Bab I-Iii
Bab I-Iii
PENDAHULUAN
1
2
5
6
6. Three generation family. Keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu
kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah
7. Single adult living alone. Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu
orang dewasa yang hidup dalam rumahnya.
8. Middle age atau eldery couple. Keluarga yang terdiri dari sepasang
suami istri paruh baya.
Menurut Marilyn M. Friedman (1998) membagi tipe keluarga menjadi
keluarga inti (konjugal). Keluarga yang menikah. Sebagai orang tua, atau
pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari suami, istri, dan anak (anak kandung,
anak adopsi). Keluarga orientasi (keluarga asal). Unit keluarga tempat
seseorang di lahirkan. Dan yang terakhir keluarga besar. Keluarga inti dan orang
lain yang ada hubungan darah, misalnya sanak keluarga, kakek, nenek, tante,
paman, dan sepupu (Ali.Z.H, 2009).
2.1.3. Pengertian Peran Keluarga
Sebuah peran di definisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang secara
relatif homogen di batasi secara normatif yang di harapkan dari seseorang yang
menempati posisi sosial yang di berikan. Peran berdasarkan pada pengharapan
atau penepatan peran yang membatasi apa saja yang harus di lakukan oleh
individu di dalam situasi tertentu agar memenuhi pengharapan diri atau orang
lain terhadap mereka (Nye, 1976, hlm. 7 dalam friedman. M, Bowden.V dan
jones.E, 2010).
Posisi atau status di definisikan sebagai letak seseorang dalam suatu
system sosial. Peran di golongkan di bawah konsep posisi (mertob, 1998 dalam
friedman. M, Bowden.V dan jones.E , 2010). Sementara peran adalah prilaku
yang di kaitkan dengan seseorang yang memegan sebuah posisi tertentu, posisi
mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam dalam suatu sisitem sosial.
Setiap individu menempati posisi ganda orang dewasa, pria, suami, petani,
anggota Elks, dan sebagainya (Biddle & Thomas, 1966;Hardy & hardy, 1998
dalam friedman. M, Bowden.V dan jones.E, 2010). Terkait dengan tiap posisi ini
merupakan sejumlah peran. Dalam kasus posisi ibu, peran yang terkait dapat
termasuk pengurus anak dan pimpinan kesehatan keluarga. Marton menjelaskan:
8
Status sosial tertentu tidak hanya melibatkan peran tunggal, namun juga
susunan peran yang terkait. Hal ini merupakan karakteristik struktur sosial dasar.
Kenyataan struktur ini dapat tercatat dengan istilah dan set peran yang berbeda,
dengan yang saya maksud bahwa perlengkap hubungan peran yang di miliki
orang merupakan akibat dari status posisi tertentu yang di tempati. Jadi untuk
masing-masing posisi sejumlah peran yang ada, setiap peran terdiri atas
kumpulan prilaku terkait yang secara budaya di definisikan sebagai orang yang
di harapkan berada pada posisi atau status tersebut. Akan tetapi peran mungkin
dapat di bagi dengan anggota lain dalam kelompok. Sebagai contoh, peran
pengasuhan anak biasanya merupakan tanggung jawab bersama kedua orang tua
pada masyarakat kontemporer (friedman. M, Bowden.V dan jones.E, 2010).
2.1.4. Klasifikasi Peran Keluarga Selama Gangguan kesehatan
Peristiwa hidup situasional utama yang dihadapi keluarga dengan tidak
dapat dihindari memengaruhi fungsi peran mereka. Situasi ini biasanya peristiwa
yan menimbulkan tekanan seperti bencana alam, pengagguran, atau gangguan
kesehatan anggota keluarga. Bagian ini memfokuskan kepada struktur peran
keluarga selama gangguan kesehatan anggota keluarga, seperti saat seorang
mengalami penyakit kronik atau disabilitas fisik atau mental. Pada sebagian
besart kasus, ketika seseorang menderita gangguan kesehatan, satu atau lebih
anggota keluarga mengemban peran pembari asuhan.
1. Peran Ibu Dalam Sehat Sakit
Peran penting wanita di sebagian besar keluarga yaitu sebagai
pemimpin kesehatan dan pemberi asuhan. Kriteria seperti apapun
telah digunakan dalam studi untuk mengukur pengambilan keputusan
dan peran kesehatan termasuk tindakan saat penyakit tidak bisa di
sembuhkan dan diobati, layanan medis dan kesehatan yang di
manfaatkan serta sumber bantuan keluarga primerperan pervasive dan
inti dari ibu sebagai pengambil keputusan kesehatan utama, pendidik,
konselor, dan pemberi asuhan dalam matriks keluarga (Finley, 1989;
Litman, 1974). Dalam peran ini, ibu mendefinisikan gejala dan
memutuskan alternatif sumber yang “tepat” ia juga memegang kendali
yang kuat terhadap apakah anak akan mendapatkan layanan
9
pasien karena satu dari mitra peran telah “menjadi orang lain”
hubungan pemberi asuhan terhadap anggota keluarga yang lain, serta
peran kerja dan soaial lainnya, sering kali terpengaruh.
Biegel dan rekan (1991) membuat diagram variabel yang
memperkirakan ketegangan pemberi asuhan, dalam diagram mereka,
variabel kontekstual yang merantarai reaksi pemberi asuhan meliputi
faktor-faktor demografik (jenis kelamin, tipe hubungan, peran dengan
pasien, usia, status sosio ekonomi) faktor psikologis sebelumnya,
kualitas hubungan, tahap hidup, keluarga, dan dukungan sosial.
Beberapa faktor ini seperti jenis kelamin (wanita) dan hubungan peran
(pasangan dan orang tua) secara konsiten dikaitkan dengan beban
pemberi asuhan yang lebih besar dengan variabel lainnya pertunjukan
pola kontradiksi atau pola yang lebih kompleks. Meskipun pemberi
asuhan adalah wanita yang disosialisasikan dengan peran pemberi
asuhan, mereka mengalami efek merugikan yang lebih besar di
bandingkan dengan pemberi asuhan pria (Pruchono dan Resch, 1989
dalam friedman. M, Bowden.V dan jones.E, 2010).
Konstibusi pria untuk member asuhan seharusnyatidak
diremehkan. Pria sering kali memberikan dukungan dan afeksi
kepadad pemberio asuhan primer. Banyak suami lansia mengemban
peran pemberi asuhan jika istri mereka sakit atau tidak mampu
(Richards, 1996 dalam friedman. M, Bowden.V dan jones.E, 2010) .
dalam sebuah studi yang membandingkan pengalaman asuhan orang
tua wanita pada status pernikahan yang berbeda (Brody dkk, 1990
dalam friedman. M, Bowden.V dan jones.E, 2010), wanita yang
memiliki suami lebih beruntung dari pada wanita yang tidak memiliki
suami. Suami memberikan dukungan financial dan sosial serta
membantu tugas instrumental. Wanita yang tidak mempunyai suami
melaporkan kesepian, kurang dukungan, dan kurang bantuan
instrumental pada pemberian asuhan orang tua.
Peran pemberi asuhan bervariasi sesuai dengan posisi atau
hubungannya dengan penerima asuhan; yaitu, peran berubah secara
12
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan
penting dalam menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang
sudah dimiliki. Yang termasuk faktor lingkungan ini dapat meliputi
lingkungan prenatal, lingkungan yang masih dalam kandungan dan
lingkungan post natal yaitu lingkungan setelah bayi lahir.
c. Faktor Hormonal
Faktor hormonan yang berperan dalam tumbuh kembang anak antar
lain : somatotropin (growth hormone) yang berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi
terjadinya proliferasi sel kartilago dan sistem skeletal, hormone
tiroid dengan menstimulasi metabolisme tubuh, sedangkan
glukokortikoid yang mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan
sel interstisial dari testis untuk memproduksi testosterone dan
ovarium untuk memproduksi estrogen selanjutnya hormone
tersebut akan menstimulasi perkembangan seks baik pada anak
laki-laki maupun perempuan yang sesuai dengan peran hormonnya
(Wong, DL, 2009)
2. Tahap Pencapaian Tumbuh Kembang Anak
Dalam tahap pencapaian pertumbuhan dan perkembangan, anak dapat
dikelompokkan ke), dan kelompok usia 6 tahun keatas yang terbagi
dalam pra remaja (6-10 tahun) dan masa remaja dalam dua kelompok
besar yakni kelompok usia 0-6 tahun yang terbagi menjadi tahap
prenatal yang terdiri dari masa embrio (mulai konsepsi-8 minggu) dan
masa fetus (9 minggu sampai lahir), tahap post natal yang terdiri dari
masa neonatus (0-28 hari) dan masa bayi (29 hari-1 tahun), tahap
prasekolah (3-6 tahun), dan kelompok usia 6 tahun ke atas yang terbagi
dalam masa remaja (10-18/20 tahun).
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa sekolah akan mengalami
proses percepatan pada umur 10-12 tahun, dimana penambahan berat
badan per tahun akan dapat 2,5 kg dan ukuran panjang tinggi badan
sampai 5 cm per tahunnya. Pada usia sekolah ini secara umum aktivitas
21
anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di rumah, di
sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya, dan juga ada
beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang harus
dilakukan tidak boleh dilanggar.
3. Macam-macam Permainan
a. Bermain afektif sosial
b. Bermain bersenang-senang
c. Bermain keterampilan
d. Bermain dramatik
e. Bermain menyelidiki
f. Bermain konstruksi
g. Bermain soliter/mandiri
h. Bermain parallel
i. Bermain asosiatif
j. Bermain kooperatif
4. Jenis Alat Permainan Berdasarkan Kelompok Umur
a. Usia 0-1 Tahun
Pada usia ini perkembangan anak mulai dapat dilatih dengan adanya
refleks, melatih kerja sama antara mata dan tangan, mata dan telinga
dalam berkoordinasi, melatih mencari objek yang ada tetapi tidak
kelihatan, sehingga fungsi bermain pada usia ini sudah dapat
memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan Jenis permainan yang
dianjurkan pada usia ini antara lain: benda (permainan) aman yang
dapat dimasukkan ke dalam mulut, gambar bentuk muka, boneka
orang dan binatang, alat permainan yang dapat digoyang dan
menimbulkan suara, alat permainan yang berupa selimut, boneka,
dan lain-lain.
b. Usia 1-2 Tahun
Jenis permainan yang dapat dilakukan pada usia 1-2 tahun pada
dasarnya bertujuan untuk melatih anak melakukan kegiatan sehari-
hari dan memperkenalkan beberapa bunyi dan mampu
membedakannya. Jenis permainan ini seperti semua alat permainan
24
yang dapat didorong dan ditarik, berupa alat rumah tangga balok-
balok, buku bergambar, kertas, pensil berwarna, dan lain-lain.
c. Usia 2-3 Tahun
Usia ini dianjurkan untuk bermain dengan tujuan menyalurkan
perasaan atau emosi anak, mengembangkan keterampilan berbahasa,
melatih motorik kasar dan halus, mengembangkan kecerdasan,
melatih daya imajinasi dan melatih kemampuan membedakan
permukaan dan warna benda. Adapun jenis permainan pada usia ini
yang dapat digunakan antara lain: alat-alat untuk gambar, puzzle
sederhana, manik-manik ukuran besar, berbagai benda yang
mempunyai permukaan dan warna yang berbeda-beda dan lain-lain.
d. Usia 3-6 Tahun
Pada usia ini anak sudah mulai mampu mengembangkan
kreativitasnya dan sosialisasi sehingga dapat diperlukan permainan
yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan
membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan,
menumbuhkan sportivitas, mengembangkan koordinasi motorik,
mengembangkan dalam mengontrol emosi, memperkenalkan
pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan
suasana kompetisi serta gotong-royong. Sehingga jenis permainan
yang dapat digunakan pada anak usia ini seperti benda-benda sekitar
rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk
belajar melipat, gunting, dan air.
b. Motorik Halus
1) Menulis tanpa merangkai huruf (misalnya, hanya menulis salah
satu huruf saja) pada usia dini; menulis dengan merangkai huruf
(misalnya, membentuk satu kata) pada tahun berikutnya (pada
usia 8 tahun).
2) Menguasai lebih besar keterampilan dan video games.
3) Kemampuan bermain computer (keterampilan manual).
2. Perkembangan Psikososial
a. Tinjauan (Erikson)
1) Erikson menyatakan krisis psikososial yang dihadapi anak pada
usia 6-12 tahun sebagai “industry versus inferioritas”.
a) Hubungan dengan orang terdekat anak meluas hingga
mencakup teman sekolah dan guru.
b) Anak usia sekolah secara normal telah menguasai tiga tugas
perkembangan pertama (kepercayaan, otonomi, dan inisiatif)
dan saat ini berfokus pada penguasaan kepandaian.
c) Perasaan industry berkembang dari suatu keinginan untuk
pencapaian.
d) Perasaan inferioritas dapat tumbuh dari harapan yang tidak
realistis atau perasaan gagal dalam memenuhi standar yang
ditetapkan orang lain untuk anak. Ketika anak merasa tidak
adekuat, rasa percaya dirinya akan menurun.
2) Anak usia sekolah terkait dengan tugas dan aktivitas yang dapat
ia selesaikan.
3) Anak usia sekolah mempelajari peraturan, kompetensi, dan kerja
sama untuk mencapai tujuan.
4) Hubungan sosial menjadi sumber pendukung yang penting
semakin meningkat.
b. Rasa Takut dan Stresor
1) Sebagian perasaan takut yang terjadi sejak masa kanak-kanak
awal dapat terselesaikan atau berkurang, namun anak-anak
26
sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya.
Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-
kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain dan pada bulan ke sepuluh
bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu
melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku, pada akhir tahun
pertama sudah mampu melakukan kata-kata yang spesifik antara dua
atau tiga kata. Selain melakukan komunikasi seperti diatas terdapat cara
komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan
komunikasi nonverbal dengan teknik sentuhan seperti mengusap,
menggendong, memangku, dan lain-lain
2. Usia Todler dan Prasekolah (1-2, 5 tahun, 2, 5 – 5 tahun)
Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan
perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu
memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun kedua sudah mampu
200 – 300 kata dan masih terdengar kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti
mengapa, apa, kapan, dan sebagaimanya. Komunikasi pada usia tersebut
sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya
tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mulai merasa kecewa dan
rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat
pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada
usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada
mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan,
menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus
diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap
mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan
aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan
maksud anak mudah diajak komunikasi, mengatur jarak interaksi di
mana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak,
31
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau
curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang
dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi
mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa
transisi dalam bersikap dewasa.
33
3 Kerangka Pikir
34
35
Waktu penelitian telah dilaksanakan mulai bulan Apri sampai bulan Juni 2019
b. Triangulasi Pengamat
40