2019-10-08 Diskusi Internal Menghadapi Orang Sulit
2019-10-08 Diskusi Internal Menghadapi Orang Sulit
2. Sniper
Istilah sniper bahasa Indonesianya “penembak jitu”. Satu sasaran lumpuh, mati,
efisien, efektif dan mematikan. “Sniper” atau disebut “si Lidah Tajam”. Seorang
“sinper” sangat ahli dalam kata – kata. Sayangnya, keahlian tersebut dipakai
untuk membuat celetukan – celetukan yang tajam, kasar, dan menyakitkan.
Seorang “sniper” juga terkenal dengan sarkasmenya yang menusuk. Tanpa
mengeluarkan banyak tenaga, seorang “sniper” “melumpuhkan” korban –
korbannya dengan membuat malu, tersipu – sipu, hilang percaya diri. Tidak
seorangpun dilahirkan sebagai seorang “sniper”. Bisa jadi kalau lahir di
Hal. 8
lingkungan yang mendukung tumbuh menjadi orator, sastrawan atau filsuf.
Yakobus 3 : 9 – 10 : “dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita dan dengan
lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah. Dari mulut
yang satu keluar berkat dan kutuk.”
Seorang “sniper” “lahir” karena keadaan tidak memuaskan hati mereka. Kata –
katanya merupakan bentuk keluhan, ketidakpuasan, protes terhadap keadaan
dimana mereka berada. Seperti Thomas yang menyambut dingin bahkan tidak
percaya kebangkitan Yesus dan ingin bukti, Tuhan Yesus menjawab dengan
tepat, kemudian Thomas menyesal dan merekuk lututnya. “Ya Tuhanku dan
Allahku” (Yohanes 20 : 28). Kunci menghadapi “sniper” tidak terpancing dan
terprovokasi, tetapi justru memancing mereka keluar dan melucuti kedok –
kedoknya.
3. Granat
“Granat” seperti “bom” tetapi kecil. Kalau meledak menghancurkan apapun
yang disekitarnya. Granat tidak langsung meledak, ada waktu beberapa detik
sebelum meledak, adalah saat kritis, menentukan dan menegangkan. Namun
harus dihadapi dengan penuh ketegangan, dan tanpa keragu – raguan, tidak
boleh bingung, tidak boleh panik. Tidak ada seorangpun ingin menjadi “granat’
karena disamping menghancurkan kanan – kirinya, dia juga akan hancur. Yang
terjadi karena yang bersangkutan dipojokkan dan tidak diberi pilihan lain.
Reaksinya terhadap orang yang “meledak – ledak” yang pertama jangan mau
kalah, kita juga bisa. Kedua, setelah “meledak” pelan – pelan dan diam – diam
menyingkir dan membawa rasa benci bercampur jijik. Keduanya sama; ada
rasa geram, benci dan penolakan.
Granat – granat itu adalah orang – orang yang membutuhkan kasih, pengertian
dan pengampunan kita. Karena orang – orang yang “meledak” setelah itu
menyesal bahkan membenci diri sendiri. Tuhan Yesus pernah “meledak”
menghadapi para pedagang di Bait Allah, orang – orang Farisi, Petrus yang
Hal. 9
melarang Yesus masuk Yerusalem. Yesus “meledak” bukan karena benci,
tersinggung tetapi karena kasih-Nya, dengan sikap mau mengampuni.
4. Makhluk Negatif
Bicara makhluk negatif, seperti orang yang memakai kacamata hitam, semua
terlihat seolah tidak ada terang. Maka orang itu cenderung mencela apa saja,
sebab melalui pandangan matanya semua “gelap” tidak ada yang baik, tidak
ada yang benar, tidak ada yang beres. Hal itu bertolak belakang dengan sikap
dan pandangan hidup anak – anak Tuhan. Anak – anak Tuhan adalah makhluk
– makhluk yang seyogyanya berpikir positif, bersikap positif, bertutut positif dan
bertindak positif.
Tidak satu kalipun Firman Tuhan membenarkan, lebih – lebih mengajarkan
agar orang bersikap sinis dan sarkatis, gemar memojokkan serta menjatuhkan
mental orang dan memandang segala sesuatu dengan “kacamata hitam”.
Bukankah itu inti Yakobus 3 : 6 – 10 agar kita menjaga mulut dan lidah kita.
Satu – satunya fokus dan orientasi seluruh pola pikir, pola sikap dan pola
tindakan kita kearah positif. “Marilah kita mengejar apa yang mendatangkan
damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun.” (Roma 14 : 19).
5. Tukang Mengeluh
Kita tahu disekitar kita ada banyak orang yang suka mengeluh, ada yang biasa,
parah bahkan kelewat parah. “Menyebalkan”, tetapi mereka sebenernya layak
menerima iba dan simpati kita. Sebenarnya itu bukan keinginan mereka, karena
dari membuka mata setiap pagi sampai malam. Saat menutup mata yang
mereka rasakan tak lain hanyalah perasaan tidak berdaya. Mereka merasa di
telikung 1001 macam persoalan hidup di dunia yang mereka anggap tidak adil
terhadap mereka. Masalahnya tukang mengeluh ini mencari teman, dukungan.
Menghadapi hal itu ada 2 kemungkinan :
Hal. 10
• Mendorong mereka agar tidak mengeluh, tetapi menyelesaikannya. Ini
justru akan membuat mereka tambah mengeluh, mereka anggap kita
bukan teman yang solider.
• Memperlihatkan simpati dengan “memperkuat” keluhan mereka
Keduanya tidak memiliki solusi. Solusinya kita harus memahami seseorang
dengan baik, dengan memperlakukan lebih benar. Paulus mengajak kita
memahami “Bahwa sampai sekarang segala makhluk sama – sama sakit
bersalin...” (Roma 8 : 22). Walaupun demikian, tetapi keluhan harus
proporsional, agar kita tidak menjadi penggerutu atau “tukang mengeluh”, kita
perlu memperhatikan 3 hal ini :
1. Meskipun mengeluh itu wajar, tetapi anak – anak Allah bukan mengeluh
tetapi bersyukur (1 Timotius 1 : 12)
2. Mengeluh hanya mengenai hal – hal yang pantas kita keluhkan. Bukan
seperti Israel yang mengeluhkan semuanya, seolah - olah anugerah dan
penyertaan Allah tidak berarti.
3. Mengeluh boleh saja, tetapi upayakan solusi. Berbuatlah sesuatu
betapapun kecil, tak berarti, jangan hanya menutupi kegelapan tapi
nyalakanlah lilin.