Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan rempah-rempah, di samping


itu juga kaya akan tanaman biofarmaka. Biofarmaka merupakan tanaman yang
bermanfaat sebagai obat-obatan, biasanya dikonsumsi dari bagian tanaman
berupa daun, buah, umbi (rimpang) atau pun akarnya. Obat herbal atau obat-
obatan yang berasal dari tumbuhan di Indonesia memiliki potensi yang sangat
besar, namun potensi ini masih kurang dimaksimalkan karena penelitian ilmiah
di bidang tumbuhan herbal masih terbatas. Saat ini, orang mulai beralih untuk
memakai tanaman herbal sebagai pengganti obat bahan kimia dikarenakan
selain harga yang lebih terjangkau, banyak yang meyakini efek samping dari
obat-obatan herbal lebih sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
Salah satu tanaman biofarmaka yang banyak dimanfaatkan di Indonesia,
khususnya untuk bagian umbi atau rimpangnya adalah kencur (Kaempferia
galanga L). Rimpang kencur dimanfaatkan sebagai obat tradisional berbagai
macam penyakit seperti radang lambung, sakit kepala, batuk, dan diare. Minyak
atsiri di dalam rimpang kencur banyak digunakan dalam industri kosmetika dan
dimanfaatkan sebagai anti jamur ataupun anti bakteri (Hardiman, 2015).
Kendala utama obat tradisional adalah proses peracikan yang dianggap
kurang efisien. Sehingga saat ini produk obat tradisional telah dimodifikasi
lebih lanjut menjadi berbagai bentuk sediaan seperti bentuk kapsul dan tablet
sehingga lebih praktis untuk dikonsumsi. Kelebihan dari bentuk sediaan kapsul
diantaranya adalah cukup stabil dalam penyimpanan, dapat menutupi rasa dan
bau yang tidak enak, bentuk kapsul mudah ditelan dibanding bentuk tablet,
menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari dan lain
sebagainya.
Kencur memiliki senyawa marker yaitu etil p-metoksisinamat (EPMS) yang
berkhasiat sebagai bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari
sengatan sinar matahari. Senyawa marker merupakan suatu senyawa penanda,
yang hanya ada pada suatu tanaman. Senyawa marker dibutuhkan sebagai

1
pembanding dalam keberadaan suatu ekstrak tanaman dalam produk obat bahan
alam. Analisis senyawa marker secara kualitatif dan kuantitatif dapat dijadikan
indikator mutu suatu obat herbal (BPOM, 2011). Berdasarkan Natural Health
Product Directorate (NHPD), senyawa marker pada tanaman mempunyai 2
tujuan utama yaitu sebagai penanda farmakologis dan analisis. Senyawa marker
sangat penting dalam evaluasi jaminan kualitas produk, untuk mengidentifikasi
dengan benar dan autentik sumber bahan alam, mencapai kualitas yang
konsisten, mengkuantifikasi senyawa farmakologik aktif pada produk akhir,
atau memastikan efikasi produk.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pada praktikum ini dilakukan penetapan
kadar senyawa marker EPMS dalam kapsul ekstrak kencur.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui penetapan kadar senyawa marker EPMS
dalam kapsul ekstrak Kaempferia galanga L.

1.3 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, maka manfaat dari praktikum ini adalah
mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar senyawa marker EPMS dalam
kapsul ekstrak Kaempferia galanga L.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kaempferia galanga


Klasifikasi
(a)

(b)
Gambar 2.1 Tanaman Kencur (a), Rimpang Kencur (b) (Plantamor, 2018)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Superdivisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida

Subkelas : Commelinidae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia galanga (Hardiman, 2015)

Morfologi Kaempferia galanga


Kencur termasuk ke dalam suku Zingiberaceae dan digolongkan
sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling

3
lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan terna kecil yang tumbuh subuh
di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak
terlalu banyak air. Kencur tumbuh dan berkembang pada musim penghujan
dan dapat ditanam dalam pot atau kebun yang cukup sinar matahari
(Hardiman, 2015).
Kencur termasuk dalam susunan terna kecil yang siklus hidupnya
semusim atau beberapa musim. Susunan tubuh tanaman kencur terdiri atas
a. Akar dan Rimpang
- Merupakan akar tunggal yang bercabang halus dan menempel pada umbi
akar yang disebut “rimpang”.
- Rimpang kencur sebagian lagi terletak diatas tanah. Bentuk rimpang
umumnya bulat, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya coklat-
kekuningan dan berbau harum.
b. Batang dan Daun
- Tanaman kencur memiliki batang semu yang sangat pendek, terbentuk dari
pelepah-pelepah daun yang saling menutupi.
- Daun-daun kencur tumbuh tunggal, melebar dan mendatar hampir rata
dengan pemukaan tanah. Jumlah daun bervariasi antara 8-10 helai dan
tumbuh secara berlawanan satu sama lain. Bentuk daun elip melebar
sampai bundar, ukuran panjang daun 7-12 cm dan lebarnya 3-6 cm, serta
berdaging agak tebal.
c. Bunga dan Buah
- Bunga kencur keluar dalam bentuk buliran setengah duduk dari ujung
tanaman di sela-sela daun. Warna bunganya putih, ungu hingga
lembayung, dan tiap tangkai bunga berjumlah 4-12 kuntum bunga.
- Buah kencur termasuk buah kotak beruang 3 dengan bakal buah yang
letaknya tenggelam, tetapi sulit sekali menghasilkan biji (Rukmana, 2006).

Aktivitas Farmakologi Kaempferia galanga


Kencur memiliki banyak khasiat diantaranya adalah mengobati diare,
memperlancar haid, mata pegal, keseleo, lelah, radang lambung, radang anak
telinga, influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala dan batuk. Minyak
atsiri kencur memiliki aktivitas terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus

4
aureus, Bacillus subtilis), bakteri gram negatif (Salmonella thypi, Eschericia
coli) dan khamir (Candida albicans). Efek vasorelaksan dari etil sinamat
dapat mengurangi hipertensi. Efek terapeutik lainnya sebagai vasorelaksan
yaitu diantaranya digunakan pada pengobatan angina, asma dan kejang otot.
Ekstrak etanol dari Kaempferia galanga mempunyai aktivitas sebagai
analgesik dan antiinflamasi sedangkan ekstrak heksan dari Kaempferia
galanga mempunyai aktivitas sebagai sedatif (Huang, 2008).
Etil sinamat dan etil-p-metoksi sinamat (EPMS) dari minyak atsiri
kencur banyak digunakan didalam industri kosmetika dan dimanfaatkan
dalam bidang farmasi sebagai obat asma dan anti jamur. Etil p-metoksi
sinamat merupakan golongan fenol yang merupakan salah satu golongan
senyawa yang diduga mampu menstimulasi estrogen (Handayani, 2015).
Selain itu, kandungan etil p-metoksisinama didalam rimpang kencur menjadi
bagian yang penting didalam industri kosmetik karena bermanfaat sebagai
bahan pemutih dan juga anti eging atau penuaan jaringan kulit (Rosita, 2007).
Selain sebagai tabir surya, minyak kencur juga memiliki aktivitas
antioksidan. Minyak kencur yang diperoleh dari kultur rimpang kencur secara
in vitro memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH 0,1 mM.
Ekstrak kental rimpang kencur terbukti memiliki efek antiinflamasi,
analgesik, nematicidal, pengusir nyamuk, larvasida, vasorelaksan, obat
penenang, antineoplastik, antimikroba, antioksidan, anti alergi dan
mempercepat penyembuhan luka (Umar, et al., 2011).

Kandungan Kimia Kaempferia galanga


Rimpang kencur mengandung saponin, flavonoida dan senyawa-
senyawa polifenol (Rahayu, 2014). Minyak atsiri di dalam rimpang kencur
banyak digunakan dalam industri kosmetika dan dimanfaatkan sebagai anti
jamur ataupun anti bakteri. Rimpang kencur mengandung pati (4,14%),
mineral (13,73%) dan 54 komponen minyak atsiri diantaranya yang terdapat
dalam jumlah besar adalah ethyl-trans-p-methoxycinnamate (51,6%), ethyl
cinnamate (16,5%), pentadecane (9,0%), 1,8-cineole (5,7%), δ-3-carene
(3,3%), boneol (2,7%) dan terpenoid (16,4%) (Hardiman, 2015). Rimpang

5
mengandung minyak atsiri yang tersusun α-pinene (1,28%), kampen (2,47%),
benzene (1,33%), eucalyptol (9,59%), karvon (11,13%), metilsinamat
(23,23%) dan etil-p-metoksisinamat (31,77%) (Tewtrakul et al., 2005).
Kandungan etil p- metoksisinamat (EPMS) didalam rimpang kencur
menjadi bagian yang penting didalam industri kosmetik karena bermanfaat
sebagai bahan pemutih dan juga anti aging atau penuaan jaringan kulit.

2.2 Etil p-metoksisinamat

Gambar 2.2 Struktur Etil p-metoksisinamat (Lookchem.com)

Etil p-metoksisinamat (EPMS) atau C12H14O3 adalah salah satu


senyawa hasil isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) yang
termasuk senyawa turunan asam sinamat yang dengan demikian jalur
biosintesis asam sikhimat. Senyawa EPMS termasuk ke dalam senyawa ester
yang mengandung cincin benzen dan gugus metoksi yang bersifat non polar
dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifa sedikit polar
sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang
mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan n-
heksan (Barus, 2009).
Etil p-metoksisinamat merupakan hasil isolasi terbesar metabolit
sekunder rimpang kencur. Etil p-metoksisinamat ini akan mengalami reaksi
hidrolisis dalam suasana basa maupun asam menjadi Asam p-
metoksisinamat. Sebenarnya dalam rimpang kencur sendiri terkandung
senyawa Asam p-metoksisinamat tetapi dalam variasi yang sangat kecil yaitu
0,052% - 0,75% (Barus, 2009).

6
Etil p-metoksisinamat merupakan bahan dasar senyawa tabir surya
yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. EPMS merupakan
senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun bedak setelah
mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil dari ester
ini digantikan oleh oktil, etil heksil atau heptil melalui transesterifikasi
maupun esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan
mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang
yang merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya, selain dari itu
juga untuk mengurangi tingkat bahaya terhadap kulit. EPMS bila terhidrolisa
akan melepaskan etanol yang bersifat karsinogenik terhadap kulit sedangkan
hasil modifikasinya akan melepaskan alkohol dengan rantai lebih panjang
yang tidak berbahaya (Caesaria, 2009).

2.3 Senyawa Marker


Senyawa marker (penanda) adalah suatu senyawa yang terdapat dalam
bahan alam dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat
ditetapkan sebagai penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia
yang jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode analisis yang biasa
digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi (Purnomo, 2008).
Contoh pada temulawak, senyawa markernya adalah xantorizol, pada
purwoceng yaitu germacron. Senyawa marker dapat digunakan untuk
identifikasi dengan benar dan autentik sumber bahan alam, mencapai kualitas
yang konsisten, mengkuantifikasi senyawa farmakologik aktif pada produk
akhir, atau memastikan efikasi produk. Senyawa marker juga sangat penting
dalam evaluasi jaminan kualitas produk. Senyawa marker tidak harus
memiliki aktivitas farmakologi.
Senyawa marker dapat digolongkan menjadi 4 kategori berdasarkan
bioaktivitasnya.
a) Zat aktif
Merupakan senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang diketahui.
Contoh: efedrin pada Epedra sinensis dan sylimarin pada Sylibum marianum.

7
b) Marker aktif
Merupakan zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum
tentu mempunyai efikasi klinik. Contoh: alliin pada Allium sativum, hiperisin
dan hiperforyn pada St. John Wort (Hypericum perforatum).
c) Marker analisis
Merupakan zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif tetapi
belum tentu mempunyai aktivitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker
ini juga berguna untuk identifikasi positif bahan baku dan ekstrak untuk
standardisasi. Contoh: alkilamid yang berbeda ditemukan pada akar
Echinaceae angustifolia dan E. purpurea tetapi tidak ada pada E. pallida.
d) Marker negatif
Senyawa aktif dengan zat aktif toksik atau allergenik. Contoh: Asam
ginkolat pada Gynko biloba.
Kencur (Kaemferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang
mengandung senyawa etil-p-metoksisinamat sebagai komponen utama dan
terkandung pula senyawa lainnya seperti etil sinamat dan p-metoksistiren.

Selain itu, menurut Li Songlin et al., (2008), senyawa marker bisa


didapatkan dari 8 jenis kategori berikut, yakni :
a) Therapeutic components
Contoh pada Fritillaria species (familia Liliaceae), tanaman Bulbus
fritilariae yang biasa diresepkan untuk obat batuk antitusif ataupun
ekspektoran. Alkaloid Isosteroid yang terkandung didalamnya, yakni
verticine, verticinone, dan imperalin telah diidentifikasi sebagai komponen
yang menyumbang besar terhadap efek antitusif yang ditimbulkan. Maka
dari itu, alkaloid isosteroid terpilih menjadi senyawa marker dari tanaman
ini. Contoh lain pada Artemisiae annuae. Herbanya biasa digunakan
sebagai obat antimalaria. Didalamnya terdapat kandungan artemisinin
yang dapat menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax.
b) Bioactive components
Bioactive components memiliki struktur kimia yang agak berbeda. Bila
digunakan tunggal, bioactive component tidak menimbulkan efek terapi.

8
Dia hanya bisa menimbulkan efek terapi bila digunakan kombinasi.
Contoh pada Radix astragali yang didapat dari akar Astragalus
membranaceus. Didalamnya terdapat kandungan isoflavon, saponin, dan
polisakarida yang bila mereka bekerja bersama akan menimbulkan efek
farmakologi yakni dapat meningkatkan sistem imun dan memperlancar
sistem peredaran darah.
c) Synergistic component
Synergistic component merupakan komponen yang tidak membantu
efek terapi atau bioaktifitas secara langsung. Namun, secara sinergis
membantu memperkuat efek bioaktifitas atau efek terapi yang
ditimbulkan. Contoh pada rempah-rempah Hypericum perforatum L yang
biasa digunakan untuk mengobati depresi ringan. Didalamnya terdapat
senyawa naftodiantron, hiperisin, dan hiperforin yang memiliki
kandungan terbesar dalam tanaman. Terdapat juga rutin (suatu flavonoid)
yang menunjukkan efek sinergis antidepresi
d) Characteristic components
Merupakan komponen khas yang terdapat dalam tanaman untuk dapat
membedakan dengan tanaman lainnya. Dapat memiliki efek terapi ataupun
tidak. Contoh pada daun Ginkgo biloba L. yang mengandung cincin lakton
terpena dan menjadi khas dari tanaman ini memiliki khasiat terapi penyakit
kardiovaskular, mengatasi gangguan ingatan, dan penyakit kognitif
lainnya yang terkait dengan demensia. Efek tersebut ditimbulkan oleh
senyawa flavonoid dan lakton terpena yang terdapat pada tanaman. Maka
dari itu, kedua senyawa tersebut menjadi senyawa marker untuk quality
control ekstrak daun Ginkgo biloba.
e) Main components
Merupakan senyawa yang memiliki kandungan terbesar dalam
tanaman. Kelompok ini memiliki efek terapetik maupun bioaktivitas yang
belum diketahui pasti. Contoh pada tanaman yang termasuk dalam genus
Panax. (1) Rhizoma et Radix Ginseng, (2) Radix et Rhizoma Ginseng
Rubra, (3) Radix Panacis Quinquefolii dan (4) Radix et Rhizoma
Notoginseng. Kesemuanya mengandung senyawa saponin triterpen

9
(ginsenoside Rg1, Re, Rb1, dan notoginsenosida R1) sebagai main
components yang selanjutnya dipakai sebagai senyawa marker. Sehingga
melalui pengujian kualitatif dan kuantitatif, 4 simplisia diatas dapat
dibedakan.
f) Correlative components
Merupakan komponen yang memiliki kedekatan hubungan dengan
yang lainnya. Contohnya saja dapat menjadi prekursor produk atau
metabolit dari suatu reaksi kimia atau enzimatis. Correlative component
dapat digunakan sebagai senyawa marker untuk menguji kualitas obat
tradisional yang berasal dari lokasi berbeda dan pada waktu penyimpanan
yang berbeda pula.
g) Toxic components
Traditional Chinese medicine dan penelitian modern telah
mengumpulkan informasi mengenai toxic component pada tanaman obat
tradisional. Salah satu contohnya ialah aristolochic acid (Aas) dan
pyrrolizidine alkaloids (Pas) yang dapat menyebabkan nefrotoksik dan
hepatotoksik. Penggunaan tiga contoh simplisia obat tradisional yang
mengandung AAs (Radix Aristolochiae Fangchi) Caulis Aristolochiae
Manshuriensis, dan Radix Aristolochiae) telah dilarang beredar di China
sejak 2004. AAs kini digunakan sebagai senyawa marker untuk menguji
tanaman yang berpotensi nefrotoksik. Begitu juga pada PAs, yang dapat
menyebabkan hepatic veno-oclusive.
h) General components
Merupakan senyawa yang umum terdapat dalam tanaman. General
component diidentifikasi dengan fingerprint untuk quality control. Contoh
pada lobetyolin (suatu poliasetilena) yang merupakan marker pada Radix
Codonopsis yang didapatkan dari akar spesies Codonopis. Lobetyolin bisa
menjadi senyawa marker yang terlebih dahulu diidentifikasi dengan
HPLC-UV fingerprint untuk membedakan Radix Codonopsis dari
penambahan-penambahan zat lainnya. Namun dikarenakan senyawa kimia
tersebut bisa memiliki lebih dari satu sifat, maka satu senyawa bisa masuk
di beberapa kategori. Contohnya saja ginkgolida A, B, dan C, dan

10
bilobalide bukan hanya characteristic component Ginkgo biloba.
Ginsenoside Rg1, Re, dan Rb1 merupakan main component dan bioactive
component dari Panax ginseng

2.4 Kapsul
Kapsul didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam
bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya dimasukkan ke dalam
cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai.
Jenis kapsul ada dua yaitu kapsul cangkang keras dan kapsul cangkang lunak.
Kebanyakan kapsul-kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang
semuanya dapat ditelan oleh pasien untuk keuntungan dalam pengobatan
(Ansel, 1989).
Perbedaan kapsul keras dan kapsul lunak:
Kapsul keras Kapsul lunak
- terdiri atas tubuh dan tutup - satu kesatuan
- tersedia dalam bentuk kosong - selalu sudah terisi
- isi biasanya padat, dapat juga cair - isi biasanya cair, dapat juga padat
- cara pakai per oral - bisa oral, vaginal, rectal, topikal
- bentuk hanya satu macam - bentuknya bermacam - macam

Bentuk kapsul umumnya bulat panjang dengan pangkal dan ujungnya


tumpul tetapi beberapa pabrik membuat kapsul dengan bentuk khusus, misal
ujungnya lebih runcing atau rata. Kapsul cangkang keras yang diisi di pabrik
sering mempunyai warna dan bentuk berbeda atau diberi tanda untuk
mengetahui identitas pabrik. Kapsul dapat juga mengandung zat warna yang
diizinkan. Kedalam cangkang kapsul ini dapat diisikan bahan-bahan obat padat
(serbuk, massa pil) ataupun bahan obat cair (bukan cairan air), tentu saja bahan
yang dimasukkan ke cangkang kapsul tidak merusak gelatin. Isinya berkisar
antara 0,250-5/6 cm2. Kapsul gelatin tidak tepat untuk diisi cairan berair karena
air akan melunakkan gelatin dan menimbulkan kerusakan kapsul.

11
2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan
pemurnian kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan
dari empat teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan
kromatografi cair kinerja tinggi.
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis
adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena
hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis
relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan
ruang minimum serta penanganannya sederhana.
KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan
menggunakan densitometer sebagai alat pelacak bila cara penotolanya
dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya
pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan
sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu
dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak
digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata serta ketelitian
pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau
memanjang.
Analisis kualitatif dengan KLT-Densitometri pada prinsipnya mengacu
kepada nilai Rf (Retardation factor) atau faktor retardasi yaitu
membandingkan Rf analit dengan Rf baku pembanding atau membandingkan
bercak kromatogram sample dengan kromatogram "Reference Standart" yang
dikenal dengan faktor retensi relatif (Rx). Penentuan kualitatif dengan Rs
harus dilakukan bersamaan dengan sample pada pelat yang sama. Analisis
kuantitatif hampir sama dengan spektrofotometri, penentuan kadar analit
dikorelasikan dengan area bercak pada pelat KLT.

12
2.6 Eluen
n-Heksana

Gambar 2.3 Struktur kimia n-heksana

n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar, volatil,


mempunyai bau khas yang dapat menyebabkan pingsan. Berat molekul n-
heksana adalah 86,2 gram/mol dengan titik leleh -94,3 sampai -95,3°C. Titik
didih n-heksana pada tekanan 760 mmHg adalah 66 sampai 71°C. n-
Heksana adalah pelarut yang memiliki banyak kegunaan dalam industri
kimia dan makanan, baik dalam bentuk murni atau sebagai komponen dari
campuran n-heksana komersial. n-Heksana digunakan sebagai pelarut
dalam ekstraksi secara sokletasi yang bertujuan untuk menghilangkan
lemak. Ikatan pada n-heksana yang tunggal dan sifat yang kovalen
menjadikan n-heksana tidak reaktif sehingga sering digunakan pelarut inert
pada reaksi organik.
Bobot molekul : 86,18 gr/mol
Wujud : Cairan tidak berwarna
Massa jenis : 0,6548 gr/mL
Titik leleh : -95 °C
Titik didih : 69 °C
Kelarutan dalam air : 13 mg/L pada 20°C
Viskositas : 0,294 cP

Etil Asetat

Gambar 2.4 Struktur kimia etil asetat


Etil asetat adalah pelarut yang paling populer dan merupakan pelarut
yang penting untuk konsentrasi dan pemurnian antibiotik. Etil asetat juga

13
digunakan sebagai perantara dalam pembuatan berbagai obat. Etil asetat
biasanya digunakan untuk mengekstraksi senyawa semi polar, volatil
(mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis.

Berat molekul : 88,1 kg/kmol


Titik didih : 77,1ºC
Titik leleh : - 83,6ºC
Suhu kritis : 250,1ºC
Tekanan kritis : 37,8 atm
Kekentalan (25oC) : 0,4303 cP
Kelarutan dalam air : 7,7% berat pada 20oC

Asam Formiat

Gambar 2.5 Struktur kimia asam formiat


Asam formiat merupakan asam terkuat dari seri homolog gugus
karboksilat. Asam formiat mengalami beberapa reaksi kimia, yaitu
dekomposisi, reaksiadisi, siklisasi, asilasi. Asam formiat stabil pada suhu
kamar dan dapat didistilasi pada tekanan atmosfer tanpa dekomposisi. Pada
temperatur tinggi, asam formiat terdekomposisi menjadi karbon monoksida
dan air pada temperatur 200oC dengan katalis alumina berlebih atau karbon
dioksida dan hidrogen pada temperatur 100oC dengan katalis nikel berlebih.

Berat molekul : 46,025 g/mol


Titik didih : 100,8oC
Titik leleh : 8,4oC

2.7 Ketepatan (Akurasi)


Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara
nilai terukur dengan niai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya
atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh

14
kembali (% Recovery) pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking
pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (Standar
reference material, SRM) (Harmita, 2006).
Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan
pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang
berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan
sebagai persentase perolehan kembali.
Analit pada matrik sampel (%) Recovery yang diterima (%)
100 98-102
>10 98-102
>1 97-103
>0,1 95-105
0,01 90-107
0,001 90-107
0,0001 (1 ppm) 80-110
0,00001 (100 ppb) 80-110
0,000001 (10 ppb) 60-115
0,0000001 (1 ppb) 40-120

2.8 Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang
berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus
dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu: keterulangan (Repeatibilty),
presisi antara (Intermediate Precision) dan ketertiruan (Reproducibility).
a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama
(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya maupun waktunya.
c. Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan
baku relatif (RSD), atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan.

15
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya
menggunakan 2 parameter yaitu: keterulangan dan presisi antara.
Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar
laboratorium.
Pada umumnya nilai keseksamaan dihitung menggunakan standar
deviasi (simpangan baku) untuk menghasilkan Relative Standard
Deviasion (RSD) atauCoeficient Variation (CV). Keseksamaan yang baik
dinyatakan dengan semakin kecil persen RSD maka nilai presisi semakin
tinggi. Kriteria seksama juga diberikan jika metode memberikan simpangan
baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang dan RSD ≤ 15%. Makin
kecil nilai standar deviasi yang diperoleh, maka makin kecil pula nilai
koefisien variasinya.
Nilai standar deviasi dan persen koefisien variasi dapat dihitung dengan
mengikuti persamaan ekuivalen :
Keterangan :
xi= pengukuran tunggal
x = rata-rata
n = jumlah pengukuran
Menurut (Sunardi, 2005) keseksamaan dinyatakan dengan presentase
Relative Standard Deviasion (%RSD) dengan batas-batas yang masih dapat
diterima berdasarkan ketelitiannya. Tingkat ketelitiannya terdiri dari :
RSD ≤1% = sangat teliti
1%<RSD≤2% = teliti
2%<RSD<5% = ketelitian sedang
RSD > 5% = ketelitian rendah

2.9 Linieritas
Linieritas merupakan kemammpuan suatu metode untuk memperoleh
hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit
pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (Y) dengan
konsentrasi (X).

16
Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada
konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses
dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai
kemiringan (Slope), intersep, dan koefisien korelasinya. (Rohman, 2007)

17
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan


Alat:
 TLC scanner
 Lempeng KLT
 Labu ukur 5.0 ml, 10.0 ml, 50.0 ml
 Pipet
 Vial tertutup
 Gelas Ukur
 Batang pengaduk
 Ultrasonik
 Analytical balance
 Botol timbang

Bahan:
 Ekstrak kencur
 Standar Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS)
 N-Heksana
 Etil asetat
 Asam Formiat
 Etanol 96%

18
3.2 Prosedur Kerja
Pembuatan Eluen (Fase Gerak)
Eluen yang digunakan: n-Heksana – Etil asetat – Asam formiat (63:7:1
tetes). Buatlah eluen sebanyak 70 ml. Masukkan ke dalam chamber. Homogenkan
di dalam chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila volume eluen terlalu
banyak, maka kurangi. Jangan sampai totolan awal pada plat KLT tercelup di dalam
eluen.

Buatlah eluen sebanyak 70 ml Masukkan ke


(n-Heksana – Etil asetat – Asam dalam
formiat 63:7:1 tetes) chamber

Apabila volume eluen Homogenkan di dalam


terlalu banyak, maka chamber dengan cara
kurangi digoyang-goyang

Pembuatan Larutan Baku


1. Pembuatan Larutan Induk
Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 250.0 mg, ditambah
dengan 20 ml etanol 96%, diultrasonik selama 5 menit kemudian ditambah dengan
etanol 96% sampai tepat 50.0 ml. Diperoleh larutan induk 1 dengan konsentrasi
5000 ppm (LI 1).
Dipipet 4.0 ml larutan induk 1, dimasukkan ke dalam labu ukur 10.0 ml.
ditambah etanol 96% sampai garis tanda, kocok homogen. Diperoleh larutan induk
2 dengan konsentrasi 2000 ppm (LI 2).

19
Ditimbang standar Ditambah
Diultrasonik
EPMS dengan seksama dengan 20 ml
selama 5 menit
sebanyak 250.0 mg etanol 96%

Dimasukkan Dipipet Ditambah dengan etanol 96%


ke dalam 4.0 ml sampai tepat 50.0 ml (Diperoleh
labu ukur larutan larutan induk 1 dengan konsentrasi
10.0 ml induk 1 5000 ppm (LI 1))

Ditambah etanol Kocok homogen (Diperoleh


96% sampai garis larutan induk 2 dengan
tanda konsentrasi 2000 ppm (LI 2))

2. Pembuatan Baku Kerja

Baku Induk atau


Larutan
Konsentrasi Baku kerja yang Jumlah yang digunakan
Baku
diambil
Baku 1 200 ppm 5.0 ml Baku 3 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 2 300 ppm 5.0 ml Baku 5 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 3 400 ppm 5.0 ml Baku 6 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 4 500 ppm 5.0 ml LI 1 Ditambah etanol ad 50.0 ml
Baku 5 600 ppm 3.0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10.0 ml
Baku 6 800 ppm 4.0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10.0 ml

20
Dipipet: 5.0 Dimasukkan ke dalam Ditambah etanol ad 10.0
ml LI 1, 3.0 labu ukur 10.0 ml ml (larutan baku, 5 dan
ml LI 2 dan (baku 5 dan 6), 50,0ml 6) dan ad 50,0 ml untuk
4.0 ml LI 2 (baku 4) baku 4

Ditambah etanol ad 10.0 Dimasukkan ke Dipipet: 5.0 ml baku


ml (diperoleh larutan baku dalam labu ukur 3, 5.0 ml baku 5 dan
1, 2 dan 3) 10.0 ml 5.0 ml baku 6

Preparasi Sampel (Sediaan Kapsul Ekstrak Kencur)


1. Sampel untuk Penetapan Kadar Sampel
Diambil secara acak 3 buah kapsul sediaan kapsul ekstrak kencur. Dikeluarkan
isi dari masing-masing cangkang, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam
labu ukur 10,0 ml. Masing-masing ditambah pelarut sebanyak 5 ml, diultrasonik
selama 5 menit, ditambah etanol 96% sampai 10,0 ml, diultrasonik selama 10 menit.
Kemudian disaring, filtrat ditampung (beri identitas sampel). Hasil no.3 dipipet
sebanyak 1,0 ml, dimasukkan ke dalam vial bersih dan kering. Hasil no.4 ditambah
etanol 96% sebanyak 2,0 ml, diultrasonik selama 5 menit.

Diambil 3 buah Dimasukkan Ditambah pelarut 5


kapsul secara acak, labu ukur ml, diultrasonik
keluarkan isi kapsul 10.0 ml selama 5 menit

Dipipet filtrat 1.0 ml, + Disaring dan Ditambah etanol 96%


etanol 96% 2.0 ml, ditampung ad 10.0 ml, diultrasonik
ultrasonik 5 menit filtratnya selama 10 menit

2. Sampel untuk Penentuan Recovery


Diambil secara acak 3 buah kapsul sediaan kapsul ekstrak kencur. Dikeluarkan
isi dari masing-masing cangkang, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam
labu ukur 10,0 ml. Masing-masing ditambah pelarut sebanyak 5 ml, diultrasonik
selama 5 menit. Perlakuan no.3 ditambah standar EPMS 500 ppm sebanyak 1,0 ml.

21
Ditambah etanol 96% sampai 10,0 ml, diultrasonik selama 10 menit. Kemudian
disaring, filtrat ditampung (beri identitas sampel). Hasil no.3 dipipet sebanyak 1,0
ml, dimasukkan ke dalam vial bersih dan kering. Hasil no.4 ditambah etanol 96%
sebanyak 2,0 ml, diultrasonik selama 5 menit.

Diambil 3 buah Dimasukkan Ditambah pelarut 5


kapsul secara acak, labu ukur ml, diultrasonik
keluarkan isi kapsul 10.0 ml selama 5 menit

Dipipet filtrat Diultrasonik Ditambah standar


1.0 ml, + etanol selama 10 menit EPMS 500 ppm
96% 2.0 ml, lalu disaring dan sebanyak 1.0 ml,
ultrasonik 5 ditampung kemudian ditambah
menit filtratnya etanol 96% ad 5.0 ml

3. Penotolan Sampel dan Standar pada Plat KLT


Ditotolkan masing-masing sampel (sampel sediaan kapsul dan sampel sediaan
kapsul untuk recovery) sebanyak 2 µl, sedangkan standar EPMS sebanyak 2 µl pada
plat KLT.

Diambil 3 buah Dimasukkan Ditambah pelarut 5


kapsul secara acak, labu ukur ml, diultrasonik
keluarkan isi kapsul 10.0 ml selama 5 menit

Dipipet filtrat Diultrasonik Ditambah standar


1.0 ml, + etanol selama 10 menit EPMS 500 ppm
96% 2.0 ml, lalu disaring dan sebanyak 1.0 ml,
ultrasonik 5 ditampung kemudian ditambah
menit filtratnya etanol 96% ad 5.0 ml

22
Cara Kerja Analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) Scaner
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Plat KLT yang sudah discan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm,
kemudian discan panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat diketahui pada
panjang gelombang berapa EPMS memberikan absorban maksimum. Panjang
gelombang maksimum tersebut yang akan digunakan untuk pengukuran.

Scan plat KLT Scan plat KLT pada Diperoleh


pada panjang panjang gelombang Panjang
gelombang 254 200-400 nm gelombang
dan 365 nm maksimum

2. Penentuan Linieritas
Linieritas ditentukan dari larutan standar EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan KLT-Densitometer pada panjang gelombang
maksimum. Dihitung berapa regresi linier antara kadar dan luas area noda.

Scan plat KLT Scan plat KLT pada Diperoleh


pada panjang panjang gelombang Panjang
gelombang 254 200-400 nm gelombang
dan 365 nm maksimum

3. Penentuan Presisi
Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2 µl dan
larutan standar EPMS masing-masing 2 µl pada plat KLT. Plat ini kemudian
dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-Densitometer pada
panjang gelombang maksimum. Sehingga dapat dihitung berapa standar deviasi
(SD) dan koefisien variasinya (KV).

Ditotolkan Ditotolkan larutan Plat dieluasi


sampel 2 µl pada standar EPMS 2 µl dengan fase
plat KLT pada plat KLT gerak

Dihitung standar deviasi (SD) Dianalisis menggunakan KLT-


dan koefisien variasinya Densitometer pada panjang
(KV) gelombang maksimum

23
4. Penentuan Akurasi
Untuk menentukan persen recovery, ditotolkan sampel recovery masing-
masing 2 µl (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS
masing-masing sebanyak 2 µl pada plat KLT. Plat ini kemudian dieluasi dengan
fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-Densitometer pada panjang
gelombang maksimum.
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝐶𝑡
%recovery = = 𝑥 100%
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝐶𝑝+𝐶𝑠𝑡

Dimana: Ct = Kadar EPMS yang diperoleh


Cp = Kadar EPMS dalam sampel
Cst = Kadar standar EPMS yang ditambahkan
Hasil yang diperoleh kemudian dihitung standar deviasi (SD) dan koefisien
variasinya (KV).

Ditotolkan sampel Ditotolkan larutan Plat dieluasi


recovery 2 µl pada standar EPMS 2 µl dengan fase
plat KLT pada plat KLT gerak

Dihitung standar deviasi Dianalisis menggunakan


Dihitung
(SD) dan koefisien KLT-Densitometer pada
%recovery
variasinya (KV) panjang gelombang max

24
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2011. Acuan Sediaan Herbal, Vol. 5, Edisi I, Direktorat Obat Asli
Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta.

Caesaria, Cindy. 2009. Isolasi Etil p-metoksisinamat Dari Rimpang Kencur


(Kaempferia galanga L.) dan Identifikasinya Dengan Kromatografi Gas
Spektroskopi Massa. Pharmacy, Vol.06 No. 02 Agustus 2009. ISSN 1693-3591

Handayani, Sri. 2015. Potensi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga) Sebagai


Pencegah Osteoporosis dan Penurun Kolesterol Melalui Studi In-Vivo dan In-
Silico. Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif
Medicine. ISBN: 978-602-19556-2-8

Hardiman, Intarina. 2015. Sehat Alami Dengan Herbal 250 Tanaman Berkhasiat
Obat. Pusat Studi Biofarmaka IPB. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN:
978-602-03-0460-1. p 204-205

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksananaan Validasi Metoda dan Cara


Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.1. Hal. 119, 122

Huang, L. 2008. Sedative activity of hexane extract of Kaempferia galanga L. And


its active compound. Journal of ethnopharmacology. 120: 123-125

Li Songlin et al. 2008. Chemical markers for the Quality Control of Herbal
Medicines. Chinese Medicine Laboratory : China

Plantamor http://plantamor.com/species/info/kaempferia/galanga Diakses pada 15


September 2018

Purnomo, S. 2008. Analisis Senyawa Marker. Tesis Program Pasca Sarjana,


Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada

Rahayu, Sri Endarti. 2014. Tumbuhan Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tumbuhan Obat UNAS.

Rosita, S. M. 2007. Respon Kencur (Kaempferia galanga) Terhadap Pemupukan.


Prosiding Seminar Nasional dan Pameran Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII.

25

Anda mungkin juga menyukai