Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN PENGELOLAAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH

METODE INSENERASI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

1. ARUM KURNIAWATI A.T (R0218022)

2. BRAHMASTYO GHALIH W. (R0218026)

3. DYAS IKA IRMA R. (R0218040)

4. FURI HANDAYANI (R0218050)

5. ILHAM FADLILA Y. (R0218058)

6. M. DICKY TEGAR S. (R0218076)

7. NUR AZIZA (R0218084)

8. NURUL ISTI’ANAH (R0218086)

9. UMMU A.N. KAMILAH (R0218118)

10. WINDY RENTA O. (R0218124)

PROGRAM STUDI D4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah dengan judul “Manajemen pengelolaan dan pengolahan
limbah metode insenerasi” ini dengan baik.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih
.

SURAKARTA, 9 OKTOBER 2019

PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan produktivitas dan aktivitas manusia akan berdampak pada peningkatan
kebutuhan. Sampah merupakan konsekuensi dari peningkatan kebutuhan. Berdampak pada
pencemaran lingkungan dan penyakit timbulnya sampah tidak dapat dihilangkan sehingga kita
dituntut untuk menghadapinya. Mengolah sampah merupakan menjadi salah satu solusi yang
berguna yang dapat diterapkan dalam mengurangi penumpukan sampah.

Pembakaran merupakan proses penanganan sampah yang mudah dilakukan. Hal ini yang
menjadi salah satu alasan banyak yang memilih menggunakan proses pembakaran untuk
mengatasi masalah limbah padat terutama limbah infeksius yang sangat berbahaya. Namun
demikian, menurut Maduratna (2004) dibeberapa tempat yang telah melaksanakan
pengolahan limbah padat dengan sistem pembakaran dilaporkan oleh berbagai pihak telah
banyak pula menghadapi masalah, terutama masalah teknologi, ekonomi, dan kesehatan
masyarakat. Selain itu, proses pembakaran sampah pada ruang terbuka (pekarangan rumah
atau kebun) dapat menyebabkan pembakaran tidak terkontrol dan gangguan lingkungan
sekitar (Adia Nuraga G.P, 2011). Maka, untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan
teknologi pengolahan limbah padat terutama limbah infeksius menggunakan sistem
pembakaran yang ramah lingkungan dan mempunyai keefektifan yang cukup tinggi. Salah
satu penanggulangan limbah infeksius yaitu melakukan pembakaran di incinerator. Insinerasi
merupakan proses pengolahan limbah infeksius dengan cara pembakaran pada temperatur
lebih dari 8000C untuk mereduksi sampah mudah terbakar yang sudah tidak dapat di daur
ulang lagi, membunuh bakteri, virus dan kimia toksik. Teknologi incinerator diharapkan
mampu mengatasi dan menanggulangi limbah padat terutama limbah infeksius yang
mengandung bakteri atau virus berbahaya yang harus dimusnahakan dengan cara pembakaran.
Salah satu kelebihan yang dikembangkan terus dalam teknologi terbaru dari insenerator
adalah sampah dapat dimusnahkan dengan cepat, terkendali dan insitu, serta tidak
memerlukan lahan yang luas (A.Sutowo Latief, 2010).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan teknologi insinerasi ?


2. Bagaimanakah relasi antara regulasi perundang-undangan dengan pengadaan teknologi
insinerasi ?
3. Bagaimanakah mekanisme pengolahan sampah dengan menggunakan teknologi insinerasi
?
4. Bagaimanakah dampak positif dan dampak negatif teknologi insinerasi terhadap
kelangsungan hidup manusia ?
5. Bagaimana keefektifan teknologi insinerasi dalam mengolah limbah padat perkotaan ?
(studi kasus).

C. Manfaat dan Tujuan


A. Tujuan :

1. Dapat mengetahui proses pembakaran sampah/limbah padat dengan menggunakan alat


incinerator yang dapat memusnahkan limbah infeksius yang ramah lingkungan
2. Dapat menambah wawasan mengenai proses pembakaran sampah/limbah padat
3. Dapat memperkecil pencemaran udara
4. Dapat menginformasikan kepada masyarakat mengenai insenerasi
5. Dapat memperkecil penumpukan sampah

B. Manfaat :

1. Menambah khasanah keilmuan bagi penulis dan pembaca.


2. Memberikan gambaran secara sistematis pengolahan sampah dengan menggunakan
teknologi insinerasi.
3. Sebagai sarana untuk mengukur keefektifan pengadaan teknologi insinerasi dalam sistem
pengolahan sampah.
BAB II
ISI

A. Pengertian Insenerasi
Insinerasi atau pembakaran digunakan untuk rentang yang sangat luas sebagai
pengolahan limbah. Insinerasi itu sendiri umumnya hanya satu bagian dari system pengolahan
limbah kompleks untuk manajemen keseluruhan dari berbagai limbah yang timbul dalam
masyarakat.
Tujuan dari pembakaran sampah adalah untuk mengolah limbah sehingga dapat
mengurangi volumedan bahayanya, selainitujuga dengan menangkap atau menghancurkan zat
berbahayayang mungkin dilepaskan selama pembakaran. Proses insinerasi juga dapat
merupakan sarana yang memungkinkan untuk pemulihan energi, mineral atau kandungan
kimia dari limbah. Incinerator terdiri dari berbagai jenis tungku dan ukuran serta kombinasi
pengobatan pra dan pasca pembakaran. Ada jugatumpang itndih antara desain pilihan untuk
limbah padat perkotaan, limbah berbahaya dan limbah lumpur insinerasi.
Insinerator biasanya dirancang secara umum untuk pembakaran oksidatif penuh dengan
kisaran suhu 850 °C - 1.400 °C. Ini mungkin suhu di mana proses kalsinasi dan mencair juga
dapat terjadi. Gasifikasi dan pirolisis merupakan perlakuan termal alternatif yang membatasi
jumlah udara pembakaran utama untuk mengubah sampah menjadi gas proses, yang dapat
digunakan sebagai bahan baku kimia atau dibakar untuk pemulihan energi. Namun,
dibandingkan dengan pembakaran, penerapan sistem ini masih rendah dan kesulitan
operasional dilaporkan di beberapa instalasi.
Aktivitas pada instalasi incinerator limbah dapat dicirikan sebagai berikut; pengiriman
limbah, penyimpanan, pre treatment, pemulihan insenerasi/energi, pengendalian emisi gas
buang, residu padat manajemen, dan pengolahan air limbah. Sifat limbah masukan akan
memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap setiap komponen yang dirancang dan
dioperasikan.
Limbah umumnya bahan yang sangat heterogen, terdiri terutama dari zat organic,
mineral, logam dan air. Selama pembakaran, gas buang akan berisi sebagian besar energi
bahan bakar yang tersedia sebagai panas.
Dalam sepenuhnya insinerasi oksidatif, konstituen utama dari gas buang adalah uap air,
nitrogen, karbon dioksida dan oksigen. Tergantung pada komposisi bahan yang dibakar,
kondisi operasi dan sistem pengendalian emisi gas buang dipasang, gas asam (sulfur oksida,
nitrogen oksida, hidrogen klorida), partikulat (termasuk partikel-terikat logam), dan berbagai
senyawa organik yang mudah menguap, serta logam yang mudah menguap (seperti merkuri)
yang dipancarkan. Pembakaran limbah padat perkotaan dan limbah berbahaya juga telah
terbukti mengarah pada pembentukan yang tidak disengaja dan pelepasan polutan organik
yang persisten (PCDD / PCDF, PCB, HCB).
Selain itu potensi untuk melepaskan bifenil dibenzo-p-dioxin (PBDD) dan bifenil
dibenzofuran (PBDF). Pembentukan senyawa tersebut biasanya meningkat secara substansial
dalam instalasi yang dirancang atau dioperasikan dengan buruk.
Tergantung pada suhu pembakaran selama proses insinerasi, logam mudah menguap
dan senyawa anorganik (misal; garam) seluruhnya atau sebagian akan menguap. Material
tersebut berpindah dari input limbah ke gas buang dan fly ash. Residu mineral fly ash dan
bottom ash akan terbentuk. Proporsinya tergantung dari tipe limbah yang masuk dan desain
proses insinerasi. Rilis lainnya adalah residu dari pengolahan gas buang dan polishing, filter
cake dari pengolahan air limbah, garam dan lepasan zat ke air limbah.

B. Regulasi Tentang Insenerasi


1. PP Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3
2. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : KEP-
03/BAPEDAL/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun. Pasal 3. Lampiran
Proses pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang
terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak mengandung B3.
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.56/MENLHK-SETJEN/2015 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. BAB VI
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 22
Pasal 22
(1) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3
menggunakan insinerator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d oleh
Penghasil Limbah B3 harus memenuhi ketentuan:
a. efisiensi pembakaran sekurang-kurangnya 99,95% (sembilan puluh sembilan koma
sembilan puluh lima per seratus);
b. temperatur pada ruang bakar utama sekurangkurangnya 800OC (delapan ratus derajat
celsius);
c. temperatur pada ruang bakar kedua paling rendah 1.000 C (seribu derajat celsius) dengan
waktu tinggal paling singkat 2 (dua) detik;
d. memiliki alat pengendalian pencemaran udara berupa wet scrubber atau sejenis;
e. ketinggian cerobong paling rendah 14 m (empat belas meter) terhitung dari permukaan
tanah atau 1,5 (satu koma lima) kali bangunan tertinggi, jika terdapat bangunan yang
memiliki ketinggian lebih dari 14 m (empat belas meter) dalam radius 50 m (lima puluh
meter) dari insinerator; dan
f. memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:
1. lubang pengambilan contoh uji emisi yang memenuhi kaidah 8De/2De; dan
2. fasilitas pendukung untuk pengambilan contoh uji emisi antara lain berupa tangga dan
platform pengambilan contoh uji yang dilengkapi pengaman.
(2) Persyaratan peralatan Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3
menggunakan insinerator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) oleh Pengolah
Limbah B3 harus memenuhi ketentuan:
a. efisiensi pembakaran paling sedikit 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan
puluh sembilan persen);
b. efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa principle organic hazardous
constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit 99,99% (sembilan puluh sembilan koma
sembilan puluh sembilan persen);
c. dalam hal Limbah B3 yang akan diolah:
1. berupa polychlorinated biphenyls; dan/atau
2. yang berpotensi menghasilkan:
a) polychlorinated dibenzofurans; dan/atau
b) polychlorinated dibenzo-p-dioxins, efisiensi penghancuran dan penghilangan harus
memenuhi nilai paling sedikit 99,9999% (sembilan puluh sembilan koma sembilan ribu
sembilan ratus sembilan puluh Sembilan persen);
d. temperatur pada ruang bakar utama sekurangkurangnya 800OC (delapan ratus derajat
celsius);
e. temperatur pada ruang bakar kedua paling rendah 1.200OC (seribu dua ratus derajat
celsius) dengan waktu tinggal paling singkat 2 (dua) detik;
f. memiliki alat pengendalian pencemaran udara berupa wet scrubber atau sejenis;
g. ketinggian cerobong paling rendah 24 m (dua puluh empat meter) terhitung dari
permukaan tanah atau 1,5 (satu koma lima) kali bangunan tertinggi, jika terdapat bangunan
yang memiliki ketinggian lebih dari 24 m (dua puluh empat meter) dalam radius 50 m
(lima puluh meter) dari insinerator;
h. memiliki cerobong yang dilengkapi dengan:
1. lubang pengambilan contoh uji emisi yang memenuhi kaidah 8De/2De; dan
2. fasilitas pendukung untuk pengambilan contoh uji emisi antara lain berupa tangga dan
platform pengambilan contoh uji yang dilengkapi pengaman; dan
i. memenuhi baku mutu emisi melalui kegiatan uji coba sebagai bagian dari pemenuhan
kelengkapan persyaratan.
(3) Dalam hal insinerator dioperasikan untuk mengolah Limbah sitotoksik, wajib
dioperasikan pada temperature sekurang-kurangnya 1.200OC (seribu dua ratus derajat
celsius).
(4) Tata cara permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah
B3 menggunakan peralatan insinerator dilakukan berdasarkan peraturan perundang-
undangan mengenai tata cara permohonan izin Pengelolaan Limbah B3.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
B. Mekanisme Insenerasi
Menurut Sutowo (2012)

Insinerasi adalah pengolahan sampah bertemperatur tinggi dengan mengkonversi


materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan abu, (bottom ash dan fly ash). Alat yang
digunakan untuk proses pembakaran sampah disebut incinerator. Komponen – komponen
yang harus ada dalam incinerator adalah :

1. Bunker
2. Ruang Bakar (Burner)
3. Pendingin gas
4. Pengendalian
5. Pembangkit
6. Cerobong
7. Panel Kontrol Digital

Proses pembakaran sampah berlangsung secara bertahap. Urutan proses insinerasi antara
lain :

1. Tahap pengeringan Pada tahap ini terjadi penguapan kandungan air sampah
menggunakan energi panas matahari selama 6 hari. Tempat pengeringan sampah disebut
dengan bunker.
2. Tahap pirolisis Pada tahap ini terjadi pembakaran tidak sempurna, dimana temperatur
belum terlalu tinggi.
3. Tahap pembakaran sempurna Pada tahap ini terjadi pembakaran dengan temperatur yang
tinggi, sehingga semua sampah dapat terbakar habis. Tingkat kesempurnaan pembakaran
di pengaruhi oleh beberapa variable berikut :
a. Temperatur Temperatur berkaitan dengan pasokan oksigen (melalui udara). Udara
yang dipasok akan menaikkan temperature karena proses oksidasi materi organik
bersifat ksotermis. Temperature ideal untuk sampah kota tidak kurang dari 400oC.
b. Waktu tinggal Pembakaran sempurna membutuhkan waktu tinggal yang cukup yaitu
waktu yang dibutuhkan untuk menjamin terjadinya percampuran yang sempurna
antara udara dan bahan bakar agar dapat bereaksi secara sempurna. Pembakaran pada
temperatur rendah, sampah dengan nilai panas rendah dan turbulensi campuran gas
yang rendah memerlukan waktu tinggal yang lebih lama untuk menghasilkan
pembakaran yang sempurna. Menurut Demirbas (2011) waktu yang dibutuhkan untuk
membakar sampah yang beratnya diatas 100 ton adalah 24 jam per hari.
c. Turbulensi Turbulensi adalah kondisi dimana sampah harus kontak sempurna dengan
oksigen.Halini dapatmenghasilkan temperatur yang tinggi sehingga menyebabkan
pembakaran sempurna. Tingkat pencampuran tergantung dari rancanganruangbakar
insineratordansisteminjeksiudara. Pada insenerator besar, gerak tungku pembakar
dapat diatur. Sedangkan pada insenerator kecil, tungku pembakaranya adalah statis.
4. Hasil Produksi Hasil dari proses pembakaran sampah tersebut adalah suatu energi
terbarukan yang dapat dimanfaatkan dengan baik. Energi tersebut adalah energi listrik.
Jika proses pembakaran terjadi dengan sempurna, maka energi yang dihasilkan juga
sangat besar. Dari beberapa penelitian, rata – rata energi yang dihasilkan dari pembakaran
1 ton sampah adalah 15 kWh.

Lahan yang dibutuhkan dalam metode ini antara lain:

1. Lahan untuk bunker Ukuran bunker harus diketahui terlebih dahulu agar dapat
menentukan luas lahan yang dibutuhkan. Ukuran bunker tersebut bervariasi sesuai
dengan volume sampah yang akan diolah. Volume sampah tersebut dapat dihitung
dengan teori densitas sampah. Berikut ini merupakan persamaan densitas sampah :
𝜌 = 𝑚/𝑣
Dimana :
𝜌 = Densitas sampah (kg/m3 )
m = Berat sampah (kg)
v = Volume sampah (m3 ).
Dari beberapa penelitian, rata - rata nilai densitas sampah baru sebesar 200 kg/m3 dan sampah
lama sebesar 300 kg/m3. Dari persamaan diatas diperoleh nilai volume sampah yang akan
digunakan untuk menghitung luas bunker. Luas bunker dapat dihitung dengan persamaan
berikut ini :
A = v/t
Dimana :
V = Volume sampah (m3)
A = Luas bunker (m2)
T = Tinggi bunker (m) yang diasumsian setinggi 3 m
2. Lahan untuk pemasangan insenerator Menurut laporan AMDAL TPA Putri Cempo
(2015) dalam pemasangan alat insenerator membutukan lahan sebesar 3 ha.

Pemasangan Alat Insenerator

Komponen – komponen dari insenerator antara lain :

a. Ruang bakar(burner) Ruang bakar berfungsi untuk ruang pembakaran sampah. Ruang
bakar ini dilengkapi dengan jeruji besi yang berguna untuk mengatur jumlah masuk
sampah dan untuk memisahkan abu dengan sampah yang belum terbakar. Dengan
demikian tungku tidak terlalu penuh. Ruang bakar ini juga didesain sedemikian rupa agar
dapat digunakan sebagai proses konversi panas gas pembakaran ke pipa sehingga
membangkitkan uap yang nantinya akan membangkitkan listrik melalui konversi ke
turbin dan generator. Temperatur pada ruang bakar insenerator dapat mencapai lebih dari
850oC.
b. Pendingin gas Panas yang terjadi karena proses pembakaran dikonversikan ke pipa
penukar panas sehingga uap akan terbangkitkan dan temperature gas bakar akan turun.
Sebelum gas dibuang keluar, maka ada unit penukar panas yang akan menyerap panas
dari gas tersebut yaitu pemanas awal air pengisian boiler. Dari temperatur gas buang 800
– 900oC, dapat diturunkan dengan sistem pendinginan ini hingga 300 – 450oC dan
melalui penukar panas untuk pemanasan awal udara temperature gas buang dapat
diturunkan sampai 140oC.
c. Pengendali gas buang Untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat gas buang sisa
pembakaran dan partikel abu dari pembakaran sampah maka incinerator dilengkapi
dengan peralatan pengumpul abu dan peralatan pereduksi nitrogen oksida atau sulfur
oksida.
d. Pembangkit Daya untuk mengkonversi energi uap menjadi energi listrik, maka peralatan
pengkonversi seperti turbin uap dan generator di instalasi pada sisi pemanfaatan uap yang
terbangkitkan. Uap akan memutar turbin yang dikopel dengan generator listrik. Sehingga
daya listrik dapat diproduksi dari proses konversi energi. Daya yang dapat dibangkitkan
tergantung pada jumlah sampah yang memiliki kandungan bahan mampu bakar seperti
serat, kertas atau limbah biomassa.
e. Cerobong juga dilengkapi oleh water spray yang berguna untuk menahan debu halus
yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari ruang
bakar dimasukkan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam
cerobong. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya
sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar
kedinding cerobong siklon. 46 Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus
kedinding, maka butiran – butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air
yang disemburkan dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat
dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu halus,
pada bak penampung selanjutnya air abu akan disaring, air ditampung dan didinginkan
pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon.
f. Panel Kontrol Digital Diperlukan suatu panel control digital dalam operasionalnya untuk
setting suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol
secara automatic dengan sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk
suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi sengan tombol
pengendali burner dan blower dengan terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan
memudahkan operasi.
C. Dampak Postif dan Negatif dari Insenerasi
Dampak Positif dari Insinerasi

1. Insenerasi merupakan salah satu teknologi terbaik untuk pengolahan limbah, terutama
dalam pengolahan limba medis.
2. Mendestruksi patogen atau bakteri berbahaya dari limbah infeksius.
3. Mampu mereduksi volume limbah sebesar 90%
4. Sebagai solusi dalam meminimalisir kandungan organik dan mengontrol emisi.
5. Hasil pembakaran atau residu aman dan bisa di buang di tempat pembuangan.
6. Dapat mengurangi gas metana yang merupakan gas efek rumah kaca.
7. Menjadi solusi dari permasalan lahan yang semakin sedikit, terutama untuk
membuangan limbah.
8. Dibeberapa negara, fasilitas insinerasi dapat digunakan untuk pembangkit listrik.
Dampak Negatif dari insenerasi.

1. Tingginya emisi gas karbon dioksida hasil dari proses insinerasi.


2. Mininmnya ahli pengoperasional insinerator memungkinkan masih adanya
kehawatiran terkait kandungan organik dan emisi (emisi dioksin dan furan.)
3. Adanya kehawatiran dari masyarakat sekitar mengenai abu ringan (fly ash) yang
mengandung logam berat.
4. Memungkinkan adanya PAK dan KAK, seperti heat stress dan kebakaran pada
pekerja/petugas insinerasi karena proses yang memerlukan energi panas tinggi.
5. Membutuhkan biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi.
6. Menipisnya budaya hirarki sampah (Reuse, Reduce, Recycle) di masyarakat.

E. Studi Kasus tentang Metode Insenerasi


Warga Jawa barat, khususnya kabupaten bandung dan sekitarnya dihebohkan dengan berita
mengenai pengolahan sampah yang akan diberlakukan di sungai Citarum, Kabupaten Bandung.
Kabarnya Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil) akan menyediakan 10 ekskavator untuk
mendukung pembersihan Citarum yang di dukung, baik dari sisi pendanaan oleh pemerintah
pusat yang lansung diasampaikan oleh kemenkomaritim Luhut Binsar Panjaitan.

Kebijakan tersebut menjadi pro dan kontra bagi masyarakat bandung dan sekitarnya. Ada
yang menyatakan senang dengan berita tersebut dan ada pula yang tidak setuju akan dampak
lingkungan yang membahyakan bagi masyarakat.

Sungai Citarum merupakan sungai terbesar di Jawa Barat dan merupakan sumber air
minum di kota besar seperti Bandung serta sebagai denyut nadi perekonomian Indonesia, namun
dibalik manfaatnya yang besar, sekarang ini sungai tersebut dipenuhi dengan sampah dan juga
limbah yang beracun dan berbahaya (B3).
Sampah yang semakin besar jumlahnya inilah yang membuat pemerintah provinsi
Jawabarat berusaha untuk mencari solusi dalam menanggulanginya salah satunya yaitu dengan
cara insinerasi. Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat denga n cara pembakaran
pada temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible ) yang
sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik

Metode insenerasi ini memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungan dari insinerasi yaitu
dapat mereduksi atau menurunkan sebagian besar volume sampah, membersihkan atau
menurunkan kandungan bakteri yang pencemar lingkungan, sangat cocok untuk pengolahan
sampah yang membutuhkan waktu cepat, panas pembakaran dapat segera dimanfaatkan untuk
pembangkit uap atau pembangkit daya listrik.

Kerugian dari insinerasi yaitu gas buang dari proses pembakaran berpotensi mencemarkan
lingkungan karena kandungan bahan beracun seperti substansi dioksin, gas buang merupakan
pembawa sebagian besar CO2 penyebab pemanasan global, abu yang tersisa dari pembakaran
mencapai 20% dari sampah yang dibakar, unsur merkuri akan terlepas ke udara dalam bentuk
uap yang terbawa pada gas buang, berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak
dilengkapi dengan pengolahan gas buang.

Pembakaran sampah yang mengandung bahan atau limbah kimia akan melepaskan
kandungan kadmium, timbal atau bahan-bahan yang berpotensi sebagai pencemar lingkungan,
diperlukan peralatan pengolah gas buang yang basah setelah proses pembakaran karena gas
yang basah ini akan dapat merusak atau sebagai gas destruktif apabila lepas ke udara.

Oleh karena itu dihitung sebagai tambahan biaya dalam pemakaian incinerator, Berpotensi
pencemar emisi partikulat karena kandungan abu yang besar dimana emisi udaranya
menghasilkan bahan pencemar, terutama dioksin dan fluran yang oleh WHO dinyatakan
karsinogenik (Bagus, Triksasono, ejurnal).

Kerugian yang paling harus dikhwatirkan oleh masyarakat yaitu bahaya dioksin. Apabila
terjadi pembakaran yang tidak sempurna pada sampah akan berdampak buruk pada lingkungan,
baik tetumbuhan, hewan, bahkan manusia. Dari pembakaran ini menghasilkan senyawa kimia
berbahaya yang bersifat karsinogenik, yaitu dioksin.

Dioksin bersifat persisten dan terakumulasi secara biologi, dan tersebar di lingkungan
dalam konsentrasi yang rendah. Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya
terhadap binatang dan manusia. Jika dioksin berada di udara, maka akan terhirup oleh manusia
dan masuk ke dalam sistem pernafasan.

Risiko bagi manusia yang paling besar adalah jika dioksin mengendap dalam tubuh
manusia. Dioksin menimbulkan kanker, bertindak sebagai pengacau hormon, diteruskan dari ibu
ke bayi selama menyusui dan mempengaruhi sistem reproduksi.
Jika dilihat dari keuntungan dan kerugiannya, hendaklah pemerintah mengambil kebijakan
yang lebih tepat, jangan sampai kebijakan tersebut memberi dampak yang buruk bagi masyarakat
dan lingkungan, tindakan cepat itu memang harus tapi tindakan yang tidak merugikan
masyarakat dan lingkungan itu nomor satu. Masyarakat juga harus lebih cerdas dalam
memelihara lingkungan, jangan hanya menerima kebijakan tanpa mengetahui dampak ataupun
resikonya.

Dan yang paling penting mari jaga lingkungan dengan tidak membuang sampah
sembarangan, dan bagi pihak industri hendaknya mencari alternatif pengolahan limbah hasil
industri sehingga tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah infeksius dengan cara pembakaran pada
temperatur lebih dari 8000C untuk mereduksi sampah mudah terbakar yang sudah tidak dapat di
daur ulang lagi, membunuh bakteri, virus dan kimia toksik. Insinerasi itu sendiri umumnya hanya
satu bagian dari system pengolahan limbah kompleks untuk manajemen keseluruhan dari
berbagai limbah yang timbul dalam masyarakat. Tujuan dari pembakaran sampah adalah
untuk mengolah limbah sehingga dapat mengurangi volume dan bahayanya, selain itu juga
dengan menangkap atau menghancurkan zat berbahaya yang mungkin dilepaskan
selama pembakaran.
Teknologi Insenerasi ini diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Nomor : KEP-03/BAPEDAL/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun pada Pasal 3 dan Lampiran yaitu Proses pengolahan
secara insinerasi bertujuan untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya
menjadi senyawa yang tidak mengandung B3, dan diatur pula pada Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015
Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. BAB VI Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 22.

Mekanisme pengolahan sampah menggunakan teknologi Insenerasi terbagi dalam 4 tahap


yaitu, Tahap pengeringan (penguapan kandungan air), Tahap pirolisis (pembakaran tidak
sempurna), Tahap pembakaran sempurna, Hasil Produksi.

Dampak positif dari penggunaan teknologi Insenerasi antara lain, dapat mendestruksi
patogen atau bakteri berbahaya dari limbah infeksius, mampu mereduksi volume limbah sebesar
90%, dapat mengurangi gas metana yang merupakan gas efek rumah kaca, dibeberapa negara
fasilitas insinerasi dapat digunakan untuk pembangkit listrik. Sedangkan dampak negatif dari
penggunaan teknologi Insenerasi antara lain, tingginya emisi gas karbon dioksida hasil dari
proses insinerasi, adanya kehawatiran dari masyarakat sekitar mengenai abu ringan (fly ash)
yang mengandung logam berat, memungkinkan adanya PAK dan KAK, seperti heat stress dan
kebakaran pada pekerja/petugas insinerasi karena proses yang memerlukan energi panas tinggi,
membutuhkan biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi.

Teknologi Insenerasi ini jika diterapkan masih memiliki dampak negatif yang menjadi
kekhawatiran masyarakat dan dapat merugikan masyarakat. Sehingga masih terdapat masyarakat
yang tidak setuju dengan dilakukannya Insenerasi ini, seperti kebijakan yang dibuat oleh
Gubernur Bandung Ridwan Kamil tentang Insenerasi yang masih menjadi pro dan kontra bagi
masyarakat Bandung dan sekitarnya.

B. SARAN
Teknologi Insenerasi tersebut memang memiliki keuntungan, namun juga memiliki
kerugian yang besar. Maka dari itu, hendaklah pemerintah mengambil kebijakan yang lebih
tepat, jangan sampai kebijakan tersebut memberi dampak yang buruk bagi masyarakat dan
lingkungan. Bagi pihak industri hendaknya mencari alternatif pengolahan limbah hasil industri
sehingga tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Teruntuk masyarakat juga harus
lebih cerdas dalam memelihara lingkungan, jangan hanya menerima kebijakan tanpa mengetahui
dampak ataupun resikonya, dan yang paling penting mari jaga lingkungan dengan tidak
membuang sampah sembarangan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayah, Euis Nurul. 2007. UJI KEMAMPUAN PENGOPERASIAN INSINERATOR UNTUK


MEREDUKSI LIMBAH KLINIS RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA. Jurnal
Rekayasa Perencanaan. 4(1).

Nugroho, Sigit Sapto. 2013. PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN


BERACUN PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. Jurnal Sosial. 14(2): 60-
70.

Utami, Rahayu Dwi, D.G Okayadnya dan M. Mirwan. 2017. MENINGKATKAN KINERJA
INCENERATOR PADA PEMUSNAHAN LIMBAH MEDIS RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 7(2): 115-122

Elvida, Safitri. PENGOLAHAN SAMPAH LIMBAH DENGAN CARA INSENERASI DI


SUNGAI CITARUM. 2018.

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.labsmk.com/2017/10/pengertia
n-insinerasi-dalam-
penanganan.html%3Fm%3D1&ved=2ahUKEwjPmPLju4rlAhVo6nMBHcLcA2MQFjAHegQICBAB&usg=AOv
Vaw3fsahlI0-bKyxZ2rz7hMQ4&cshid=1570462418401

Azarini, Bionita. Studi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Dengan Metode Insinerasi
Di TPA Putri Cempo. Diss. Universitas Sebelas Maret, 2017.

http://www.kelair.bppt.go.id/sib3popv25/Pedoman/Insenerasi/Insenerasi.htm

Anda mungkin juga menyukai