Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BIROKRASI DAN GOVERNASI PUBLIK

“TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK”

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Fitri Kurnianingsih, S.Sos,.M.Si

DI SUSUN OLEH :

DAHRIYANDI 170563201071

NAHDA MAHIRAH 170563201070

ERNAWATI DEWI 170563201068

PRODI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat
dan karunianya saya dapat membuat seebuah makalah. Makalah yang berjudul
transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. kami menyadari bahwa banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini disebabkan karena saya masih belajar
tentang transparansi dan akuntabilitas pada pelayanan publik yang ada di indonesia.
Oleh sebab itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan kawan-kawan. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
saya dalam membuat makalah ini.
Dan saya ucapkan terima kepada dosen mata kuliah system politik indonesia,
Dr. FITRI KURNIANGSIH yang telah membimbing kami dalam proses belajar
mengajar. Semoga ilmu yang di Berikan dapat bermanfaat bagi kami terutama bagi
kami semua. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima keritik dan saran
dari pembaca agar dapat memperbaiki tulisan ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi siapapun termasuk kita semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
2.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

2.2 Rumusan Masalah................................................................................................................ 2

2.3 Tujuan .................................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................ 3
2.1 Tranparansi Pelayanan Publik ............................................................................................. 3

2.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik ........................................................................................... 5

2.3 Pengaduan Masyarakat untuk Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan .. 9

2.4 Pengukuran Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayanan Publik .............................. 10

BAB III PENUTUP....................................................................................................................... 16


3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................... 16

3.2 SARAN ............................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Keberhasilan pelaksana pelayanan publik sangat ditentukan oleh kinerja
pelayanan publik itu sendiri, oleh karena itu masyarakat akan menilai baik buruknya
negara dalam memberikan pelayanan didasarkan baik burukya suatu pelayanan.
Permasalahan yang sering timbul diakibatkan oleh prosedur yang berbelit belit, tidak
transparan serta tidak akuntabel. Oleh karena itu transparansi dan akuntabilitas
pelayanan publik perlu segera diwujudkan untuk meningkatkan keberhasilan
pelaksanaan pelayanan publik dan meningkatkan pesaingan global.
Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan transparansi dan akuntabilitas
pelayanan telah diatur didalam dalam keputusan menteri pendayagunaan aparatur
negara tentang petunjuk teknis transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Bahkan didalam undang undang dasar 1945 telah memgamanatkan
bahwa negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi
kebutuhan dasar dalam rangka pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi kinerja yang diinginkan belum seperti apa yang diharapkan
bagi masyarakat. Dikarenakan adanya pengaduan oleh masyarakat yang menyangkut
prosedur dan mekanisme yang berbelit belit, tidak transparan, kurang informatif, dan
lain sebagainya.
Oleh karena itu pelayanan publik harus dilaksanakan secara transparansi dan
akuntabilitas oleh setiap unit pinstansi pemerintah karena kualitas kinerja birokrasi
pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan
masyarakat. Sehingga keluarlah instruksi presiden no 5 tahun 2003 untuk
meninstruksikan kepada menteri pendayagunaan aparatur negara untuk melakukan
langkah-langkah dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
pelayanan masyarakat terutama yang menyangkut kepastian prosedur, waktu dan
pembiayaan pelayanan publik.

1
2.2 Rumusan Masalah
Didalam pembuatan makalah ini, tentu kita harus memecahkan masalah apa yang
tidak kita ketahui, terutama buat kami sebagai kelompok. Di dalam mencari materi
pembahasan tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas didalam pelayanan
publik, tentu saja banyak pembahasan-pembahasan yang membuat kita bertanya
1) Apa yang paling penting atau utama untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik?
2) Mengapa pemerintahan yang baik harus transparansi dan akuntabilitas?
3) Apa yang membuat pelayanan publik itu tidak transparansi dan akuntabilitas?
4) Bagaimana cara mengukur bahwa pelayanan publik sudah transparansi dan
akuntabilitas?

Itu semua hal yang membuat kita bertanya-tanya tentang materi pembahasan
transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik. Tentu kita harus bersama-
sama dalam mencari solusi untuk permasalahan ini, agar pemahaman yang kita
dapatkan dapat berguna untuk masyarakat banyak. Terutama untuk memecahkan
masalah pada suatu bangsa atau organisasi yang kita jalani.

2.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah tentang transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik yaitu untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas yang di inginkan didalam pelayanan publik, namun bukan hanya itu
saja, tentunya buat saya kami sebagai kerlompok tujuan penulisan makalah ini yaitu
untuk menambah wawasan tentang bagaimana kita sebagai mahsiswa yang nantinya
jika kita menjadi birokrat bisa menerapkan pelayanan publik yang baik dan benar.
Sehingga bisa sama-sama menjadi acuan kita kedepan dalam mengelola pelayanan
publik, atau minimal dalam kita membawa diri kita pada jalan yang benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tranparansi Pelayanan Publik


Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dan
kegiatan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses bagi masyarakat, dalam
prosess kebijakan, perencanaan, pengawasan dan atau pengendalian. Pelayanan
publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima kebutuhan
pelayanan maupun pelaksanaan peraturan perundang-undangan (Ratminto,
Winarsih,2005,19).
Secara konseptual tranparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan
perundang-undangan yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti
oleh semua penerima kebutuhan pelayanan.
Transparansi mensyaratkan bahwa pelaksanaan pelayanan publik memiliki
pengetahuan tentang permasalahan dan informasi yang relevan dalam kegiatan
pelayanan. Dalam konteks transparansi pelayanan publik, pelaksana harus terbuka
dalam setiap tindakannya dan siap menerima masukan dan kritikan. Keterbukaan
sangat diperlukan untuk mengurangi peluang timbulnya perilaku aparatur yang dapat
merugikan megara dan masyarakat.
Pemerintah yang baik (good governance) sangat identik dengan pemerintahan
yang transparansi, dengan keterbukaan informasi bagi masyarakat didalam
pemerintahan maka akan menjadi pengawasan publik terhadap kinerja penyelenggara
Negara yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sehingga mampu menciptakan
pemerintah yang bersih, efisien, dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme
yang tejadi pada umumnya di pemerintahan yang tertutup. Bersikap terbuka atau

3
transparansi yaitu untuk mndorong para pemimpin dan seluruh sumber daya manusia
didalam nya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud,
sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat, dan itu
dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggungjawab kepada masyarakat dan
negara. Salah satu nilai dan prinsip aktualisasi pemerintahan yang baik didalam
penyelenggaraan negara yaitu sistem manajemen yang transparansi dan akuntabilitas.
Menurut Ratminto dan Winarsih (2005:209-2016), paling tidak ada 10 dimensi atau
kondisi aktual yang diharapkan terjadi dalam tranparansi dalam penyelenggaraan
publik, meliputi:
1) Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik
2) Prosedur pelayanan
3) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
4) Kepastian rincian biaya pelayanan
5) Kepastian kurun waktu penyelesaian
6) Pejabat atau petugas yang berwenang dan bertanggung jawab
7) Informasi pelayanan
8) Lokasi pelayanan
9) Janji pelayanan
10) Standar pelayanan

Untuk dapat mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang transparan,


diperlukan sejumlah faktor penunjang seperti dukungan kebijakan yang kondusif,
ketersediaan teknologi yang memadai, kenampuan pegawai yang tinggi, dukungan
dan kesadaran warga, anggaran operasional yang cukup komitmen pegawai,
pengawasan dan sanksi yang intensif dan tegas, budaya kerja tidak kaku, dan pola
pelayanan yang fungsional.

4
2.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik
LAN RI dan BPKP menjelaskan akuntabilitas berasal dari bahasa Inggris yaitu
accountability yang artinya keadaan untuk dipertanggung jawabkan, keadaan yang
dapat dimintai pertanggung jawaban. Ledvina V. carino mengatakan akuntabilitas
merupakan suatu evolusi kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik
masih berada pada jalur otoritasnya yang bertanggung jawab pada kewenanannya.
Dalam konteks pelayanan publik maka “akuntabilitas berartis suatu ukuran yang
menunjukkan beberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan
ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki
oleh para stakholder”. Dengan demikian tolak ukur dalam akuntabilitas pelayanan
publik adalah publik itu sendiri, nilai-nilai atau norma-norma yang diakui, berlaku
dan berkembang dalam kehidupan publik. Niali-nilai atau norma tersebut antaranya
transparansi pelayanan, prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi
manusia, dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat pengguna
jasa.
Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada
dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggung
jawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah
laku dan sistem pemaantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem
pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Paradigma baru penyelenggara
pemerintahan menegaskan bahwa sistem pertanggung jawaban mengalir keatas
melalui jalur rantai komandotidak selektif pertanggung jawaban kepada masyarakat
yang diselenggarakan kepentinganya. Namun perlu kita ketahui bahwa sistem
pertanggung jawaban tersebut masih dalam kerangka peraturan dan standar yang
ditetapkan oleh mereka yang mengarahkan pada organisasi pemerintahan.
Berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara Nomor
KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari Tahun 2004 tentang teknis transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik. Bahwa penyelenggaraan
pelayanaan publik harus dipertanggungjawabkan, baik kepada public maupun kepada

5
atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pertanggung jawaban pelayanan publik diantaranya:
1) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik.
2) Akuntabilitas biaya pelayanan publik.
3) Akuntabilitas produk pelayanan.

Beberapa Metode Untuk Menegakkan Akuntabilitas.

a) Kontrol Legislatif : Di banyak negara, legislatif melakukan pengawasan terhadap


jalannya pemerintahan melalui diskusi dan sejumlah komisi di dalamnya. Jika
komisi-komisi legislatif dapat berfungsi secara efektif, maka mereka dapat
meningkatkan kualitas pembuatan keputusan (meningkatkan responsivitasnya
terhadap kebutuhan dan tuntutan masyarakat), mengawasi penyalahgunaan
kekuasaan pemerintah melalui investigasi, dan menegakkan kinerja.
b) Akuntabilitas Legal : Ini merupakan karakter dominan dari suatu negara hukum.
Pemerintah dituntut untuk menghormati aturan hukum, yang didasarkan pada
badan peradilan yang independen. Aturan hukum yang dibuat berdasarkan
landasan ini biasanya memiliki sistem peradilan, dan semua pejabat publik dapat
dituntut pertanggung jawabannya di depan pengadilan atas semua tindakannya.
Peran lembaga peradilan dalam menegakkan akuntabilitas berbeda secara
signifikan antara negara, antara negara yang memiliki sistem peradilan
administratif khusus seperti perancis, hingga negara yang yang memiliki tatanan
hukum di mana semua persoalan hukum diselesaikan oleh badan peradilan yang
sama, termasuk yang berkaitan dengan pernyataan tidak puas masyarakat
terhadap pejabat publik. Dua faktor utama yang menyebabkan efektivitas
akuntabilitas legal adalah kualitas institusi hukum dan tingkat akses masyarakat
atas lembaga peradilan, khususnya yang berhubungan dengan biaya pengaduan.
Institusi hukum yang lemah dan biaya yang mahal (tanpa suatu sistem pelayanan
hukum yang gratis) akan menghambat efektivitas akuntabilitas legal.

6
c) Ombudsman : Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu konstitusi
maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat. Ombudsmen
mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan menyusun
rekomendasi tentang bagaimana keluhan tersebut diatasi tanpa membebani
masyarakat. Sejak diperkenalkan pertama kali di Swedia pada abad 19,
Ombudsmen telah menyebar ke berbagai negara, baik negara maju maupun
negara berkembang. Secara umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya
secara langsung kepada lembaga ini, baik melalui surat maupun telepon. Di
beberapa negara, misalnya Inggris, Ombudsmen dilihat sebagai perluasan kontrol
parlemen terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat disalurkan melalui anggota
parlemen. Pada hampir semua kasus, Ombudsmen melakukan tugas
investigatifnya tanpa memungut biaya dari masyarakat.
d) Desentralisasi dan Partisipasi : Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat
ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan partisipasi.
Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah
didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang
bertanggung jawab langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga
menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan
akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan
fungsi otonomi di tingkat lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai
derajat otonomi yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS
hingga otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara berkembang.
Ketergantungan yang tinggi terhadap NGOs dan berbagai organisasi dan koperasi
berbasis masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik menjadi salah satu
perkembangan yang menjanjikan bagi terwujudnya manajemen publik yang
terdesentralisasi dan bertanggung jawab.
e) Kontrol Administratif Internal : Pejabat publik yang diangkat sering memainkan
peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif
permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala

7
unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol
hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi
administratif dan finansial dan sistem inspeksi. Untuk negara-negara dengan
struktur administratif yang lemah, terutama di negara-negara berkembang dan
beberapa negara komunis, metode kontrol tersebut memiliki dampak yang
terbatas. Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara
kepemimpinan politik yang bersifat temporer dan pejabat publik yang diangkat
secara permanen. Jika mereka melakukan persekongkolan, akuntabilitas tidak
bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak lama di negara-negara maju) dan jika
mereka terlibat dalam konflik, maka yang menjadi korban adalah kepentingan
publik.
f) Media massa dan Opini Publik : Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai
metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat
tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya,
misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat mampu
mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan
dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak
aktual dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan
berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut
dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat
diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikan)
dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita,
lembaga konsumen, koperasi, dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan
berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses
masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi
(misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya mempertimbangkan
pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi setiap
individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya dapat diakses
secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit.

8
Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak akan
sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan
efektivitas media massa akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil
yang diberikan kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan
kewajibannya, di samping kesiapan untuk menjalankannya.

Untuk menjamin terwujudnya suatu tingkat kinerja yang diinginkan, efektivitas


dan akuntabilitas publik akan banyak tergantung kepada pengaruh dari pihak-pihak
luar yang berkepentingan, meliputi: pertama terdiri dari publik dan konsumen
pelayanan uakni pihak yang terkait dengan penyajian pelayanan yang paling
menguntungkan mereka. Kedua, terdiri dari pimpinan dan pengawasan penyaji
pelayanan publik yang merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pelayanan. Ketiga, terdiri dari penyaji pelayana itu sendiri dengan tujuan dan
keinginan yang sering kali berbeda dengan pihak pertama dan kedua diatas. Dengan
demikian, secara absolut akuntabilitas memvisualisasikan suatu ketaatan kepada
peraturan dan prosedur yang berlaku, kemampuan untuk melakukan evaluasi kinerja,
keterbukaan dalam membuat keputusan, mengacu kepada jadwal yang telah
ditentukan dan menetapkan efisiensi dan efektivitas biaya pelaksanaan tugas-
tugasnya.

2.3 Pengaduan Masyarakat untuk Meningkatkan Transparansi dan


Akuntabilitas Pelayanan
Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui penyelesaian
pengaduan yang cepat dari penyedia pelayanan dalam hal ini instansi pemerintah baik
di pusat maupun daerah. Segala bentuk kritikan maupun aduan yang disampaikan
masyarakat pada suatu instansi merupakan sebuah koreksi untuk perbaikan pelayanan
itu sendiri kedepannya agar bisa berjalan dengan baik.
Sebuah tindak lanjut pengaduan merupakan hal yang paling penting, karena di
saat masyarakat pesimis terhadap sebuah layanan maka tugas memberi layanan untuk
menyelesaikan pengaduan tersebut, agar rasa kepercayaan masyarakat terhadap

9
pelayanan dapat kembali muncul. Sejumlah langkan pemerintah telah dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan sistem pengaaduan masyasrakat.
Untuk memperoleh umpan balik atau feedback dari masyarakat atas pelayanan yang
diberikan oleh aparatur pemerintah perlu disediakan akses kepada masyarakat untuk
memberikan informasi, saran, pendapat, tanggapan, pengaduan, dalam bentuk
pengaduan lewat surat tertulis maupun langsung. Dalam bentuk tertulis surat/formulir
tanda bukti pengaduan disebut nama dan pejabat yang bertugas yang berwenang dan
serta diberi jangka waktu penyelesaian. Selain itu pengaduan tertulis harus
disampaikan secara jelas dan bertanggungjawab. Langkah tersebut sudah dilakukan
seperti mengubah sistem pengaduan menjadi digital atau yang dikenal dengan
SP4AN LAPOR! Yang lebih mempermudah masyarakat untuk memberi masukan
dan kritikan terhadap pelayanan publik.
Hal ini berguna untuk memperbaiki pelayanan oleh unit pelayanan instansi
pemerintah yang bersangkutan dari informasi tersebut. Jika dalam pengaduan
terdapatmasyarakat yang di rugikan perlu dipertimbangan pemberian konfensasi. Dan
jika pengaduan yang dilakukan terjadi penyimpangan pada petugas pelayanan perlu
dibearikan sanksi kepada petugas yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2.4 Pengukuran Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayanan Publik


Menurut Dwiyanto, ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
transparansi pelayanan publik. Indikator pertama, adalah mengukur tingkat
keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Penilaian terhadap tingkat
keterbukaan disini meliputi seluruh proses pelayanan publik, termasuk di dalamnya
adalah persyaratan, biaya dan waktu yang dibutuhkan serta mekanisme atau prosedur
pelayanan yang harus dipenuhi. Persyaratan pelayanan harus dipublikasikan secara
terbuka dan mudah diketahui oleh para pengguna. Penyelenggara layanan harus
berusaha menjelaskan kepada para pengguna mengenai persyaratan yang harus
dipenuhi beserta alasan diperlukannya persyaratan itu dalam proses pelayanan.

10
Indikator kedua, dari transparansi menunjuk pada seberapa mudah peraturan dan
prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain.
Maksud dari dipahami di sini bukan hanya dalam arti literal semata tetapi juga makna
dibalik semua prosedur dan peraturan itu. Penjelasan mengenai persyaratan, prosedur,
biaya dan waktu yang diperlukan seba-gaimana adanya merupakan hal yang sangat
penting bagi para pengguna. Jika rasionalitas dari semua hal itu dapat diketahui dan
diterima oleh para pengguna, maka kepatuhan terhadap prosedur dan aturan akan
mudah diwujudkan. Banyak pengguna yang seringkali mempertanyakan, mengapa
persyaratan begitu banyak? Mengapa prosedurnya begitu panjang dan berbelit-belit?
Mengapa waktunya lama dan biayanya begitu besar? Pertanyaan-pertanyaan seperti
ini sering muncul pada sebagian peng-guna. Bagi pengguna yang kritis dan memiliki
aspirasi pelayanan yang tinggi, mereka sering merasa terganggu dengan persyaratan
yang terkadang kurang masuk akal, prosedur yang sangat panjang, dan waktu yang
begitu lama untuk memperoleh pelayanan.
Selama ini, para petugas penyelenggara layanan seringkali kurang mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bahkan mereka sering tidak bersedia
menjawab per-tanyaan semacam itu karena mereka merasa bukan sebagai pihak yang
membuat peraturan penyelenggaraan pelayanan. Mereka mungkin merasa hanya
menjadi pihak yang harus menerapkan peraturan tersebut sebagaimana adanya.
Mungkin mereka sendiri juga tidak memahami logika dari semua peraturan mengenai
penyelenggaraan pelayanan. Apapun posisi penyelenggara pelayanan, apakah
menjadi bagian dari pemegang otoritas yang menentukan aturan penyelenggara
pelayanan atau sekedar menjadi pelaksana yang mendapatkan tugas untuk
menerapkan peraturan pelayanan sebagaimana adanya, mereka seharusnya dapat
menjelaskan kepada para pengguna yang ingin mengetahui alasan yang melatar-
belakangi penerapan suatu prosedur pelayanan yang harus dipatuhi oleh warga
pengguna. Menjelaskan kepada para pengguna dan stakeholders yang membutuhkan
informasi dan penje-lasan mengenai prosedur dan praktik pelayanan merupakan
bagian dari konsep transparansi pelayanan. Karena itu, memahami segala aspek

11
penyelenggaraan pelayanan juga menjadi tugas para penyelenggara pelayanan.
Mereka harus mampu menjelaskan mengapa prosedur dan ketentuan dalam pratik
pelayanan dibuat sebagaimana adanya. Dengan demikian, para penyelenggara pela-
yanan dituntut untuk dapat meng-kritisi prosedur dan aturan main dalam
penyelenggaraan pelayanan karena banyak prosedur dan ketentuan yang selama ini
mereka gunakan tidak dapat dipahami dengan mudah oleh para pengguna.
Banyak prosedur dan aturan dalam penyelenggaraan pelayanan yang tidak
dapat dijelaskan dengan mudah dan dapat diterima oleh akal sehat para pengguna.
Hal ini terjadi karena mindset yang dimiliki oleh pemerintah dan para pejabat publik
ketika membuat prosedur dan peraturan mengenai penyeleng-garaan pelayanan sering
tidak memperhatikan kepentingan dan kebutuhan dari para pengguna. Kepentingan
yang dipergunakan untuk merumuskan peraturan dan prosedur pelayanan adalah
semata-mata kepen-tingan pemerintah dan para pejabat. Akhirnya, prosedur dan
peraturan mengenai pelayanan publik sering tidak dapat dipahami oleh para
penggunanya.
Indikator ketiga, dari trans-paransi pelayanan adalah kemudahan untuk
memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyeleng-garaan pelayanan publik.
Semakin mudah pengguna memperoleh informasi mengenai berbagai aspek
penyelenggaraan pelayanan publik semakin tinggi transparansi. Misalnya, ketika
pengguna dengan mudah memperoleh informasi mengenai biaya dan waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pelayanan maka pelayanan publik itu dapat dinilai
memiliki transparansi yang tinggi. Begitu pula ketika informasi mengenai prosedur,
persyaratan, dan cara memperoleh pelayanan dapat diperoleh dengan mudah oleh
para pengguna, maka penyelenggaraan pelayanan tersebut dapat dikatakan memiliki
tingkat transparansi yang tinggi. Sebaliknya, jika pengorbanan yang diperlukan oleh
para pengguna untuk memperoleh informasi mengenai berbagai aspek yang terkait
dengan berbagai penyelenggaraan pelayanan sangat besar maka transparansi
pelayanan dinilai rendah. Kalau untuk memperoleh informasi mengenai biaya dan

12
waktu yang diperlukan dalam pelayanan sangat sulit dan memerlukan banyak
pengorbanan, maka transparansi pelayanan dapat dikatakan rendah.
Dengan menggunakan ketiga dimensi transparansi tersebut maka penilaian
terhadap transparansi pelayanan publik dapat dilakukan secara lebih lengkap. Selama
ini rezim pelayanan sering mengklaim dirinya telah bertindak transparan ketika hanya
menempel papan pengumuman, misalnya berisi mengenai besaran biaya dan prose-
dur pelayanan, di loket pelayanan. Tentu mengumumkan biaya dan prosedur
pelayanan secara terbuka di tempat yang mudah diakses oleh para pengguna adalah
sesuatu yang baik dan menjadi bagian dari transparansi pelayanan. Namun hal
tersebut belumlah cukup. Upaya untuk menjelaskan prosedur dan biaya pelayanan
sering diperlukan karena tidak semua pengguna mampu membaca. Mereka juga
sering tidak dapat memahami logika dan rasionalitas dari prosedur dan besaran biaya
pelayanan yang harus dibayar. Menjelaskan logika dan rasionalitas dari biaya dan
prosedur pelayanan adalah menjadi bagian dari tugas para penyelenggara pelayanan
dan bagian dari transparansi itu sendiri.
Sedangkan, indikator untuk mengukur transparansi pelayanan publik menurut SK
Menpan Nomor 26 tahun 2004 yaitu :
1) Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik

2) Prosedur pelayanan
3) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan

4) Rincian biaya pelayanan

5) Waktu penyelesaian pelayanan

6) Pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab

7) Lokasi pelayanan

8) Janji pelayanan

9) Standar pelayanan publik

10) Informasi pelayanan

13
Menurut KepMenPan no.63 KEP/M.PAN/2003 bahwa setiap penyelenggaraan
pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan adanya
kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi :
1) Prosedur pelayanan,
2) Waktu penyelesaian,
3) Biaya pelayanan,
4) Produk pelayanan,
5) Sarana dan prasarana,
6) Kompetisi petugas pemberi layanan.
Berdasarkan standar pelayanan di atas memberikan gambaran kepada masyarakat
bahwa adanya kepastian pelayanan bagi masyarakat sehingga masyarakat mampu
menilai sejauh mana pelayanan itu diberikan, dapat dinilai sejauh mana kinerja suatu
instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga dapat
mewujudkan akuntabilitas dalam pelayanan publik, akan tetapi Kadangkala
akuntabilitas pelayanan hanya diukur dengan bagaimana pelayanan itu dapat berjalan
sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan SOP pelayanan, dan hanya
terfocus kepada akuntabilitas internal di dalam organisasi namun tidak berlanjut ke
luar dengan kata lain bahwa birokrasi di indonesia hanya terpaku kepada standar dan
prosedur yang berlaku yang bersifat kaku dan prosedural yang tidak mendorong
lahirnya kreativitas dalam memberikan pelayanan dimana kebutuhan dan
perkembangan akan pelayanan yang diinginkan masyarakat tidak teraplikasikan
dengan baik sehingga terjadi kekurangan dimana didalam penyelenggaran pelayanan
publik, pemerintah hanya menerapkan norma atau nilai standar pelayanan secara
sepihak berdasarkan prosedural dan petunjuk pelaksanaan yang bersifat kaku yang
membuat komitmen aparat birokrasi lemah untuk mewujudkan akuntabilitas kepada
masyarakat yang dilayaninya. Sehingga diperlukan standar operasional prosedural
pelayanan yang responsif dan aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat sesuai dengan
norma dan standar yang sesuai didalam masyarakat sehingga tidak terfocus kepada
standar baku yang ada.

14
Menurut Jeff & Shah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
akuntabilitas, yaitu : Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap
pemerintah, timbulnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan
berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus
KKN.31
Indikator yang digunakan BAPPENAS untuk mengukur Akuntabilitas adalah
sebagai berikut :
1. Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan;
2. Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan
kegiatan;
3. Adanya output dan outcome yang terukur.

Perangkat Pendukung Indikator :


1. Adanya Standard Operating Procedure (SOP) dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan atau dalam penyelenggaraan kewenangan/pelaksanaan kebijakan;
2. Mekanisme pertanggungjawaban;
3. Laporan tahunan;
4. Laporan pertanggungjawaban;
5. Sistem pemantauan kinerja penyelenggara negara;
6. Sistem pengawasan;
7. Mekanisme reward and punishment.

Untuk mengukur tingkat transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan


pelayanan publik, digunakan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat yang diatur
dalam Kepmenpan Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum
Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Transparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan


yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua
penerima kebutuhan pelayanan. Untuk mencapai hal di atas, diperlukan kondisi
aktual seperti : manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan
dan mudah diakses oleh masyarakat; prosedur pelayanan harus dibuat dalam bentuk
Bagan Alir; persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan
secara jelas pada masyarakat; kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan
secara jelas pada masyarakat; kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan
harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat; pejabat/ petugas yang berwenang
dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal
berdasarkan SK; lokasi pelayanan harus jelas; janji (motto) pelayanan harus tertulis
secara jelas; standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada
masyarakat; serta informasi pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada
masyarakat melalui media.
Selain itu, diperlukan juga sejumlah faktor penunjang seperti dukungan
kebijakan, ketersediaan teknologi, kemampuan pegawai, dukungan dan kesadaran
warga, kecukupan anggaran, komitmen pegawai, pengawasan dan sanksi, budaya
kerja, dan pola pelayanan yang tepat. Akuntabilitas diperlukan peranan masyarakat
dan lembaga non pemerintah yang partisipatif guna memberikan masukan, usulan dan
kritikan kepada pemerintah dan diperlukan pemerintah yang responsive terhadap
kebutuhan-kebutuhan pelayanan publik yang diinginkan oleh masyarakat, pemerintah
mampu mengakomodasi nilai-nilai pelayanan yang sesuai dengan nilai-nilai dan

16
norma yang diinginkan oleh masyarakat salah satunya dengan melakukan standarisasi
pelayanan. Akuntabilitas dapat menjadi sebuah motivasi bagi semua stakeholder
untuk bertanggung jawab terhadap pelayanan publik sehingga mewujudkan suatu tata
pemerintahan yang baik atau good governance yang bercirikan kepada proses
governing di perlukan akuntabilitas untuk menjamin adanya pertanggungjawaban
semua stakeholder baik itu pemerintah, lembaga non pemerintah maupun masyarakat
terhadap pelayanan publik. Dengan adanya akuntabilitas akan menjamin tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam proses membuat suatu kebijakan
akan dapat diterima oleh masyarakat dimana adanya tranparansi dan tanggungjawab
kepada masyarakat akan pelayanan yang diberikan.

3.2 SARAN
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas
dan kegiatan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses bagi masyarakat, dalam
prosess kebijakan, perencanaan, pengawasan dan atau pengendalian. Untuk dapat
mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang transparan, diperlukan sejumlah
faktor penunjang seperti dukungan kebijakan yang kondusif, ketersediaan teknologi
yang memadai, kemampuan pegawai yang tinggi, dukungan dan kesadaran warga,
anggaran operasional yang cukup, komitmen pegawai tinggi, pengawasan dan sanksi
yang intensif dan tegas, budaya kerja tidak kaku, dan pola pelayanan yang fungsional.
Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu
seseorang yang mendapatkan amanat harus mempertanggungjawabkannya kepada
orang-orang yang memberinya kepercayaan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, N. (2007). Good e-Government : Tranparansi dan Akuntabilitas Publik


Melalui e-Government. Malang.

Achmadi, A., Muslim, M. dkk. (2002). Good Governance dan penguatan Institusi
Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia. Jakarta.

Hidayat, A. (2011). Transparansi Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia.


Jakarta.

Lalolo, L. (2003). Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi &
Partisipasi, Sekretariat good Public Governance Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. Jakarta.

Maani, K. D. (2009). Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayananan Publik.


DEMOKRASI Vol. VIII No. 1 .

Malahyanti, F. (2018). Akuntabilitas dan Transparansi Pelayanan Publik. Jurnal


Fisip AN Universitas Airlangga .

Resti Ardianti, S. E. (2015). Transparansi dan akuntabilitas Pelayanan Publik (Studi


Layanan Pengadaan Secara Elektronik Provinsi Kepulauan Riau).
Internet :

http://kebijakan-publik.blogspot.com/2011/03/transparansi-penyelenggaraan-
pelayanan.html
http://w4nm4p.blogspot.com/2013/11/akuntabilitas-pelayanan-publik.html
https://sibolangmamasa.blogspot.com/2017/04/transparansi-dan-akuntabilitas.html

18

Anda mungkin juga menyukai