PENDAHULUAN
1
hormon tiroid ibunya hingga minimal 12 minggu masa gestasi. Sehingga untuk
menambah fungsi tiroid, sangatlah penting bagi ibu hamil untuk
mengkonsumsi minimal 200 mcg iodin sehari (kadar dua kali dari biasanya)
selama kehamilan. Iodin berperan penting dalam proses sintesis pembentukan
hormone tiroid. Selama beberapa dekade terakhir disebutkan bahwa kelompok
risiko tertinggi kurangnya asupan iodine adalah wanita hamil dan menyusui,
serta anak usia kurang dari 2 tahun yang tidak terimplementasi oleh strategi
iodisasi garam universal.
Beberapa hipotiroid selama masa kehamilan dapat menimbulkan
komplikasi serius, baik untuk ibunya maupun anaknya. Apabila ibu hamil
mengidap hipotiroid, maka anak yang akan dilahirkannya berpotensi
mengalami gangguan pertumbuhan, keterbelakangan mental bahkan cacat fisik.
Beberapa gejala seorang bayi yang mengidap hipotiroid antara lain jarang
menangis, kesulitan minum air susu ibu dan jarang sekali buang air besar (Nata
News, 2012).
Selain itu, ibu yang mengalami hipertirod juga dapat mengalami gejala
yang buruk akibat meningkatnya stimulasi tiroid selama masa kehamilan.
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1 %. Secara
umum fenomena ini khususnya pada wanita dengan penyakit Graves, dengan
potensi 5-10 kali lebih sering dialami oleh wanita pada usia produktif.
Prevalensi hipertiorid pada masa kehamilan mencapai 0.1% sampai 0.4%, 85%
dikarenakan penyakit Grave dan terjadi pada 1 : 1500 kehamilan. Beberapa
hipertiroid yang tidak mendapat perawatan yang optimal selama kehamilan
dapat menimbulkan pre-eclampsia dan thyroid storm. Hipertiroid akibat
penyakit Grave yang terjadi selama masa kehamilan dapat memiliki
konsekuensi serius untuk janin termasuk dalam membantu pembentukan dan
fungsi tiroid janin, berat badan lahir rendah dan premature bahkan sampai
kematian janin. Lebih jauh, komplikasi hipertiroid dapat terjadi pada berbagai
organ termasuk jantung seperti irama jantung bahkan hingga gagal jantung.
Terkait itu, masyarakat diharapkan agar lebih peduli mengenai kelainan
tiroid karena bisa menyerang segala usia. Hanya saja data tentang jumlah
kematian akibat hipotiroid maupun hipertiroid hingga saat ini belum jelas,
2
namun data penderita di rumah sakit di Indonesia berkisar 10 % sampai 15 %
(Nata News, 2012).
Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki karakteristik tersendiri dan
penanganannya pun akan menjadi lebih kompleks pada kondisi tertentu.
Seperti yang sudah diuraikan sedikit bahwa kehamilan dapat mempengaruhi
perjalanan gangguan tiroid dan sebaliknya penyakit tiroid dapat pula
mempengaruhi kehamilan. Oleh karena itu seorang klinisi maupun perawat
hendaknya memahami perubahan-perubahan fisiologis masa kehamilan dan
patofisiologi penyakit tiroid, dapat mengobati secara aman sekaligus
menghindari pengobatan yang tidak perlu selama kehamilan.
3
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dasar tentang Hipotiroid dan Hipertiroid pada
ibu Hamil dan Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil dengan Gangguan
Kelenjar Tiroid (Hipotiroid dan Hipertiroid).
B. Tujuan Khusus
Asuhan keperawatan ini disusun sebagai tugas mata kuliah
Keperawatan Endokrin 1. Setelah menyusun atau mempelajari makalah
ini mahasiswa diharapkan mampu:
1.4 Manfaat
4
1. Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan Asuhan
Keperawatan pada Ibu Hamil dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
(Hipotiroid dan Hipertiroid).
2. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada ibu
hamil dengan gangguan kelenjar tiroid (hipotiroid atau hipertiroid).
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang
Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
(Hipotiroid dan Hipertiroid).
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup
cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia
pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan
6
terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk
menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid
atau tidak(Djokomoeljanto, 2001).
Kelenjar tiroid mendapat suplai darah dari arteri tiroidea superior dan
arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan dari arteri
karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri
subklavia. (Watson, 2002)
7
Gambar 3. Folikel Tiroid (Watson, 2002)
8
pertumbuhan serta maturasi normal. Apabila tidak terdapat kelenjar
tiroid, orang tidak akan tahan dingin, akan timbul kelambanan mental
dan fisik, dan pada anak-anak terjadi retardasi mental dan dwarfisme.
Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan meninbulkan penyusutan
tubuh, gugup, takikardi, tremor, dan terjadi produksi panas yang
berlebihan.
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin
(T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu
triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya
menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di
dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan
disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4
kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di
dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi,
hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid
(thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin
(thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH)
memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar
tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses
yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam proses
pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Dengan demikian, sekresi tiroid
dapat mengadakan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan di
dalam maupun di luar tubuh. Juga dijumpai adanya sel parafolikuler
yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap
tulang.
Pengukuran TSH menjadi hasil test yang jelas dari fungsi tiroid
pada banyak keadaan. Nilai TSH berkisar antara rentang luar mayor
dari kasus primer penyakit tiroid. Jika TSH tidak normal, lihat nilai dari
T4 bebas/ free T4 (fT4). Ketika ada faktor resiko, lihat free T3 (fT3)
ketika fT4 normal dan diduga ada tirotoksikosis.
9
2.2 Sintesis Hormon Tiroid
Kelenjar Tiroid memerlukan yodium untuk menghasilkan hormon
tiroid. Yodium itu sendiri adalah elemen esensial yang terdapat pada
makanan dan air. Hormone tiroid tidak akan dihasilkan jika tidak adanya
yodium. Kelenjar tiroid akan mengikat yodium dan mengolahnya menjadi
hormon tiroid. Seteleh hormon tiroid digunakan, maka beberapa yodium
akan kembali ke dalam kelenjar tiroid dan didaur ulang kembali untuk
digunakan kembali menghasilkan hormon tiroid. (Carassco, 2005.,
Djokomoeljanto, 2006., Macdougall, 2006)
TSH/Thyrotropin merupakan hormon yang memiliki peranan penting
dalam menstimulasi sintesis hormon di dalam kelenjar tiroid. TSH
merupakan salah satu dari hormon yang disintesis oleh kelenjar pituitary
anterior, dengan berat molekul lebih kurang 26,000-28,000 dalton.
Pembentukan TSH ini terjadi akibat stimulisasi oleh TRH (Thyrotropin
Releasing Hormon) yang dihasilkan oleh hipotalamus. Pada keadaan
normal, kadar dari TSH yang terdapat dalam tubuh lebih kurang 0,5-5
mU/ml (mikrounit/milliliter). (Carassco,2005., Larsen, Davies,Hay, 2006.,
Macdougall, 2006)
Peran dari TSH sangat penting dalam sintesis hingga mengatur kadar
dari hormone tiroid, yang menstimulasi terjadinya uptake yodida melalui
transporter hingga terjadinya pelepasan T3 dan T4 ke dalam sirkulasi
darah. Jika T3 dan T4 mengalami penurunan didalam sirkulasi maka
hipotalamus akan menghasilkan TRH dalam jumlah yang besar sehingga
terjadi peningkatan pembentukan TSH. Begitu juga sebaliknya, jika T3
dan T4 didalam sirkulasi mengalami peningkatan maka terjadi mekanisme
negative feedback yang dilakukan oleh T3 dan T4 pada hipotalamus,
menyebabkan produksi TSH menurun untuk menjaga keseimbangan
produksi hormone oleh kelenjar tiroid. (Carassco,2005., Larsen,
Davies,Hay, 2006., Macdougall, 2006)
10
klinis yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon
ini. Hipertiroid merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti
kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat
menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih
banyak daripada para pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan
40 tahun.
2. Hipotiroid
Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan
mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan
tubuh akan hormon-hormon tiroid.
3. Hipertrofi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran
sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-
hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple
goiter atau struma endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar
tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka
dampak yang ditimbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana
pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya
pada trakhea dan esophagus.
11
bergantung sepenuhnya pada hormone tiroid (tiroksin) ibu yang melewati
plasenta karena fungsi tiroid janin belum berfungsi sebelum 12-14 minggu
kehamilan. Tiroksin dari ibu terikat pada reseptor sel-sel otak janin,
kemudian diubah secara intraseluler menjadi T3 yang merupakan proses
penting bagi perkembangan otak janin bahkan setelah produksi hormone
tiroid janin, janin masih bergantung pada hormone-hormon tiroid ibu,
asalkan asupan iodine ibu adekuat.
Sejumlah perubahan fungsi tiroid terjadi selama masa kehamilan.
Perubahan yang paling sering ditemukan pada ibu ialah ia mengalami
hipertiroid. Sebelum kelenjar tiroid janin mampu menyintesis tiroksin,
kebutuhannya diperoleh dari ibu dengan menembus (melalui) barrier
plasenta.
Terjadi pembesaran tiroid sekitar 50% selama masa kehamilan
untuk memenuhi kebutuhan tiroksin janin yang meningkat. Peningkatan
produksi tiroksin sekurang-kurangnya sebagian disebabkan oleh efek
tirotrofik hCG dan juga oleh sejumlah kecil hormon penstimulasi tiroid
(thyroid-stimulating hormone,TSH) khusus, yaitu human
chrionicthyrotrophin, yang disekresi oleh plasenta.
Kelenjar tiroid normal mengakumulasi iodium dari makanan pada
kecepatan yang konstan. Iodium ini digabungkan ke dalam hormon tiroid
atau prekursornya. Sisa iodium yang telah dicerna akan disekresi oleh
ginjal. Hormon tiroid disimpan di kelenjar, atau dilepas ke dalam sirkulasi.
Hormon tiroid yang disekresi, yaitu tiroksin dan triiodotironin, ditranspor
di dalam darah dan cairan ekstrasel ke sel-sel. Hormon utama pengikat
protein di dalam serum ialah globulin pengikat tiroksin (Thyroxinw-
binding globulin, TBG), pre albumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding
pre albumin, TBPA) dan albumin. Kapasitas pengikat TBG meningkat,
selama masa kehamilan, dari 25μg/dl sampai sekitar 50μg/dl (Furth,1983).
Hal ini menyebabkan peningkatan tiroksin dalam sirkulasi selama masa
kehamilan. Begitu hormon tiroid yang bersikulasi mencapai sel, fraksi
yang tidak terikat bebas masuk ke dalam sel. Sintesis dan pelepasan
hormone tiroid diatur oleh mekanisme umpan balik negatif yang
melibatkan kelenjar hipofisis dan hipotalamus. Hormon pelepas tirotraofin
12
(Thyrotrophin-releasing hormone, TRH) dilepas oleh hipotalamus dan
menstimulasi hipofisis untuk melepas TSH. TSH menstimulasi iodium
yang terperangkap untuk masuk ke dalam tiroid.
Kelenjar tiroid yang membesar, bersamaan dengan peningkatan
konsumsi oksigen, peningkatan frekuensi denyut nadi, intoleransi panas
dan peningkatan iodium yang terkait protein (protein bound iodine, PBI)
di masa yang lalu, di intrepretasi sebagai bukti hipertiroid.
Berbagai perubahan terjadi pada fisiologi tiroid selama masa
kehamilan. Terjadi peningkatan konsentrasi dan kapasitas pengikat TBG,
walaupun TBPA tetap konstan. Peningkatan ini merupakan akibat dari
stimulasi estrogen. Selain itu, terjadi juga peningkatan pengubahan iodium
oleh kelenjar tiroid dan seringkali peningkatan ukuran kelenjar, tetapi tidak
ada bukti peningkatan aktivitas tiroid karena pembesaran tersebut terutama
disebabkan oleh deposisi koloid. Kecepatan metabolisme basal meningkat
selama masa kehamilan, mungkin akibat peningkatan konsumsi oksigen
total ibu dan janin. Juga terjadi beberapa perubahan pada fungsi hipofisis
dan hipotalamus.
Empat perubahan penting selama kehamilan (Dimitry Garry, 2013)
yakni :
13
Konsentrasi delodinase III meningkat di plasenta dengan adanya
kehamilan, melepaskan iodine jika perlu untuk transport ke janin,
dan jika mungkin berperan dalam penurunan transfer tiroksin.
14
selama trimester pertama. Efek perangsangan dari hCG pada kehamilan
normal tidak signifikan dan normalnya ditemukan pada pertengahan awal
kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis tertentu,
termasuk hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik, konsentrasi
hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi keadaan
hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar TSH
ditekan.
15
semua wanita hamil, namun kadar tiroksin bebas (FT4) dan indeks
tiroksin total (FTI) normal. Untuk menjamin kestabilan kadar hormone
bebas, mekanisme umpan-balik merangsang pelepasan TSH yang bekerja
untuk meningkatkan pengeluaran hormone dan menjaga kestabilan
hemostasis kadar hormone bebas. Peningkatan konsentrasi TBG
merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen selama
kehamilan.
Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG, memperpanjang
waktu paruh dalam sirkulasi, dan menyebabkan peningkatan konsentrasi
TBG serum. Estrogen juga merangsang hati untuk mensintesis TBG dan
menyebabkan penurunan kapasitas TBPA. Pada akhirnya, proporsi
hormone tiroksin dalam sirkulasi yang berikatan dengan TBG meningkat
selama kehamilan, dan dapat mencapai 75%. Kadang kala perubahan
hormonal ini dapat membuat pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan
sulit diinterpretasikan.
16
BAB III
17
3.2 Etiologi Hipertiroid pada Ibu Hamil
1) Adenoma hipofisis
Penyakit ini merupakan tumor jinak kelenjar hipofisis dan jarang
terjadi.
2) Penyakit graves
18
Penyakit graves atau toksik goiter diffuse merupakan penyakit yang
disebabkan karena autoimun, yaitu dengan terbentuknya antibody yang
disebut thyroid-stimulating immunoglobulin [TSI] yang mendekati sel-sel
tiroid. TSI meniru tindakan TSH dan merangsang tiroid untuk membuat
hormone tiroid terlalu banyak. Penyakit ini dicirikan adanya
hipertiroidisme, pembesaran kelenjar tiroid [goiter] dan eksoftalmus [mata
melotot].
Penyakit ini disebabkan oleh kelenjar tiroid yang oberaktif dan
merupakan penyebab hipertiroid yang paling sering dijumpai. Penyakit ini
biasanya turunan. Wanita 5 kali lebih sering daripada pria. Di duga
penyebabnya adalah penyakit autonoium, dimana antibodi yang ditemukan
dalam peredaran darah yaitu Tyroid Stimulating Immunogirobulin (TSI
antibodies), Thyroid peroksidase antibodies (TPO) dan TSH receptor
antibodies (TRAB).
Pencetus kelainan ini adalah stres, merokok, radiasi, kelainan mata
dan kulit, penglihatan kabur, sensitif terhadap sinar, terasa seperti ada pasir
di mata, mata dapat menonjol keluar hingga double vision. Penyakit mata
ini sering berjalan sendiri dan tidak tergantung pada tinggi rendahnya
hormon tiroid. Gangguan kulit menyebabkan kulit jadi merah, kehilangan
rasa sakit, serta berkeringat banyak.
3) Nodul tiroid [Tiroiditis]
Merupakan inflamasi kelenjar tiroid yang biasanya disebabkan oleh
bakteri seperti streptococcus pyogenes, staphylococcus aureus, dan
pneumococcus pneumonia. Reaksi peradangan ini menimbulkan
pembesaran pada kelenjar tiroid, kerusakan sel dan peningkatan jumlah
hormon tiroid.
Tiroiditis dikelompokan menjadi tiroiditis subakut, tiroiditis
postpartum, dan tiroiditis tersembunyi.
Tiroiditis subakut
Pada tiroiditis subakut terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan
biasanya hilang dengan sendirinya setelah beberapa bulan.
Tiroiditis postpartum
Tiroiditis postpartum terjadi sekitar 8% wanita setelah beberapa
bulan melahirkan. Penyebabnya diyakini autoimun, seperti halnya
19
dengan tiroiditis subakut, tiroiditis postpartum sering mengalami
hipotiroidisme sebelum kelenjar tiroid benar-benar sembuh.
Tiroiditis tersembunyi
Tiroiditis tersembunyi juga disebabkan karena autoimun dan pasien
tidak mengeluh nyeri, tetapi mungkin juga terjadi pembesaran
kelenjar. Tiroiditis tersembunyi dapat mengakibatkan tiroiditis
permanen.
4) Konsumsi banyak yodium
Konsumsi yodium yang berlebihan, yang mengakibatkan
peningkatan sintesis hormone tiroid.
5) Pengobatan hipotiroid
Terapi hipotiroid, pemberian obat-obatan hipotiroid untuk
menstimulasi sekresi hormone tiroid. Penggunaan yang tidak tepat
menimbulkan kelebihan jumlah hormone tiroid.
6) Produksi TSH yang abnormal
Kelenjar hipofisis dapat memproduksi TSH berlebihan, sehingga
merangsang tiroid mengeluarkan T3 dan T4 yang banyak.
7) Minum obat Hormon Tiroid berlebihan
Keadaan demikian tidak jarang terjadi, karena periksa laboratorium
dan kontrol ke dokter yang tidak teratur. Sehingga pasien terus minum
obat tiroid, ada pula orang yang minum hormon tiroid dengan tujuan
menurunkan badan hingga timbul efek samping.
20
malfungsi hipotalamus akan menggambarkan kadar TH yang meningkat disertai
TSH dan TRH yang berlebihan.
Hipertiroid dapat terjadi pada masa kehamilan dikarenakan plasenta
memproduksi dua hormon yakni hCG dan hPL. Kedua hormon ini berperan
untuk meniru thyroid stimulating hormone atau TSH, yang dapat disiratkan dari
namanya kedua hormon tersebut berfungsi untuk meransang tiroid untuk
memproduksi hormon tiroid.
Selain itu, hipertiroid juga dapat terjadi pada kehamilan dikarenakan
adanya proses autoimun, yang menimbulkan stimulasi (pada penyakit Grave).
Proses autoimun di dalam kelenjar tiroid terjadi pembentukan antibodi yang
bersifat spesifik, disebut dengan Thyroid Stimulating Antibody (TSAb) atau
Thyroid Stimulating Imunoglobulin (TSI). Dalam proses terjadinya penyakit
Grave, ada beberapa stimulator tiroid antara lain :
21
yang terjadi pada kehamilan. Hipertiroid pada penyakit graves adalah akibat
antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid, sedang pada goiter
multimodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu sendiri.
Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini dapat menyebabkan metabolisme
tubuh meningkat. Manifestasi klinis ( Carpenito, 2001) yang paling sering adalah
penurunan berat badan, kelelahan, tremor: gugup berkeringat banyak, tidak tahan
panas, palpasi dan pembesaran tiroid. Selain itu gambaran klinis dari hipertiroid
(Mary dan Mandy, 2007) yakni terjadi perburukan cepat tirotoksikosis, antara
lain :
1. Takikardi
2. Sering terjadi keguguran
3. Bayi lahir mati atau bayi lahir premature dengan berat badan rendah
4. Eksoftalmus
5. Hiperpereksia
6. Fibrilasi atrium cepat, yang mengakibatkan gagal jantung
7. Gelisah dan gugup, wanita dapat tampak psikosis
8. Muntah dan diare
9. Koma dapat terjadi
Selain itu, hipertiroidisme pada ibu hamil juga memberikan dampak pada
janin sekaligus neonates, antara lain:
1) Efek Hipertiroid pada Janin
Hipertiroid pada janin dipikirkan jika TSH receptor antibodies ( TSH-
R) menetap hingga trimester II. Diagnosis dapat ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan terlihat kelenjar gondok janin yang
membesar, takikardi (160 x/menit), retardasi pertumbuhan, janin sangat
aktif bergerak dan maturasi tulang lebih cepat. Pada kasus-kasus tertentu,
pemeriksaan darah dari tali pusat dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis dan monitoring terapi, tetapi prosedur ini dapat menyebabkan
komplikasi hingga abortus. Jika takikardi janin menetap, diberikan PTU
200-400mg/hr atau Metilmerkaptoimidazol (MMI) 20 mg/hr pada ibu
hamil.
2) Efek Hipertiroid pada Neonatus
Neonatus mungkin mengalami hipertiroid transien, yang kadang-
kadang memerlukan terapi obat antitiroid. Sebaliknya pajanan obat ini
secara berkepanjangan in utero dapat menyebabkan hipotiroidisme
22
neonatus. Perkiraan-perkiraan sebelumnya tentang efek merugikan pada
janin yang disebabkan oleh tiourea terlalu berlebihan dan pemakaian obat
ini selama kehamilan memiliki resiko yang sangat kecil (Momotani dkk,
1997; O’Doherty dkk, 1999). Tidak ditemukan efek samping pada tumbuh
kembang apabila dibandingkan dengan kelompok yang jumlah tiroidnya
terkontrol (dalam batas normal) dengan usia yang sepadan.
23
takhikardia, agitasi, tremor, hipertermia, dan apabila tidak diobati
menyebabkan kematian.
4. Bayi lahir prematur atau keguguran
5. Bayi lahir dengan berat badan rendah
24
sintesis dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada keadaan
hipertiroid.
6. Ambilan iodium radioaktif
Tes ambilan iodium aktif dilakukan untuk mengukur kecepatan
pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Pada pasien disuntikkan I131 atau
radionuklida lainnya dengan dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan
dengan alat pencacah skintilasi. Penderita hipertiroid akan mengalami
penumpukan I131 dalam proporsi yang tinggi.
25
Sumber dari http://www.emedicine.com
26
anestesi, peningkatan risiko janin mati pada trimester pertama serta
peningkatan risiko persalinan preterm pada trimester ketiga. Paling optimal
dilakukan pada akhir trimester kedua meskipun tetap memiliki risiko
persalinan preterm sebesar 4,5%-5,5%. Tindakan pembedahan harus
didahului oleh pengobatan intensif dengan golongan thionamide, iodida, dan
beta bloker untuk menurunkan kadar hormon tiroid agar mengurangi risiko
thyroid storm selama anestesi dan juga mengoptimalkan kondisi operasi
dengan penyusutan struma dan mengurangi perdarahan.
Tiroidektomi subtotal hanya dilakukan pada keadaan tertentu misalnya
pada penderita yang sangat alergi terhadap obat antitiroid, tidak berhasil
dengan pengobatan obat antitiroid atau pada mereka dengan gejala
penekanan oleh struma. Worley dan Crosby dari Oklahoma University di
Amerika Serikat meneliti secara retrospektif penderita hipertiroid dengan
kehamilan yang pernah dirawat selama 12 tahun. Ternyata pada mereka
yang mendapat obat antitiroid saja sebanyak 70% melahirkan bayi aterm.
Sebaliknya pada mereka yang mengalami pembedahan strumektomi, hanya
43% yang melahirkan bayi aterm. Selain itu kematian bayi pada mereka
yang mengalami pembedahan ditemukan 43% sedang angka kematian pada
mereka yang mendapat obat antitiroid hanya 20%. Oleh karena itu mereka
menyimpulkan bahwa pengobatan terbaik pada wanita hipertiroid hamil
adalah pemberian obat antitiroid.
4. Pembedahan
Indikasi pembedahan adalah dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU >450mg atau methimazole >300mg), timbul efek samping serius
penggunaan obat anti tiroid, struma yang menimbulkan gejala disfagia atau
obstruksi jalan napas, dan tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya
pada pasien gangguan jiwa).
5. Pengobatan pada Saat Laktasi
Pada akhir kehamilan proses autoimmun akan berkurang sehingga pada
akhir kehamilan pada umumnya wanita hamil akan menjadi eutiroid.
Setelah bersalin, kekambuhan hipertiorid akan terjadi pada 6 bulan pertama.
Oleh karena itu pemeriksaan fungsi tiroid sebaiknya dilakukan pada 3 bulan
dan 6 bulan setelah bersalin. Apabila terjadi hipertiroid kembali maka harus
27
segera dimulai dengan obat antitiroid. Sampai saat ini obat antitiroid yang
dianggap aman dan tidak menebus plasenta ialah PTU.
6. Terapi Farmakologis
1) Pada wanita hamil, penggunaan propiltriurasil lebih aman dibandingkan
dengan metimazol karena lebih sedikit obat yang sampai ke janin.
2) Pemberian obat-obat profiltluarasil dan metiazol dosis rendah
3) Operasi tiroidektomi, lakukan pada trimester III
4) Yodium radioaktif tidak diberikan kepada wanita hamil karena bisa
melewati sawar plasenta dan bisa merusak kelenjar tiroid janin.
7. Terapi Non Farmakologi
1) Hindari konsumsi junk food dan berbagai macam makanan olahan
(makanan kaleng, sosis, bakso, smoke beef, dll)
2) Memperbanyak makan sayur dan buah.
3) Menghindari stres yang tinggi
4) Cukup tidur
5) Pengaturan makanannya yaitu tinggi kalori, tinggi vitamin dan mineral
serta cukup protein.
28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
HIPERTIROID PADA IBU HAMIL
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
29
Inspeksi pada bagian telinga.
7. Data Laboratorium
Tes ambilan RAI : Meningkat pd penyakit graves & toksik goiter
noduler,menurun pada tiroiditis
T4 dan T3 serum : meningkat (normal : T3 = 26-39 mg, T4 = 80-100 mg)
T4 dan T3 bebas serum : meningkat
TSH : tertekan dan tidak berespon pd TRH
Tiroglobulin : meningkat
30
Stimulasi TRH : dikatakan tiroid jika TRH tidak ada sampai meningkat
setelah pemberian TRH
Ikatan protein iodiun : meningkat
Gula darah : meningkat (sehubungan dengan kerusakan andrenal)
Kortisol plasma : turun (menurunnya pengeluaran pada andrenal)
Pemeriksaan fungsi heper : abnormal
Elektrolit : hiponatrenia mungkin sebagai akibat dari respon andrenal atau
efek dilusi dalam tera cairan pengganti. Hipokalemia terjadi dengan
sendirinya pada kehilangan melalui gastrointestinal dan dieresis
Katekolamin serum : menurun
Kreatinin urine : meningkat
EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali
31
tidak terkontrol, 3. Catat adanya tanda dan gejala
Kriteria Hasil: curah
keadaan penurunan cardiac output
jantung pasien kembali 4. Monitor status kardiovaskuler.
hipermetabolisme,
5. Monitor status pernafasan yang
normal
peningkatan beban
menandakan gagal jantung
kerja jantung. 6. Monitor abdomen sebagai
indicator penurunan perfusi
7. Monitor balance cairan
8. Monitor adanya perubahan
tekanan darah
9. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
11. Monitor toleransi aktivitas
pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan ortopneu
13. Anjurkan untuk menurunkan
stress
B. Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
2. Pasang urin kateter jika
diperlukan
3. Monitor status hidrasi
(kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik), jika diperlukan
4. Monitor hasil lAb yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN,
Hmt, osmolalitas urin)
5. Monitor status hemodinamik
termasuk CVP, MAP, PAP, dan
32
PCWP
6. Monitor vital sign sesuai
indikasi penyakit
7. Monitor indikasi retensi/
kelebihan cairan (cracles, CVP,
edema, distensi vena leher,
asites)
8. Monitor berat pasien sebelum
dan setelah dialisis
9. Kaji lokasi dan luas edema
10. Monitor masukan makanan/
C. Fluid Monitoring
33
1. Tentukan riwayat jumlah dan
tipe intake cairan dan eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor
resiko dari ketidak seimbangan
cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi
hati, dll)
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit
urine
5. Monitor serum dan osmolalitas
urine
6. Monitor BP<HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan irama
jantung
8. Kolaborasi pemberian obat
yang dapat meningkatkan
output urin
9. Lakukan hemodialisis bila perlu
dan catat respons pasien
34
2. Kelelahan NOC : NIC :
berhubungan dengan 1) Endurance A.Energy Management
2) Concentration 1) Observasi adanya pembatasan
hipermetabolik
3) Energy conservation
klien dalam melakukan
dengan peningkatan 4) Nutritional status :
aktivitas
kebutuhan energy energy
2) Dorong anal untuk
mengungkapkan perasaan
Kriteria Hasil :
terhadap keterbatasan
1) Memverbalisasikan 3) Kaji adanya factor yang
peningkatan energi menyebabkan kelelahan
4) Monitor nutrisi dan sumber
dan merasa lebih
energi yang adekuat
baik
5) Monitor pasien akan adanya
2) Menjelaskan
kelelahan fisik dan emosi
penggunaan energi
secara berlebihan
untuk mengatasi
6) Monitor respon
kelelahan
kardiovaskuler terhadap
aktivitas
7) Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien.
3. Risiko tinggi NOC : NIC :
terhadap perubahan 1) Nutritional Status: A. Nutrition Management
1) Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari food and Fluid
2) Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan Intake
untuk menentukan jumlah
berhubungan dengan
kalori dan nutrisi yang
peningkatan Kriteria Hasil :
dibutuhkan pasien.
metabolism 1) Adanya peningkatan 3) Anjurkan pasien untuk
(eningkatan nafsu berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
4) Anjurkan pasien untuk
makan atau dengan tujuan
2) Berat badan ideal meningkatkan protein dan
pemasukan dengan
sesuai dengan tinggi vitamin C
penurunan berat
5) Berikan substansi gula
badan
badan ). 6) Yakinkan diet yang dimakan
3) Mampu
mengandung tinggi serat untuk
mengidentifikasi
mencegah konstipasi
kebutuhan nutrisi
7) Berikan makanan yang terpilih
4) Tidak ada tanda
35
tanda malnutrisi (sudah dikonsultasikan dengan
5) Tidak terjadi
ahli gizi)
penurunan berat 8) Ajarkan pasien bagaimana
badan yang berarti membuat catatan makanan
harian
9) Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10) Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11) Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
B. Nutrition Monitoring
1) BB pasien dalam batas normal
2) Monitor adanya penurunan
berat badan
3) Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4) Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5) Monitor lingkungan selama
makan
6) Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
7) Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
8) Monitor turgor kulit
9) Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
10) Monitor mual dan muntah
11) Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12) Monitor makanan kesukaan
13) Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14) Monitor pucat, kemerahan, dan
36
kekeringan jaringan
konjungtiva
15) Monitor kalori dan intake
nutrisi
16) Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17) Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
4. Ansietas NOC : NIC :
berhubungan dengan 1) Anxiety control A. Anxiety Reduction
2) Coping
faktor fisiologis; (penurunan kecemasan)
1) Gunakan pendekatan yang
status
Kriteria Hasil : menenangkan
hipermetabolik.
2) Nyatakan dengan jelas harapan
1) Klien mampu
terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi dan
3) Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan
apa yang dirasakan selama
gejala cemas
prosedur
2) Mengidentifikasi,
4) Temani pasien untuk
mengungkapkan dan
memberikan keamanan dan
menunjukkan teknik
mengurangi takut
untuk mengontrol 5) Berikan informasi faktual
cemas mengenai diagnosis, tindakan
3) Vital sign dalam
prognosis
batas normal 6) Dorong keluarga untuk
4) Postur tubuh,
menemani anak
ekspresi wajah, 7) Lakukan back / neck rub
8) Dengarkan dengan penuh
bahasa tubuh dan
perhatian
tingkat aktivitas
9) Identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan 10) Bantu pasien mengenal situasi
berkurangnya yang menimbulkan kecemasan
11) Dorong pasien untuk
kecemasan
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12) Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
37
13) Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
5. Kurang pengetahuan NOC : NIC :
mengenai kondisi, 1) Knowlwdge: disease A. Teaching : disease Process
prognosis dan process 1. Berikan penilaian tentang
2) Knowledge: health
kebutuhan tingkat pengetahuan pasien
Behavior
pengobatan tentang proses penyakit yang
berhubungan dengan spesifik
Kriteria Hasil :
tidak mengenal 2. Jelaskan patofisiologi dari
1) Pasien dan keluarga
sumber informasi. penyakit dan bagaimana hal
menyatakan
ini berhubungan dengan
pemahaman tentang
anatomi dan fisiologi, dengan
penyakit, kondisi,
cara yang tepat.
prognosis dan
3. Gambarkan tanda dan gejala
program pengobatan
yang biasa muncul pada
2) Pasien dan keluarga
penyakit, dengan cara yang
mampu
tepat
melaksanakan
4. Gambarkan proses penyakit,
prosedur yang
dengan cara yang tepat
dijelaskan secara
5. Identifikasi kemungkinan
benar
3) Pasien dan keluarga penyebab, dengan cara yang
mampu menjelaskan tepat
kembali apa yang 6. Sediakan informasi pada
dijelaskan perawat/ pasien tentang kondisi, dengan
tim kesehatan cara yang tepat
lainnya 7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan
38
datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
3.3 Evaluasi
1. Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan tubuh
2. Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat
energy
3. Klien akan menunjukkan berat badan stabil
4. Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi
5. Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya
39
BAB IV
HIPOTIROID PADA IBU HAMIL
40
tiroid ibu pada trimester pertama kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium
maka akan berakibat pada rendahnya kadar hormon tiroid pada ibu dan janin.
Dalam trimester kedua dan ketiga kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon
tiroid sendiri, namun karena kekurangan yodium dalam masa ini maka juga akan
berakibat pada kurangnya pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat
hipotiroidisme pada janin.
Secara klinis diagnosis hipotiroid ditegakan apabila kadar tiroksin bebas
rendah, sedangkan kadar tirotropin meningkat. Keadaan hipotiroid dihubungkan
dengan meningkatnya kejadian infertilitas (kemandulan) atau keguguran, dan
tidak umum ditemukan keadaan hipertiroid yang berat dalam kehamilan.
Deteksi dini hipotiroidisme pada kehamilan untuk mencegah komplikasi pada
ibu dan bayi. Gangguan tiroid (kelenjar gondok) 4-5 kali lebih banyak terjadi pada
wanita dibandingkan pada pria. Fungsi tiroid yang baik sangat penting untuk ibu
dan janin yang dikandungnya. Khususnya selama tiga bulan pertama kehamilan,
pada saat itu hanya ibu yang menjadi sumber hormon tiroid bagi janin. Gangguan
tiroid pada ibu hamil yang paling sering terjadi adalah kekurangan hormon tiroid.
41
paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis
Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi
beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih
berfungsi.
2) Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme.
Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan
hipotiroidisme.
3) Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam
makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi
iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan
hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam
darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang
tinggi karena minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang
dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang
aktif (hipotiroidisme goitrosa).
4) Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari
hipotiroidisme di negara terbelakang.
5) Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme.
Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah
tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif
untuk menghancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-
anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat
meningkatkan risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut
merangsang proliferasi dan hiperplasia sel tiroid.
42
Pada kehamilan dengan hipotiroid, kebutuhan hormon tiroksin akan
meningkat sehingga dapat terjadi hipotiroid. Hal ini mengakibatkan timbulnya
mekanisme umpan balik (feedback mechanism) yang meningkatkan produksi TSH
untuk merangsang pelepasan tiroksin pada kelenjar tiroid. Rangsangan TSH terus-
menerus pada kelenjar tiroid yang tidak mendapat cukup suplai untuk produksi
hormon tiroksin berakibat pada hiperplasia kelenjar tiroid. Akibat berulangnya
episode hiperplasia, involusi dapat terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti
fibrosis, nekrosis, kalsifikasi pembentukan kista yang menampakkan diri sebagai
struma nodosa. Penyebab hipotiroid primer umumnya meliputi tiroiditis autoimun
seperti tiroiditis Hashimotho’s, penyebab iatrogenik seperti radiasi atau
pembedahan, hipotiroid kongenital, obat - obatan seperti lithium atau amiodaron,
defisiensi yodium, dan penyakit-penyakit infiltratif. Hipotiroidisme sekunder
dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus atau hipofisa (Sheehan disease).
Hipotiroidisme pada kehamilan berkaitan erat dengan perkembangan otak
janin. Hal ini karena sebelum dilahirkan bayi sangat bergantung pada hormon
tiroid dari ibunya sebelum kelenjar tiroid bayi dapat berfungsi. Karenanya
kehamilan dengan hipotiroid dapat berakibat terjadinya retardasi mental. Pada ibu
sendiri, hipotiroid meningkatkan kerja kelenjar tiroid. Sementara suplai yodium
tidak mencukupi, maka terjadi hiperplasia kelenjar berulang. Akibatnya dapat
timbul goiter atau struma nodulus dengan manifestasi berupa benjolan pada
daerah leher (gondok). Manifestasi klinis dari hipotiroidisme seperti metabolisme
menurun, obstipasi, lesu, anoreksia, BB meningkat, dapat berisiko terjadinya
abortus, peningkatan tekanan darah dan prematuritas
43
preeklampsia dan abrupsio plasenta di antara wanita hipotiroid, diikuti
peningkatan angka kelahiran bayi dengan berat lahir rendah dan angka lahir mati
(Lazarus, 1993, Leung, dkk., 1993).
Suplemem hormon tiroid digunakan untuk mengobati hipotiroidisme.
Levotiroksin (Synthroid) merupakan obat yang paling sering diresepkan selama
masa hamil. Kadar hormon stimulan tiroid serum (TSH) dipantau dan
membutuhkan waktu dua bulan untuk mencapai kadar normal. Suplemen tiroid
tidak menembus plasenta dalam jumlah besar sehingga terapi pada ibu dianggap
aman untuk janin.
44
dalam kelenjar thyroid, mengidentifikasikan kemampuan thyroid untuk
menyerap dan menahan yodium.
Tes yodium pada kelenjar thyroid digunakan untuk mendiagnosa dengan
akurat adanya hipertiroidisme, suatu kondisi dimana thyroid terlalu aktif
sehingga membebaskan hormonnya dalam jumlah yang terlalu banyak. Walau
demikian, tes yodium pada kelenjar thyroid agak kurang akurat bagi diagnosa
hipotiroidisme, suatu kondisi diamana thyroid kurang aktif dan membebaskan
hormone dalam jumlah yang terlalu sedikit.
2. Scanning Ultrasonogarfi
Scanning ultrasonografi pada tiroid membantu dokter menentukan bentuk
dan ukuran kelenjar thyroid klien. Gelombang ultrasonic diemisikan dari
transduser yang menyerupai mikrofon diarahkan pada kelenjar thyroid dan
dipantulkan kembali untuk menghasilkan citra struktur organ pada suatu
monitor. Tes Scanning ultrasonografi pada tiroid bersifat noninvasive, yang
berarti tidak terdapat benda-benda yang dimasukkan ke dalam tubuh.
Setelah dokter menemukan suatu benjolan pada leher klien, hasil scanning
dengan ultrasonic dapat membantu membedakan antara kista dan tumor. Tes
Scanning ultrasonografi pada tiroid juga digunakan untuk mengevaluasi
yodium radioaktif.
45
kelahiran prematur, dan juga menyebabkan kelainan perkembangan otak pada
bayi. Skrining dengan evaluasi laboratorium spesifik yaitu thyroid stimulating
hormone (TSH) dan thyroid peroxidase antibodies (Anti TPO) membantu
menentukan diagnosis yang tepat.
46
Riwayat hipo atau hipertiroid, PPT (post partum tiroiditis), atau
lobektomi tiroid
Riwayat keluarga dengan penyakit tiroid
Wanita dengan goiter
Memiliki antibodi tiroid
Terdapat tanda dan gejala yang mengarah pada kekurangan dan kelebihan
hormon tiroid
Diabetes melitus tipe I
Penyakit autoimun lain
Infertilitas
Riwayat radiasi pada kepala dan leher
Riwayat keguguran atau melahirkan prematur
3. Diet
1) Tidak ada diet khusus yang diperlukan untuk hipotiroidisme.
2) Hipotiroidisme subklinis telah terlihat pada frekuensi meningkat pada
pasien dengan asupan yodium lebih besar. Organisasi Kesehatan Dunia
merekomendasikan asupan iodium harian diet:
a. 150 mcg untuk orang dewasa
b. 200 mcg untuk ibu hamil dan menyusui
c. 50-120 mcg untuk anak-anak.
47
BAB V
ASUHAN KEPERAWATAN
5.1 Pengkajian
1. Identitas umum
Nama, Alamat, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Agama
2. Data Biologis
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Obsteteri
c. Riwayat kehamilan sekarang: gerakan janin, keluhan hamil muda,
imunisasi TT, obat yang dikonsumsi.
a) Riwayat haid: menachre, siklus, lama, jumlah, dan keluhannya.
b) Riwayat kehamilan sebelumnya.
d. Riwayat ginekologi: infertilitas, tumor, penyakit, operasi.
e. Riwayat KB: kontrasepsi yang lalu, keluhan, lama pemakaian, alasan
berhenti.
f. Riwayat penyakit lalu.
g. Pola nutrisi: sebelum hamil dan selama hamil.
h. Pola Eliminasi: sebelum hamil dan selama hamil.
i. Pola istirahat: sebelum hamil dan selama hamil.
3. Data Psiko-Sosial
1. Dukungan suami
2. Dukungan keluarga
4. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran, berat badan, tinggi badan
5. Tanda-Tanda Vital
TD, N, RR, S
6. Review Od System:
a. Sistem pulmoary : Hipoventilasi, efusipleura, dispnea
b. Sistem kardiovaskuler : Bradikardi, disritmia, pembesaran
jantung, toleransi terhadap aktifitas menurun, hipotensi.
c. Sistem neurologi : Fungsi intelektual yang lambat, berbicara
lambat dan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung,
hilang pendengaran, penurunan refleks tendom.
d. Sistem gastrointentestinal : Anoreksia, peningkatan berat badan,
48
f. Sistem intergumen : Kulit dingin, pucat , kering, bersisik dan
menebal, pertumbuhan kuku buruk, kuku menebal, rambut kering, kasar,
rambut rontok dan pertumbuhannya rontok. Pada hipotiroid berat sering
terjadi miksedema. Penumpukan kopolisakarida dalam jaringan subkutan
dan interstitial
49
- Akral hangat dan
tidak dingin
- Pasien tidak
mengeluh
kedinginan
3. Konstipasi b.d Tujuan : 1) Dorong pemasukan asupan cairan
fungsi Mengembalikan dalam batas retrikasi cairan
2) Berikan makanan yang kaya akan
gastrointestinal fungsi normal
serat
pencernaan
3) Ajarkan kepada pasien tentang
Kriteria Hasil :
jenis-fungsi makanan yang banyak
Tidak terjadi
mengandung serat
konstipasi
4) Pantau fungsi usus
4. Intoleransi Tujuan : Kebutuhan 1) Atur interval waktu antar aktifitas
aktivitas b.d untuk beraktivitas untuk meningkatkan istirahat dan
kelelahan, klien terpenuhi latihan yang dapat ditoleransi
Kriteria hasil : 2) Bantu aktifitas perawatan mandiri
penurunan
- Klien menunjukkan
ketika pasien berada dalam
proses kognitif
peningkatan
keadaan lelah
aktivitas fisik 3) Beri stimulasi melalui percakapan
- Klien bisa dan aktifitas yang tidak dapat
melakukan ROM menimbulkan stress
4) Pantau respon pasien terhadap
yang normal
peningkatan aktifitas
5. Kurang Tujuan : 1) Jelaskan dasar pemikiran untuk
pengetahuan Memberikan terapi penggantian hormon tiroid
2) Jelaskan efek pengobatan yang
tentang pengetahuan tentang
dikehendaki pasien
pengobatan b.d pengobatan terhadap
3) Bantu pasien menyusun jadwal
penerimaan penyakitnya
memastikan pelaksanaan sendiri
yang adekuat,
Kriteria Hasil : terapi penggantian hormon tiroid
defisit sumber 4) Jelaskan tanda-tanda dan gejala
Mengetahui cara-
informasi. pemberian obat dengan dosis yang
cara pengobatan
berlebih dan kurang
gejala penyakit
5.4 Evaluasi
50
1. Klien menunjukkan pola napas yang efektif
2. Suhu tubuh klien kembali dalam batas normal.
3. Konstipasi tidak terjadi
4. Kebutuhan klien untuk beraktivitas terpenuhi.
5. Pengetahuan meningkat
BAB VI
6.1 Kasus:
Ny.R umur 30 tahun datang ke Rumah Sakit Universitas Airlangga dengan
keadaan hamil 4 bulan. Pasien mengeluh sesak nafas, cepat lelah, suara serak,
sedikit darah haid dan nyeri dada sejak dua hari yang lalu. Pasien mengatakan
fesesnya keras dan pasien juga mengeluh nyeri pada bagian perut. Suhu
380C/axilla. Pasien tampak menggunakan nafas cuping hidung dan bahu RR:
28x/menit. Pasien susah tidur pada malam hari dan pada siang hari pasien banyak
tidurnya. Pasien tampak edema pada ekstremitas, (N< 60x/mnt, TD< 100/70
mmHg)
6.2 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. R
Alamat : Surabaya
Tanggal lahir : 30 Desember 1988
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan : Menikah
Status pendidikan : Tamat SMA
2. Keluhan Utama
51
Cepat lelah, suara serak, sesak nafas, nyeri dada, gangguan tidur,
obstipasi, anoreksia, demam, sakit kepala, oligomenorea.
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan terdapat benjolan di leher depan dan nyeri saat ditekan.
52
g) Gastrointestinal: anoreksia, peningkatan berat badan, obstipasi, distensi
abdomen, sariawan pada rongga mulut, berat badan turun 20% dari BBI
h) Psikologis dan emosional: apatis, igitasi, depresi, paranoid, menarik
diri/ kurang percaya diri, dan bahkan maniak.
Gangguan Respirasi
Depresi Ventilasi
Ketidakefektifan Pola
Nafas
DS: Penekanan Produksi Hipertermi
Hormon Tiroid
Pasien mengeluh cepat
lelah, demam, dan sakit Laju BMR Lambat
kepala Nutrisi Tubuh Kurang
DO: Merangsang
Hipotalamus
1. Palpasi: tubuh pasien
teraba panas Suhu Tubuh Meningkat
2. Takikardi
3. Kulit tampak kering, Hipertermi
bersisik dan menebal
4. Kuku tampak menebal
53
5. Rambut tampak kering,
kasar, dan rontok
Suhu 380C/ axilla
Penurunan Curah
Jantung
DO:
54
DS: Penekanan Produksi Ketidakseimbangan Nutrisi:
Hormon Tiroid Kurang dari Kebutuhan
Pasien mengatakan tidak
Tubuh
ada nafsu makan Laju BMR Lambat
(anoreksia), cepat lelah, Nutrisi Tubuh Kurang
nyeri abdomen.
Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
DO:
Kelemahan
DO: Intoleransi Aktivitas
55
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi ventilasi
2) Hipertermi berhubungan dengan kekurangan nutrisi dan cairan dalam
tubuh
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan volume sekuncup akibat
bradikardi
4) Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal (peristaltik)
5) Ketidakseimbangan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
56
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
suhu tubuh pasien normal (36,5-37,5 0C)
Kriteria Hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR: 16-20 x/menit, N: 60-100
57
Intervensi Rasional
1. Catat warna kulit dan kaji 1. Sirkulasi perifer turun jika curah jantung
kualitas nadi. turun. Membuat kulit pucat atau warna
abu-abu dan menurunnya kekuatan nadi
2. Auskultasi suara nafas dan Catat.
2. S3, S4 dan creackles terjadi karena
dekompensasi jantung atau beberapa obat
3. Dampingi pasien pada saat
(penyekat beta).
melakukan aktivitas. 3. Penghematan energy membantu
4. Lakukan pengukuran tekanan
menurunkan beban jantung.
darah (bandingkan kedua lengan 4. Takikardi dapat terjadi karena nyeri,
pada posisi berdiri, duduk dan cemas, hipoksemia dan menurunnya curah
tiduran jika memungkinkan). jantung. Perubahan juga terjadi pada TD
5. Kolaborasi dalam: pemeriksaan
(hipo/hiper) karena respon jantung.
serial ECG, foto thorax, 5. Untuk hasil penunjang dan pengobatan
pemberian obat-obatan anti lebih lanjut
disritmia.
58
diperlukan.
Albumin, Glukosa)
f. TTV dalam batas normal (RR: 16-20 x/menit, N: 60-100 x/menit,
TD: 120/80x/menit, S: 36,5-37,5 0C)
Intervensi Rasional
59
ketika pasien berada dalam keadaan memberikan kesempatan untuk
lelah. mendapatkan istirahat yang adekuat.
4. Berikan stimulasi melalui 3) Memberi kesempatan pada pasien
percakapan dan aktifitas yang tidak untuk berpartisipasi dalam aktivitas
menimbulkan stress. perawatan mandiri.
4) Meningkatkan perhatian tanpa
terlalu menimbulkan stress pada
pasien.
6.6 Evaluasi
60
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
Gangguan tiroid memiliki dampak buruk bagi ibu hamil baik itu hipertiroid
selama kehamilan maupun hipotiroid. Hal yang disarankan bagi ibu hamil
maupun ibu yang belum hamil untuk selalu melakukan screening secara berkala
untuk mengetahui fluktuasi kadar hormon tiroid dalam darah. Selain itu, bagi ibu-
ibu hamil untuk selalu melakukan pemeriksaan laboratorium yang bertujuan untuk
memastikan apakah ibu mengalami gangguan tiroid tertentu atau tidak. Apabila
hasil pemeriksaan menunjukkan positif adanya gangguan tiroid tertentu maka ibu
hamil disarankan untuk menghubungi dokter agar dapat diberikan tindakan
pengobatan yang tepat untuk menangani permasalahan tersebut.
61
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC
halaman 724-725
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD,
eds. Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill; 2010. p.1126-
1135
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39717
Price, S.A dan Wilson, LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, vol 2. Jakarta: EGC.
Pridianto, Faris Aziz.2013. Askep Ibu Hamil Dengan Hipertiroid diakses dalam
https://www.scribd.com/doc/149902824/Askep-Ibu-Hamil-Dengan-
Hipertiroid tanggal 24 Mei 2016 [pukul 12: 08 WIB]
62
Schorge John, Schorge. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi ke-2.
63