Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan sistem endokrin merupakan suatu gangguan sistem tubuh yang
melibatkan banyak aspek. Hal ini disebabkan sistem endokrin
dipertimbangkan sebagai salah satu sistem tubuh yang kompleks. Diabetes
melitus sebagai salah satu gangguan sistem endokrin disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan insulin. Diabetes mellitus
adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, jika
telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular
mikroangiopati (Price, 2005).
World Health Organization (WHO) melaporkan, Indonesia menempati
urutan keempat sebagai negara penyandang DM terbanyak di dunia setelah
India, China, dan Amerika Serikat. Berdasarkan data Riskesdas 2007,
berdasarkan penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruh
Indonesia, dilaporkan, bahwa jumlah penyandang diabetes pada anak dan
remaja di bawah 20 tahun ditemukan sebanyak 731 anak dan remaja.
Sebagian besar penderita DM pada anak termasuk dalam DM tipe-1,
namun akhir-akhir ini prevelensi DM tipe-2 pada anak juga meningkat.
Diabetes Mellitus (DM) tipe-1 merupakan salah satu penyakit kronis yang
sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian berkat
kemajuan teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe-1 tetap dapat
sepadan dengan anak-anak normal lainnya jika mendapat tata laksana yang
adekuat.
Penderita DM memiliki prinsip penatalaksanaan yang khusus, yakni tepat
jumlah, jenis dan jadwal. Hal tersebut berhubungan dengan pengelolaan obat
hingga nutrisi.
Anak-anak dan remaja yang memiliki diabetes tipe 1 membutuhkan gizi
seimbang yang memiliki cukup kalori dan nutrisi untuk pertumbuhan normal.
Perawat perlu berpartisipasi secara aktif dari sejak pengkajian sampai
dengan evaluasi tindakan. peran tenaga keperawatan dalam memberikan

1
keperawatan pada klien ini menjadi sangat penting terutama setelah diagnosis
ditegakkan agar komplikasi yang serius tidak terjadi, seperti salah satu contoh
gangguan saraf tepi dengan gejala berupa kesemutan, terutama pada kaki di
waktu malam sehingga mengganggu tidur.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada klien anak dengan
Diabetes melitus dan nutrisi pada anak Diabetes Mellitus
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Sistem endokrin
2. Mengetahui definisi dan klasifikasi tentang diabetes melitus.
3. Mengetahui dan memahami tentang etiologi diabetes melitus.
4. Mengetahui dan memahami tentang patofisiologi diabetes mellitus
tipe 1
5. Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis diabetes
mellitus tipe 1
6. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan diagnostik
diabetes melitus.
7. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan diabetes
melitus.
8. Mengetahui dan memahami tentang komplikasi diabetes melitus.
9. Mengetahui dan memahami tentang prognosis diabetes mellitus
pada nutrisi anak
10. Mengetahui dan memahami tentang WOC diabetes melitus.
11. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan diabetes melitus.

1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan
mampu membuat asuhan keperawatan dengan masalah diabetes mellitus dan
pemenuhan nutrisinya khususnya pada anak serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

2
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Endokrin


Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol
dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja
untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
A. Struktur sistem endokrin;
1) Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada
permukaan tubuh, seperti kulit, atau organ internal, seperti lapisan
traktus intestinal.
2) Kelenjar endokrin termasuk hepar, pankreas (kelenjar eksokrin dan
endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata.
Sebaliknya, kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung ke
dalam darah. (Rumahorbo, 1999)

B. Fungsi sistem endokrin


1) Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang
sedang berkembang
2) Menstimulasi urutan perkembangan
3) Mengkoordinasi sistem reproduktif
4) Memelihara lingkungan internal optimal

Gambar 1 Sistem Endokrin. (Black,Jacobs,Matassarin.1997)

3
C. Struktur Kelenjar Endokrin
Ada dua tipe kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Klenjar
eksokrin melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh,
seperti kulit, atau organ internal, seperti lapisan truuktus intestinal.
Kelenjar endokrin termasuk hepar, pankreas, payuddara, dan kelenjar
lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya kelenjar endokrin melepaskan
sekresinya langsung kedalam darah.(Rumahorbo,1999)
a. Derivat asam amino – dikeluarkan oleh sel kelenjar buntu yang
berasal dari jaringan nervus medulla supra renal dan neurohipofise,
contoh epinefrin dan norepinefrin
b. Petide /derivat peptide – dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari
jaringan alat pencernaan
c. Steroid – dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal dari mesotelium,
contoh hormon testes, ovarium dan korteks suprarenal.
d. Asam lemak – merupakan biosintesis dari dua FA, contoh hormon
prostaglandin

D. Klasifikasi Sistem Endokrin


a. Hormon yang larut dalam air termasuk polipeptida (mis., insulin,
glukagon, hormon adrenokortikotropik (ACTH), gastrin) dan
katekolamin (mis., dopamin, norepinefrin, epinefrin)
b. Hormon yang larut dalam lemak termasuk steroid (mis., estrogen,
progesteron, testosteron, glukokortikoid, aldosteron) dan tironin
(mis., tiroksin).

Kelenjar Pankreas
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang bentuknya memanjang,
strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira 15
sentimeter, tebalnya kurang lebih 2,5 sentimeter, mulai dari duodenum
sampai limpa, dan dilukiskan terdriri atas tiga bagian.Kepala pankreas yang
paling lebar, terletak didalam lekukan duodenum, dan yang secara otomatis
melingkarinya. Badan pankreas merupakan bagian utama pada organ itu,

4
letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama. Ekor
pankreas adalah bagian yang runcing di sebelah kiri, yang sebenarnya
menyentuh limpa (Pearce, 2009). Pankreas mendapat darah dari arteri
lienalis dan arteri mesentrika superior dan dipersarafi oleh saraf-saraf
simpatis dari cabang-cabang nervus vagus. Duktus pankreatikus bersatu
dengan duktus koledukus dan masuk ke duodenum, pankreas menghasilkan
dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin (Syaifuddin,
2011).
Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin melalui bagian kelompok
sel yang membentuk pulau-pulau atau biasa disebut dengan pulau-pulau
Langerhans. Dalam tubuh manusia terdapat sekitar 1-2 juta pulau-pulau
Langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan. Setengah dari sel
ini mensekresi hormon insulin (Syaifuddin, 2011).

Gambar 2 Hati, Sistem Bilier dan Pankreas (Brunner & Suddarth, 2002)
Dalam tubuh manusia pulau Langerhans menghasilkan empat jenis sel:
1. Sel-sel  (Alfa) sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi
Glukagon adalah antagonis dari insulin: yang disekresi pada saat
kadar gula darah dalam darah rendah dan pada prinsipnya
menaikkan kadar gula di dalam darah.
2. Sel-sel  (Beta) 60-80% fungsinya membuat insulin yang disekresi
sebagai respon atas meningkatnya konsentrasi glukosa dalam plasma
darah.Gula darah yang tinggi merangsang pankreas untuk
menghasilkan insulin dalam jumlah yang tinggi.

5
3. Sel-sel  5-15% membuat somatostatin
Hampir semua faktor yang berhubungan dengan pencernaan
makanan akan merangsang sekresi somatostatin. Faktor-faktor ini
adalah naiknya kadar glukosa darah, naiknya kadar asam amino,
naiknya kadar asam lemak, dan naiknya konsentrasi beberapa
macam hormon pencernaan yang dilepaskan olehh bagian atas
saluran cerna sebagai respon terhadap asupan makanan.
Somatostatin mempunyai berbagai efek penghambat berikut ini :
a. Somatostatin bekerja secara lokal di dalam pulau Langerhans
sendiri guna menekan sekresi insulin dan glukagon
b. Somatostatin menurunkan motilitas lambung, duodenum dan
kandung empedu
c. Somatostatin mengurangi sekresi dan absorbsi dalam saluran
cerna
4. Sel-sel F 1% mengandung dan mensekresi pankreatik polipeptida.
Hingga kini belum banyak yang diketahui tentang fungsinya atau
yang mengendalikan sekresinya

Gambar 3 Pulau-pulau Langerhans (Gibson, 2003)

Hormon Insulin
Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino,
satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sebelum dapat
berfungsi ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam
membran sel. Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah, bila

6
berlebihan akan merangksang sekresi insulin dan sebaliknya (Syaifuddin,
2011).

Gambar 4 Kontrol Homeostatik (Pearce, 2009)

2.2 Pengertian Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus (DM) adalah sebuah gangguan atau kerusakan
keseimbangan proses metabolik yang dikontrol oleh insulin yang menimbulkan
abnormalitas dari metabolisme karbohidrat dan gula. DM-type 1 (atau biasa
dikenal dengan diabetes juvenil onset dan DM Dependent insulin) disebabkan
oleh pengurangan mutlak dari insulin, yang merupakah akibat dari hilangnya Beta
sel prankeas dalam memproduksi insulin. Sedangkan DM-tipe 2 ditandai dengan
dua kerusakan. Yang paling awal kelainan pada seorang individu yang
mengembangkan diabetes mellitus tipe 2 adalah resistensi insulin, yang awalnya
dikompensasi dengan peningkatan sekresi insulin. Diabetes tipe 2 mellitus
kemudian berkembang karena disfungsi dalam sekresi insulin yang mencegah
sekresi tersebut.(David,2008)
2.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut (ADA,2001):
1) Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)

7
2) Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya
4) Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 diabetes
melitus dibagi menjadi :
1) Diabetes Mellitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut, baik melalui proses imunologik atau idiopatik.
2) Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin.
3) Diabetes Mellitus Tipe lain
a. Defek Genetik Fungsi sel beta
kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20,
deoxyribonucleid acid(DNA) Mitokondria.
b. Defek Genetik Kerja Insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-
Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
c. Penyakit Eksokrin Pankreas
Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic
fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
d. Endokrinopati
Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme, somatostatinoma, aldosteronoma.
e. Karena obat/zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon
tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa, diazoxide, agonis β-
adrenergic.
f. Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).

8
g. Imonologi (Jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.
h. Sindrom Genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea,
Sindrom Prader Willi, ataksia friedreich’s, sindrom
laurence-Moon-Biedl.
i. Diabetes Mellitus Gestional (Kehamilan)
Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul
selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena
dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani
dengan benar. (Konsensus Pengelolaan DM Type 1
Nasional,2009)
2.3 Diabetes Mellitus pada Anak (Type 1)
2.3.1 Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) tipe-1 merupakan hasil dari ketidakmampuan
untuk memproduksi dan mensekresikan sejumlah insulin yang adequat.(Susan
Rowen James,2013) akibat kehilangan beta sel pankreas(Cooke,2008). Juga salah
satu penyakit kronis yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun
demikian berkat kemajuan teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM
tipe-1 tetap dapat sepadan dengan anak-anak normal lainnya jika mendapat tata
laksana yang adekuat. Sebagian besar penderita DM pada anak termasuk dalam
DM tipe-1, namun akhir-akhir ini prevelensi DM tipe-2 pada anak juga
meningkat. (Konsensus Pengelolaan DM Type 1 Nasional,2009) .
DM tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa
yang ditandai dengan hiperglikemia kronis. Keadaan tersebut disebabkan
kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga
produksi insulin berkurang bahkan terhenti. (Pulungan dan Herqutanto,2009)
2.3.2 Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya

9
kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Genetik
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran
munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5
kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe
HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit
keturunan yang diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen
kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan
90% untuk wanita.
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh
karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari
lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan
human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik
dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan
sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang
menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Virus atau
mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.

3. Faktor Imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel
bata pankreas.

10
2.3.3Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai
hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas
dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian
pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput
pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua
jaringan utama yaitu :
1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon
langsung kedalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap


pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi
pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel
utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60
% dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan
mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam
sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang
lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga
kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin.
Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian
diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang
diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses
yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran
darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh
sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh
sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000.

11
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam
tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon
yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang
dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau
langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam
keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan
dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui
perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi glukosa
kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau
dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk
pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat
ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel
beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa
dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen
vaskular yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan
meningkatkan konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan
menyebabkan osmotik diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan
cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam rongga interstisial
kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik menyebabkan

12
banyaknya cairan yang hilang melalui urine(polyuria) sehingga sel akan
kekurangan cairan dan muncul gejala Polydipsia(kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan
potasium dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak
adanya glukosa yang mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation”
(kekurangan makanan atau kelaparan) sehingga menimbulkan
gejala polyphagia, fatigue dan berat badan menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga
menyebabkan lolos dalam urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga
efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat
mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya
ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang
disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon
plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen
untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin
lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara
genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun
yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang
diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan
oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan
antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan
genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi
sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B
setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga

13
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin
dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang
menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon
autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau
yang dikenal dengan istilah autoregresi.

2.3.4 Manifestasi Klinis


Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
( diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat,
tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita
biasanya datang dengan ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis.
Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik yang
klasik seperti:
1. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
2. Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya
DM tipe 1 pada anak.
3. Polidipsia
4. Poliphagia
5. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
6. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
7. Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi
akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini
dapat mengakibatkan asidosis dan koma.
8. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat
terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan
pembentukan katarak.

14
9. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau
aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan
kesadaran ( koma )

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:


I. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan
diagnosis. Fase ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi
maupun trauma fisik.
II. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut
penyakit ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan
terhadap insulin.
III. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan
insulin menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin
tidak disesuaikan. Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih
menyebabkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus
dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan pemeriksaan urin
reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase
ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa
fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
IV. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase
ini terjadi kekurangan insulin endogen.

2.3.5 Pemeriksaan dan Kriteria Diagnostik


2.3.5.1 Pemeriksaan Kadar Glukosa
Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah
kapiler < 126 mg/dL (7 mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik
untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan

15
glukosa darah. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi
salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat
badan yang menurun, dan kadar glukasa darah sewaktu >200
mg/dL (11.1 mmol/L).
2. Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah
sewaktu >200 mg/dL atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi
dari normal dengan tes toleransi glukosa yang terganggu pada lebih
dari satu kali pemeriksaan.

2.3.5.1.1 Tes Toleransi Glukosa


Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu
dilakukan
untuk mendiagnosis DM tipe-1, karena gambaran klinis yang khas.
Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan
yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun
pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan. Dosis
glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/kgBB
(maksimum 75 g). Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam
200-250 ml air) dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa
dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200
g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan anak puasa semalam
menjelang TTG dilakukan. Selama tiga hari sebelum TTG
dilakukan, aktifitas fisik anak tidak dibatasi. Anak dapat melakukan
kegiatan rutin sehari-hari. Sampel glukosa darah diambil pada
menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60 dan 120.
2.3.52. Penilaian hasil tes toleransi glukosa
1. Anak menderita DM apabila:
Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau Kadar
glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:
Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan Kadar
glukosa darah pada jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L)

16
3. Anak dikatakan normal apabila : Kadar glukosa darah puasa
(plasma) <110 mg/dL (6,7 mmol/L) dan Kadar glukosa darah pada
jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11 mmol/L)
2.3.6 Penatalaksanaan
. Sasaran dan tujuan khusus pengelolaan DM tipe-1 pada anak
Sasaran Tujuan khusus

1. Bebas dari gejala penyakit 1. Tumbuh kembang optimal


2. Dapat menikmati kehidupan 2. Perkembangan emosional normal
sosial 3. Kontrol metabolik yang baik tanpa
3. Terhindar dari komplikasi menimbulkan hipoglikemia
4. Hari absensi sekolah rendah dan aktif
berpartisipasi dalam kegiatan sekolah
5. Pasien tidak memanipulasi penyakit
6. Pada saatnya mampu mandiri
mengelola penyakitnya.

2.3.6.1 Pemberian Insulin


Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup
penderita DM tipe-1. Terapi insulin pertama kali digunakan pada
tahun 1922, berupa insulin regular, diberikan sebelum makan dan
ditambah sekali pada malam hari. Namun saat ini telah
dikembangkan beberapa jenis insulin yang memungkinkan
pemberian insulin dalam berbagai macam regimen.
Kerja Insulin
Awitan, puncak kerja, dan lama kerja insulin merupakan
faktor yang menentukan dalam pengelolaan penderita DM.
Respons klinis terhadap insulin tergantung pada beberapa faktor:
• Umur individu
• Tebal jaringan lemak
• Status pubertas
• Dosis insulin
• Tempat injeksi
• Latihan (exercise)
• Kepekatan, jenis, dan campuran insulin
• Suhu ruangan dan suhu tubuh

17
Jenis Insulin
Sebelum era tahun 80-an, penggunaan insulin masih
memakai produk
hasil purifikasi kelenjar pankreas babi atau sapi. Namun setelah
dikembangkannya teknologi DNA rekombinan, telah dihasilkan
insulin rekombinan manusia yang sudah digunakan secara luas saat
ini. Insulin rekombinan ini lebih disukai sebagai pilihan utama
karena selain dapat diproduksi secara luas juga mempunyai
imunogenitas yang lebih rendah dibandingkan insulin babi dan
sapi.
Jenis dan Proses Kerja Insulin

Para ahli sepakat bahwa insulin kerja panjang kurang sesuai untuk
anak, kecuali pada regimen basal bolus. Jenis insulin yang digunakan
harus disesuaikan dengan usia anak (proses tumbuh kembang anak),
aspek sosioekonomi (pendidikan dan kemampuan finansial),
sosiokultural (sikap Muslim terhadap insulin babi), dan faktor
distribusi obat.

18
Dua hal yang perlu penting dikenali pada pemberian insulin adalah
efek Somogyi dan efek Subuh (Dawn effect). Kedua efek tersebut
mengakibatkan hiperglikemia pada pagi hari, namun memerlukan
penanganan yang berbeda. Efek Somogyi terjadi sebagai kompensasi
terhadap hipoglikemia yang terjadi sebelumnya (rebound effect).
Akibat pemberian insulin yang berlebihan terjadi hipoglikemia pada
malam hari (jam 02.00-03.00) yang diikuti peningkatan sekresi
hormon kontra-insulin (hormon glikogenik). Sebaliknya efek subuh
terjadi akibat kerja hormon-hormon kontra insulin pada malam hari.
Efek Somogyi memerlukan penambahan makanan kecil sebelum tidur
atau pengurangan dosis insulin malam hari, sedangkan efek Subuh
memerlukan penambahan dosis insulin malam hari untuk menghindari
hiperglikemia pagi hari.
Interaksi Obat
Beberapa bahan berikut harus dipertimbangkan jika digunakan
dengan insulin:
• Alkohol : dapat menurunkan kadar glukosa darah
• Aspirin : dosis besar dapat menurunkan kadar glukosa darah
• Kafein : dosis besar dapat menaikkan kadar glukosa darah
• Kokain : dapat menaikkan kadar glukosa darah

Obatan-obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah adalah:


• Kortikosteroid
• Diazoxid (Hyperstat, Proglycem)
• Diuretik
• Epinefrin
• Estrogen
• Lithium karbonat
• Niacin
• Fenobarbital
• Dilantin
• Tiroid

19
Obat-obat yang dapat menurunkan kadar gula darah
 Steroid anabolik
 Kloramfenikol
 Klofibrat
 Koumarin
 Metildopa
 MAO inhibitors
 Fenilbutazon
 Propanolol

Teknik Penyuntikan
Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan
melakukan ‘pinched’ (cubitan) dan jarum suntik harus membentuk
sudut 450, atau 900bila jaringan subkutannya tebal. Untuk penyuntikan
tidak perlu menggunakan alkohol sebagai tindakan aseptik pada
kulit.Tempat penyuntikan dapat dilakukan di abdomen, paha bagian
depan, pantat, dan lengan atas. Penyuntikan ini dapat dilakukan pada
daerah yang sama setiap hari tetapi tidak dianjurkan untuk melakukan
penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi penyuntikan sangat
dianjurkan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi.
Penyuntikan insulin
kerja cepat lebih
dianjurkan di daerah
abdomen karena
penyerapan lebih cepat.
Di daerah paha dan
pantat penyerapan
insulin kerja menengah
lebih lambat.

20
Penyuntikan Sendiri
Anak-anak penderita DM tipe-1 harus didorong secara bertahap
untuk melakukan sendiri penyuntikan insulin apabila telah mencapai
usia tertentu (tepat menjelang remaja dan remaja). Waktu seorang anak
dapat melakukan penyuntikan sendiri sangat tergantung tingkat
maturitas anak dan ada tidaknya retinopati. Biasanya penyuntikan
sendiri ini dapat dilakukan setelah mengikuti suatu perkemahan
diabetik. Walaupun anak sudah dapat melakukan penyuntikan sendiri,
orangtua tetap harus dapat melakukan penyuntikan terutama ini dalam
keadaan darurat.

Reaksi lokal
Reaksi lokal terhadap injeksi insulin jarang terjadi. Bila terjadi
biasanya disebabkan oleh zat aditif di dalam insulin seperti metacresol,
phenol atau methylhydroxybenzoate. Urtikaria karena dingin bisa
terjadi bila insulin segera digunakan setelah dari lemari es.

21
2.3.6.2 Olahraga
Olahraga sebaiknya menjadi bagian dari kehidupan setiap orang, baik
anak, remaja, maupun, dewasa; baik penderita DM atau bukan.
Olahraga dapat membantu menurunkan berat badan, mempertahankan
berat badan ideal, dan meningkatkan rasa percaya diri. Untuk
penderita DM berolahraga dapat membantu untuk menurunkan kadar
gula darah, menimbulkan perasaan ‘sehat’ atau ‘well being’, dan
meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, sehingga mengurangi
kebutuhan insulin. Pada beberapa penelitian terlihat bahwa olahraga
dapat meningkatkan kapasitas kerja jantung dan mengurangi
terjadinya komplikasi DM jangka panjang. Bukan tidak mungkin bagi
penderita DM untuk menjadi atlit olahraga profesional. Banyak
olahragawan/atlit terkenal di dunia yang ternyata adalah penderita DM
tipe-1. Namun, untuk penderita DM, terutama bagi yang tidak
terkontrol dengan baik, olah raga dapat menyebabkan timbulnya
keadaan yang tidak diinginkan seperti hiperglikemia sampai dengan
ketoasidosis diabetikum, makin beratnya komplikasi diabetik yang
sudah dialami, dan hipoglikemia. Sekitar 40% kejadian hipoglikemia
pada penderita DM dicetuskan oleh olahraga. Oleh karena itu
penderita DM tipe-1 yang memutuskan untuk berolahraga teratur,
terutama olahraga dengan intensitas sedang-berat diharapkan
berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter yang merawatnya
sebelum memulai program olahraganya. Mereka diharapkan
memeriksakan status kesehatannya dengan cermat dan menyesuaikan
intensitas, serta lama olahraga dengan keadaan kesehatan saat itu.
Bagi penderita DM tipe-1 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
sebelum, selama, dan setelah berolahraga. Ada beberapa penyesuaian
diet, insulin, dan cara monitoring gula darah agar aman berolahraga,
antara lain:
1. Sebelum berolah raga
a. Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas olahraga. Diskusikan
dengan pelatih/guru olah raga dan konsultasikan dengan dokter.

22
b. Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam sebelum olahraga.
c. Cek kontrol metabolik, minimal 2 kali sebelum berolahraga.
d. Kalau Gula Darah (GD) <90 mg/dL dan cenderung turun,
tambahkan ekstra karbohidrat.
e. Kalau GD 90-250 mg/dL, tidak diperlukan ekstra karbohidrat
(tergantung lama aktifitas dan respons individual).
f. Kalau GD >250 mg/dL dan keton urin/darah (+), tunda olah
raga sampai GD normal dengan insulin.
g. Bila olah raga aerobik, perkirakan energi yang dikeluarkan dan
tentukan apakah penyesuaian insulin atau tambahan karbohidrat
diperlukan.
h. Bila olah raga anaerobik atau olah raga saat panas, atau olahraga
kompetisi insulin dapat dinaikkan.
i. Pertimbangkan pemberian cairan untuk menjaga hidrasi (250 mL
pada 20 menit sebelum olahraga).
2. Selama berolah raga
a. Monitor GD tiap 30 menit.
b. Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-30 menit).
c. Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit, bila diperlukan.
3. Setelah berolah raga
a. Monitor GD, termasuk sepanjang malam (terutama bila tidak
biasa dengan program olahraga yang sedang dijalani).
b. Pertimbangkan mengubah terapi insulin.
c. Pertimbangkan tambahan karbohidrat kerja lambat dalam 1-2
jam setelah olahraga untuk menghindari hipoglikemia awitan
lambat. Hipoglikemia awitan lambat dapat terjadi dalam interval 2
x 24 jam setelah latihan.
Respons penderita DM tipe-1 terhadap suatu jenis olahraga
sangat individual, karena itu acuan di atas merupakan acuan
umum. Seorang atlit berpengalaman pun perlu waktu yang cukup
lama, untuk mendapatkan pola pengelolaan yang benar-benar
sesuai untuk jenis olahraganya.

23
2.3.6.3 Pengaturan Nutrisi
Istilah pengaturan makanan sekarang lebih lazim digunakan dari
pada diet karena diet lebih identik dengan upaya menurunkan berat
badan sehingga kalori harus dikurangi. Penurunan berat badan perlu
dilakukan pada penderita DM tipe-2 yang seringkali menderita
kegemukan, sedangkan pada anak dengan DM tipe-1, kalori tetap
diperlukan untuk pertumbuhan. Pengaturan makanan pada penderita
DM tipe-1 bertujuan untuk mencapai kontrol metabolik yang baik
tanpa mengabaikan kalori yang dibutuhkan untuk metabolisme basal,
pertumbuhan, pubertas, maupun aktivitas sehari hari. Dengan
pengaturan makanan ini diharapkan anak tidak menjadi obes dan
dapat dicegah timbulnya hipoglikemia. Jumlah kalori per hari yang
dibutuhkan dihitung berdasarkan berat badan ideal. Penghitungan
kalori ini memerlukan data umur, jenis kelamin, tinggi badan dan
berat badan saat penghitungan, serta data kecukupan kalori yang
dianjurkan (Contoh penghitungan kebutuhan kalori dan data
kecukupan kalori dapat dilihat pada lampiran). Konsensus Nasional
Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1 28 UKK Endokrinologi Anak
Dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation Komposisi kalori
yang dianjurkan adalah 50-60% dari karbohidrat, 10-15% berasal dari
protein, dan 30% dari lemak. Karbohidrat sangat berpengaruh
terhadap kadar glukosa darah, dalam 1-2 jam setelah makan 90%
karbohidrat akan menjadi glukosa. Jenis karbohidrat yang dianjurkan
ialah yang berserat tinggi dan memiliki indeks glikemik dan glycemic
load yang rendah, seperti golongan buah-buahan, sayuran, dan sereal
yang akan membantu mencegah lonjakan kadar glukosa darah.
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah asupan
makanan dan pola makan yang sama sebelum maupun sesudah
diagnosis, serta makanan yang tidak berbeda dengan teman sebaya
atau dengan makanan keluarga. Pengaturan makan yang optimal
biasanya terdiri dari 3 kali makan utama dan 3 kali pemberian

24
makanan kecil. Keberhasilan kontrol metabolik tergantung kepada
frekuensi makan dan regimen insulin yang digunakan. Pada regimen
insulin basal bolus, semakin sering penyuntikan akan semakin
fleksibel pada pemberian makan, sedangkan pada regimen insulin 2
kali sehari, maka pemberian makan harus teratur. Penderita DM tipe-1
yang menggunakan regimen insulin basal bolus maka pengaturan
makanannya menggunakan penghitungan kalori yang
diubah dalam jumlah gram karbohidrat, yaitu dalam 1 unit karbohidrat
mengandung 15 gram karbohidrat. Pada lampiran piramida makanan,
memperlihatkan pengelompokan jenis makanan penukar dan anjuran
konsumsi per hari.
Jenis makanan penukar dan kandungan karbohidratnya
Kelompok Makanan Penukar Porsi KH g KH/item
Pati/tepung 1 unit 15 g KH
Buah 1 unit 15 g KH
Susu 1 unit 12 g KH
KH lain (kudapan) 1 unit 15 g KH
Sayur 1/3 unit 5 g KH
Daging 0 unit 0 g KH
Lemak 0 unit 0g

(Sumber :Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe1. UKK


Endokrinologi Anak Dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation)
Pada setiap kunjungan sebaiknya diberikan penjelasan mengenai pengaturan

25
makan agar dapat disesuaikan dengan umur, aktivitas yang dilakukan, masa
pubertas, dan sebagainya. Pola makan dan pemberian insulin saling terkait
sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting untuk evaluasi
pengobatan
2.3.6.4 Pemantauan Mandiri
Tujuan utama dalam pengelolaan pasien diabetes adalah
kemampuan mengelola penyakitnya secara mandiri, penderita diabetes
dan keluarganya mampu mengukur kadar glukosa darahnya secara
cepat dan tepat karena pemberian insulin tergantung kepada kadar
glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah dibuktikan adanya
hubungan bermakna antara pemantauan mandiri dan kontrol glikemik.
Pengukuran kadar glukosa darah beberapa kali per hari harus
dilakukan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan
hiperglikemia, serta untuk penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa
darah preprandial, post prandial dan tengah malam sangat diperlukan
untuk penyesuaian dosis insulin. Perhatian yang khusus terutama
harus diberikan kepada anak pra sekolah dan sekolah tahap awal yang
sering tidak dapat mengenali episode hipoglikemia dialaminya. Pada
keadaan seperti ini diperlukan pemantauan kadar glukosa darah yang
lebih sering.
2.3.6.5 Kontrol Metabolik
The Diabetes Control and Complication Trial(DCCT) menyatakan
bahwa kadar glukosa darah yang mendekati normoglikemia akan
mengurangi kejadian dan progresifi tas komplikasi mikrovaskular
pada pasien diabetes anak maupun dewasa.Indikator kontrol metabolik
yang buruk meliputi hal berikut:
• Poliuri dan polidipsi
• Enuresis dan nokturia
• Gangguan penglihatan
• Penurunan berat badan atau gagal penambahan berat badan
• Gagal tumbuh
• Pubertas terlambat

26
• Infeksi kulit
• Penurunan prestasi disekolah
• Peningkatan kadar HbA1c
• Peningkatan kadar lemak darah

Pemeriksaan kadar glukosa darah sangat penting dalam tata


laksana diabetes pada anak dan remaja dengan tujuan:
• Memantau kontrol glukosa darah harian
• Mendeteksi adanya episode hipoglikemia atau hiperglikemik
• Memungkin pengelolaan yang aman bila anak sakit di rumah

Frekuensi pemeriksaan glukosa darah disesuaikan dengan regimen


insulin yang digunakan, usia anak, dan kestabilan penyakit diabetes
sendiri. Pemeriksaan glukosa darah yang lebih sering akan lebih
memperbaiki kontrol glikemik. Sebelum 1978, pemeriksaan urin
merupakan satu-satunya pemeriksaan untuk menilai kontrol glikemik.
Saat ini telah digunakan bebarapa pemeriksaan untuk menilai kontrol
glikemik yang lebih baik yaitu:
• Kadar glukosa darah
• Glycated hemoglobin (misal HbA1C)
• Glycated serum protein (misal fruktosamin)
Informasi yang diperoleh dari kadar glukosa darah dapat
dihubungkan dengan kadar HbA1C dan parameter klinis untuk
menilai dan memodifi kasi tata laksana DM dalam rangka
memperbaiki kontrol metabolik. HbA1Cmerupakan alat yang tepat
untuk menilai kontrol glukosa darah jangka lama. HbA1C
menggambarkan kadar glukosa darah selama 2-3 bulan sebelumnya.
Bila kadar HbA1C meningkat atau tetap tinggi maka tata laksana
diabetes yang berjalan harus dinilai ulang. Fruktosamin mengukur
glikosilasi protein serum. Mengingat turnover protein serum lebih
singkat maka fruktosamin menggambarkan kadar glukosa darah untuk

27
waktu lebih pendek dari HbA1C yaitu glukosa darah selama 2-3
minggu sebelum pemeriksaan.
2.3.7 Komplikasi
Komplikasi penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu komplikasi yang bersifat akut dan kronis (menahun).
Komplikasi akut merupakan komplikasi akut merupakan komplikasi yang
harus ditindak cepat atau memerlukan pertolongan dengan segera. Adapun
komplikasi kronis merupakan komplikasi yang timbul setelah penderita
mengidap diabetes mellitus selama 5-10 tahun atau lebih.
Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetika (DKA), koma non
ketosis hiperosmolar (koma hiperglikemia), dan hiperglikemia. Sementara
komplikasi kronis meliputi komplikasi mikrovaskuler (komplikasi di mana
pembuluh-pembuluh rambut kaku atau menyempit sehingga organ yang
seharusnya mendapatkan suplai darah dari pemnuluh-pembuluh tersebut
menjadi kekurangan suplai) dan komplikasi makrovaskuler (komplikasi
yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi
aterosklerosis)

2.3.8 Prognosis
Sebagian besar penderita DM pada anak termasuk dalam DM tipe-
1, namun akhir-akhir ini prevelensi DM tipe-2 pada anak juga meningkat.
Diabetes Mellitus (DM) tipe-1 merupakan salah satu penyakit kronis yang
sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian berkat
kemajuan teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe-1 tetap
dapat sepadan dengan anak-anak normal lainnya jika mendapat tata
laksana yang adekuat.

28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama
gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-
sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi,
anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus,
pusing/sakit kepala
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes
gestasional
2. Riwayat ISK berulang
3. Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid),
dilantin dan penoborbital.
4. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
(pada anak-anak sering sekali mengkonsumsi
gula/permen berlebihan)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
3. Pemeriksaan Fisik
1) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan
memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun,
aktifitas kejang.
2) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada,
perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel,
DVJ (GJK)

29
3) Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas,
sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan
tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24
x/menit, nafas berbau aseton.
4) Gastro intestinal

Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi


abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi (jika
pada anak bisa juga digambarkan dengan menangis
terus-menerus), bising usus lemah/menurun.
5) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine bau
busuk, diare (bising usus hiper aktif).
6) Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan,
impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita
dewasa
7) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot,
ulkus pada kaki, reflek tendon menurun
kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
8) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata
cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam,
diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.
4. Aspek Psikososial
Stress, Anxietas pada anak dan keluarga, depresi
5. Pemeriksaan Diagnostik
1. Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

30
3. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik
5. Alkalosis respiratorik
6. Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi),
leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon
terhadap stress/infeksi.
7. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/normal
lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
8. Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis
akut.
9. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada
(Pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II
yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas
hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
11. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas
mungkin meningkat.
12. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi
pada saluran kemih, infeksi pada luka.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan
kehilangan volume cairan secara aktif (00027)
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan (00002)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sel sel
jaringan baru yang tidak adekuat (00004)

31
3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa : Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan


dengan kehilangan volume cairan secara aktif (00027)

NOC
Domain : II- physiologic Health
Classes : G. Fluid & Electrolytes
Outcomes : 0601 Fluid Balance

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24


jam kurangnya volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, jumlah urine normal
2. Tekanan darah, nadi dalam batas normal
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan

NIC
Domain : 2. Physiological: Complex
Classes : N. Tissue Perfusion Management
Interventions : 4130 Fluid Monitoring

Intervensi :
1. Menentukan riwayat jumlah dan jenis asupan cairan dan
kebiasaan eliminasi
2. Menentukan faktor risiko yang mungkin untuk
ketidakseimbangan cairan
3. Memantau intake dan output
4. Memantau albumin serum dan kadar total protein
5. Memantau BP, denyut jantung dan status pernafasan
6. Simpan catatan yang akurat dari asupan dan output
(asupan oral, asupan enteral, asupan IV, antibiotik,
cairan diberikan dengan obat, nasogastric)
7. Monitor Warna, kuantitas dan berat jenis urine
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan
(00002)

NOC
Domain : II- physiologic Health

32
Classes : K. Digestion & Nutrition
Outcomes : 1008 Nutritional status : food and fluid intake

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24


jam nutrisi kurang teratasi dengan :
1. Asupan cairan IV
2. Asupan nutrisi parenteral

NIC
Domain : 1. Physiological: Basic
Classes : D. Nutrition Support
Interventions : 1030 Eating Disorders Management

Intervensi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
2. Monitor adanya penurunan berat badan dan gula darah
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor mual dan muntah
6. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan
7. Anjurkan banyak minum
8. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papila lidah
dan cavitas oral

Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan


peningkatan sel sel jaringan baru yang tidak adekuat
(00004)

NOC
Domain : II- Physiologic Health
Classes : H. Immune Response
Outcomes : 0703 Infections Severity

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam


pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Jumlah leukosit dalam batas normal
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat

33
4. Status imun dan gastrointestinal dalam batas normal

NIC
Domain : 4. Safety
Classes : V. Risk Management
Interventions : 6550 Infection Protection

Intervensi :
1. Mendorong asupan cairan pasien
2. Anjurkan pasien untuk minum antibiotik yang
diresepkan
3. Periksa kulit dan selaput lendir untuk kemerahan,
kehangatan ekstrim atau drainase
4. Ajarkan pasien dan orang tua keluarga perbedaan antara
infeksi virus dan bakteri
5. Menjaga asepsis untuk pasien berisiko
6. Menjaga teknik isolasi yang sesuai
7. Batasi jumlah pengunjung
8. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

34
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
DIABETES MELLITUS PADA ANAK

4.1. Kasus
An. B 6 th dengan jenis kelamin laki – laki dibawa ke RS. Universitas
Airlangga dengan keluhan sejak pagi sulit bangun, begitu bangun muntah, reaksi
gelisah, mukosa kering dan dingin di bagian kaki dan tangan. Setelah dilakukan
pemeriksaan TB : 110 cm BB: 17,75 kg TD: 104/52 Suhu 36,9 o C dengan hasil
pemeriksaan glukosa yang sangat tinggi yaitu 28,1 mmol/ L dan glukosa tidak
puasa 28,00 mmol/L. Hb: 11,2gr/dl, Hematokrit: 30%, eritrosit: 4,0(x106/uL),
trombosit: 210000/mm3, leukosit: 9.500/uL. Orang tua An. B juga mengatakan
bahwa anaknya sering merasa lapar dan haus serta sering buang air kecil bahkan
mengalami enuresis. An. B hanya memakan roti kemarin malam, orang tua An. B
mengatakan bahwa anaknya terlihat lemas dan menurut orang tua An. B anaknya
masih membutuhkan banyak bantuan, misal dalam memakai baju sendiri.
4.2. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : An. B
b. Usia : 6 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki - laki
d. Agama : Islam
e. Warga Negara : Indonesia
2. Keluhan Utama
Sulit bangun, begitu bangun muntah, reaksi gelisah,mukosa kering dan
dingin di bagian kaki dan tangan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
An. B 4 th dengan jenis kelamin laki – laki dibawa ke RS.
Universitas Airlangga dengan keluhan sejak pagi sulit bangun, begitu
bangun muntah, reaksi gelisah,mukosa kering dan dingin di bagian kaki dan
tangan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada

35
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga ada yang menderita diabetes melitus tipe 1
6. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda – Tanda Vital
Suhu : 38,9 0 C
Nadi : 120 x/menit
RR : 30 x/menit
Tekanan Darah : 104/52 mmHg
BB : 13,75 kg
TB : 106 cm
b. Body System
B1 (Breathing)
RR 30 x/menit, irama teratur, tidak ada sesak nafas, tidak ada luka lecet
pada hidung, tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas normal.

B2 (Blood)
TD 104/52 mmHg, nadi 120 x/menit, suhu 38,9oC, mukosa bibir kering,
akral teraba dingin
B3 (Brain)
GCS normal
B4 (Bladder)
Perut tampak simetris, tidak ada luka lecet, tidak terpasang kateter, saat
dipalpasi tidak ada nyeri tekan.
B5 (Bowel)
Pada bibir tidak terdapat luka lecet, mukosa bibir kering, nafsu makan
menurun, BB turun, tidak ada nyeri tekan pada usus.
B6 (Bone)
Dingin di bagian kaki dan tangan

36
4.3. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Orang tua An. B Reaksi autoimun Resiko
Ketidakseimbangan
mengatakan bahwa
gula darah
anaknya terlihat Sel beta pancreas hancur
lemas
DO : Defisiensi insulin
Glukosa 28,1 mmol/
L, Hiperglikemia
Glukosa tidak puasa
28,00 mmol/L, Hb: Resiko
ketidakseimbangan gula
11,2gr/dl, Hematokrit:
darah
30%, eritrosit:
4,0(x106/uL),
trombosit:
210000/mm3,
leukosit: 9.500/uL

2. DS : Orang tua An. B Reaksi autoimun Nutrisi kurang dari


kebutuhan
mengatakan bahwa
anaknya terlihat Sel beta pancreas hancur
lemas
Defisiensi insulin
DO :
A : An. B memiliki Hiperglikemia
Tinggi Badan : 110
cm Starvasi
Berat Badan: 17,75
kg Polipagi
An. B begitu bangun
muntah Glukoneogenesis
B : Glukosa 28,1

37
mmol/ L, Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Glukosa tidak puasa
28,00 mmol/L, Hb:
11,2gr/dl, Hematokrit:
30%, eritrosit:
4,0(x106/uL),
trombosit:
210000/mm3,
leukosit: 9.500/uL
C : Mukosa kering
dan dingin dibagian
kaki dan tangan,
terlihat lemas
D : Sering merasa
lapar dan haus, sering
BAK bahkan
mengalami enuresis,
hanya makan roti
kemarin malam

3. DS : Orang tua An. B Kekurangan Volume


mengatakan anaknya Defisiensi insulin Cairan
sering BAK dan
mengalami enuresis
DO : bahwa anaknya Hiperglikemia
sering merasa lapar
dan haus
mukosa kering, dingin Glukosuria
di bagian kaki dan
tangan Deuresis Osmotik

Poliuria

38
Kehilangan elektrolit

Kekurangan volume
cairan
3. DS : An. B sejak pagi Hiperglikemia Kelelahan
sulit bangun
DO: glukosa yang
sangat tinggi yaitu Starvasi
28,1 mmol/ L dan
glukosa tidak puasa
28,00 mmol/L Polipagi

Glukoneogenesis

Energi Metabolik
menurun

Kelelahan

39
4.4. Diagnosa Keperawatan
1. Domain 2 : Nutrition
Class 4 : Metabolism
Diagnosa : Resiko ketidakseimbangan gula darah berhubungan dengan
diabetes mellitus tipe 1 (00179)

NOC NIC

Tujuan : 1. Monitor level gula darah


2. Monitor tanda dan gejala
Dalam waktu 1x 24 jam gula darah
hiperglikemia : poliuria, polidipsi,
kembali normal
polipagi, kelemahan, letargi,
Domain 2 Physiologic Health
malaise, pusing
Class AA Thrapeutic Response
3. Berikan insulin sesuai dengan
Blood Glucose Level (2300)
yang diinstruksikan
Kriteria Hasil :
4. Monior status cairan
Gula darah kembali normal dilihat 5. Konsultasi degan dokter jika
dari indikator : gejala dan tanda tetap atau bahkan
1. Gula darah normal (5) memburuk
2. Glicosylated Hemoglobin normal 6. Berikan cairan IV
(5) 7. Identifikasi penyebab
3. Glukosa urin klien normal (5) hiperglikemia
8. Dorong monitoring mandiri leve
gula darah klien
Domain V Perceived Health
9. Tinjau catatan gula darah klien
Class V Symptom Status
dan/ atau keluarga
Hyperglicemic Severity (2111)
10. Batasi aktivitas ketika gula darah
Kriteria Hasil :
klien lebih dari 250 mg/dl,
Gula darah kembali normal dilihat
terutama jika ditemukan keton
dari indicator :
pada urin.
1. Tidak ditemukan peningkatan
output urin
2. Tidak ditemukan kelaparan
berlebih pada klien

40
3. Tidak tampak malaise, fatigue
4. Tidak ada peningkatan gula
darah

2. Domain 2 : Nutrition
Class 1 : Ingestion
Diagnosa : Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan ketidakadekuatan absorbsi nutrisi
(00002)

NOC NIC

Tujuan : Nutritional Monitoring (1160)


1. Monitor kalori dan intake diet klien
Dalam waktu 1x 24 jam intake
2. Monitor kelihangan berat badan yang
nutrisi klien adekuat
dialami klien
Domain 2 Physiologic Health
3. Tentukan rekomendasi energi yang
Class K Digestion and Nutrition
dibutuhkan klien
Nutritional Status (1004)
4. Tentukan faktor yang mempengaruhi
Kriteria Hasil :
intake nutrisi klien
Nutrisi klien membaik dilihat dari 5. Tentukan pola makan klien (tepat
indikator : jadwal, jenis dan jumlah)
4. Intake Nutrisi (5)
5. Asupan makanan (5)
6. Rasio berat badan dan tinggi badan
(5)

41
3. Domain 2 : Nutrition
Class 5 : Hydration
Diagnosa : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan banyak cairan (00027)

NOC NIC

Tujuan : Fluid / Electrolyte Management (2080)


1. Monitor status hidrasi
Dalam waktu 1x 24 jam input dan
2. Monitor cairan yang hilang
output cairan klien adekuat
Pertahankan laporan intake dan
Domain 2 Physiologic Health
output cairan secara akurat
Class G Fluid and Electrolytes
3. Anjurkan intake oral (sediakan
Fluid Balance (0601)
cairan per oral yang disukai
Kriteria Hasil :
pasien)
Intake dan output cairan klien 4. Monitor berat badan klien setiap
seimbang dilihat dari indikator : hari
1. 24 jam intake dan output klien 5. Berikan cairan sesuai dengan
seimbang (1) kebutuhan
2. Turgor kulit (1)
3. Kelembaban membran mucous
Fluid Monitoring
(1)
1. Tentukan jumlah dan jenis intake
4. Pengeluaran urin (1)
cairan dan kebiasaan eliminasi
2. Tentukan faktor resiko yang
mempengaruhi
ketidakseimbangan cairan (ex.
polyuria, diuretic teraphy,
malnutrisi dll)
3. Monitor membran mukus , turgor
kulit dan rasa haus klien
4. Monitor warna dan kuantitas urin
5. Periksa pengisian darah kapiler

42
4. Domain 4 : Activity / Rest
Class : Energy/ Balance
Diagnosa : Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik ( energy
metabolic menurun berhubungan dengan gluconeogenesis)
(00093)

NOC NIC

Tujuan : Energy Management (0180)

Dalam waktu 1x 24 jam klien tidak 1. Kaji fisiologis kelelahan klien


merasa lelah. dihubungakan dengan konteks
Domain I Functional Health
umur dan perkembangan
Class A Energy Maintance
Fatigue Level (0007) 2. Monitor intake nutrisi untuk
Kriteria Hasil : menghasilkan energy yang
Klien sudah tidak mengalami adekuat
kelelahan dapat dilihat dari indikator: 3. Ajarkan teknik managemen
1. Kulaitas tidur (1)
2. Keseimbangan tidur dan waktu dan aktivitas kepada klien
aktivitas (1)

43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf,
mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-
sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi
dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf,
jantung dan pembuluh darah.Penyakit diabetes melitus adalah
penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan gejala
hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin,
gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Sebagian besar penderita DM pada anak termasuk dalam DM
tipe-1, namun akhir-akhir ini prevelensi DM tipe-2 pada anak juga
meningkat. Diabetes Mellitus (DM) tipe-1 merupakan salah satu
penyakit kronis yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan.
Walaupun demikian berkat kemajuan teknologi kedokteran kualitas
hidup penderita DM tipe-1 tetap dapat sepadan dengan anak-anak
normal lainnya jika mendapat tata laksana yang adekuat.

5.2 Saran
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan
keperawatan pada klien anak dengan diabetes mellitus secara jelas
agar dapat menunjang keahlian perawat dalam melaksanakan praktik
keperawatan khususnya untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi yang
tepat, serta mampu menegakkan diagnosis dan intervensi secara cepat
dan akurat, sehingga dapat memperpendek masa patologis penyakit
pada tubuh klien.

44
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Cooke,David W.Plotnick,Leslie.2008.Type 1 Diabetes Mellitus in Pediatrics.TT
DiPiro et. al. 2008. Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Diakses pada
tanggal 6 April 2016 dari website : www.academia.edu.
James, Susan Rowen. Dkk.2013. Nursing Care of Children Pprinciples &
Practice. Chia. Elseiver
Hockenberry & Wilson. 2011. Wrong’s Nursing Care of Infants and Children
Edition 9. Canada. Elsevier

Gibson, Jhon. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Guyton and Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather, kamitsuru Shigemi. 2014. “ NANDA International Nursing
Diagnoses: Definition & Classifications 2015 – 2017 ”. Oxford: Wiley
Blackwell
Manaf, Asman. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.


Jakarta:Gramedia Pustaka Umum.

Pulungan Aman.herqutanto.2009.Diabetes Mellitus Tipe 1. Penyakit Bary yang


makin akrab dengan kita.Jurnal

Saraswati, Sylvia. 2009. Diet Sehat. Jogjakarta: A+Plus Books.

Soegondo, S., & Soewondo, P.S. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu. Jakarta : Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.


2. Jakarta: Salemba Medika

UKK Endokrinologi Anak dan Remaja.2009.Konsesus Nasional Pengelolaan DM


Tipe 1. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

45

Anda mungkin juga menyukai