaksanakan sebaik-baiknya segala
sesuatu yang menjadi wewenang dan tugasnya, serta memiliki keberanian untuk menanggung
dipertahankan dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Prinsip menjunjung tinggi harga diri,
khususnya Hakim, akan mendorong dan membentuk pribadi yang kuat dan tangguh,
sehingga terbentuk pribadi yang senantiasa menjaga kehormatan dan martabat sebagai
aparatur Peradilan..
8. Berdisiplin Tinggi
Disiplin bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidahkaidah yang diyakini sebagai
panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan.
Disiplin tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang tertib di dalam melaksanakan tugas,
ikhlas dalam pengabdian, dan berusaha untuk menjadi teladan dalam lingkungannya, serta tidak
dan terhindar dari setiap bentuk keangkuhan. Rendah hati akan mendorong terbentuknya sikap
realistis, mau membuka diri untuk terus belajar, menghargai pendapat orang lain,
syukur dan ikhlas di dalam mengemban tugas. Hakim harus melaksananakan pekerjaan
sebagai sebuah pengabdian yang tulus, pekerjaan Hakim bukan semata-mata sebagai mata
pencaharian dalam lapangan kerja untuk mendapat penghasilan materi, melainkan sebuah
amanat yang akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa.
10. Bersikap Profesional
19
Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan
pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar
terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta
mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien. Hakim harus mengambil langkah-langkah untuk
memelihara dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kualitas pribadi untuk dapat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, merupakan
salah satu undang-undang yang banyak menyerap ketentuan hukum Islam didalamnya. Undang-
undang ini teridiri dari 45 Pasal, yang di dalamnya terdapat 16 pasal yang berlaku secara umum
20
dan tidak ada hubungannya dengan aturan dalam hukum Islam, sementara ada 29 pasal di
dalamnya yang di serap dari hukum Islam terdiri dari 18 pasal diserap dari hukum Islam dalam
bidang publik, dan ada 11 pasal yang diserap dari hukum Islam dalam bidang privat. Undang-
undang ini menjadi salah satu undang-undang yang sangat kontorversial pada saat ditetapkan di
tahun 2008 karena dianggap menjadi undang-undang yang tidak memperhatikan keberagaman
yang ada di Indonesia khusunya terhadap keberagaman suku, adat istiadat, budaya dan agama
yang ada di Indonesia. Sehingga ada beberapa daerah yang menolak secara tegas untuk
diberlakukan undang-undang ini. Keberadaan hukum Islam menjadi salah satu hukum yang
publik secara umum dan kepentingan pribadi secara khusus. Walaupun pada dasarnya perbuatan
pornografi itu merupakan perbuatan yang berhubungan dengan privasi seseorang dan merupakan
haknya yang terserah mau berbuat apa saja, tetapi jauh dari pada itu penting untuk diketahui
bahwa negara kita adalah negara hukum yang segala sesuatunya diatur dalam aturan perundang-
undangan demi untuk kemaslahatan umum. Hal yang sama juga dalam berbicara daya serap
hukum islam di Indonesia dalam bidang etika, Pada tanggal 8 April Desember 2009, Ketua
Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor
Perilaku Hakim, salah satunya disitu dikatakan bahwa hakim harus jujur dan adil
Hakim dengan kedudukannya yang mulia dan kerap disebut sebagai “wakil” Tuhan di
muka bumi menggambarkan bahwa betapa urgennya peran hakim sebagai penegak hukum. Dari
uraian di atas dapat disimpukan bahwa hakim yang ideal adalah hakim, memiliki wawasan
keilmuan yang luas, berperilaku adil, jujur, arif dan bijaksana, bersikap mandiri, memiliki
integritas yang tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, serta dapat bersikap
21
Professional. Bila para hakim sikap ideal dan mengikuti/ melaksankan kode etikanya, maka para
pihak yang menginginkan keadilan di pengadilan akan mendapatkannya. Dan dengan prilaku
hakim yang baik pula, maka wibawa pengadilan pun akan tetap terjaga kepastian hukum dan
B. Saran
Untuk itu, penulis mengaharapkan kepada para pembuat hukum agar terlebih dahulu
sangat membutuhkan jawaban hukum yang berada di Negara kita yang di ambil dari Al- Qur’
An, dan hadist misalnya masalah kemiskinan, keterbelakangan, korupsi, kolusi, kelaparan,
22
23