Anda di halaman 1dari 9

Penggunaan Media Pembelajaran Bermuatan Kearifan Lokal

Pada Pembelajaran BIPA di Luar Negeri

Adni Rofiqoh (2101416049)


adnirofiqoh@gmail.com
Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang

Abstrak

Penelitian ini ditulis bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai pembelajaran BIPA


di luar negeri. Dalam mengajar BIPA juga diperlukan pemahaman mengenai karakteristik
pemelajar terlebih dahulu. Terlebih karakteristik pemelajar BIPA ketika mengajar di luar
negeri yang pada umumnya homogen. Menjadi pengajar BIPA diluar negeri merupakan
representatif Indonesia secara keseluruhan. Oleh sababnya pemahaman dalam hal
kebudayaan sangat diperlukan. Dalam menciptakan iklim pembelajaran BIPA yang inovatif
maka diperlukan media-media penunjang. Terlebih bagi pengajar BIPA di luar negeri. Hal
tersebut dapa turut serta membantu untuk memberikan gambaran mengenai kebudayaan
Indonesia. Dalam pembahasan di artikel ini disampaikan pula mengenai penggunaan media
bermuatan kearifan lokal yang dapat mendukung pemelajar dalam memahami budaya
Indonesia dengan baik.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di era disrupsi saat ini. Perkembangan diberbagai aspek pun berkembang pesat.
Tidak terkecuali dengan bahasa. Akses yang semakin mudah dijangkau tidak membatasi
pemelajar bahasa untuk belajar bahasa di berbagai negara. Salah satunya yakni bahasa
Indonesia. Seiring dengan wacana internasionalisasi, kini bahasa Indonesia semakin
banyak diminati oleh warga asing. Banyak diantara mereka yang sengaja datang ke
Indonesia untuk belajar bahasa Indonesia secara langsung di negaranya. Lain halnya
dengan pemelajar bahasa Indonesia di luar negeri. Mereka pun rela mendatangkan
pengajar dari Indonesia untuk mengajar mereka di negaranya. Hal tersebut menunjukkan
bahwa bahasa Indonesia semakin banyak diminati oleh penutur asing. Kondisi ini pun tidak
menutup kemungkinan terwujudnya internasionalisasi bahasa Indonesia.

Eksistensi bahasa Indonesia saat ini diharapkan mampu menjadi bahasa budaya
dan bahasa Iptek di tengah arus globalisasi. Termaktub dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Di mana pada pasal 44 ayat 1 dijelaskan bahwa pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa
Indonesia sebagai bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.

Tertulis jelas bahwa diharapkan bahasa Indonesia mampu membuana hingga skala
Internasional. Dalam hal ini masyarakat pun memegang andil yang cukup besar.
Konsistensi masyarakat sangat dibutuhkan untuk tetap mempertahankan berbahasa
Indonesia. Senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa peran serta masyarakat juga
penting dengan berkomitmen untuk setia dan bangga sebagai penutur bahasa Indonesia
sebagai bahasa komunikasi yang efektif dalam menghadapi era masyarakat ekonomi
ASEAN saat ini (Ngelu, 2015:159 dalam Ningrum, dkk., 2017). Konsistensi menggunakan
bahasa Indonesia juga

Salah satunya didukung oleh keberadaan BIPA yang menjadi sarana


internasionalisasi Bahasa Indonesia ditengah arus globalisasi. BIPA sudah menjadi suatu
wadah bagi warga negara asing yang berkeinginan belajar bahasa Indonesia. Eksistensi
BIPA pun sudah mengalami peningkatan ditengah permintaan negara-negara yang ingin
membelajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing mereka. Tidak hanya itu bebarapa
mahasiswa asing dari berbagai negara juga mendapatkan beasiswa dari Universitas
masing-masing untuk belajar bahasa Indonesia di Indonesia. Laju perkembangan ini
menunjukkan grafik yang signifikan bagi bahasa Indonesia yang sudah mulai dikenal dan
dipelajari oleh berbagai negara di dunia.

Terkait dengan pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di luar
negeri, peluang bahasa Indonesia untuk dikembangkan menjadi bahasa Internasional
paling tidak di Asia dan Asia Tenggara memang terbuka lebar (Rafiek, 2014:6 dalam
Ningrum, dkk., 2017). Bahasa Indonesia sudah banyak diajarkan di berbagai universitas di
luar negeri. Bahkan tidak hanya ASEAN, namun juga sudah merambah ke Asia, Australia,
Rusia, Jepang, Amerika Serikat, Cina, Jerman, dan lain-lain. Menurut Soegihartono
(2012:142) dalam Ningrum, dkk., 2017 pengajaran BIPA telah tersebar di seluruh benua
dengan 179 lembaga penyelenggara. Diantara berbagai negara tersebut, Australia
menempati posisi teratas dengan banyaknya lembaga yang menyelenggarakan BIPA. Di
Australia program pengajaran bahasa Indonesia tidak hanya dilakukan pada jenjang
universitas saja, namun sudah diajarkan sejak jenjang sekolah dasar. Kondisi ini semakin
memperkuat bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua di Australia.
Perkembangan BIPA telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama
kurun waktu empat tahun terakhir. Hal in diungkapkan oleh Widiyanto (2017) bahwa
pengiriman pengajar ke luar negeri yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan dan
Diplomasi Kebahasaan. Peningkatan tersebut juga berdampak pada perkembangan BIPA
di Australia selama kurun waktu terkahir ini. Pada tahun 2017 Presiden Joko Widodo telah
meresmikan tiga balai bahasa Indonesia di Australia. Hal ini merupakan suatu
perkembangan sekaligus langkah serius dalam pengembangan bahasa Indonesia bagi
penutur asing di luar negeri yakni Australia.

Perkembangan BIPA yang semakin membuana tentu membuka peluang untuk turut
membuanakan budaya Indonesia. Melalui pertukaran pelajar/mahasiswa dapat menjadi
sarana untuk turut mengenalkan budaya Indonesia. Terlebih darmasiswa atau pun
mahasiswa dari luar negeri yang belajar di Indonesia dan menetap lama. Tentu ini menjadi
peluang besar untuk turut mengenalkan dan membelajarkan budaya Indonesia. Dalam
praktiknya, membelajarkan bahasa Indonesia kepada mahasiswa asing secara tidak
langsung memang disertai dengan pendidikan karakter serta budaya Indonesia.
Pembelajaran ini juga akan membekali pembelajar BIPA tentang kerampilan berbahasa
sekaligus pemahaman mengenai keragaman budaya Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar
nantinya pemelajar BIPA tidak hanya mahir berbahasa Indonesia namun juga memahami
konsep budaya serta adat istiadat di Indonesia (Rohimah, 2018). Salah satu cara untuk
membelajarkan budaya yakni melalui media-media pembelajaran inovatif kearifan lokal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik pemelajar BIPA di luar Negeri?


2. Bagaimana sistem pembelajaran BIPA di luar negeri?
3. Bagaimana media pembelajaran inovatif bermuatan kearifan lokal nusantara?

II. PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Pemelajar BIPA di Luar Negeri
Karakteristik pemelajar BIPA di luar negeri pada umumnya memiliki
karakteristik yang sama. Hal serupa dinyatakan oleh Widianto (2017:133) bahwa
karakteristik pembelajar BIPA pada umumnya homogen. Hal tersebut dikarenakan
mereka tinggal dalam satu negara yang sama. Pengajar BIPA akan lebih mudah
dalam membelajarkan suatu materi kepada pemelajar BIPA. Hal ini dikarenakan
pemelajar BIPA berlatar belakang budaya yang sama. Sehingga dalam
mengenalkan budaya Indonesia pun akan lebih mudah. Salah satu strategi dalam
mengenalkan budaya Indonesia dengan cara membandingkan budaya Indonesia
dengan budaya yang ada di negara tersebut.
Pembelajaran budaya pembelajaran BIPA sangatlah penting. Hal ini
dikarenakan dalam belajar bahasa tidak hanya bahasa saja namun juga dengan
pemahaman lintas budaya yang ada di negara tersebut juga turut dipelajari. Peran
pembelajaran budaya sangatlah penting dalam keberlangsungan pembelajaran
BIPA. Hal tersebut digunakan sebagai upaya untuk menghindari terjadinya gegar
budaya atau (shock culture) ketika berkomunikasi langsung dengan penutur jati
(penutur asli).
Sosok pembelajar BIPA sebagai penutur asing bahasa Indonesia memiliki
karakteristik tertentu, terutama tampak pada (1) ciri personal, (2) latar belakang
sosial, (3) bidang (4) pengetahuan / kemampuan, (5) minat, (6) tujuan belajar, (7)
strategi belajar, dan (8) waktu belajar (Widianto, 2017). Kondisi tersebut berdampak
pada proses pembelajaran BIPA. Seperti halnya yang diungkapkan Ibu Titik selaku
pengajar BIPA di Bulgaria berdasarkan wawancara beberapa waktu lalu. Beliau
mengatakan bahwa selama mengajar di Bulgaria perlu adanya kesadaran dalam
memahami karakteristik dari pemelajar BIPA. Salah satunya waktu belajar,
dikarenakan beberapa dari mereka merupakan seorang pekerja sehingga kurang
maksimal dalam hal kehadiran. Selain itu beliau selaku pengajar pun tidak bisa
menerapkan syarat kehadiran minimal 75% sebagaimana yang diterapkan di
Indonesia. Melihat kondisi tersebut tentu menjadi pelajaran bagi pengajar BIPA
untuk lebih memahami kondisi dan karakteristik mereka yang tentu jauh berbeda jika
dibandingkan dengan mengajar siswa non BIPA di Indonesia.
Bahwasannya pembelajaran BIPA diselenggarakan dengan tujuan yang
berbeda-beda. Seperti tujuan pariwisata, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya.
Namun perbedaan-perbedaan tersebut harus mampu ditangani oleh pengajar agar
mampu memfokuskan pembelajaran agar mereka dapat berbahasa Indonesia
dengan baik. Pengajar juga harus mampu menumbuhkan motivasi kepada
pemelajar BIPA untuk mau belajar bahasa Indonesia dengan semangat. Perbedaan-
perbedaan tujuan tersebut tidak mengurangi esensi dari pembelajaran BIPA pada
umumnya yakni membelajarkan bahasa Indonesia kepada penutur asing agar
mereka dapat berbahasa Indonesia dengan baik.
Selain berfokus pada pembelajaran bahasa, pembelajaran BIPA juga
didesain dengan membelajarkan pemahaman budaya Indonesia. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan negara tentu budaya pun sebagian besar berbeda.
Oleh sebabnya perlu adanya pembelajaran budaya dalam pembelajaran BIPA untuk
mengurangi terjadinya gegar budaya. Dalam pembelajaran BIPA di luar negeri tentu
berbeda dengan pembelajaran BIPA di dalam negeri. Di luar negeri pembelajaran
budaya dapat disampaikan langsung oleh pengajar atau melalui media-media
pembelajaran. Oleh sebabnya seorang pengajar BIPA di luar negeri merupakan
represetatif dari Indonesia seutuhnya.

2.2 Sistem Pembelajaran


Pembelajaran BIPA tidaklah sama dengan pembelajaran bahasa Indonesia
dengan siswa penutur asli Indonesia. Namun tidak pula pembelajaran seperti hal
nya anak TK dengan iringan nyanyian maupun tepuk tangan setiap saat.
Pembelajaran BIPA sama halnya dengan masyarakat Indonesia ketika belajar
bahasa Inggris. Materi yang diajarkan sederhana dimulai dari hal yang paling mudah
di lingkungan sehari-hari kita. Memang materi yang diajarkan hampir sama seperti
materi anak-anak namun sistem pembelajarannya tetap disesuaikan dengan jenjang
umur pemelajar yang bukan lagi seorang anak-anak. Ketika mengajar pemelajar
tetap diperlakukan seperti orang dewasa pada umumnya. Hanya saja karena
mereka merupakan pemula, maka pengajar haruslah menggunakan intonasi yang
pelan agar mereka dapat mengerti apa yang pengajar maksud.
Sistem pembelajaran BIPA di Indonesia dengan di luar negeri dari segi
materi sama. Namun dari karakteristik pemelajar, kultur, dan daerah tentu berbeda.
Perbedaan-perbedaan itulah yang membuat sistem pembelajaran BIPA di dalam
dan di luar negeri berbeda. Seperti hanya yang disampaikan oleh Ibu Titik yang
berpengalaman mengajar BIPA di Bulgaria. Beliau mengatakan bahwa pada saat
awal-awal pembelajaran saat pertama kali mengajar ia menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar. Namun seiring berjalannya waktu beliau pun
mulai membiasakan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagaimana yang
telah diajarkan berulang-ulang selama berkomunikasi. Penggunaan bahasa Inggris
pada awal pembelajaran dikarenakan mayoritas bahasa Inggris pemalajar rerata
sudah baik. Hal ini tentu cukup memudahkan pengajar, hingga kemudian
membiasakan mereka dengan menggunakan bahasa Indonesia sesuai yang telah
mereka pelajari.
Dalam pembelajaran BIPA, pemelajar tidak hanya belajar bahasa. Berbagai
aspek juga turut terlibat dalam pembelajaran BIPA. Aspek sosial budaya salah
satunya. Aspek tersebut memiliki peranan penting dalam keberlangsungan
pembelajaran BIPA. Perananya yakni untuk menghindari terjadinya gegar budaya.
Hal ini dikarenakan pemelajar BIPA yang memiliki latar belakang budaya yang
berbeda-beda sehingga perlu adanya pemahaman budaya Indonesia terlebih ketika
berkomunikasi dengan penutur asli nantinya. Keberadaan aspek-aspek
pembelajaran BIPA berperan dan didudukkan secara fungsional dan proporsional
dalam kebijakan penyelenggaraan BIPA. (1) latar belakang individu pemebelajar,
(2) motivasi pembelajar, (3) pengelolaan kelas (dalam dan luar) melalui elaborasi
materi dan kolaborasi kegiatan, (4) lingkungan penggunaan bahasa di masyarakat,
dan (5) pengalaman faktual (pajanan berbahasa dan problematika). Pembelajaran
BIPA memerlukan upaya yang beraneka, seperti halnya pembelajaran bahasa asing
lainnya (Widianto, 2017:125).
2.3 Media Pembelajaran Inovatif Bermuatan Kearifan Lokal Nusantara
Dalam pengajaran BIPA tidak hanya dirancang untuk program pengajaran
bahasa saja namun juga diharapkan pembelajar BIPA dapat turut mempelajari
budaya msyarakat Indonesia. Budaya sebagai salah satu materi yang penting, maka
terdapat standar yang harus dikuasai oleh pebelajar BIPA. Selaras dengan itu
Saddhono (dalam Rohimah, 2018) berpendapat bahwa culture aspects also became
one of the five standards for foreign language mastery, including BIPA, in which the
position can not be removed form four other standards. The five standards which
must be gained by foreign language learners include: (1) communication, (2) culture,
(3) connection, (4) comparison, and (5) communities. Maka dari itu materi-materi
dalam BIPA harus sarat dengan budaya. Dalam memberikan materi bahasa
Indonesia seharusnya aspek konteks budaya juga diberikan, karena dalam
masyarakat terdapat ragam formal dan percakapan yang harus dipahami oleh
mahasiswa asing sehingga tidak terjadi kesalahan pemakaian bahasa.
Media pembelajaran merupakan penunjang dan pelengkap dalam suatu
pembelajaran. Keberadaan media dapat memudahkan pemelajar dalam memahami
maksud dari materi yang disampaikan. Senada dengan pembelajaran BIPA,
keberadaan media tentu dapat menciptkan iklim pembelajaran yang lebih menarik
dengan media inovatif. Terlebih dalam pembelajaran budaya. Media sangat
dibutuhkan dalam memberikan gambaran baik secara langsung maupun tidak
langsung. Terutama dalam pembelajaran BIPA di luar negeri, penggunaan media
sangat membantu pengajar dalam memberikan gambaran budaya di Indonesia. Hal
tersebut juga dapat membantu pengajar yang kurang mengusai beberapa hal
mengenai kebudayaan Indonesia.
Dalam menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif diperlukan adanya
media yang menarik. Penggunaan media yang inovatif juga dapat menumbuhkan
semangat pemelajar dalam belajar BIPA khususnya budaya Indonesia. Terlebih
dalam pembelajaran BIPA di luar negeri, pengajar harus mampu membuat media
yang inovatif guna memberikan gambaran budaya Indonesia. Ragam media yang
dapat digunakan dapat pula berupa modifikasi media-media pembelajaran pada
pelajaran bahasa Indonesia biasa dengan diberikan muatan kearifan lokal. Seperti
media dongeng, wayang, permainan tradisional, dan lain sebagainya. Media-media
tersebut dapat menjadi alternatif dalam mengenalkan budaya Indonesia ketika
mengajar BIPA di luar negeri.
Pemahaman budaya yang tinggi dapat membantu penutur asing terhindar
dari benturan budaya dengan penutur asli. Dengan begitu, komunikasi dapat
berjalan efektif. Komponen sosial budaya dalam pembelajaran berbicara bahasa
Indonesia untuk penutur asing meliputi:
a. Pengetahuan tentang kehidupan sosial dan budaya masyarakat di
Indonesia
b. Kebudayaan/ ciri khas daerah-daerah di Indonesia
c. Sistem/norma yang ada di Indonesia, dan d. Pariwisata dan kesenian
daerah yang ada di Indonesia.
Komponen-komponen sosial budaya juga berisi tentang sejarah, letak,
kebudayaan, agama, norma/peraturan yang berlaku di Indonesia. Setiap komponen
sosial budaya bisa dijabarkan dalam tema-tema khusus yang menyinggung soalsoal
pengembangan masyarakat Indonesia di berbagai bidang (Ulumuddin dan
Wismanto dalam Rohimah, 2018

III. PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman
karakteristik pemelajar adalah hal yang paling medasar dan penting untuk
dipehatikan oleh pengajar. Pemahaman karakteristik akan membuat pemelajar
merasa nyaman dan senang ketika belajar bahasa Indonesia. Oleh sebabnya
pengajar pun tidak diperkenankan untuk menyamaratakan karakteristik pemelajar
ketika mengajar. Hal tersebut juga berkaitan dengan latar belakang budaya masing-
masing pemelajar yang harus diperhatikan oleh pengajar ketika pembelajaran BIPA
baik di dalam negeri maupun luar negeri. Budaya juga menjadi aspek yang dipelajari
ketika pemelajar belajar bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan guna mencegah
terjadinya gegar budaya yang terjadi antar pemelajar. Pembelajaran budaya di luar
negeri haruslah menggunakan media guna menunjang pemahaman pemelajar. Oleh
sebabnya diperlukan penggunaan media yang inovatif agar pembelajaran BIPA lebih
menarik. Selain itu juga dapat menyisipkan muatan kearifan lokal agar lebih
mengenalkan budaya Indonesia melalui media pembelajaran BIPA.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas maka dapat diambil saran untuk pengajar
BIPA. Untuk pengajar BIPA khususya di luar negeri harus lebih memerhatikan aspek
budaya. Hal ini dikarenakan pengajar BIPA di luar negeri membawa budaya
Indonesia ke negara tempat ia mengajar. Oleh sebabnya budaya menjadi hal penting
yang harus dikuasai pengajar. Apabila tidak memungkinkan pengajar dapat
menggunakan media-media interaktif agar pembelajaran dapat berlangsung
menyenangkan.
Daftar Pustaka

Ningrum, Rifqia Kartika, Waluyo, Herman J., Winarti, Retno. 2017. BIPA (Bahasa Indonesia
Penutur Asing) Sebagai Upaya Internasionalisasi Universits Di Indonesia. The 1st
Education and Language International Conference Procedings Center for International
Development of Unissula. p.126-732.
Rohimah, Dya Fatkhiyatur. 2018. Internasionalisasi Bahasa Indonesia Dan Internalisasi
Budaya Indonesia Melalui Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA). Jurnal
Humaniora Vol: 2 No: 2 Tahun 2018.
Widanto, Eko. 2017. Media Wayang Mini Dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Bagi Pemelajar Bipa A1 Universitas Ezzitouna Tunisia. Jurnal Kredo Vol. 1 No. 1
Oktober 2017. s

Anda mungkin juga menyukai