DOSEN PENGAMPU :
DI SUSUN OLEH :
DAHRIYANDI 170563201071
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat
dan karunianya saya dapat membuat seebuah makalah. Makalah yang berjudul
transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. kami menyadari bahwa banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini disebabkan karena saya masih belajar
tentang transparansi dan akuntabilitas pada pelayanan publik yang ada di indonesia.
Oleh sebab itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan kawan-kawan. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
saya dalam membuat makalah ini.
Dan saya ucapkan terima kepada dosen mata kuliah system politik indonesia,
Dr. FITRI KURNIANGSIH yang telah membimbing kami dalam proses belajar
mengajar. Semoga ilmu yang di Berikan dapat bermanfaat bagi kami terutama bagi
kami semua. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima keritik dan saran
dari pembaca agar dapat memperbaiki tulisan ilmiah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi siapapun termasuk kita semua.
i
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................ 3
2.1 Tranparansi Pelayanan Publik ............................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2.2 Rumusan Masalah
Didalam pembuatan makalah ini, tentu kita harus memecahkan masalah apa yang
tidak kita ketahui, terutama buat kami sebagai kelompok. Di dalam mencari materi
pembahasan tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas didalam pelayanan
publik, tentu saja banyak pembahasan-pembahasan yang membuat kita bertanya
1) Apa yang paling penting atau utama untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik?
2) Mengapa pemerintahan yang baik harus transparansi dan akuntabilitas?
3) Apa yang membuat pelayanan publik itu tidak transparansi dan akuntabilitas?
4) Bagaimana cara mengukur bahwa pelayanan publik sudah transparansi dan
akuntabilitas?
Itu semua hal yang membuat kita bertanya-tanya tentang materi pembahasan
transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik. Tentu kita harus bersama-
sama dalam mencari solusi untuk permasalahan ini, agar pemahaman yang kita
dapatkan dapat berguna untuk masyarakat banyak. Terutama untuk memecahkan
masalah pada suatu bangsa atau organisasi yang kita jalani.
2.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah tentang transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik yaitu untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas yang di inginkan didalam pelayanan publik, namun bukan hanya itu
saja, tentunya buat saya kami sebagai kerlompok tujuan penulisan makalah ini yaitu
untuk menambah wawasan tentang bagaimana kita sebagai mahsiswa yang nantinya
jika kita menjadi birokrat bisa menerapkan pelayanan publik yang baik dan benar.
Sehingga bisa sama-sama menjadi acuan kita kedepan dalam mengelola pelayanan
publik, atau minimal dalam kita membawa diri kita pada jalan yang benar.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
transparansi yaitu untuk mndorong para pemimpin dan seluruh sumber daya manusia
didalam nya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud,
sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat, dan itu
dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggungjawab kepada masyarakat dan
negara. Salah satu nilai dan prinsip aktualisasi pemerintahan yang baik didalam
penyelenggaraan negara yaitu sistem manajemen yang transparansi dan akuntabilitas.
Menurut Ratminto dan Winarsih (2005:209-2016), paling tidak ada 10 dimensi atau
kondisi aktual yang diharapkan terjadi dalam tranparansi dalam penyelenggaraan
publik, meliputi:
1) Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik
2) Prosedur pelayanan
3) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
4) Kepastian rincian biaya pelayanan
5) Kepastian kurun waktu penyelesaian
6) Pejabat atau petugas yang berwenang dan bertanggung jawab
7) Informasi pelayanan
8) Lokasi pelayanan
9) Janji pelayanan
10) Standar pelayanan
4
2.2 Akuntabilitas Pelayanan Publik
LAN RI dan BPKP menjelaskan akuntabilitas berasal dari bahasa Inggris yaitu
accountability yang artinya keadaan untuk dipertanggung jawabkan, keadaan yang
dapat dimintai pertanggung jawaban. Ledvina V. carino mengatakan akuntabilitas
merupakan suatu evolusi kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik
masih berada pada jalur otoritasnya yang bertanggung jawab pada kewenanannya.
Dalam konteks pelayanan publik maka “akuntabilitas berartis suatu ukuran yang
menunjukkan beberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan
ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki
oleh para stakholder”. Dengan demikian tolak ukur dalam akuntabilitas pelayanan
publik adalah publik itu sendiri, nilai-nilai atau norma-norma yang diakui, berlaku
dan berkembang dalam kehidupan publik. Niali-nilai atau norma tersebut antaranya
transparansi pelayanan, prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi
manusia, dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat pengguna
jasa.
Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada
dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggung
jawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah
laku dan sistem pemaantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem
pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Paradigma baru penyelenggara
pemerintahan menegaskan bahwa sistem pertanggung jawaban mengalir keatas
melalui jalur rantai komandotidak selektif pertanggung jawaban kepada masyarakat
yang diselenggarakan kepentinganya. Namun perlu kita ketahui bahwa sistem
pertanggung jawaban tersebut masih dalam kerangka peraturan dan standar yang
ditetapkan oleh mereka yang mengarahkan pada organisasi pemerintahan.
Berdasarkan keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara Nomor
KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari Tahun 2004 tentang teknis transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik. Bahwa penyelenggaraan
pelayanaan publik harus dipertanggungjawabkan, baik kepada public maupun kepada
5
atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pertanggung jawaban pelayanan publik diantaranya:
1) Akuntabilitas kinerja pelayanan publik.
2) Akuntabilitas biaya pelayanan publik.
3) Akuntabilitas produk pelayanan.
6
c) Ombudsman : Dewan ombudsmen, baik yang dibentuk di dalam suatu konstitusi
maupun legislasi, berfungsi sebagai pembela hak-hak masyarakat. Ombudsmen
mengakomodasi keluhan masyarakat, melakukan investigasi, dan menyusun
rekomendasi tentang bagaimana keluhan tersebut diatasi tanpa membebani
masyarakat. Sejak diperkenalkan pertama kali di Swedia pada abad 19,
Ombudsmen telah menyebar ke berbagai negara, baik negara maju maupun
negara berkembang. Secara umum, masyarakat dapat mengajukan keluhannya
secara langsung kepada lembaga ini, baik melalui surat maupun telepon. Di
beberapa negara, misalnya Inggris, Ombudsmen dilihat sebagai perluasan kontrol
parlemen terhadap eksekutif dan keluhan masyarakat disalurkan melalui anggota
parlemen. Pada hampir semua kasus, Ombudsmen melakukan tugas
investigatifnya tanpa memungut biaya dari masyarakat.
d) Desentralisasi dan Partisipasi : Akuntabilitas dalam pelayanan publik juga dapat
ditegakkan melalui struktur pemerintah yang terdesentralisasi dan partisipasi.
Terdapat beberapa situasi khusus di mana berbagai tugas pemerintah
didelegasikan ke tingkat lokal yang dijalankan oleh para birokrat lokal yang
bertanggung jawab langsung kepada masyarakat lokal. Legitimasi elektoral juga
menjadi faktor penting seperti dalam kasus pemerintah pusat. Tetapi cakupan
akuntabilitas di dalam sebuah sistem yang terdesentralisasi lebih merupakan
fungsi otonomi di tingkat lokal. Itupun sangat bervariasi secara signifikan sesuai
derajat otonomi yang diperoleh, dari otonomi yang sangat luas seperti di AS
hingga otonomi terbatas yang umum dijumpai di negara-negara berkembang.
Ketergantungan yang tinggi terhadap NGOs dan berbagai organisasi dan koperasi
berbasis masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik menjadi salah satu
perkembangan yang menjanjikan bagi terwujudnya manajemen publik yang
terdesentralisasi dan bertanggung jawab.
e) Kontrol Administratif Internal : Pejabat publik yang diangkat sering memainkan
peran dominan dalam menjalankan tugas pemerintahan karena relatif
permanennya masa jabatan serta keterampilan teknis. Biasanya, kepala-kepala
7
unit pemerintahan setingkat menteri diharapkan dapat mempertahankan kontrol
hirarkis terhadap para pejabatnya dengan dukungan aturan dan regulasi
administratif dan finansial dan sistem inspeksi. Untuk negara-negara dengan
struktur administratif yang lemah, terutama di negara-negara berkembang dan
beberapa negara komunis, metode kontrol tersebut memiliki dampak yang
terbatas. Masalah ini disebabkan karena hubungan yang kurang jelas antara
kepemimpinan politik yang bersifat temporer dan pejabat publik yang diangkat
secara permanen. Jika mereka melakukan persekongkolan, akuntabilitas tidak
bisa diwujudkan (hal ini juga terjadi sejak lama di negara-negara maju) dan jika
mereka terlibat dalam konflik, maka yang menjadi korban adalah kepentingan
publik.
f) Media massa dan Opini Publik : Hampir di semua konteks, efektivitas berbagai
metode dalam menegakkan akuntabilitas sebagaimana diuraikan di atas sangat
tergantung tingkat dukungan media massa serta opini publik. Tantangannya,
misalnya, adalah bagaimana dan sejauhmana masyarakat mampu
mendayagunakan media massa untuk memberitakan penyalahgunaan kekuasaan
dan menghukum para pelakunya. Terdapat 3 faktor yang menentukan dampak
aktual dari media massa dan opini publik. Pertama, kebebasan berekspresi dan
berserikat harus diterima dan dihormati. Di banyak negara, kebebasan tersebut
dilindungi dalam konstitusi. Derajat penerimaan dan rasa hormat umumnya dapat
diukur dari peran media massa (termasuk perhatian terhadap pola kepemilikan)
dan pentingnya peran kelompok kepentingan, asosiasi dagang, organisasi wanita,
lembaga konsumen, koperasi, dan asosiasi profesional. Kedua, pelaksanaan
berbagai tugas pemerintah harus transparan. Kuncinya adalah adanya akses
masyarakat terhadap informasi. Hal ini harus dijamin melalui konstitusi
(misalnya, UU Kebebasan Informasi) dengan hanya mempertimbangkan
pertimbangan keamanan nasional (dalam pengertian sempit) dan privasi setiap
individu. Informasi yang dihasilkan pemerintah yang seharusnya dapat diakses
secara luas antara lain meliputi anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit.
8
Tanpa akses terhadap beragai informasi tersebut, masyarakat tidak akan
sepenuhnya menyadari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan pemerintah dan
efektivitas media massa akan sedikit dibatasi. Ketiga, adanya pendidikan sipil
yang diberikan kepada warga negara, pemahaman mereka akan hak dan
kewajibannya, di samping kesiapan untuk menjalankannya.
9
pelayanan dapat kembali muncul. Sejumlah langkan pemerintah telah dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan sistem pengaaduan masyasrakat.
Untuk memperoleh umpan balik atau feedback dari masyarakat atas pelayanan yang
diberikan oleh aparatur pemerintah perlu disediakan akses kepada masyarakat untuk
memberikan informasi, saran, pendapat, tanggapan, pengaduan, dalam bentuk
pengaduan lewat surat tertulis maupun langsung. Dalam bentuk tertulis surat/formulir
tanda bukti pengaduan disebut nama dan pejabat yang bertugas yang berwenang dan
serta diberi jangka waktu penyelesaian. Selain itu pengaduan tertulis harus
disampaikan secara jelas dan bertanggungjawab. Langkah tersebut sudah dilakukan
seperti mengubah sistem pengaduan menjadi digital atau yang dikenal dengan
SP4AN LAPOR! Yang lebih mempermudah masyarakat untuk memberi masukan
dan kritikan terhadap pelayanan publik.
Hal ini berguna untuk memperbaiki pelayanan oleh unit pelayanan instansi
pemerintah yang bersangkutan dari informasi tersebut. Jika dalam pengaduan
terdapatmasyarakat yang di rugikan perlu dipertimbangan pemberian konfensasi. Dan
jika pengaduan yang dilakukan terjadi penyimpangan pada petugas pelayanan perlu
dibearikan sanksi kepada petugas yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
10
Indikator kedua, dari transparansi menunjuk pada seberapa mudah peraturan dan
prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain.
Maksud dari dipahami di sini bukan hanya dalam arti literal semata tetapi juga makna
dibalik semua prosedur dan peraturan itu. Penjelasan mengenai persyaratan, prosedur,
biaya dan waktu yang diperlukan seba-gaimana adanya merupakan hal yang sangat
penting bagi para pengguna. Jika rasionalitas dari semua hal itu dapat diketahui dan
diterima oleh para pengguna, maka kepatuhan terhadap prosedur dan aturan akan
mudah diwujudkan. Banyak pengguna yang seringkali mempertanyakan, mengapa
persyaratan begitu banyak? Mengapa prosedurnya begitu panjang dan berbelit-belit?
Mengapa waktunya lama dan biayanya begitu besar? Pertanyaan-pertanyaan seperti
ini sering muncul pada sebagian peng-guna. Bagi pengguna yang kritis dan memiliki
aspirasi pelayanan yang tinggi, mereka sering merasa terganggu dengan persyaratan
yang terkadang kurang masuk akal, prosedur yang sangat panjang, dan waktu yang
begitu lama untuk memperoleh pelayanan.
Selama ini, para petugas penyelenggara layanan seringkali kurang mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bahkan mereka sering tidak bersedia
menjawab per-tanyaan semacam itu karena mereka merasa bukan sebagai pihak yang
membuat peraturan penyelenggaraan pelayanan. Mereka mungkin merasa hanya
menjadi pihak yang harus menerapkan peraturan tersebut sebagaimana adanya.
Mungkin mereka sendiri juga tidak memahami logika dari semua peraturan mengenai
penyelenggaraan pelayanan. Apapun posisi penyelenggara pelayanan, apakah
menjadi bagian dari pemegang otoritas yang menentukan aturan penyelenggara
pelayanan atau sekedar menjadi pelaksana yang mendapatkan tugas untuk
menerapkan peraturan pelayanan sebagaimana adanya, mereka seharusnya dapat
menjelaskan kepada para pengguna yang ingin mengetahui alasan yang melatar-
belakangi penerapan suatu prosedur pelayanan yang harus dipatuhi oleh warga
pengguna. Menjelaskan kepada para pengguna dan stakeholders yang membutuhkan
informasi dan penje-lasan mengenai prosedur dan praktik pelayanan merupakan
bagian dari konsep transparansi pelayanan. Karena itu, memahami segala aspek
11
penyelenggaraan pelayanan juga menjadi tugas para penyelenggara pelayanan.
Mereka harus mampu menjelaskan mengapa prosedur dan ketentuan dalam pratik
pelayanan dibuat sebagaimana adanya. Dengan demikian, para penyelenggara pela-
yanan dituntut untuk dapat meng-kritisi prosedur dan aturan main dalam
penyelenggaraan pelayanan karena banyak prosedur dan ketentuan yang selama ini
mereka gunakan tidak dapat dipahami dengan mudah oleh para pengguna.
Banyak prosedur dan aturan dalam penyelenggaraan pelayanan yang tidak
dapat dijelaskan dengan mudah dan dapat diterima oleh akal sehat para pengguna.
Hal ini terjadi karena mindset yang dimiliki oleh pemerintah dan para pejabat publik
ketika membuat prosedur dan peraturan mengenai penyeleng-garaan pelayanan sering
tidak memperhatikan kepentingan dan kebutuhan dari para pengguna. Kepentingan
yang dipergunakan untuk merumuskan peraturan dan prosedur pelayanan adalah
semata-mata kepen-tingan pemerintah dan para pejabat. Akhirnya, prosedur dan
peraturan mengenai pelayanan publik sering tidak dapat dipahami oleh para
penggunanya.
Indikator ketiga, dari trans-paransi pelayanan adalah kemudahan untuk
memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyeleng-garaan pelayanan publik.
Semakin mudah pengguna memperoleh informasi mengenai berbagai aspek
penyelenggaraan pelayanan publik semakin tinggi transparansi. Misalnya, ketika
pengguna dengan mudah memperoleh informasi mengenai biaya dan waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan pelayanan maka pelayanan publik itu dapat dinilai
memiliki transparansi yang tinggi. Begitu pula ketika informasi mengenai prosedur,
persyaratan, dan cara memperoleh pelayanan dapat diperoleh dengan mudah oleh
para pengguna, maka penyelenggaraan pelayanan tersebut dapat dikatakan memiliki
tingkat transparansi yang tinggi. Sebaliknya, jika pengorbanan yang diperlukan oleh
para pengguna untuk memperoleh informasi mengenai berbagai aspek yang terkait
dengan berbagai penyelenggaraan pelayanan sangat besar maka transparansi
pelayanan dinilai rendah. Kalau untuk memperoleh informasi mengenai biaya dan
12
waktu yang diperlukan dalam pelayanan sangat sulit dan memerlukan banyak
pengorbanan, maka transparansi pelayanan dapat dikatakan rendah.
Dengan menggunakan ketiga dimensi transparansi tersebut maka penilaian
terhadap transparansi pelayanan publik dapat dilakukan secara lebih lengkap. Selama
ini rezim pelayanan sering mengklaim dirinya telah bertindak transparan ketika hanya
menempel papan pengumuman, misalnya berisi mengenai besaran biaya dan prose-
dur pelayanan, di loket pelayanan. Tentu mengumumkan biaya dan prosedur
pelayanan secara terbuka di tempat yang mudah diakses oleh para pengguna adalah
sesuatu yang baik dan menjadi bagian dari transparansi pelayanan. Namun hal
tersebut belumlah cukup. Upaya untuk menjelaskan prosedur dan biaya pelayanan
sering diperlukan karena tidak semua pengguna mampu membaca. Mereka juga
sering tidak dapat memahami logika dan rasionalitas dari prosedur dan besaran biaya
pelayanan yang harus dibayar. Menjelaskan logika dan rasionalitas dari biaya dan
prosedur pelayanan adalah menjadi bagian dari tugas para penyelenggara pelayanan
dan bagian dari transparansi itu sendiri.
Sedangkan, indikator untuk mengukur transparansi pelayanan publik menurut SK
Menpan Nomor 26 tahun 2004 yaitu :
1) Manajemen dan penyelenggaraan pelayanan publik
2) Prosedur pelayanan
3) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan
7) Lokasi pelayanan
8) Janji pelayanan
13
Menurut KepMenPan no.63 KEP/M.PAN/2003 bahwa setiap penyelenggaraan
pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan adanya
kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi :
1) Prosedur pelayanan,
2) Waktu penyelesaian,
3) Biaya pelayanan,
4) Produk pelayanan,
5) Sarana dan prasarana,
6) Kompetisi petugas pemberi layanan.
Berdasarkan standar pelayanan di atas memberikan gambaran kepada masyarakat
bahwa adanya kepastian pelayanan bagi masyarakat sehingga masyarakat mampu
menilai sejauh mana pelayanan itu diberikan, dapat dinilai sejauh mana kinerja suatu
instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga dapat
mewujudkan akuntabilitas dalam pelayanan publik, akan tetapi Kadangkala
akuntabilitas pelayanan hanya diukur dengan bagaimana pelayanan itu dapat berjalan
sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan SOP pelayanan, dan hanya
terfocus kepada akuntabilitas internal di dalam organisasi namun tidak berlanjut ke
luar dengan kata lain bahwa birokrasi di indonesia hanya terpaku kepada standar dan
prosedur yang berlaku yang bersifat kaku dan prosedural yang tidak mendorong
lahirnya kreativitas dalam memberikan pelayanan dimana kebutuhan dan
perkembangan akan pelayanan yang diinginkan masyarakat tidak teraplikasikan
dengan baik sehingga terjadi kekurangan dimana didalam penyelenggaran pelayanan
publik, pemerintah hanya menerapkan norma atau nilai standar pelayanan secara
sepihak berdasarkan prosedural dan petunjuk pelaksanaan yang bersifat kaku yang
membuat komitmen aparat birokrasi lemah untuk mewujudkan akuntabilitas kepada
masyarakat yang dilayaninya. Sehingga diperlukan standar operasional prosedural
pelayanan yang responsif dan aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat sesuai dengan
norma dan standar yang sesuai didalam masyarakat sehingga tidak terfocus kepada
standar baku yang ada.
14
Menurut Jeff & Shah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
akuntabilitas, yaitu : Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap
pemerintah, timbulnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan
berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus
KKN.31
Indikator yang digunakan BAPPENAS untuk mengukur Akuntabilitas adalah
sebagai berikut :
1. Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan;
2. Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan
kegiatan;
3. Adanya output dan outcome yang terukur.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
16
norma yang diinginkan oleh masyarakat salah satunya dengan melakukan standarisasi
pelayanan. Akuntabilitas dapat menjadi sebuah motivasi bagi semua stakeholder
untuk bertanggung jawab terhadap pelayanan publik sehingga mewujudkan suatu tata
pemerintahan yang baik atau good governance yang bercirikan kepada proses
governing di perlukan akuntabilitas untuk menjamin adanya pertanggungjawaban
semua stakeholder baik itu pemerintah, lembaga non pemerintah maupun masyarakat
terhadap pelayanan publik. Dengan adanya akuntabilitas akan menjamin tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam proses membuat suatu kebijakan
akan dapat diterima oleh masyarakat dimana adanya tranparansi dan tanggungjawab
kepada masyarakat akan pelayanan yang diberikan.
3.2 SARAN
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas
dan kegiatan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses bagi masyarakat, dalam
prosess kebijakan, perencanaan, pengawasan dan atau pengendalian. Untuk dapat
mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang transparan, diperlukan sejumlah
faktor penunjang seperti dukungan kebijakan yang kondusif, ketersediaan teknologi
yang memadai, kemampuan pegawai yang tinggi, dukungan dan kesadaran warga,
anggaran operasional yang cukup, komitmen pegawai tinggi, pengawasan dan sanksi
yang intensif dan tegas, budaya kerja tidak kaku, dan pola pelayanan yang fungsional.
Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu
seseorang yang mendapatkan amanat harus mempertanggungjawabkannya kepada
orang-orang yang memberinya kepercayaan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, A., Muslim, M. dkk. (2002). Good Governance dan penguatan Institusi
Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia. Jakarta.
Lalolo, L. (2003). Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi &
Partisipasi, Sekretariat good Public Governance Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. Jakarta.
http://kebijakan-publik.blogspot.com/2011/03/transparansi-penyelenggaraan-
pelayanan.html
http://w4nm4p.blogspot.com/2013/11/akuntabilitas-pelayanan-publik.html
https://sibolangmamasa.blogspot.com/2017/04/transparansi-dan-akuntabilitas.html
18