Anda di halaman 1dari 2

UJI TOKSIKOLOGI

Sebelum percobaan toksikologi dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi,
sifat obat dan rencana penggunaannya. Hal ini memerlukan penilaian dari seseorang yang
berpengalaman dalam bidang ini.

Hewan Coba. Respons percobaan hewan coba terhadap uji toksisitas sangat berbeda, tetapi
hewan coba yang lazim digunakan salah satunya adalah tikus putih atau kadang-kadang yang
digunakan mencit.

Tikus putih yang digunakan biasanya berumur 2-3 bulan dengan berat badan 180-200
gram. Tikus ini harus diaklimatisasi dalam laboratorium dan harus sehat. Penggunaan tikus
sebagai suatu model patologik sering tidak relevan karena sulit untuk menyamakan keadaan
dengan patologi manusia. Penggunaan hewan coba yang besar membawa konsekuensi biaya
yang besar, namun tidak jarang diperlukan hewan yang lebih tinggi misalnya anjing, babi, kera,
dll.

Toksisitas Akut. Percobaan meliputi Single Dose Experiments yang dievaluasi 3-14 hari
sesudahnya, tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Batas dosis harus dipilih sedemikian rupa
sehinggga dapat diperoleh suatu kurva dosis respons yang dapat berwujud respons bertahap
(missal mengukur lamanya waktu tidur) atau suatu respons kuantal (misalnya mati). Biasanya
digunakan 4-6 kelompok terdiri dari sedikit 4 ekor tikus.

Peningkatan dosis harus dipilih dengan log-interval atau antilog-interval, misalnya: I. 10


mg/kgBB; II. 15 mg/kgBB; III. 22,5 mg/kgBB; IV. 33,75 mg/kgBB. Diharapkan dapat
menimbulkan respons pada 10-90% dari hewan coba. Nilai LD50 untuk zat kimia yang sama
dapat berbeda 0,002 sampai 16 kali bila dilakukan di berbagai macam laboratorium. Misalnya
berat badan dan umur tikus, zat pelarut, jantan atau betina, likungan dan sebagaian. Jumlah
cairan yang diberikan per oral pada tikus untuk semua golongan termasuk control harus kira-kira
sama, sedapatnya tidak melebihi 2 mL.

Cara pemberian oral harus dipilih sesuai dengan yang akan digunakan di klinik. Untuk
obat yang akan dipakai sebagai obat suntik perlu diuji dengan cara parental dan obat yang
digunakan sebagai salep terutama harus diuji terhadap kulit.

Evaluasi tidak hanya mengenal LD50, tetapi juga terhadap kelainan tingkah laku,
stimulasi atau depresi SSP, aktivitas motoric dan pernapasan tikusuntuk mendapatkan gambaran
tentang sebab kematian. Kematian yang timbul oleh kerusakan hati, ginjal atau system
hemopoetik tidak akan terjadi pada hari pertama tetapi akan timbul paling cepat pada hari ketiga.

Toksisitas Jangka Lama. Percobaan ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 1-3
bulan atau seumur hewan. Percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat,
kecuali untuk percobaan karsinogenik. Maksud percobaan toksisitas kronik adalah menguji
keamanan obat. Menafsirkan keamanan obat atau zat kimia untuk manusia dapat dilakukan
melalui serangkaian percobaan toksisitas terhadap hewan. Mendekati penilaian keamanan
obat/zat kimia dapat dilakukan dengan tahapan berikut: 1. Menemukan LD50; 2. Melakukan
percobaan toksisitas subakut dan kronik untuk percobaan no effects levels; dan 3. Melakukan
percobaan karsinogenisitas, teratogenesis dan mutagenisitas.

Dalam melakukan studi di atas, segala perubahan berupa akumulasi, toleransi,


metabolism dan kelainaan khusus di organ atau system organ tertentu harus dipelajari. Pada
waktu tertentu sebagian tikus perlu dibunuh untuk mengetahui pengaruh terhadap obat terhadap
organ dan sebagian digunkan untuk pemulihan guna mempelajari reversibilitas dari kelaianan
yang terjadi. Pemeriksaan kimia darah, urin dan tinja perlu diusahakan agar dapat diikuti
kelainan yang timbul.

Mekanisme Terjadinya Toksisitas Obat. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan dari
efek farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang
berlebihan. Suatu obat jantung yang bekerja menghambat konduksi atrioventrikular akan
menimbulkan blok AV pada keracunan; suatu hipnotik akan menimbulkan koma. Kelainan yang
disebabkan oleh reaksi antigen-antibodi bermanifestasi sebagai reaksi alergi. Ketidak murnian
dalam sedian hormone seperti insulin dapat menyebabkan reaksi toksik.

Produk dekomposisi dari tetrasiklin yang berwarna coklat mengandung epi-


anhidrotetrasiklin yang dapat merusak ginjal, dan karena itu tertrasiklin yang telah menjadi
coklat tidak boleh digunakan lagi. Kerusakan ginjal dapat menggangu secara tidak langsung dan
memudahkan terjadi toksisitas.

Anda mungkin juga menyukai