Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca

Mataram November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................. i
Daftar Isi ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................... 3
A. Macam – Macam gangguan Reproduksi Hormonal ................ 3
1. Sindrom Ovarium Polikstik ................................................ 3
2. Infertilitas ........................................................................... 12
3. Gangguan Menstruasi....................................................... 17
BAB III PENUTUP ........................................................................... 20
A. Kesimpulan .............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO)
adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan
hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang
berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta
proses-prosesnya (Harahap, 2003).
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan kesejahteraan fisik,
mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan
sistem, fungsi-fungsi dan proses reproduksi (Irianto, 2015). Sistem
reproduksi pada manusia dapat mengalami gangguan, yang dapat di
sebabkan oleh adanya penyakit dan juga kelainan. Gangguan pada
sistem reproduksi tentu saja bisa menyerang siapa saja, baik itu wanita
maupun pria.
Ilmu kedokteran khususnya ilmu kesehatan pun begitu cepat
bekembang mulai dari peralatan ataupun teori sehingga mendorong
para pengguna serta spesialis tidak mau ketinggalan untuk bisa
memiliki dan memahami wawasan serta ilmu pengetahuan tersebut.
Terkait ilmu kesehatan dalam hal ini, yaitu kesehatan reproduksi
banyak sekali teori-teori serta keilmuan yang harus dimiliki oleh para
pakar atau spesialis kesehatan reproduksi. Wilayah keilmuan tersebut
sangat penting dimiliki demi mengemban tugas untuk bisa menolong
para pasien yang mana demi kesehatan, kesejahteraan dan kelancaran
pasien dalam menjalanakan kodratnya sebagai perempuan.
Pengetahuan kesehatan reproduksi bukan saja penting dimiliki oleh
para bidan atau spesialais tetapi sangat begitu penting pula dimiliki
khususnya oleh para istri-istri atau perempuan sebagai ibu atau bakal
ibu dari anak-anaknya demi kesehatan, dan kesejahteraan meraka.

Pada era globalisasi dan modernisasi ini telah terjadi perubahan


dan kemajuan disegala aspek dalam menghadapi perkembangan

1
lingkungan, kesehatan dan kebersihan, dimana masyarakat dituntut
untuk selalu menjaga kebersihan fisik dan organ atau alat tubuh. Salah
satu organ tubuh yang penting serta sensitif dan memerlukan
perawatan khusus adalah alat reproduksi. Pengetahuan dan perawatan
yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan
reproduksi. Apabila alat reproduksi tidak dijaga kebersihannya maka
akan menyebabkan infeksi, yang pada akhirnya dapat menimbulkan
penyakit (Harahap, 2003).

B. Rumusan Masalah
Apa saja gangguan reproduksi hormonal pada wanit dan pria ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam – Macam Gangguan Reproduksi Hormonal


1. Sindrom Ovarium Polikistik
a. Definisi
Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) adalah serangkaian
gejala yang dialami wanita pada usia reproduktif yang
dihubungkan dengan hiperandrogenisme dan anovulasi kronik
yg berhubungan dengan kelainan endokrin dan metabolik pada
wanita, tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar
hipofise/adrenal yang mendasari.
Anovulasi kronik terjadi akibat kelainan sekresi
gonadotropin sebagai akibat dari kelainan sentral dimana
terjadi peningkatan frekuensi GnRH sehingga menyebabkan
terjadi peningkatan kadar LH serum dan peningkatan rasio LH/
FSH serta androgen.
Hiperandrogenisme ditandai dengan hirsutisme, timbulnya
jerawat (akne), alopesia akibat androgen dan naiknya
konsentrasi serum androgen khususnya testosteron dan
androstenedion. Sedngkan kelainan metabolik berhubungan
dengan timbulnya keadaan hiperandrogenisme dan anovulasi
kronik.
b. Etiologi
Etiologi PCOS bersifat multifaktorial. Etiologi dan
patofisiologinya berawal dari adanya gangguan sistem
endokrin. Beberapa etiologi dan patofisiologi yang terkait
dengan PCOS adalah:
1. Infertilitas
Infertilitas pada sindrom ovarium polikistik berkaitan
dengan dua hal. Pertama karena adanya
oligoovulasi/anovulasi. Keadaan ini berkaitan dengan

3
hiperinsulinemia di mana terdapat resistensi insulin karena
sel-sel jaringan perifer khususnya otot dan jaringan lemak
tidak dapat menggunakan insulin sehingga banyak
dijumpai pada sirkulasi darah. Makin tinggi kadar insulin
seorang wanita, makin jarang wanita tersebut mengalami
menstruasi. Penyebab yang kedua adalah adanya kadar
LH yang tinggi sehingga merangsang sintesa androgen.
Testosteron menekan sekresi SHBG oleh hati sehingga
kadar testosteron dan estradiol bebas meningkat. Kenaikan
kadar estradiol memberi umpan balik positif terhadap LH
sehingga kadar LH makin meningkat lagi sedangkan kadar
FSH tetap rendah. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
folikel terhambat, tidak pernah menjadi matang apalagi
terjadi ovulasi.
Menurut penelitian Fitria S., dkk (2016) Hubungan
antara sindrom polikistik ovarium dengan infertilitas dapat
dikaitkan dengan adanya gangguan ovulasi pada seorang
individu dengan sindrom polikistik ovarium sehingga
memperkecil kemungkinan pertemuan antara sperma
dengan ovum.Oleh karena itu, penatalaksanaan infertilitas
disesuaikan dengan etiologinya seperti pada bahasan ini
adalah sindrom polistik ovarium dengan memperbaiki siklus
ovulasi.
2. Hipertensi dan penyakit jantung koroner
Diketahui bahwa obesitas sering diderita olepasien sindrom
ovarium polikistik. Lemak tubuh yang berlebihan ini
memberi konsekuensi terjadinya resistensi insulin.
Obesitas dan resistensi insulin mengarah pada perubahan
respons sel-sel lemak terhadap insulin, di mana terjadi
gangguan supresi pengeluaran lemak bebas dari jaringan
lemak. Peningkatan lemak bebas yang masuk ke
dalamsirkulasi portal meningkatkan produksi

4
trigliserida,selain itu juga terdapat peningkatan aktivitas
enzim lipase yang bertugas mengubah partikel lipoprotein
yang besar menjadi lebih kecil. Akibatnya ditemukan
penurunan konsentrasi kolesterol high density lipoprotein
(HDL) dan peningkatan kadar kolesterol low density
lipoprotein (LDL) yang bersifat aterogenik sehingga
mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah
dengan akibat berkurangnya kelenturan yang berhubungan
dengan terjadinya hipertensi. Kombinasi trigliserida yang
tinggi dan kolesterol HDL yang rendah berkaitan erat
dengan penyakit kardiovaskuler, yang pada pasien sindrom
ovarium polikistik muncul di usia yang relatif lebih muda.
3. Diabetes Melitus
Sindrom ovarium polikistik berkaitan erat dengan masalah
insulin. Adanya resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin
menyebabkan organ tubuh tidak dapat menyimpan glukosa
dalam bentuk glikogen sehingga kadarnya meningkat di
dalam darah.
4. Masalah kulit dan hirsutisme
Keadaan ini berkaitan dengan hiperandrogenisme. Kadar
androgen yang tinggi menyebabkan pengeluaran sebum
yang berlebihan sehingga menyebabkan masalah pada kulit
dan rambut. Pasien mengeluhkan seringnya terjadi
peradangan pada kulit akibat penyumbatan pori serta
pertumbuhan rambut pada tubuh yang berlebihan. Kelainan
yang biasanya timbul adalah dermatitis seboroik,
hidradenitis supuratif, akantosis nigrikans dan kebotakan.
Akantosis nigrikans selain berhubungan dengan keadaan
hiperandrogen juga terkait dengan adanya hiperinsulinemia.
5. Obesitas
Obesitas pada sindrom ovarium polikistik dideskripsikan
sebagai obesitas sentripetal, di mana

5
distribusi lemak ada di bagian sentral tubuh terutama di
punggung dan paha. Wanita dengan sindrom ini sangat
mudah bertambah berat tubuhnya. Obesitas tipe ini
berkaitan dengan peningkatan risiko menderita hipertensi
dan diabetes.
6. Kanker endometrium
Risiko lain yang dihadapi wanita dengan sindrom ini adalah
meningkatnya insiden kejadian kanker endometrium. Hal ini
berhubungan dengan kadar estrogen yang selalu tinggi
sehingga endometrium selalu terpapar oleh estrogen
ditambah adanya defisiensi progesteron. Kanker ini
biasanya berdiferensiasi baik, angka kesembuhan lesi
tingkat I mencapai angka >90%. Kadar estrogen yang tinggi
kemungkinan juga meningkatkan terjadinya kanker
payudara.
c. Patofisiologis
Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik
yang menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di
mana terjadi gangguan hubungan umpan balik antara pusat
(hipotalamushipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen
selalu tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan
kadar FSH yang cukup adekuat. Fisiologi ovulasi harus
dimengerti lebih dahulu untuk dapat mengetahui mengapa
sindrom ovarium polikistik ini dapat menyebabkan infertilitas.
Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada
saat seorang wanita dalam keadaan menstruasi. Pada waktu
yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan
merangsang pembentukan folikel ovarium yang mengandung
ovum. Folikel yang matang memproduksi hormon androgen
seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan
ke sirkulasi darah. Beberapa dari hormon androgen tersebut
akan berikatan dengan sex hormone binding globulin (SHBG)

6
di dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan
tidak memberikan efek pada tubuh. Sedangkan androgen
bebas menjadi aktif dan berubah menjadi hormon estrogen di
jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar
estrogen meningkat, yang mengakibatkan kadar LH dan FSH
menurun. Selain itu kadar estrogen yang terus meningkat
akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang merangsang ovum
lepas dari folikel sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi
luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam kadar progesteron
yang diikuti penurunan kadar estrogen, LH dan FSH.
Progesteron akan mencapai puncak pada hari ke tujuh sesudah
ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi menstruasi
berikutnya.Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu.
Karena adanya peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17
(enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen ovarium)
dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat
sekresi gonadotropine releasing hormone(GnRH) yang
meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen
dari ovarium bertambah karena ovarium pada penderita
sindrom ini lebih sensitif terhadap stimulasi gonadotropin.
Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya
perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel
yang matang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya estrogen
yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan LH
yang memicu terjadinya ovulasi.Selain itu adanya resistensi
insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang
mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena insulin
merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG
hati sehingga androgen bebas meningkat. Pada sebagian
kasus diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans dan
obesitas tipe android.

7
d. Gambaran Klinis
Gejala SOPK cenderung terjadi secara bertahap. Awal
perubahan hormon yang menyebabkan SOPK terjadi pada
masa remaja setelah menarche. Gejala akan menjadi jelas
setelah berat badan meningkat pesat. Gejala yang timbul dapat
bervariasi mulai dari tanpa gejala sama sekali sampai gejala
seperti infertilitas, anovulasi kronik yang ditandai dengan
amenorea, oligomenorea, gangguan haid atau perdarahan
uterus disfungsional, jerawat, hirsutisme atau maskulinisasi,
dan obesitas.
1. Kelainan menstruasi
Pasien dapat mengeluh adanya oligomenorrhea,
dimana siklus menstruasinya menjadi sangat lama yaitu
antara 35 hari sampai dengan 6 bulan, dengan periode
menstruasi < 9 per tahun. Dapat terjadi amenorrhea
sekunder dimana ada fase tidak adanya menstruasi selama
6 bulan.
Pada pasien PCOS sekresi estrogen berlangsung
lama dan tidak disertai ovulasi. Sekresi tersebut juga tidak
diimbangi oleh progesteron yang selanjutnya akan
mempengaruhi pelepasan gonadotropin kelenjar hipofise.
Umpan balik yang dihasilkan dari estrogen yang normal
dapat mengakibatkan peningkatan sekresi LH.
Peningkatan LH akan menstimulasi sel teka ovarium untuk
menghasilkan androgen dalam jumlah besar, akan tetapi
sekresi FSH sangat ditekan. Kurangnya stimulasi oleh
FSH menyebabkan kegagalan perkembangan folikel, tidak
adekuatnya induksi terhadap enzim aromatisasi yang
penting untuk pembentukan estradiol serta menyebabkan
kegagalan ovulasi.

8
2. Kelainan hiperandrogenisme
Pada wanita, hirsutisme didefinisikan sebagai adanya
rambut yang gelap dan kasar yang berdistribusi sesuai pola
rambut pada laki-laki. Rambut sering terlihat di atas bibir,
dagu, sekeliling puting susu, dan sepanjang linea alba
abdomen. Beberapa pasien dapat mengalami
perkembangan karakterisktik seks pria (virilisasi) lainnya
seperti penurunan ukuran dada, suara berat, peningkatan
massa otot, pembesaran klitoris. Untuk menentukan derajat
hirsutisme dapat digunakan sistem skoring Ferriman-
Gallwey. Pada sistem ini, distribusi rambut yang abnormal
dinilai pada 9 bagian area tubuh dan dinilai dari angka 0-4
3. Resistensi insulin
Resistensi insulin adalah berkurangnya respons
glukosa terhadap insulin yang merupakan suatu kumpulan
faktor-faktor resiko yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskuler. Pada
keadaan resistensi insulin dan obesitas, komponen utama
dari sindrom metabolik adalah:

Banyak mekanisme yang menjelaskan terjadinya


resistensi insulin, yaitu resistensi target jaringan
perifer, penurunan pengeluaran hepar atau peningkatan
sensitifitas pancreas. Hiperinsulinemia dapat mencetuskan
hipertensi dan meningkatkan resiko penyakit jantung
coroner. Hiperinsulinemia dan sindrom ovarium polikistik
juga berhubungan dengan peningkatan produksi

9
plasminogen activator inhibitor type-1 (PAI-1) yang dapat
meningkatan resiko penyakit jantung coroner.12
Bukti penelitian mengindikasikan wanita dengan SOPK
memiliki resistensi insulin perifer dikarenakan defek pada
aktifasi reseptor kinase, khusunya menurunkan tyrosine
autophosphorylasi pada reseptor insulin. Serine
phosphorylasi dan threonine residu pada reseptor insulin
menurunkan sinyal transmis dan peningkatan serine
phosphorylasi dapat mengubah transduksi sinyal. Pada
keadaan SOPK terjadi peningkatan serine phosphorylasi.
Kebanyakan pasien dengan diabetes mellitus tidak
tergantung insulin memiliki resitensi insulin perifer, tetapi
tidak semua wanita dengan resistensi insulin adalah
hiperandrogen. Terdapat beberapa alasan untuk
membuktikan bahwa hiperinsulin menjadi penyebab
hiperandrogen:
a) Pemberian insulin untuk wanita dengan SOPK
meningkatkan beredarnya androgen.
b) Penurunan berat badan menurunkan kadar insulin dan
androgen.
c) Pada in vitro, insulin menstimulasi produksi androgen
pada sel teka.
d) Penelitian dengan mengurangi kadar insulin
menurunkan kadar androgen pada wanita dengan
SOPK tidak pada wanita normal.
e) Setelah menormalkan kadar androgen dengan terapi
agonis GnRH, respon hiperinsulin tetap abnormal pada
wanita obesitas dengan SOPK.
f) Koreksi hiperandrogenisme dengan terapi kontrasepsi
oral, surgical wedge resection atau kauter laparoskopi
tidak mengubah resistensi insulin dan kadar abnormal
lipid.

10
Kelainan metabolik utama sindrom ovarium polikistik
adalah tidak beresponsnya tubuh terhadap kadar insulin
yang normal. Resistensi insulin ini mengakibatkan
pankreas bekerja lebih keras sementara kadar gula yang
tidak terolah pun meningkat. Beberapa penelitian
menyimpulkan gangguan metabolisme insulin inilah yang
mengakibatkan wanita penderita sindrom ovarium polikistik
terancam mengalami penyakit diabetes melitus tiga kali
lebih besar daripada wanita normal. Selain itu wanita
penderita sindrom ovarium polikistik juga beresiko terkena
penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan
pembuluh darah. Pada sindrom ini juga cenderung
menyimpan lemak dalam tubuhnya sehingga mudah
menjadi terjadi obesitas
Menurt penelitian Meliza W. dkk (2015) Resistensi
insulin diyakini sebagai principal underlying etiologic
factor.10 Resistensi insulin akan menimbulkan keadaan
hiperinsulinemia sebagai reaksi kompensasi insensitivitas
insulin. Tingginya kadar insulin merangsang berbagai
produksi androgen ovarium dengan berbagai mekanisme,
yaitu penurunan kadar IGFBP-I, peningkatan IGF-I, aktivasi
jalur autofosforilasi serin, peningkatan aktivasi P450c17,
dan penurunan kadar SHBG. Mekanisme-mekanisme
tersebut akan menstimulasi sintesis androgen sehingga
kadar androgen menjadi tinggi. Tingginya kadar androgen
akan mengganggu sistem aromatase sehingga memicu
terjadinya atresia folikel lebih dini dan menimbulkan
berbagai gambaran klinis SPOK.

11
2. Infertilitas
a. Definisi
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah
sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual
sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh B,
2005:5 ).
Adapula pengertian lain yaitu, infertilitas adalah pasangan
suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah
melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat
kontrasepsi tetapi belum memiliki anak (Sarwono, 2000).
Menurut dokter ahli reproduksi, sepasang suami istri
dikatakan infertil jika tidak hamil setelah 12 bulan melakukan
hubungan intim secara rutin (1-3 kali seminggu) dan bebas
kontrasepsi bila perempuan berumur kurang dari 34 tahun.
Tidak hamil setelah enam bulan melakukan hubungan intim
secara rutin dalam kurun 1-3 kali seminggu dan bebas
kontrasepsi bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun serta
perempuan yang bisa hamil namun tidak sampai melahirkan
sesuai masanya (37-42 minggu).
Pada dasarnya infertilitas adalah ketidakmampuan secara
biologis dari seorang laki-laki atau seprang perempuan untuk
menghasilkan keturunan.
b. Jenis Infertilitas
Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas
sekunder.
1) Infertilitas primer
Dikatakan infertilitas primer apabila istri belum pernah
hamil walaupun melakukan hubungan seksual tanpa usaha
kontrasepsi dan berada pada kepada kemungkinan
kehamilan selama dua belas bulan. Penyebab infertilitas
primer Infertilitas primer banyak dialami oleh pasangan
suami istri, penyebabnya dapat disebabkan oleh gaya

12
hidup masing-masing yang kurang sehat. Seperti tidak
tercukupinya asupan makanan yang menunjang produksi
hormon reproduksi, tidak melakukan olahraga, stress
berkepanjangan yang nantinya akan mempengaruhi
produksi hormon dan masalah waktu yang tepat untuk
melakukan hubungan seksual.
2) Infertilitas sekunder
Infertilitas sekunder adalah apabila istri pernah hamil,
namun kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
melakukan hubungan seksual tanpa usaha kontrasepsi dan
berada kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas
bulan. Penyebab infertilitas primer Masalah pada infertilitas
sekunder sangat berhubungan dengan masalah pada
pasangan dengan infertilitas primer. Sebagian besar
pasangan dengan infertilitas sekunder menemukan
penyebab masalah kemandulan sekunder tersebut,
darikombinasi berbagai faktor meliputi :
a) Usia
Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan
seorang wanita. Selama wanita tersebut masih dalam
masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang
teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi
seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan
indung telur untuk menghasilkan sel telur akan
mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa
potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia
25 tahun dan menurun drastis setelah usia diatas 38
tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
National Center for Health Statistics menunjukkan
bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun memiliki
kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia 25 –34
tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 –

13
44 tahun. Pada pria dengan bertambahnya usia juga
menyebabkan penurunan kesuburan.
Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma
sepanjang hidupnya, akan tetapi morfologi sperma
mereka mulai menurun. Penelitian mengungkapkan
hanya sepertiga pria yang berusia diatas 40 tahun
mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan
dibanding pria yang berusia dibawah 25 tahun. Selain
itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi kualitas
sperma (Kasdu, 2001:63 ).
b) Masalah reproduksi
Masalah pada sistem reproduksi dapat berkembang
setelah kehamilan awal bahkan, kehamilan
sebelumnya kadang-kadang menyebabkan masalah
reproduksi yang benar-benar mengarah pada
infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang
melahirkan dengan operasi caesar, dapat
menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada
penyumbatan tuba. Masalah lain yang juga berperan
dalamreproduksi yaitu ovulasi tidak teratur, gangguan
pada kelenjar pituitary dan penyumbatan saluran
sperma.
c) Faktor gaya hidup
Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat
berdampak pada kemampuan setiap pasangan untuk
dapat menghamili atau hamil lagi. Wanita dengan berat
badan yang berlebihan sering mengalami gangguan
ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat
mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi
kemampuan untuk hamil. Pria yang berolah raga
secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh
mereka,yang mempengaruhi perkembangan sperma

14
dan penggunaan celana dalam yang ketat juga
mempengaruhi motilitas sperma ( Kasdu, 2001:66 ).
Menurut penelitian Nurul Soimah (2011 ) Masalah
infertilitas sekunder, stress internal yang terjadi berkaitan
tujuan pernikahan, persepsi diri, harapan dan keinginan,
program pengobatan yang menimbulkan
kecemasan,dirasakan oleh semua partisipan muncul
karena adanya keinginan yang kuat untuk manambah dan
memiliki anak, masalah pembiayaan, persepsi diri sendiri
tentang infertilitas, peristiwa pengalaman hidup. sedangakn
stress ekternal muncul karena adanya tuntutan dari suami
yang mengharapkan adanya keturunan dan anak terdahulu
yang menginginkan adik, lingkungan pergaulan saat
bersosialisasi, persepsi diri sendiri.
c. Penyebab Infertilitas
Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok: satu
pertiga masalah terkait pada wanita, satu pertiga pada pria dan
satu pertiga disebabkan oleh faktor kombinasi.
1) Infertilitas Pada Wanita
Infertilitas pada wanita dapat disebabkan oleh:
a) Masalah vagina
b) Masalah serviks
c) Masalah uterus
d) Masalah tuba
e) Masalah ovarium
2) Infertilitas Pada Pria
a) Faktor koitus dan bentuk dan gerakan sperma yang tidak
sempurna
b) Waktu Pembekuan
c) Jumlah Sel Sperma
d) Bentuk Sperma (Morfologi)
e) Pergerakan Sperma (Motilitas)

15
f) Keasaman Sperma (pH)
g) Jumlah Sel Darah Putih
d. Gejala dan Pencegahan Infertilitas
1) Gejala
Gejala-gejala yang dapat dikategorikan sebagai gejala
infertilitas antara lain:
a) Gejala yang timbul tidak kunjung hamil.
b) Reaksi emosional (baik pada isteri, suami maupun
keduanya) kerena tidak memiliki anak.
c) Kemandulan sendiri tidak menyebabkan penyakit fisik,
tetapi dampak psikisnya pada suami, isteri maupun
keduanya bisa sangat berat.
d) Pasangan tersebut mungkin akan menghadapi masalah
e) Pernikahan (termasuk perceraian), depresi dan
kecemasan.
2) Pencegahan
Infertilitas dapat dicegah dengan beberapa penyesuaian,
yaitu:
a) Kemandulan seringkali sebabkan oleh penyakit menular
seksual, karena itu dianjurkan untuk menjalani perilaku
seksual yang aman guna meminimalkan risiko
kemandulan dimasa yang akan datang.
b) Imunisasi gondongan telah terbukti mampu mencegah
gondongan dan komplikasinya pada pria (orkitis).
Kemandulan akibat gondongan bisa dicegah dengan
menjalani imunisasi gondongan.
c) Beberapa jenis alat kontrasepsi memiliki risiko
kemandulan lebih tinggi misalnya: IUD, IUD tidak
dianjurkan untuk dipakai pada wanita yang belum pernah
memiliki anak.

16
3. Gangguan Menstruasi
a. Pengertian Haid
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari
uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prof. dr.
Hanifa Wiknjosastro, SpOG, 2005).
Menstruasi adalah penumpahan lapisan uterus yang
terjadi setiap bulan berupa darah dan jaringan, yang dimulai
pada masa pubertas, ketika seorang perempuan mulai
memproduksi cukup hormon tertentu (‘kurir’ kimiawi yang
dibawa didalam aliran darah) yang menyebabkan mulainya
aliran darah ini (Robert P. Masland dan David Estridge, 2004).
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Haid
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya haid
antara lain :
1) Faktor hormon
Hormon-hormon yang mempengaruhi terjadinya haid pada
seorang wanita yaitu:
a) FSH (Follicle Stimulating Hormone) yang dikeluarkan
oleh Hipofise.
b) Estrogen yang dihasilkan oleh ovarium
c) LH (Luteinizing Hormone) dihasilkan oleh Hipofise
d) Progesteron dihasilkan oleh ovarium
2) Faktor Enzim
Enzim hidrolitik yang terdapat dalam endometrium merusak
sel yang berperan dalam sintesa protein, yang
mengganggu metabolisme sehingga mengakibatkan
regresi endometrium dan perdarahan.
3) Faktor vascular
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem
vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada
pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteria-arteria,
vena-vena dan hubungan antaranya. Dengan regresi

17
endometrium timbul statis dalm vena-vena serta saluran-
saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan
akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan
pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari vena.
4) Faktor Prostaglandin
Endometrium mengandung prostaglandin E2 dan F2.
dengan desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas
dan menyebabkan kontraksi myometrium sebagai suatu
faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.
c. Kelainan Siklus Haid
Siklus haid merupakan waktu sejak hari pertama haid
sampai datangnya haid periode berikutnya. Sedangkan
panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid
yang lalu dan mulainya haid berikutnya (Prof. dr. Hanifa
Wiknjosastro, SpOG, 2005).
Siklus haid perempuan normal berkisar antara 21-35 hari
dan hanya 10-15 persen perempuan yang memiliki siklus haid
28 hari. Panjangnya siklus haid ini dipengaruhi oleh usia
seseorang. Rata-rata panjang siklus haid gadis usia 12 tahun
ialah 25,1 hari, pada perempuan usia 43 tahun 27,1 hari, dan
pada perempuan usia 55 tahun 51,9 hari.
1) Polimenorea
Polimenorea adalah panjang siklus haid yang
memendek dari panjang siklus haid klasik, yaitu kurang dari
21 hari per siklusnya, sementara volume perdarahannya
kurang lebih sama atau lebih banyak dari volume perdarahan
haid biasanya. Polimenorea yang disertai dengan
pengeluaran darah haid yang lebih banyak dari biasanya
dinamakan polimenoragia (epimenoragia).
2) Oligomenorea
Oligomenorea adalah panjang siklus haid yang
memanjang dari panjang siklus haid klasik, yaitu lebih dari

18
35 hari per siklusnya. Volume perdarahannya umumnya
lebih sedikit dari volume perdarahan haid biasanya. Pada
kebanyakan kasus oligomenorea, kesehatan tubuh wanita
tidak mengalami gangguan dan tingkat kesuburannya cukup
baik. Siklus haid biasanya juga bersifat ovulatoar dengan
fase proliferasi yang lebih panjang dibanding fase proliferasi
siklus haid klasik.
3) Amenorea
Amenorea adalah panjang siklus haid yang
memanjang dari panjang siklus haid klasik (oligomenorea)
atau tidak terjadinya perdarahan haid, minimal tiga bulan
berturut-turut.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reproduksi manusia secara vivipar (melahirkan anak) dan
fertilisasinya secara internal (di dalam tubuh), oleh karena itu memiliki
alat-alat reproduksi yang mendukung fungsi tersebut. Alat-alat
reproduksi tersebut dibagi menjadi alat reproduksi bagian dalam dan
alat reproduksi bagian luar yang masing-masing alat reproduksi
tersebut telah disebutkan dan dijelaskan dalam makalah ini.
Untuk itu memiliki kelainan atau gangguan pada salah satu
system Reproduksi dapat berakibat buruk pada kelangsungan hidup
dan keturunan kita.
Selain itu dalam makalah ini juga membahas sedikit tentang
proses terjadinya dan penyebab kelainan dan gangguan system
Reproduksi

20
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas


Padjajaran. Stein-Leventhal Ovary dalam Ginekologi. Bandung.
1981. Hal. 181.
Moore, Keith L dan Anne M.R.Agusr. 2002. Anatomi Klinik Dasar. Jakarta:
Hipokrates.
Permadi, 2008. Mengatasi Infertilitas. Bandung: PT Grafindo
Prawirohardjo, S. (2011). Kehamilan dan Gangguan Endokrin dalam ilmu
kandungan Edisi Ketiga. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka hl; 201-208
Price, Sylvia A dan Lorraine M.wilson. 2006. Patofisologi konsep klinis
proses- proses penyakit (vol 2). Jakarta : buku kedokteran EGC.
Robbins. Kumar, dkk. 2007. Buku ajar patologi edisi 7. Jakarta : buku
kedokteran EGC.
Setiadi. 2009 . Anatomi Dan Fisiologi Manusia. Jakarta : Graha Ilmu.
Tan, Anthony. 2002. Wanita dan Nutrisi. Bumi Aksara: Jakarta.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo: Jakarta.
Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi Dan Embryologi.Bandung: Tarsito

21

Anda mungkin juga menyukai