Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Teori Meneran

2.1.1 Teknik Meneran Efektif

1. Ibu diminta untuk merangkul kedua pahanya, sehingga dapat

menambah pembukaan pintu bawah panggul.

2. Badan ibu dilengkungkan, sampai dagu menempel didada, sehingga

arah kekuatan menuju jalan lahir.

3. His dan mengejan dikerjakan bersamaan, sehingga kekuatan optimal.

4. Saat mengejan napas ditarik sedalam mungkin dipertahankan dengan

demikian diafragma abdominal membantu dorongan ke arah jalan

lahir.

5. Bila lelah dan his masih berlangsung, nafas dapat dikeluarkan dan

selanjutnya ditarik kembali untuk dipergunakan mengejan (Manuaba,

1998 : 176).

2.1.2 Posisi ibu saat meneran

Posisi duduk atau setengah duduk Posisi ini nyaman bagi ibu dan ia bisa

beristirahat dengan mudah diantara kontraksi jika merasa lelah.

Keuntungan dari kedua posisi ini adalah memudahkan melahirkan kepala

bayi. Jongkok atau berdiri Menurut JNPK-KR (2007), posisi ini dapat

membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa


nyeri yang hebat. Merangkak atau berbaring miring Menurut JNPK-KR

(2007), posisi ini lebih nyaman dan efektif bagi ibu untuk meneran.

Kedua posisi tersebut mungkin baik jika ada masalah bagi bayi yang akan

berputar ke posisi oksiput anterior. Merangkak merupakan posisi yang

baik bagi ibu yang mengalami nyeri punggung saat persalinan. Berbaring

miring ke kiri seringkali merupakan posisi yang baik bagi ibu karena jika

ibu kelelahan ibu bisa beristirahat dengan mudah diantara kontraksi. Posisi

ini juga bisa membantu mencegah laserasi perineum (APN, 2007 : 80).

2.1.3 Cara meneran

1. Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya

selama kontraksi.

2. Jangan anjurkan untuk menahan nafas pada saat meneran.

3. Anjurkan ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara

kontraksi.

4. Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin

merasa lebih mudah untuk meneran jika ia menarik lutut kearah

dada dan menempelkan dagu ke dada.

5. Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.

6. Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk membantu

kelahiran bayi (APN, 2007 : 83).


2.1.4 Ada Dua cara meneran

1. Wanita tersebut dalam letak beerbaring merangkul kedua pahanya

sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya

mendekati dadanya dan ia dapat melihat perutnya.

2. Sikap seperti di atas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri

atau ke kanan, tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu

kaki dirangkul, yakni kaki yang berada di aras. Posisis yang

menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini baik dilakukan bila

putaran paksi dalam belum sempurna. (Prawirohardjo, 2005 : 195).

2.1.5 Waktu mulai meneran

Mengejan hanya dibolehkan waktu ada his. Sebelum pasien mengejan ia

harus menarik nafas yang dalam dulu, segera his mulai, dan kemudian

mengejan ke bawah seperti waktu buang air besar (Mochtar, 1998).

Komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin apabila ibu tidak mampu

meneran dengan benar:

1. Bagi ibu

Persalinan lama atau persalinan kasep yang pada akhirnya dapat

menimbulkan ruptur uteri imminen sampai pada ruptur uteri dan

kematian karena perdarahan dan atau infeksi.

2. Bagi janin

Asfiksia sampai terjadi kematian janin.


2.1.6 Teknik Meneran Tidak Efektif

Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan

ketuban, plasenta, dll) akan menekan vena cava inferior. Hal ini dapat

mengakibatkan berkurangnya aliran darah dari ibu ke plasenta, sehingga

menyebabkan hipoksia/defisiensi oksigen pada janin. Berbaring terlentang

juga akan memperlambat kemajuan persalinan dan posisi ini akan

menyulitkan ibu untuk meneran (Enkin, et al, 2000)an apabila meneran

dengan posisi terlentang bokong diangkat, akan mengakibatkan rupture

perineum (APN, 2004 : 3-11).

2.1.7 Akibat salah meneran

Kesalahan teknik mengejan berdampak sebagai berikut:

1. Mengejan sebelum pembukaan lengkap, dapat memicu

pembengkakan atau edema pada mulut rahim. Kondisi itu akan

mempersulit proses persalinan selanjutnya.

2. Bila mengejan di leher, bukan di perut, maka pembuluh darah kecil

di mata dapat pecah. Mata Anda akan tampak merah setelah bersalin,

bahkan terkadang disertai kebutaan sementara.

3. Bila mengejan sambil mengangkat bokong, selain membuat proses

mengejan tidak maksimal, juga bisa memperparah robekan perineum

(daerah antara vagina dengan anus) (APN, 2004).


2.2 Persalinan dan Ruptur Perineum

2.2.1 Pengertian

Persalinan adalah suatu proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban

keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi

pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai

adanya penyulit (APN, 2007 : 37). Pengertian Ruptur perineaum adalah

robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan (Mochtar, 1998 :

111). Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama

dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. (Prawirohardjo, 2005 :

665).

2.2.2 Klasifikasi Ruptur Perineum

1. Ruptur Perineum Spontan

Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu

tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi

pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

2. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)

Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntinganatau

perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat

pada perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina

(Prawirohardjo,2002:P-17). Episiotomi yaitu dilakukannya

pengguntingan atau perobekan pada perineum bila perineum sudah


menipis dan kepala janin tidak masuk lagi dalam vagina, yaitu dengan

cara mengiris atau menggunting perineum (Mochtar, 1998 : 105).

2.2.3 Robekan perineum dibagi dalam Tiga tingkat

1. Rupture perineum tingkat I

Yang robek hanya selaput lendir dan kulit

2. Rupture perineum tingkat II

Selain selaput lendir dan kulit, juga robek otot-otot perineum kecuali

sphincter ani.

3. Rupture perineum tingkat III

Selaput lendir, kulit, otot-otot perineum dan sphincter ani rusak.

Dinding rectum mungkin ikut robek (Mochtar, 1998).

2.2.4 Penyebab Terjadinya Ruptur Perineum

Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan

pada jalan lahir tersebut terjadi pada : Dasar panggul / perineum, vulva dan

vagina, servik uteri, uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan

disebabkan oleh : Perineum kaku, bokong diangkat. Saat meneran, kepala

janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum,

paritas (Suwito, 1999).

2.3 Paritas

Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak

jarang juga pada Persalinan berikutnya atau pada primipara.

(Prawirohardjo, 2005 : 665).

Anda mungkin juga menyukai