Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian

2.1.1 Jamban Keluarga

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang

tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus

atau WC (Madjid, 2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat

duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan

unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Abdullah, 2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri kesehatan No. 852 Tahun 2008 tentang

Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, jamban Sehat adalah suatu

fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan

penyakit.

2.1.2 Kotoran Manusia/ Tinja

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh

tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan

dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan CO₂ sebagai hasil

dari proses pernafasan (Notoatmodjo, 2003).

Tinja merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia untuk

berkontak karena sifatnya yang menimbulkan kesan jijik pada setiap orang dan bau

yang sangat menyengat. Tinja juga merupakan bahan yang sangat menarik perhatian

serangga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lainnya, misalnya anjing, ayam, dan

Universitas Sumatera Utara


tikus, karena mengandung bahan-bahan yang dapat menjadi makanan hewan itu

(Suparmin, 2002).

Komposisi tinja manusia terdiri dari (Chandra, 2007):

1. Zat padat

2. Zat organik

3. Zat anorganik

Karakteristik tinja yang mencakup kuantitas dan kualitas dipengaruhi

terutama oleh kebiasaan makan, kondisi kesehatan, kondisi psikologik, kehidupan

agama serta tingkat sosial ekonomi dan kebudayaan yang mempengaruhi kebiasaan

hidup, termasuk dalam hal kebiasaan menggunakan air pembersih dari manusia

penghasil tinja tersebut (Suparmin, 2002).

2.2 Jenis-jenis Jamban

Menurut Chayatin (2009), jenis-jenis jamban dibedakan berdasarkan

kontruksi dan cara menggunakannya yaitu:

1. Jamban Cemplung

Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana. Jamban cemplung ini hanya

terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Lantai

jamban ini dapat dibuat dari bambu atau kayu, tetapi dapat juga terbuat dari batu

bata atau beton. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena

baunya.
2. Jamban Plengsengan

Jamban semacam ini memiliki lubang tempat jongkok yang dihubungkan oleh

suatu saluran miring ke tempat pembuangan kotoran. Jadi tempat jongkok dari

jamban ini tidak dibuat persis di atas penampungan, tetapi agak jauh. Jamban

semacam ini sedikit lebih baik dan menguntungkan daripada jamban cemplung,

karena baunya agak berkurang dan keamanan bagi pemakai lebih terjamin.

3. Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan

menggunakan bor. Bor yang digunakan adalah bor tangan yang disebut bor auger

dengan diameter antara 30-40 cm. Jamban bor ini mempunyai keuntungan, yaitu

bau yang ditimbulkan sangat berkurang. Akan tetapi kerugian jamban bor ini

adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah.

4. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Di bawah tempat jongkok jamban ini ditempatkan atau dipasang suatu alat yang

berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah

timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium

baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang

melengkung. Dengan demikian dapat mencegah hubungan lalat dengan kotoran.

5. Jamban di Atas Balong (Empang)

Membuat jamban di atas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah

cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk

menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum


kita berhasil menerapkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan

maka cara tersebut dapat diteruskan dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Air dari balong tersebut jangan digunakan untuk mandi

b. Balong tersebut tidak boleh kering

c. Balong hendaknya cukup luas

d. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air

e. Ikan dari balong tersebut jangan dimakan

f. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak sejajar dengan jarak 15 meter

g. Tidak terdapat tanam-tanaman yang tumbuh di atas permukaan air

6. Jamban Septic Tank

Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic.

Nama septic tank digunakan karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses

pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerob. Septic tank

dapat terdiri dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja

dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat

atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di

dalam bak tersebut. Dalam bak bagian pertama akan terdapat proses

penghancuran, pembusukan dan pengendapan. Dalam bak terdapat tiga macam

lapisan yaitu:

a. Lapisan yang terapung, yang terdiri atas kotoran-kotoran padat

b. Lapisan cair

c. Lapisan endap
Menurut Azwar (1990), dilihat dari bangunan kakus yang didirikan, tempat

penampungan kotoran yang dipakai serta cara pemusnahan kotoran serta penyaluran

air kotor, maka kakus dapat dibedakan atas beberapa macam, yakni:

1. Kakus cubluk (pit privy), ialah kakus yang tempat penampungan tinjanya

dibangun di dekat dibawah tempat injakan, dan atau dibawah bangunan

kakus.

2. Kakus empang (overhung latrine), ialah kakus yang dibangun di atas

empang, sungai ataupun rawa. Kakus model ini ada yang kotorannya tersebar

begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang

dikumpulkan memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas

berupa bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanam melingkar di tengah

empang, sungai ataupun rawa.

3. Kakus kimia (chemical toilet), kakus model ini biasanya dibangun pada

tempat-tempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Disini

tinja didisenfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustic soda, dan sebagai

pembersihnya dipakai kertas (toilet paper). Ada dua macam kakus kimia

yakni :

a. Type lemari (commode type)

b. Type tanki (tank type)

4. Kakus dengan “angsa trine”, ialah kakus dimana leher lubang closet selalu

terisi air yang penting untuk mencegah bau serta masuknya binatang-binatang

kecil. Kakus model ini biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur
penampungan dan lubang atau sumur rembesan yang disebut septic tank.

Kakus model ini adalah yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan

lingkungan.

Jika diperhatikan keempat macam kakus sebagaimana disebutkan di atas,

maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada kotoran yang perlu dipikirkan

pengolahan selanjutnya, sebaliknya ada yang tidak perlu dikelola lagi, artinya kakus

jenis ini menyerahkan sepenuhnya kepada alam untuk penanganan kotoran

selanjutnya (Azwar, 1990).

Banyak macam jamban yang digunakan tetapi jamban pedesaan di Indonesia

pada dasarnya digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

1. Jamban tanpa leher angsa. Jamban yang mempunyai bermacam cara pembuangan

kotorannya yaitu:

a. Jamban cubluk, bila kotorannya dibuang ke tanah

b. Jamban empang, bila kotorannya dialirkan ke empang

2. Jamban leher angsa. Jamban ini mempunyai 2 cara pembuangan kotorannya

yaitu:

a. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl langsung di

atas galian penampungan kotoran.

b. Tempat jongkok dan leher angsa atau pemasangan slab dan bowl tidak berada

langsung di atas galian penampungan kotoran tetapi dibangun terpisah dan

dihubungkan oleh suatu saluran yang miring ke dalam lubang galian

penampungan kotoran (Warsito, 1996).


2.3 Syarat-Syarat Jamban Sehat

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:

a. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15

meter dari sumber air minum

b. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus

c. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari

tanah di sekitarnya

d. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya

e. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna

f. Cukup penerangan

g. Lantai kedap air

h. Ventilasi cukup baik

i. Tersedia air dan alat pembersih (Depkes RI, 2004).

Menurut Arifin yang dikutip oleh Abdullah (2010) ada tujuh syarat-syarat

jamban sehat yaitu:

1. Tidak mencemari air

a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang

kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Dinding dan dasar

lubang kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.

b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.


c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari

lubang kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.

2. Tidak mencemari tanah permukaan

Jamban yang sudah penuh, segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian

kotoran ditimbun di lubang galian.

3. Bebas dari serangga

a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap

minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam

berdarah.

b. Ruangan jamban harus terang karena bangunan yang gelap dapat menjadi

sarang nyamuk.

c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa

menjadi sarang kecoa atau serangga lainnya.

d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.

e. Lubang jamban harus tertutup khususnya jamban cemplung.

4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan.

a. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap

selesai digunakan.

b. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup

rapat oleh air.

c. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk

membuang bau dari dalam lubang kotoran.


d. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus

dilakukan secara periodik.

5. Aman digunakan oleh pemakainya

a. Untuk tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang

kotoran seperti: batu bata, selongsong anyaman bambu atau bahan penguat

lain.

6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya

a. Lantai jamban seharusnya rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.

b. Jangan membuang plastik, puntung rokok atau benda lain ke saluran kotoran

karena dapat menyumbat saluran.

c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban

akan cepat penuh.

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan

a. Jamban harus berdinding dan berpintu.

b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar

dari kehujanan dan kepanasan (Abdullah, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2007), suatu jamban disebut sehat untuk daerah

pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya


4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa dan binatang-binatang

lainnya

5. Tidak menimbulkan bau

6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance)

7. Sederhana desainnya

8. Murah

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan

antara lain:

1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari

panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan

orang (privacy) dan sebagainya.

2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang

kuat dan sebagainya.

3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan di lokasi yang tidak

mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya.

4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih

(Notoatmodjo, 2007).

2.4 Sanitasi Jamban Keluarga

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

965/MENKES/SK/XI/1992, pengertian sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan

untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.


Sanitasi sesuai nomenklatur MDGs adalah pembuangan tinja. Termasuk dalam

pengertian ini meliputi jenis pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar,

jenis kloset yang digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja (Galuh, 2012).

Bangunan kakus adalah tempat yang dipakai manusia untuk melepaskan

hajatnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mendirikan bangunan

kakus menurut ialah:

a. Harus tertutup, dalam arti bangunan tersebut terlindungi dari pandangan

orang lain, terlindung dari panas atau hujan serta terjamin privasinya. Dalam

kehidupan sehari-hari, syarat ini dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan

sendiri untuk kakus di rumah ataupun mendirikan rumah kakus pekarangan.

b. Bangunan kakus ditempatkan pada lokasi yang tidak sampai mengganggu

pandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat hidupnya

pelbagai macam binatang.

c. Bangunan kakus mempunyai lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak

yang kuat, yang terutama harus dipenuhi jika mendirikan kakus model

cemplung.

d. Mempunyai lubang closet yang kemudian melalui saluran tertentu dialirkan

pada sumur penampungan dan atau sumur rembesan, yang terutama

disyaratkan jika mendirikan kakus model pemisahan bangunan kakus dengan

tempat penampungan dan atau rembesan.


e. Menyediakan alat pembersih (air ataupun kertas) yang cukup sedemikian

rupa sehingga dapat segera dipakai setelah melakukan buang kotoran (Azwar,

1990).

Menurut Entjang (2000), ciri-ciri bangunan jamban yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu harus memiliki:

a. Rumah jamban

Rumah jamban mempunyai fungsi untuk tempat berlindung pemakainya dari

pengaruh sekitarnya baik ditinjau dari segi kenyamanan maupun estetika.

Konstruksinya disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah tangga.

b. Lantai jamban

Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang sifatnya harus

baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air. Konstruksinya

juga disesuaikan dengan bentuk rumah jamban.

c. Slab (tempat kaki berpijak waktu si pemakai jongkok)

d. Closet (lubang tempat faeces masuk)

e. Pit (sumur penampungan faeces)

Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja yang fungsinya sebagai

tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksinya dapat berbentuk

sederhana berupa lubang tanah saja.

f. Bidang resapan

Adalah sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan tinja yang lengkap

untuk mengalirkan dan meresapkan cairan yang bercampur kotoran/tinja.


2.5 Pengaruh Tinja Terhadap Kesehatan Manusia

Dengan bertambahnya penduduk yang tiak sebanding dengan area

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia dmeningkat. Dilihat dari

segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan

masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi karena kotoran manusia

(faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran

penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau

cara (Notoatmodjo,

2007).

Berikut ini skema mata rantai penularan penyakit dari tinja (Notoatmodjo,

2007):

tangan
mati

air Makanan
Minuman Pejamu
Tinja Sayur-sayuran
(host)
dsb
lalat

sakit
tanah

Gambar 2.1. Skema mata rantai penularan penyakit dari tinja

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran

penyakit sangat besar. Di samping dapat langsung mengkontaminasi makanan,

minuman, sayuran, dan sebagainya, juga air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan
sebagainya) dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut.

Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah

menderita suatu penyakit tertentu, sudah barang tentu akan menyebabkan penyakit

bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolahan tinja disertai dengan

cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-

penyakit yang dtularkan melalui tinja (Notoatmodjo, 2007).

Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling

diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat

mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan akan

mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong waterborne

disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).

Menurut Chandra (2007), bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan

akibat pembuangan kotoran secara tidak baik adalah:

1. Pencemaran tanah, pencemaran air dan kontaminasi makanan

Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal dari

faeces hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa dan cacing

dan masuk bersama air atau makanan, atau terbawa oleh mulut dan jari-jari yang

tercemar. Sekali ditelan, sebagian besar di antara mereka berkembang di saluran

makanan dan diekskresikan bersama faeces. Tanpa sanitasi yang memadai,

mereka dapat memasuki ke badan air yang lain, yang selanjutnya dapat

menginfeksi orang lain. Banyak organisme-organisme kelompok enterik ini dapat

bertahan dalam waktu lama di luar badan. Mereka dapat bertahan di limbah
manusia dan kadang-kadang di dalam tanah dan ditularkan ke air serta bahan

makanan. Organisme yang lebih tahan dapat ditularkan secara mekanis oleh lalat

(Widiati, 2001).

2. Perkembangbiakan lalat.

Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara

lain Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal-bornediseases)

sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya pada kotoran

kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia

yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami penguraian. Lalat

itu hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran dan organisme hidup

pada tubuhnya yang berbulu, termasuk bakteri yang masuk ke saluran

pencernaannya, dan sering meletakkannya di makanan manusia. Pada iklim

panas, prevalensi penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja biasanya lebih

tinggi karena pada saat ini, lalatnya paling banyak dan paling aktif (Suparmin,

2002).

Sementara itu, beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia

antara lain (Notoatmodjo, 2007):

a. Tifus

Tifus merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyebabnya adalah

Salmonella typhi, dengan reservoir adalah manusia. Gejala utama adalah panas

yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3 minggu

(rata-rata 2 minggu) setelah infeksi. Penularan dapat terjadi dari orang ke orang,
atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri.

Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki

lingkungan dan berkesempatan menyebar (Slamet, 2009).

b. Disentri

Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica, suatu

protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan lendir.

Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan dehidrasi.

Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata, sehingga seringkali

menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai

komplikasi, seperti asbes hati, radang otak dan perforasi usus. Amoebiasis ini

seringkali menyebar lewat air dan makanan yang terkontaminasi tinja dengan

kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh lalat. Karena amoeba membentuk

kista yang tahan lama di dalam lingkungan di luar tubuh, maka penularan mudah

terjadi dengan menyebarnya kista-kista tersebut (Slamet, 2009).

c. Kolera

Penyakit Kolera disebabkan oleh Vibrio cholerae. Kolera adalah penyakit usus

halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak

kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi

dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai

air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui. Orang dewasa dapat meninggal

dalam waktu setengah sampai dua jam, disebabkan dehidrasi. Reservoir bakteri

kolera adalah manusia yang menderita penyakit, sedangkan penularan dari orang
ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat, air, serta makanan dan minuman

(Slamet, 2009).

d. Schistosomiasis

Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing daun

yang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih.

Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang dan lain-lain hewan penderita

Schistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari tubuh penderita bersama urin

ataupun tinja. Untuk dapat hidup terus telur itu harus berada di perairan, menetas

menjadi larva miracidium dan untuk dapat berubah menjadi larva yang infektif,

maka ia harus masuk ke dalam tubuh siput air. Miracidium di dalam siput

berubah menjadi larva cercaria, keluar dari tubuh siput, berenang bebas di

perairan. Larva ini dapat memasuki kulit orang sehat, yang kebetulan berada di

air tersebut (misalnya di sawah). Larva kemudian ikut dengan peredaran darah,

memasuki paruparu, kemudian ke hati di mana ia menjadi dewasa dan kemudian

bermigrasi ke dalam pembuluh darah balik sekitar usus ataupun kandung kemih.

Jumlah telur cacing yang banyak akan mendesak dinding pembuluh darah

sehingga robek dan terjadi perdarahan. Gejala 4-6 minggu setelah infeksi berupa

kencing dan berak darah. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian yang

langsung, tetapi menimbulkan kelemahan karena terjadinya perdarahan.

Komplikasi-komplikasi dapat terjadi, yakni rusaknya jaringan hati sehingga

terjadi cirrhosis atrofis dan kadang-kadang cacing dapat ikut dengan peredaran

darah ke dalam otak dan menimbulkan kerusakan. Cacing ini sudah banyak
menyebabkan kerugian dan penderitaan, karena pengobatannya kurang efisien,

pemberantasan terhadap cacing sulit dilaksanakan, karena spektrum reservoirnya

yang luas, dan meninggalkan banyak cacat dan kelemahan (Slamet, 2009).

f. Diare

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah

dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2002). Penyebab diare dapat dikelompokkan

dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan makanan, malabsorpsi,

alergi, dan immunodegesiensi (Widoyono, 2008). Penyakit diare sebagian besar

(75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare

melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut (Widiyono, 2008):

a. Melalui air yang merupakan media penularan utama diare.

Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah

tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan

sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.

Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau

apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari

tempat penyimpanan.

b. Melalui tinja yang terkontaminasi.

Tinja yang sudah terkontaminasi mengandung virus atau bakteri dalam

jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian

binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkaan

penyakit diare kepada orang yang memakannya.


g. Bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita)

Penyakit cacing tambang (hookworm disease) adalah suatu infeksi saluran usus

oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari

manusia yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah yang

lembab/basah dan menembus kulit, biasanya kulit kaki (Suparmin, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain

(Chandra, 2007):

1. Agens penyebab penyakit

2. Reservoir

3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial

4. Cara penularan ke pejamu baru

5. Pejamu yang rentan (sensitif).

Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi.

Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitation barrier.

2.6 Manfaat dan Fungsi Jamban Keluarga

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang

baik dan memenuhi syarat kesehatan memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Melindungi masyarakat dari penyakit

b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman

c. Bukan sebagai tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit


d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan (Azwar,

1990).

2.7 Pemeliharaan Jamban Keluarga

Jamban merupakan kebutuhan dan salah satu sanitasi dasar yang wajib

dipenuhi. Untuk menjaga fungsinya hendaknya jamban dipelihara baik dengan cara:

a. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering

b. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih

c. Tidak ada genangan air di sekitar jamban

d. Rumah jamban dalam keadaan baik dan tidak ada lalat atau kecoa

e. Tempat duduk selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat

f. Tersedia air bersih dan alat pembersih di dekat jamban

g. Bila ada bagian yang rusak harus segera diperbaiki (Depkes RI, 2004).

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik responden:

- Tingkat pendidikan
- Tingkat penghasilan

Variabel Penelitian :

- Tingkat Pengetahuan Kepemilikan


- Kebiasaan jamban keluarga
- Sikap
- Peran Petugas Kesehatan
2.9 Hipotesis Penelitian

1. Ho: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden terhadap kepemilikan

jamban keluarga.

Ha: Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden terhadap

kepemilikan jamban keluarga.

2. Ho: Ada hubungan antara sikap responden terhadap kepemilikan jamban

keluarga.

Ha: Tidak ada hubungan antara sikap responden terhadap kepemilikan jamban

keluarga.

3. Ho: Ada hubungan antara kebiasaaan responden terhadap kepemilikan jamban

keluarga.

Ha: Tidak ada hubungan antara kebiasaaan responden terhadap kepemilikan

jamban keluarga.

4. Ho: Ada hubungan antara peran petugas kesehatan terhadap kepemilikan

jamban keluarga.

Ha: Tidak ada hubungan antara peran petugas kesehatan terhadap kepemilikan

jamban keluarga.

Anda mungkin juga menyukai