Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

A. Definisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2010).
Sedangkan menurut Pahria, (2011) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat
pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke
otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke NonHemoragikadalah strokeyang disebabkan karena sumbatan
pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan
terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.
B. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2009) Stroke biasanya di akibatkan
dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis(Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
2. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya
adalah gangguan suplai darah ke otak menyebabkan kehilangan gerak,
pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
Penyebab lain terjadinya Stroke Non Hemoragik Menurut Mutaqqim,
(2010) adalah:
a. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma
(endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh
darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin
karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika
intima) karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
b. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
c. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan
stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit
lumen pembuluh darah ke otak.
d. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat
parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk,
2000):
1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin
berasal dari jantung).
3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan
infark cerebral).
4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai
usia di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka
panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak
darah, tekanan darah, merokok kretek dan obesitas.
8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan
stroke.
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi,
yaitu:
a. Hipertensi
b. Aneurisma pembuluh darah cerebral
c. Kelainan jantung / penyakit jantung,
d. Diabetes mellitus (DM),
e. Usia lanjut,
f. Polocitemia,
g. Peningkatan kolesterol (lipid total),
h. Obesitas,
i. Perokok,
j. kurang aktivitas fisik,

C. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai
faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin,
2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
D. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih
E. Pemeriksaan Fisik Sesuai Teori
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita yang
datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal
dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi
seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi, massa,
kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta
adanya sakit kepala(Delp & Manning. 2004).

b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel.Inspeksi adanya kesimterisan kanan
dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan
skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil
isokoratau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya,
apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya
ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies campus),
apakah konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan,
rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,
subconjunctival perdarahan, serta diplopia
2) Hidung : Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas(pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga:Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
4) Rahang atas : Periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : Periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : Inspeksi pada bagian mucosa terhadap
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah
tosil meradang, pegang dan tekan daerah
pipi kemudian rasakan apa ada massa/
tumor, pembengkakkan dan nyeri,
inspeksi amati adanya tonsil meradang
atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi
adanya respon nyeri
c. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau
krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia
(kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul
atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan
adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi
trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi
segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.
Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

d. Toraks
1) Inspeksi
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan
tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace
maker, frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
2) Palpasi
Seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,emfisema
subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
3) Perkusi
Untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
4) Auskultasi
Suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur
vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya
dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi
abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam,
tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen,
asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi
abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen
untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau
uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal,
dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage,
ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akannampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya
dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD
118, 2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akannampak pada pemeriksaan
fisik (pelvis menjadi stabil), pada cederaberat ini kemungkinan penderita
akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada
indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari fraktur
pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi , ruam,
lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra. Colok
dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus diteliti
akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak tinggi,
adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo sfinkter
ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan adanya
darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina
dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada
tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus
dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan
yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun
jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi,
kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin
(pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10
sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan
tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit
atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat
RSUP Dr. M.Djamil, 2006).

g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat
inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur
(fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa
denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan
dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan
aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan
penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010).
Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan
sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur,
sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat
adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien
hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak
stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan
sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan
oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian
lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam
keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan
punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol,
sehingga terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih
kembali barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal
setelah penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil,
2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada
saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118,
2010). Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis,
ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra
periksa adanya deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan
sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan
pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan
kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi
dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang
sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada
kepala dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan
leher sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita
memerlukan imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi
neurologis. Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena
merupakan gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan
kesadaran akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi
oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada
perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli
bedah syaraf (Diklat RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang,twitching,
parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia (
kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon sensori
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik
seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup
dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena
serebral berkurang
b. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial

H. Fokus Pengkajian
1. Fokus pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway,
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang
dapat disebabkan sumbatan atau penumpukan sekret.
Adakah suara wheezing atau krekles. Jika ada obstruksi
maka lakukan :
a. Chin lift/ Jaw trust
b. Suction/ hisap
c. Guedel airway
d. Intubasi trakhea dengan leher ditahan ( Imobilisasi
pada posisi netral).
2) Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan nafas,
timbulnya pernafasan yang sulit dan atau tidak teratur,
suara nafas terdengar ronchi/ aspirasi, whezing, sonor,
stidor/ ngorok, ekspansi dinding kaca.
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gak yang terjadi pada saat bernafas mutlak
untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma
dan perlu diperhatikan: sesak dengan aktifitas ringan atau
pada saat istirahat, RR lebih dari 24 x/menit, irama
ireguler dangkal, adakah ronchi, krekles, ekspansi dada
tidak penuh, apakah menggunakan otot bantu nafas.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap
dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut.
Observasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu:
kesadaran pasien, gelisah, akral dingin, warna kulit pucat,
sianosis, adakah edema, TD meningkat atau menurun, nadi
lemah atau tidak teratur, takikardi, dan apakah output
urinemenurun.
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,
hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar.
Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adakah cara yang
cukup jelas dan cepat adalah:
Awake :A
Respon bicara :V
Respon nyeri :P
Tidak ada respon :U
5) Exposure
Lepas baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigaan
cedera leher atau tulang belakang, maka imobilisasi in line
harus dikerjakan. Dilakukan pemeriksaan fisik Heat To
Toe untuk pemeriksaan lebih jelas, apakah ada nyeri dada
spontan atau menjalar.
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dapat meliputi anamnesa dan
pemeriksaan fisik,. Anamnesa dapat menggunakan format
AMPLE ( Alergi, Medikasi, Post ilnes, Last meal, dan
event/environment yang berhubungan dengan kejadian).
Pemeriksaan fiisk dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat
pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode
SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom.
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada
jejas pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah
saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat
palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek,
Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan,
Penurunan tekanan darah
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien.
Baik alergi obat-obatan ataupun kebutuhan akan
makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications
especially). Pengobatan yang diberikan pada klien
sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak
menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan
sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
P :Previous medical/surgical history.
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L :Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E :Events /Environment surrounding the injury; ie.
Exactly what happened
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data
dasar klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 /
irama jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh
adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi
rendah sehubungan dengan denyutan jantung,
menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada
unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala
sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk
yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi
abdominal kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi 
mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam
rongga pleura), fremitus menurun, perkusi dada : hipersonor
diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan
dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma :
penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema /
efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
2. Nursing Care Plan ( Rencana Asuhan Keperawatan)
a. Diagnosa Keperawatan yang muncul adalah :
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif (
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (
3. Hambatan mobilitas fisik (
4. Resiko kerusakan integritas kulit (
5. Gangguan komunikasi verbal (
I. PATWAY

Faktor-faktor penyebab / pencetus


Stroke Non Hemoragik

Terganggunya Kerja Jantung

Suplai darah dari ventrikel kiri

Jantung memompa darah ke seluruh


tubuh/sistemik

Arteroklerosi
s

Trombos Emboli
is
TIA
Suplai darah ke serebral menurun

Iskemia
NDx: Perubahan
Perfusi Jaringan

Hipoxia Jar.
Otak

Kerusakan
Otak

Reversibel Ireversibel

Menurunnya Edema Jar.


Kesadaran Otak

NDx:
NDx: Defisit Jar. Kurang Perawatan
Kerusakan Otak diri
Menelan

Hemapar Para Afa


Ko asis lisis s
m i
a a
Bed NDx: Gangguan
R Harga diri NDx:
e Kerusakan
Menelan
st
Deku Pneum
on NDx: NDx:
b Kurang Kerusakan
ia
it Perawatan Mobilitas
u Inkontinensia diri Fisik
s Uri
Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
Perfusi jaringan Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC)
cerebral tidak efektif Gangguan perfusi jaringan 1. Peningkatan tekanan darah
dapat tercapai secara optimal 1. Pantau TTV tiap jam dan sistemik yang diikuti dengan
catat hasilnya penurunan tekanan
Kriteria hasil : 2. Kaji respon motorik darah diastolik merupakan tanda
 Mampu mempertahankan terhadap perintah peningkatan TIK. Napas tidak
tingkat kesadaran sederhana teratur menunjukkan adanya
1  Fungsi sensori dan motorik 3. Pantau status neurologis peningkatan TIK
membaik secara teratur 2. Mampu mengetahui tingkat
4. Dorong latihan kaki aktif/ respon motorik pasien
pasif 3. Mencegah/menurunkan
5. Kolaborasi pemberian obat atelektasis
sesuai indikasi 4. Menurunkan statis vena
5. Menurunkan resiko terjadinya
komplikasi
2 Ketidakseimbangan Tujuan (NOC) : Intevensi (NIC) :
nutrisi: kurang dari 1. Status gizi 1. Pengelolaan gangguan
kebutuhan tubuh 2. Asupan makanan makanan
3. Cairan dan zat gizi 2. Pengelulaan nutrisi
Kritria evaluasi: 3. Bantuan menaikkan BB
1. Menjelaskan komponen Aktivitas keperawatan :
kedekatan diet 1. Tentukan motivasi klien
2. Nilai laboratorium untuk mengubah 1. Motivasi klien mempengaruhi
(mis,trnsferin,albumin,dan kebiasaan makan dalam perubahan nutrisi
eletrolit)
2. Ketahui makanan 2. Makanan kesukaan klien
3. Melaporkan keadekuatan
kesukaan klien untuk mempermudah
tingkat giji
4. Nilai laboratorium 3. Rujuk kedokter untuk pemberian nutrisi
(mis:trasferin,albomen dan menentukan penyebab 3. Merujuk kedokter untuk
eletrolit perubahan nutrisi mengetahui perubahan klien
5. Toleransi terhadap gizi yang
4. Bantu makan sesuai serta untuk proses
dianjurkan.
dengan kebutuhan klien penyembuhan
5. Ciptakan lingkungan 4. Membantu makan untuk
yang menyenangkan mengetahui perubahan nutrisi
untuk makan serta untuk pengkajian
5. Menciptakan lingkungan
untuk kenyamananistirahat
klien serta utk ketenangan
dalam ruangan/kamar.

3 Hambatan mobilitas Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :


fisik Klien diminta menunjukkan
1. Terapi aktivitas, mobilitas
tingkat mobilitas, ditandai
sendi.
dengan indikator berikut
2. Perubahan posisi
(sebutkan nilainya 1 - 5 :
3. Terapi aktivitas, ambulasi
ketergantungan (tidak
1. Mengajarkan klien tentang dan
berpartisipasi) membutuhkan
Aktivitas Keperawatan :
pantau penggunaan alat bantu
bantuan orang lain atau alat
mobilitas klien lebih mudah.
membutuhkan bantuan orang 1. Ajarkan klien tentang dan
2. Membantu klien dalam proses
lain, mandiri dengan pantau penggunaan alat
perpindahan akan membantu klien
pertolongan alat bantu atau bantu mobilitas.
latihan dengan cara tersebut.
mandiri penuh). 2. Ajarkan dan bantu klien
Kriteria Evaluasi :
3. Pemberian penguatan positif
dalam proses perpindahan.
selama aktivitas akan mem-bantu
3. Berikan penguatan positif
1. Menunjukkan penggunaan klien semangat dalam latihan.
selama beraktivitas.
alat bantu secara benar 4. Mempercepat klien dalam
4. Dukung teknik latihan ROM
dengan pengawasan. 5. Kolaborasi dengan tim medis mobilisasi dan mengkendorkan
2. Meminta bantuan untuk tentang mobilitas klien otot-otot
beraktivitas mobilisasi jika 5. Mengetahui perkembngan
diperlukan. mobilisasi klien sesudah latihan
3. Menyangga BAB ROM
4. Menggunakan kursi roda
secara efektif.

4 Risiko kerusakan integritas Tujuan (NOC) : 1) Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan
kulit Tissue Integrity : Skin and menggunakan pakaian mungkin merasa tidak dapat
Mucous Membranes yang longgar beristirahat atau perlu untuk
Kriteria Hasil : 2) Hindari kerutan pada bergerak
a. Integritas kulit yang tempat tidur 2. Menurunkan terjadinya risiko
baik bisa dipertahankan 3) Jaga kebersihan kulit infeksi pada bagian kulit
(sensasi, elastisitas, agar tetap bersih dan 3. Cara pertama untuk
temperatur, hidrasi, kering mencegah terjadinya infeksi
pigmentasi) 4) Mobilisasi pasien (ubah 4. Mencegah terjadinya
b. Tidak ada luka/lesi pada posisi pasien) setiap dua komplikasi selanjutnya
kulit jam sekali 5. Mengetahui perkembangan
c. Menunjukkan 5) Monitor kulit akan terhadap terjadinya infeksi
pemahaman dalam adanya kemerahan kulit
proses perbaikan kulit 6) Oleskan lotion atau 6. Menurunkan pemajanan
dan mencegah terjadinya minyak/baby oil pada terhadap kuman infeksi pada
sedera berulang derah yang tertekan kulit
d. Mampu melindungi 7) Kolaborasi pemberian 7. Menurunkan risiko terjadinya
kulit dan antibiotic sesuai indikasi infeksi
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
5 Gangguan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC) :
komunikasi verbal 1. Lakukan komunikasi 1. Mencek komunikasi klien
Komunikasi dapat berjalan apakah benar-benar tidak bisa
dengan wajar, bahasa
dengan baik melakukan komunikasi
jelas, sederhana dan bila
perlu diulang 2. Mengetahui bagaimana
Kriteria hasil :
2. Dengarkan dengan tekun kemampuan komunikasi klien

a. Klien dapat jika pasien mulai tsb

mengekspresikan berbicara 3. Mengetahui derajat /tingkatan

perasaan 3. Berdiri di dalam lapang kemampuan berkomunikasi


b. Memahami maksud pandang pasien pada klien
dan pembicaraan saat bicara 4. Menurunkan terjadinya
orang lain 4. Latih otot bicara secara komplikasi lanjutan
c. Pembicaraan pasien optimal 5. Keluarga mengetahui &
dapat dipahami 5. Libatkan keluarga dalam mampu mendemonstrasikan
melatih komunikasi cara melatih komunikasi
verbal pada pasien verbalpd klien tanpa bantuan
6. Kolaborasi dengan ahli perawat
terapi wicara 6. Mengetahui perkembangan
komunikasi verbal klien
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi


Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Herdman, T.Heather (2011).NANDA International Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Penerbit Buku
Kedokteran (EGC). Jakarta
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume
2 Penerbit Jakarta: EGC
http://adf.ly/4282932/banner/http://zallien.blogspot.com/2012/08/askep-
stroke-non-hemoragik-snh.html
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan
keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. 2000. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai