Anda di halaman 1dari 6

BISNIS INTERNASIONAL

Persaingan di Tingkat Makro dan Analisis Kekuatan Kompetitif

Oleh:

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI (TRANSFER)


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
PERSAINGAN PADA TINGKAT MAKRO DAN ANALISA KEKUATAN
KOMPETITIF

Perdagangan (trade) adalah pertukaran sukarela terhadap barang, jasa, aset, atau uang antara
satu orang atau organisasi dengan yang lain. Oleh karena itu sifatnya sukarela, kedua pihak dari
transaksi tersebut harus meyakini bahwa mereka mendapatkan keuntungan dari pertukaran tersebut atau
mereka tidak akan melakukannya.Perdagangan Internasional (Internasional trade) adalah perdagangan
antarpenduduk dari dua negara. Penduduk tersebut dapat berupa individu, perusahaan, organisasi
nirlaba, atau bentuk-bentuk asosiasi lainnya.

Mengapa Perdagangan internasional terjadi ? jawabannya secara langsung mengukuti definisi


kita mengenahi perdagangan : Kedua pihak dari transaksi tersebut, yang kebetulan tinggal dua negara
yang berbeda, meyakini bahwa mereka mendapatkan keuntungan dari pertukaran sukarela tersebut.
Dibalik kebenaran sederhana ini terdapat banyak teori ekonomi, praktik bisnis, kebijakan pemerintah,
dan konflik internasional-topik yang akan kita bahas dalam bab ini.

Oleh karena itu dari signifikan dalam perdagangan internasional terhadap bisnis, konsumen,
dan pekerjaan, para sarjana telah berusaha mengembangkan teori untuk menjelaskan dan memprediksi
kekuatan-kekuatan yang memotivasi perdagangan tersebut. Pemerintah menggunakan teori-teori ini
ketika mereka ingin mendesain kebijakan yang diharapkan akan menguntungkan industri dan warga
negara mereka. Manajer menggunakan untuk mengidetifikasi pasar yang menjanjikan dan strategi
internasional yang menguntungkan.

A. Persaingan Pada Tingkat Makro (Persaingan Nasional)

Persaingan nasional adalah kemampuan para produsen sebuah bangsa untuk bersaing dan
sukses di pasar-pasar dunia dan dengan impor di pasar-pasar domestik. Dalam perdagangan atau
dunia bisnis secara internasional perlu adanya cara untuk memilih dalam memasuki pasar
persaingan ditingkat makro maka dengan adanya strategi untuk masuk dalam persaingan secara
kompetitif.

Cara pemilihan dalam memasuki pasar persaingan ditingkat makro :

 Pertahankan (satu negara) barang nasional basis produksi dan ekspor ke pasar luar negeri, baik
menggunakan saluran distribusi ke depan perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan asing.
 Lisensi asing untuk menggunakan teknologi perusahaan guna memproduksi dan
mendistribusikan produk-produk perusahaan.
 Menggunakan strategi waralaba.
 Ikuti strategi yang di pakai oleh banyak negara, berbagai pendekatan strategis perusahaan
(mungkin sedikit, mungkin banyak) dari negara ke negara sesuai dengan kondisi lokal dan
berbeda selera dan preferensi pembeli.
 Ikuti strategi global, dengan menggunakan pendekatan dasarnya strategi yang sama kompetitif
di semua pasar negara di mana perusahaan memiliki suatu kehadiran.
 Gunakan aliansi strategis atau usaha patungan dengan perusahaan asing sebagai kendaraan
utama memasuki pasar luar negeri.
Ada beberapa strategi dasar bagi perusahaan untuk memasuki pasar luar negeri:

1. Export Strategy

Mempertahankan produksi berbasis nasional dan mengekspor barang-barang ke pasar


luar negeri dengan menggunakan jalur pengawasan distribusi. Dengan memakai pabrik dalam
negeri (domestik) sebagai suatu basis produksi untuk mengekspor barang-barang keluar negeri
adalah suatu strategi yang terbaik untuk mengejar penjualan internasional. Keuntungan dari
strategi ekspor ini antara lain meminimumkan risiko dan persyaratan modal dan
meminimumkan investasi secara langsung di negara-negara asing. Suatu strategi ekspor mudah
diserang jika biaya-biaya manufaktur di negara asal lebih besar daripada di negara-negara asing
ketika pesaing-pesaing mempunyai pabrik, selain itu juga melibatkan biaya shipping yang
tinggi serta fluktuasi yang merugikan dan pertukaran nilai tukar mata uang. Strategi ekspor
rentan ketika biaya produksi

a) di dalam negeri jauh lebih tinggi daripada di negara-negara asing di mana saingan memiliki
tanaman,
b) biaya pengiriman produk ke pasar luar negeri jauh relatif tinggi, atau
c) pergeseran buruk terjadi pada nilai tukar mata uang.

2. Licensing Strategy

Strategi ini dilakukan jika perusahaan mempunyai kemampuan secara teknis tetapi
tidak mempunyai kemampuan secara internasional untuk memasuki pasar luar negeri dan
adanya keinginan untuk menghindari risiko pada saat mengirimkan atau memasukkan
sumberdaya ke pasar yang mana tidak lazim, kondisi politik yang mudah berubah dan
ketidakstabilan ekonomi.

3. Franchising Strategy

Strategi ini dilakukan oleh perusahaan jasa dan retail yang melakukan ekspansi global.
Keuntungan strategi ini antara lain franchises membawa serta biaya-biaya dan risiko dalam
menetapkan lokasi/tempat aktivitasnya dan juga franchisor hanya melakukan pengeluaran
untuk rekruitmen sumberdaya manusia, pelatihan. Kerugiannya adalah bahwa franchisor harus
selalu menjaga kualitas dari produk tersebut. waralaba asing tidak selalu menunjukkan
komitmen yang kuat untuk konsistensi dan standarisasi terutama ketika budaya lokal tidak
menekankan kondisi sama masalah kualitas.Sementara lisensi bekerja dengan baik untuk
memproduksi dan pemilik teknologi eksklusif, waralaba sering lebih sesuai dengan upaya
ekspansi global bertahan dan perusahaan ritel.

Contoh dari persaingan ditingkat makro dalam bisnis Internasional

− Amerika Serikat.

Amerika Serikat (AS) tertinggal dalam daya saing nasionalnya sejak tahun 1970 –
1980, dimana impor memperoleh bagian yang besar dipasar AS, ketika nilai dolar naik pada
tahun 1980, biaya tenaga kerja per unit AS melambung, menyebabkan impor meningkat dan
ekspor turun. Pada tahun 1985 ketika nilai dolar kembali merosot-biaya tenaga kerja mulai
turun dan ekspor AS menjadi lebih bersaing dalam harga.. Pada saat turunya dolar banyak
perusahaan AS yang mendapat pesaing dari perusahaan-perusahaan Eropa dan Jepang yang
membeli perusahaan AS karena murahnya dollar, dan pula besarnya pasar, tersedianya bahan
baku, pasar modal yang telah maju serta stabilitas politik, telah menarik investor kedua negara
tersebut untuk masuk. Dari tahun 1980 – 1984 perusahaan asing mengambil alih lebih dari 150
perusahaan Amerika dengan nilai $ 10 miliar pertahun, tahun 1985 dibeli 197 perusahaan ,
tahun 1986, 264 , tahun 1987 , 220 perusahaan dan tahun 1988 dibeli 307 perusahaan, kenaikan
total nilai $ 55 miliar pada tahun 1988.

Pemerintah AS menerapkan beberapa kebijakan untuk memberikan iklim yang


konduksif bagi lingkungan bisnis serta peningkatan daya saing nasionalnya, yaitu :

a. Pembaharuan perpajakan komprenshif, mengurangi korporasi dan pajak atas


penghasila,memperluas basis pajak serta liberalisasi pasar-pasar keuangan.
b. Super 301, klausul dari RUU,yang mengharuskan perwakilan dagang AS, memeriksa
hambatan-hambatan ekspor dan memberikan ancaman balik pada negara asing.
c. Memperketat penerapan UU Dumping, Memusatkan pda peningkatan pendidikan bangsa,
dan deregulasi industry
d. Membentuk Dewan Penyusun Kebijakan Daya Saing (1992) dan Dewan Daya Saing (yang
sifatnya non partisan dan nirlaba ) untuk menentukan klasifikasi kekuatan daya saing
industri-industri AS, dimana A (kuat), b (kompetitif); C (lemah dan D (merugi), sekaligus
menentukan dimana industri-industri AS yang rentan terhadap persaingan juga menentukan
penyebabnya.
e. Manajemen, dengan melakukan perubahan yang luas untuk menaikan produktifitas.
f. Penelitian, dengan menaikan anggaran penelitian sampai tingkat $ 120 miliar empat kali
yang dikeluarkan Jepang.
g. Investasi dalam Pabrik dan Peralatan, yang sampai th 1996 modal AS naik 7,5 %.
h. Buruh.
Kebijakan untuk memberikan pandangan jangka pada serikat-serikat buruh..

Dengan kebijakan tersebut AS memperoleh kembali daya saingnya berdasar pada


pemeringkatan Indek Daya Saing (Competitiveness Indexs) yang dibuat oleh Council of
Competitiveness (Dewan Daya Saing). Dari delapan faktor,AS menempati urutan pertama
untuk, perekonomian domestik, internasionalisasi, keuangan, prasarana dan iptek, manajemen
(3) Pemerintah (7) dan rakyat ( 12 ).

− Uni Eropa

Uni Eropa (UE) membentuk sebuah kawasan perdagangan bebas disebut kawasan
Ekonomi Eropa (European Economic Area = EEA),yang beranggotakan 15 negara Uni Eropa
dan tiga negara EFTA ( European Free Trade Area) serta tiga negara bukan Uni Eropa
(Norwegia, Islandia dan Liechenstein).

Daya saing UE telah merosot sejak 1996, dengan indikator pertumbuhan volume impor
tahun 1995 = 5%,tahun 1996 = 2,5% dan ekspor 1996 = 4 % turun dibandingkan rata-rata 1990-
1995 yang 5%. Merosotnya daya saing UE ini, disebabkan beberapa faktor yaitu : lebih banyak
menggunakan “ low tehnology”, biaya tenaga kerja yang mahal, peraturan
pemerintah,khususnya Perancis dan Jerman yang melindungi pabrikan lokal. Persaingan
negara-negara UE dengan AS atau pun Jepang, lebih banyak merugikan UE, terutama untuk
produk-produk dengan tehnologi tinggi dan manufakturing, dengan banyaknya perusahaan di
kedua negara yang menanamkan modalnya di UE. Pada periode 1994–1998, UE
memperkenalkan Program Kerangka Keempat untuk memperbaiki kekurangannya dengan
melakukan penelitian-penelitian yang melibatkan perusahaan-perusahaan, untuk menghadapi
produsen dari Jepang khususnya. Pada tahun 1999, dilanjutkan dengan Program Kerangka
Kelima untuk tehnologi tinggi, seperti mikro chip.

Pasar-pasar Uni Eropa, banyak yang mensyaratkan penerapan ISO 9000 untuk produk-
produk yang masuk kenegara tersebut (dari 5 perangkat standard). Hal ini merupakan standard
untuk keunggulan kompetitif untuk pasar UE.

− Jepang.

Selama dekade tahun 1990 an, daya saing Jepang meningkat akibat kenaikan yen
terhadap dolar yang dimanfaatkan oleh Jepang untuk menanamkan modal ke negara-negara
Asia, untuk mengambil keuntungan dari buruh yang murah, lahan dan komponen-komponen
pabrik yang murah. Selanjutnya mengekspor produk murah ke bagian dunia yang lain, termasuk
melakukan impor dari cabang-cabang perusahaan Jepang di Asia tersebut, yang memungkinkan
dapat bersaing dengan produk AS dan Eropa di negaranya sendiri. Persaingan Jepang dengan
AS, banyak memberikan surplus perdagangan pada Jepang, sehingga memaksa AS membuat
reaksi dengan beberapa kebijakan untuk membuka pintu impor Jepang terhadap AS. Persaingan
Jepang dengan negara-negara Asia, dilakukan dengan strategi “hollowing out”, yakni
perusahaan menutup fasilitas-fasilitas produksinya dan menjadi organisasi pemasaran dari
perusahaan asing, tetapi perusahaan tersebut tetap melakukan fabrikasi dengan relokasi ke
wilayah yang biayanya lebih murah. Strategi ini menciptakan kelompok regional yang mampu
bersaing di dunia

− Negara Berkembang dan NIE (New Industrial Economic )

Dalam beberapa dekade negara-negar berkembang NIE, mampu bersaing dengan


negara-negara yang lebih dulu maju, seperti tampak pada Korea Selatan yang mampu bersaing
di seluruh dunia. Strategi globalisasi yang dilakukan, membawa chaebol Korea untuk memiliki
pabrik-pabrik di AS, Eropa dan Asia yang memproduksi TV, VCR, microchip, mobil, dan alat-
alat rumah tangga dengan penjualan total $ 71 mliar th 1996.

Negara-negara lain dari NIE, seperti Singapura dan Hongkong, juga mulai memasuki
pasar dunia dengan memanfaat investasi yang ditanam di negara tetangganya serti Cina,
Muangthai dan Indonesia, dengan biaya murah, sehingga mampu bersaing di pasar=pasar AS
atau Eropa.

B. Analisa Kekuatan Kompetitif.

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 100 perusahaan Amerika terbesar th 1997, oleh
The Futures Group, menemukan sebagian besar (82%) perusahaan dengan pendapatan $ 10 miliar,
mempunyai sistim intelejen yang terorganisasi. Sistim ini untuk menganalisis pesaing dengan
informasi kompetitif yang diperolehnya. Pengumpulan informasi persaingan telah dilakukan sejak
lama, tetapi saat ini mereka melakukan analisis pesaing, karena 2 hal:

(1) Persaingan yang meningkat telah menciptakan kebutuhan akan suatu pengetahuan mengenai
kegiatan para pesaing,
(2) Perusahaan hendaknya mempunyai sistim intelejen pesaing (competitor intelegence system-
CIS).

Selain itu banyak perusahaan di dunia yang mempekerjakan seorang konsultan spesialis analisa
pesaing untuk menyediakan informasi.
Sumber-sumber Informasi Kompetitif.

1. Lima sumber informasi mengenai kekuatan,kelemahan,ancaman dan pesaing perusahaan


didalam perusahaan,
2. bahan-bahan publikasi, termasuk basis data komputer,
3. para pemasok/pelanggan,
4. karyawan-karyawan pesaing,
5. observasi langsung.

Semua sumber informasi ini telah digunakan oleh industri-industri di AS dan negara-negara lain.

Anda mungkin juga menyukai