Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Dalam dunia profesi, kode etik menjadi dasar untuk berperilaku bagi orang-
orang yang memiliki suatu profesi tertentu, dimana kode etik tersebut lebih kita kenal
dengan “kode etik profesi”. Menurut Undang-undang No 8 (POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN) , kode etik profesi adalah pedoman sikap ,tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kegiatan sehari-hari. Para pelaku
profesi diharapkan dapat berperilaku sesuai pedoman kode etik yang telah ada,bahkan
profesi-profesi tertentu mengembangkan kode etik mereka sendiri yang menjadi
aturan absolut dan tidak boleh dilanggar oleh anggota profesi tersebut.

Namun, walaupun kode etik dan etika telah diketahui para pelaku profesi
secara umum masih banyak orang yang melanggar pedoman – pedoman yang telah
ada di dunia kerja mereka. Beberapa tahun ini kasus yang cukup menyita perhatian
masyarakat Indonesia adalah kasus pencucian uang dan penggelapan uang nasabah
oleh salah satu pegawai senior Citibank bernama Malinda Dee.

Malinda Dee ditangkap pada tanggal 23 Maret 2011 dengan tuduhan


penggelapan uang nasabah kurang lebih Rp 40 Miliar. Kabarnya puluhan nasabah
tertipu olehnya dan tindakan kriminalnya sudah dimulai sejak tahun 2009.
Kemampuan melayani Malinda yang membuat para nasabahnya merasa nyaman dan
akhirnya memberikan kepercayaan besar pada dirinyalah yang memudahkan Malinda
untuk menggelapkan uang mereka sedikit demi sedikit. Hasil uang yang
didapatkannya ini kemudian dicuci ke beberapa perusahaan yang dimilikinya dengan
partner-nya yang lain.

1
Sebagai Relationship Manager dan menjabat dengan pangkat Vice President
yang merupakan pangkat tertinggi untuk karyawan di Citibank tentunya rasa percaya
yang didapatkan Malinda Dee dari para nasabahnya akan lebih besar daripada para
karyawan lain karena integritas yang seharusnya dimiliki oleh profesi tesebut. Namun
sayangnya kepercayaan ini disalahgunakan olehnya untuk memperkaya dirinya
sendiri.

Semakin tinggi jabatan seseorang dalam profesinya tentunya tanggung jawab


yang dipikulnya juga akan lebih tinggi daripada orang lain. Itulah mengapa integritas
dan citranya juga akan lebih beresiko untuk hancur, tergantung cara berperilakunya di
mata orang-orang yang berelasi dengan dirinya.

Dengan tindakan kriminalnya Malinda Dee telah melakukan pelanggaran


kode etik profesinya. Dalam dunia perbankan,Malinda Dee dikategorikan sebagai
bankir yang menurut Kode Etik Bankir Indonesia memiliki pengertian sebagai
seseorang yang bekerja di Bank dan sedang atau pernah berkecimpung dalam bidang
teknis operasional dan non operasional perbankan. Bahkan Malinda Dee dapat
disebut sebagai Bankir Profesional mengingat pengalaman kerjanya di dunia
perbankan sudah lama dan jabatannya yang sudah sangat tinggi serta tanggung jawab
sosialnya juga tinggi. Kode etik Bankir mengatur pemilik profesi bankir untuk
berperilaku sesuai pedoman-pedoman yang telah diatur di dalamnya dan juga
mengatur hubungan seorang bankir dengan sesama karyawan,pihak lain, dan
lingkungan kerjanya.

Dengan adanya kasus ini banyak pihak yang dirugikan baik secara finansial
dan juga nama baik secara individual maupun organisasi. Citibank sebagai organisasi
tempatnya bekerja akan mendapatkan imbas yang cukup besar dan para nasabah yang
ditipu akan merasakan kerugian.

Selain melangar kode etik profesinya,Malinda Dee juga melakukan


pelanggaran hukum dengan melakukan Money Laundry atau tindakan pencucian

2
uang. Di Indonesia hukum mengenai Money Laundry dapat kita lihat pada Undang-
undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang. Dengan adanya pelanggaran ini kesalahan yang dilakukan Malinda
Dee telah berlapis-lapis dan tentunya akan menghancurkan kapasitasnya sebagai
seorang bankir di mata publik.

Motif Malinda untuk memperkaya diri sendiri yang memanfaatkan profesinya


dengan melanggar beberapa hukum dan norma yang ada dapat kita lihat sebagai
sebuah perilaku menyimpang. Robert Mz Lawang menyebutkan bahwa perilaku
menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang
berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang
berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.

Dari kasus Malinda Dee kita dapat mengetahui apa saja bentuk pelanggaran
kode etik yang telah dilakukannya dan bagaimana imbas yang didapat oleh Malinda
sendiri dan juga orang-orang yang berhubungan dengan dirinya bahkan organisasi
tempatnya bekerja. Oleh karena itu judul yang dipilih adalah “Pelanggaran Kode Etik
Profesi oleh Malinda Dee”.

I.2 PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan berbagai masalah


antara lain sebagai berikut :

1. Apa saja pelanggaran kode etik profesi dan pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh Malinda Dee?
2. Apa saja bentuk hukuman yang didapatkan oleh Malinda Dee dalam
pelanggaran kode etik profesi yang dilakukannya?

3
3. Bagaimana imbas atau dampak yang didapatkan oleh profesi Bankir,
organisasi, danindividu lain yang memiliki relasi dengan Malinda Deedari
adanya kasus tersebut?
4. Bagaimana pelanggaran yang dilakukan oleh Malinda Dee dilihat sebagai
perilaku menyimpang?
5. Bagaimana caranya agar kasus pelanggaran etika sekaligus pelanggaran
hukum tidak terulang kembali?

4
BAB II

KASUS

Malinda Dee menjadi karyawan di Citibank sejak Agustus 1989. Saat


ditangkap polisi, Malinda menduduki jabatan Relationship Manager Citibank di
Kantor Cabang Citibank Landmark, Jakarta Selatan, dengan pangkat Vice President.
Pangkat tersebut merupakan pangkat yang tertinggi untuk karyawan Citibank. Sejak
diterima, Malinda dikenal sebagai salah satu aset yang berharga di Citibank karena
prestasi Malinda Dee dalam pekerjaannya terbilang bagus, yakni kemampuannya
dalam membawa nasabah kaya untuk menggunakan jasa Citibank, hal tersebut
membuatnya diberi keleluasaan oleh pihak Citibank dalam mencari nasabahnya
sendiri.

Pada 25 Maret 2011, Mabes Polri mengungkap kasus penggelapan dana


nasabah di Citibank atas laporan para nasabah. Delapan penyidik dari Direktorat
Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri menangkap
Malinda di apartemennya kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Polisi menyita sejumlah
barang bukti, antara lain dokumen-dokumen transaksi, uang tunai dan 1 unit mobil
merek Ferari. Tersangka Malinda Dee diserahkan dari penyidik Polri kepada Kejari
Jakarta Selatan pada pukul 09.45 WIB. Malinda diduga sudah melakukan aksinya
sejak tahun 2009 lalu. Dari tiga perusahaan yang menjadi nasabah Citibank, Malinda
dapat mencuri uang dari para nasabah tersebut hingga Rp17 miliar.

Jaksa Penuntut Umum mendakwa Malinda melakukan penggelapan dan


pencucian uang dalam kurun waktu 22 Januari 2009 hingga 7 Februari 2011 melalui
117 transaksi, dimana 64 transaksi di antaranya dalam bentuk pecahan rupiah senilai
Rp27,36 miliar dan 53 transaksi senilai 2,08 juta dolar AS.

Jaksa menuntut Malinda atas kejahatan yang telah dilakukannya selama ini
dengan pasal berlapis, yaitu pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan pasal

5
Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertama, dia dijerat Pasal 49 ayat 1
dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal
65 KUHP.Kedua, Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana
Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto
Pasal 65 ayat 1 KUHP, yang ancamannya adalah dipenjara selama 15 tahun.

Selama ini Malinda Dee melakukan pembobolan dana nasabah dengan cara
meraih kepercayaan terhadap nasabah tersebut dan menyalahgunakan kepercayaan
para nasabah yang kaya terhadap dirinya. Malinda terlebih dahulu memperlakukan
mereka secara istimewa, yang salah satu contohnya adalah dengan melayani para
nasabah yang kaya di ruang khusus di kantor Citibank. Perlakuan ini tidak hanya
diberikan Malinda dalam waktu singkat, tetapi hingga puluhan tahun sampai para
nasabah sangat percaya terhadap Malinda karena perlakuan istimewanya tersebut.

Dari hal tersebut Malinda mencermati pola transaksi nasabah yang


bersangkutan, kemudian mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani agar
memudahkan transaksi. Blanko inilah yang dia gunakanan untuk menarik dana
dengan mencuri uang tersebut sedikit-demi sedikit tanpa disadari oleh pemilik
rekening melalui persekongkolan jahat dengan bawahannya, Dwi Herawati, Novianty
Iriane dan Betharia Panjaitan selaku Head Teller Citibank. Malinda memerintahkan
bawahannya mentransfer uang ke beberapa perusahaan miliknya. Malinda juga
menggunakan surat kuasa dari nasabah, sehingga nasabah seolah-olah datang ke bank
untuk melakukan transaksi. Lalu Malinda meminta teller Citibank yang bernama
Dwiuntuk membantu melakukan pencatatan palsu terhadap beberapa transfer uang,
yang nilainya antara Rp1 miliar hingga Rp 2 miliar. Catatan tersebut merupakan
manipulasi transfer uang dari rekening nasabah ke beberapa rekening milik Malinda
di dalam maupun di luar Citibank.

6
Rohly Pateni, merupakan salah satu nasabah Citibank yang menjadi korban
dari Malinda. Menurut Rohly Pateni, dia sangat percaya kepada Malinda karena
sudah 18 tahun menjadi nasabah dari Citibank dan ditangani Malinda. Rohly Pateni
jarang mengecek rekening banknya karena sibuk bekerja, yang membuat Malinda
memanfaatkan hal tersebut.

Untuk menghilangkan bukti kejahatannya, Dia membuat perusahaan


pribadinya yang dialiri dana nasabah Citibank atas nama orang lain. Malinda
mengalirkan dana nasabah yang berhasil dicuri ke empat perusahaan miliknya yaitu,
PT Sarwahita Global Manajemen, PT Porta Axell Amitee, PT Qadeera Agilo
Resources, dan PT Axcomm Infoteco Centro. Keempat perusahaan tersebut
merupakan perusahaan yang didirikannya bersama dengan Reniwati, Roy
Sanggilawang, dan Gesang Timora. Reniwati merupakan Citigold Executive Head di
Citibank Landmark. Selain itu, Malinda juga telah menggunakan dana nasabah untuk
menyicil angsuran mobil super mewah seperti Ferrari. Kemudian dari keempat
perusahaan ini, Malinda kembali menarik uang untuk kepentingan pribadinya,
Andhika suami sirinya, maupun adiknya, Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail
bin Janim.

Selain orang – orang tersebut, terdapat keterlibatan Wakil Gubernur Lembaga


Ketahanan Nasional (Lemhannas) Marsekal Madya TNI Rio Mendung Thalieb. Dia
menjadi Komisaris Utama PT Sarwahita Group Managemen, yakni salah satu
perusahaan milik Malinda. Dia mengaku tak melakukan bisnis dalam perusahaan
tersebut, tidak jelas apakah pengakuan ini benar atau tidak karena tidak pernah ada
pemeriksaan terhadap Rio Mendung Thalieb. Lalu pihak lain yang juga terlibat
adalah 50 orang pejabat negara yang menjadi nasabah Malinda yang uangnya berasal
dari pencucian uang hasil korupsi, yang merupakan dugaan dari Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

7
BAB III
LANDASAN TEORI

III.1 Kode Etik Profesi Bankir

Menyadari bahwa pentingnya etika untuk setiap profesi, khususnya dalam


bidang perbankan, maka telah dikeluarkan kode etik bankir sebagai penuntun profesi
yang berisi nilai-nilai dan norma-norma untuk mengatur pelayanan bankir secara baik
dan pantas. Kode etik bankir terdiri dari 9 pilar yang berisi :

1) Setiap bankir harus patuh dan taat kepada ketentuan perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan adanya dukungan dari Undang
- Undang , yang tercantum dalam UU No. 7 tahun 1992 yang telah
disempurnakan dengan UU No. 10 tahun 1998 pasal 49 ayat 2b.
2) Seorang bankir harus melakukan pencatatan dengan benar mengenai segala
transaksi yang berkaitan dengan kegiatan banknya. Dengan payung hukum yang
tercantum dalam UU No 7 tahun 1992 dan yang kemudian disempurnakan dalam
UU No. 10 tahun 1998 pasal 49 ayat 1a.
3) Seorang bankir harus menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
4) Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi
5) Seorang bankir harus menghidarkan diri dari keterlibatan pengambilan keputusan
jika terdapat pertentangan kepentingan.
6) Seorang bankir wajib menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya.
7) Seorang bankir harus memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap
kebijakan yang diterapkan banknya terhadap keadaan ekonomi, sosial dan
lingkungan.
8) Seorang bankir dilarang menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri
pribadinya maupun keluarganya.
9) Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra
profesinya dan lembaga

8
Apabila kita melihat berdasarkan kode etik yang diterapkan Bank Indonesia
(www.bi.go.id), terdapat kode etik sebagai pegawai Bank Indonesia yang berisi :
1. Pegawai dilarang menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan atau fasilitas yang
diberikan oleh Bank Indonesia.
2. Pejabat Bank Indonesia wajib untuk melaporkan harta kekayaannya kepada Bank
Indonesia dan atau Komisi Pemberantasan Korupsi.
3. Pegawai dilarang meminta/menerima, memberi persetujuan untuk menerima,
mengizinkan atau membiarkan keluarga untuk meminta/menerima fasilitas dan
hal-hal lain yang dapat dinilai dengan uang dari perorangan atau badan yang
diketahui atau patut diduga bahwa hal tersebut mempunyai hubungan, baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai
yang bersangkutan.
4. Pegawai wajib menjaga rahasia Bank Indonesia untuk hal yang dikategorikan
rahasia.
5. Pegawai dilarang menjadi anggota, pengurus partai politik, dan atau melakukan
kegiatan untuk kepentingan partai politik.

Sedangkan berdasarkan kode etik sebagai bankir seperti yang telah dijelaskan
diatas, apabila pegawai bank terbukti melakukan pelanggaran terhadap salah satu
dari konten kode etik tersebut, maka mereka akan dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Esensi atau isi dari kode etik tersebut yaitu untuk
memberikan panduan bagi karyawan perbankan untuk dapat bersikap sesuai dengan
prinsip moral atau nilai-nilai mengenai sesuatu yang baik dan yang tidak baik.
Dengan mamatuhi program tersebut, para bankir diharapkan dapat menyadari
pentingnya prinsip dasar yang dapat membantu mereka dalam membuat keputusan
yang dapat berpengaruh bagi bank dimana mereka bekerja. Oleh karena itu, sudah
sewajarnya bahwa seorang bankir memberikan pelayanan yang terbaik seperti cepat,
ramah, adil, serta beretika. Pelayanan menurut Malayu S.P Sihabuan (2005) yaitu
sebuah kegiatan memberikan jasa dari pihak yang satu dengan pihak yang lain.

9
III.2 Tindak Pencucian Uang (Money Loundering)

Secara harafiah, money loundering merupakan pencucian uang atau


pemutihan uang hasil kejahatan. Sebenarnya tidak ada definisi yang umum untuk
dapat menjelaskan tindak pidana tersebut, namun baik dari negara-negara maju
maupun berkembang telah memiliki definisi tersendiri untuk masing-masing negara
berdasarkan prioritas dan prespektif yang berbeda. Namun para ahli hukum di
Indonesia telah sepakat untuk mendefinisikan money laundering sebagai tindak
pencucian uang (Sutedi Adrian, 2010).

Tindak pencucian uang menurut Sutan Remy Sjahdeini, merupakan sebuah


rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang
haram, atau uang yang berasal dari kejahatan dengan maksud untuk menyembunyikan
atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang
berwenang, kemudian memasukkan uang tersebut ke dalam suatu sistem keuangan
sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai
uang yang halal.

Di Indonesia, tindak pencucian uang telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun


2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Menurut Undang-udang tersebut tindak pencucian uang dibedakan menjadi 3 macam,
seperti :

a. Tindak pidana pencucian uang aktif (setiap orang yang menempatkan,


mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan
uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana),
b. Tindak pidana pencucian uang pasif (setiap orang yang menerima atau
menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,

10
penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Namun, dikecualikan bagi Pihak
Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini). (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010),
c. Mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang (setiap orang yang
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan,
pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang yaitu hukuman penjara paling lama
maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

III.3 Perilaku Menyimpang

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa


perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku
(behaviourcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya
teori tersebut dapat dijelaskan lebih lanjut dengan mendefinisikan bahwa perilaku
terbentuk karena 3 faktor seperti: faktor predisposisi (mencakup pengetahuan, sikap
dan sebagainya), faktor pemungkin (mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja), faktor penguat
(meliputi undang-undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya).
(Notoatmodjo,2003)

Sedangkan tindak pencucian uang merupakan sebuah penyimpangan perilaku


individu. Menurut Robert M.Z. Lawang, bahwa penyimpangan merupakan tindakan
yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku umum dalam suatu sistem sosial
dan menimbulkan usaha dari pihak yang berwajib untuk memerbaiki perilaku yang
menyimpang tersebut. Perilaku manusia pada umumnya dimotivasi oleh suatu
keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu
diketahui secara sadar oleh individu tersebut (Winardi, 2004). Sedangkan berdasarkan

11
teori kontrol yang dikemukakan oleh para ahli, penyimpangan merupakan sebuah
konsekuensi dari gagalnya seseorang dalam menaati hukum. Salah satu ahli yang
mengemukakan teori kontrol in yaitu Hirschi (1969, dalam Atmasasmita,
1992).Hirschi mengemukakan bahwa berbagai bentuk pengingkaran terhadap aturan
yang berlaku merupakan akibat dari kegagalan mensosialisasi individu warga
masyarakat untuk bertindak sesuai dengan aturan atau tata tertib yang
ada;penyimpangan dan bahkan kriminalitas merupakan bukti kegagalan kelompok-
kelompok sosial konvensional untuk mengikat individu agar tetap bertindak dengan
semestinya, seperti: keluarga, sekolah atau institusi pendidikan dan kelompok-
kelompok dominan lainnya; setiap individu seharusnya belajar untuk tidak
melakukan tindakan menyimpang atau kriminal; serta kontrol internal dianggap lebih
berpengaruh dari pada kontrol eksternal.

12
BAB IV

ANALISIS

IV.1 PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI DAN PELANGGARAN


HUKUM

Kasus Malinda Dee merupakan kasus pelanggaran ganda, yaitu pelanggaran


terhadap kode etik profesi sebagai bankir dan pelanggaran terhadap hukum yang
berlaku di Indonesia. Sebagai seorang karyawan Citibank, sudah seharusnya Malinda
mengikuti kode etik profesi Bankir dan kode etik yang diterapkan oleh Bank
Indonesia. Namun karena kepentingan pribadinya, Malinda mengesampingkan kode
etik yang ada dan melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dari 9 pilar kode etik bankir, ada 3 kode etik yang dilanggar oleh Malinda,
yaitu :

1. Setiap bankir harus patuh dan taat kepada ketentuan perundang-undangan


dan peraturan yang berlaku. Hal ini diperkuat dengan adanya dukungan dari
Undang - Undang , yang tercantum dalam UU No. 7 tahun 1992 yang telah
disempurnakan dengan UU No. 10 tahun 1998 pasal 49 ayat 2b.
Malinda terbukti tidak patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku karena ia melakukan penggelapan dan pencucian
uang, dimana tindakan tersebut bertentangan dengan pasal dalam Undang-
Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang.

2. Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan


pribadi.

13
Malinda melanggar kode etik ini karena dia telah terbukti menyalahgunakan
wewenangnya sebagai Relationship Manager Citibank (dengan pangkat Vice
President) dengan mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani nasabah.
Blanko inilah yang Malinda gunakan untuk mencuri uang nasabahtanpa
disadari oleh pemilik rekening. Selain itu, Malinda juga menggunakan surat
kuasa dari nasabah, meminta teller Citibankmembantu melakukan pencatatan
palsu terhadap beberapa transfer uang, danmemerintahkan bawahannya
mentransfer uang ke empat perusahaan miliknya. Dana nasabah juga
digunakan Malinda untuk kepentingan pribadinya, seperti membeli mobil
mewah, serta membiayai kehidupan suami dan adiknya.

3. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan


citra profesinya dan lembaga.
Tindakan penggelapan dan pencucian uang yang dilakukan oleh Malinda jelas
merupakan suatu perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesi bankir
dan lembaga (Citibank).

Selain melanggar 9 pilar kode etik bankir, Malinda juga melanggar salah satu dari
kode etik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yaitu : Pegawai dilarang
menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan atau fasilitas yang diberikan oleh Bank
Indonesia.Namun kode etik tersebut hampir sama dengan salah satu kode etik bankir,
seperti yang sudah dijelaskan di poin kedua di atas.

Dari kasus pelanggaran kode etik bankir di atas, menunjukkan bahwa Malinda
juga melanggar prinsip – prinsip kode etik profesi pada umumnya. Malinda tidak
memiliki prinsip tanggung jawab terhadap dana nasabah yang seharusnya ia kelola
dengan baik, dan tidak melakukan pertimbangan professional dalam semua kegiatan
yang dia lakukan. Malinda juga mengabaikan prinsip kejujuran karena ia telah
menipu nasabah – nasabahnya. Selain itu, Malinda tidak memiliki prinsip integritas

14
karena ia tidak memilik kejujuran dan komitmen dalam menjalankan profesinya serta
tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah.

Pelanggaran kode etik bankir yang dilakukan Malinda Dee sudah termasuk
dalam aspek kriminalitas, sehingga kasus ini juga merupakan pelanggaran hukum.
Malinda melanggar ketentuan hukum yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP; Undang-
Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang Pasal 65 KUHP; dan UU
Nomor 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang.

Berdasarkan tiga macam jenis pencucian uang yang ada menurut UU Nomor 8
Tahun 2010 , Malinda termasuk ke dalam jenis “Tindak pidana pencucian uang
aktif”, karena Malinda mentransfer, membelanjakan, membayarkan, dan
menghibahkan dana nasabah untuk keperluan pribadinya, dan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana karena uang 50 orang pejabat negara
yang menjadi nasabah Malinda berasal dari pencucian uang hasil korupsi, yang
merupakan dugaan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sementara itu, suami, adik, adik ipar, dan para petinggi perusahaan Malinda yang
dialiri dana hasil curian Malinda termasuk ke dalam jenis “Mereka yang menikmati
hasil tindak pidana pencucian uang”.Pihak – pihak tersebut masuk ke dalam jenis ini
karena mereka menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta
kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

IV.2 SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI

Bankir yang profesional adalah bankir yang memiliki integritas pribadi,


keahlian dan tanggungjawab sosial yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu
melaksanakan manajemen bank yang profesional pula. Dalam melaksanakan

15
pekerjaannya, seorang Bankir harus berpedoman pada kode etik profesi yang ada.
Kode etik tersebut menjadi pijakan dalam berperilaku dan bertindak agar pekerjaan
dapat berjalan dengan lancar serta tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Malinda Dee melakukan pekerjaannya sebagai Relationship Manager tanpa


memperhatikan kode etik profesi seorang bankir. Konsekuensi dari perilaku
menyimpang yang ia lakukan adalah harus menerima sanksi seperti yang telah diatur
dalam Ikatan Bankir Indonesia. Karena pelanggaran yang dilakukan Malinda
termasuk pelanggaran kode etik berat, maka dapat dikenakan sanksi oleh Dewan
Pimpinan Pusat berupa pemberhentian sebagai Bankir. Selain karena pelanggaran
kode etik berat, pemberhentian tersebutjuga dikarenakan Malinda telah dijatuhi
hukuman oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuataan hukum yang tetap karena
melakukan tindak pidana. Citibank pun memberikan sanksi terhadap Malinda dengan
memberhentikannya sebagai karyawan.Di lain pihak, pandangan atau respect
masyarakat terhadap Malinda akan menurun, karena pelanggaran etika akan
menimbulkan ketidaksukaan dari suatu kelompok tertentu, dan tentunya Malinda
akan merasa tersisih dari masyarakat sekitar.

IV.3 DAMPAK TERHADAP PROFESI, ORGANISASI, DAN RELASI

Kasus Malinda Dee tidak hanya melibatkan dirinya dan pihak - pihak lain
yang ikut membantu tindak kriminalnya, namun juga ikut melibatkan profesi yang
digelutinya dan organisasi atau lembaga tempatnya bekerja. Dalam hal ini, profesi
yang ikut terkena dampak negatif adalah profesi bankir, dan organisasi atau lembaga
yang ikut terkena imbas perbuatan Malinda adalah Citibank. Selain itu, kasus besar
ini tentunya juga akan memberikan kerugian terhadap orang – orang terdekat
Malinda, seperti keluarganya. Jadi, meskipun tidak ikut terlibat namun secara teori
dan fakta, profesi sejenis, organisasi tempat bekerja, dan keluarga juga akan ikut
merasakan imbas dari perbuatan tercela yang dilakukan Malinda.

16
Secara lebih rinci, dampak yang ikut dirasakan oleh pihak – pihak lain yang
bersangkutan dengan Malinda namun tidak ikut membantu tindak kriminalnya, antara
lain:

a. Profesi Bankir
Dengan adanya kasus Malinda Dee, mau tidak mau profesi Bankir akan
mendapatkan imbasnya juga. Dari kasus ini, kepercayaan masyarakat
terhadap seorang bankir akan berkurang dan citra profesi seorang bankir akan
menurun. Selain itu, prosedur perbankan menjadi lebih diperketat sehingga
akan lebih membatasi ruang gerak bankir.
b. Citibank
Citibank sebagai tempat Malinda bekerja, akan dilanda krisis reputasi dan
krisis kepercayaan dari masyarakat. Dengan adanya kasus yang melibatkan
beberapa karyawannya, reputasi perusahaan pasti akan menurun. Masyarakat
akan menjadi ragu untuk menyimpan uang nya di Citibank, dan apakah
uangnya akan benar – benar aman, karena Bank ini tidak dapat mengontrol
dan mengawasi perilaku karyawannya dengan baik. Jika tidak mampu
mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menjamin keamanan dana
nasabahnya, Citibank bisa dilanda krisis keuangan.
c. Keluarga
Perbuatan tidak beretika seorang pegawai senior yang seharusnya menjadi
panutan para juniornya ini dapat menurunkan reputasi dan nama baik
keluarga di mata masyarakat.

IV.4 PELANGGARAN MALINDA DEE SEBAGAI PERILAKU


MENYIMPANG

17
Pelanggaran kode etik dan pelanggaran hukum Malinda Dee merupakan
perilaku yang menyimpang. Pelanggaran tersebut dikatakan sebagai perilaku
menyimpang karena sesuai dengan teori kontrol yang dikemukakan oleh para ahli,
dimana penyimpangan merupakan sebuah konsekuensi dari gagalnya seseorang
dalam menaati hukum.Malinda Dee gagal dalam menaati hukum yang berlaku, maka
dikatakan memiliki perilaku menyimpang. Menurut Hirschi, perilaku menyimpang
adalah akibat dari kegagalan mensosialisasi kepada warga masyarakat untuk
bertindak sesuai dengan aturan atau tata tertib yang ada dan bukti kegagalan
kelompok-kelompok sosial konvensional (seperti: keluarga, institusi pendidikan dan
kelompok-kelompok dominan lainnya) untuk mengikat individu agar tetap bertindak
dengan semestinya.

Dalam kasus ini, kegagalan kelompok-kelompok sosial konvensional bisa


berasal dari tiga kemungkinan. Yang pertama yaitu kegagalan keluarga dan
lingkungan sekitar dalam membentuk seorang individu menjadi pribadi yang baik.
Yang kedua adalah peran dari lembaga pendidikan. Selain memberikan ilmu dan
pengetahuan, lembaga pendidikan juga harus mengajarkan perilaku beretika dan
bermoral kepada tiap – tiap individu. Dan yang ketiga adalah kegagalan dari pihak
organisasi (Citibank) dalam mengatur dan mengawasi karyawannya.

IV.5 MINIMALISASI PELANGGARAN KODE ETIK, HUKUM, DAN


PERILAKU MENYIMPANG

Dengan adanya kasus Malinda Dee, menyadarkan berbagai pihak untuk


meminimalisasi dan mencegah pelanggaran terhadap kode etik, pelanggaran hukum,
dan perilaku menyimpang tiap profesi yang ada, khususnya profesi bankir. Berikut ini
adalah beberapa cara agar kasus seperti Malinda Dee tidak terulang kembali.

18
a) Keluarga, sebagai tempat bertumbuh dan berkembangnya individu yang
pertama dan utama, harus dapat membentuk individu menjadi pribadi yang
jujur dan bertanggungjawab terhadap segala pekerjaan.

b) Setiap individu seharusnya belajar dan memiliki kesadaran untuk tidak


melakukan tindakan menyimpang atau kriminal. Kontrol internal dianggap
lebih berpengaruh dari pada kontrol eksternal.

c) Lembaga pendidikan di Indonesia harus lebih menekankan pelajaran tentang


sikap moral dan etika, tidak hanya mementingkan ilmu dan pengetahuan.
Kemampuan dan kemahiran seseorang akan sia – sia jika tidak diikuti oleh
perilaku yang baik dan beretika.

d) Organisasi atau perusahaanharus memperketat pengawasan internal, untuk


mencegah oknum-oknum pegawai bank yang nakal. Untuk memperketat
pengawasan tersebut memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tetapi
diharapkan dapat meminimalisir terjadinya kasus pembobolan uang nasabah.
Kemudian dengan memperketat perekrutan Sumber Daya Manusia ( SDM )
perbankan sehingga yang diterima benar-benar individu yang mempunyai
kredibilitas tinggi. Tidak hanya dari sisi skill dan knowledge namun yang
lebih penting dari itu adalah attitude, yang menyangkut kejujuran dan
komitmen tinggi pada profesi bankir. Disamping itu, organisasi juga harus
perlu lebih banyak memberikan training dan seminar yang dapat
menumbuhkan integritas para pegawai.

e) Pemerintah harus mulai memperkuat penegakan hukum, membersihkan


aparat atau oknum-oknum penegak hukum yang masih dapat dengan mudah
disuap.

f) Memperbaiki dua kelemahan mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi.


Dua hal ini harus terus-menerus diperbaiki karena selama ini dijadikan jalan

19
bagi pembobol bank untuk beraksi. Aturan yang dikeluarkan oleh BI harus
lebih diperketat.

BAB V

KESIMPULAN

Dalam menjalani profesi sebagai bankir harus mengikuti prinsip – prinsip


kode etik profesi Bankir yang berlaku, termasuk prinsip umum yang berlaku salah
satunya adalah prinsip integritas yang mencakup kejujuran, tanggungjawab,
pertimbangan professional, komitmen, dan bisa dipercaya. Bankir yang profesional
adalah bankir yang memiliki integritas pribadi, keahlian dan tanggungjawab sosial
yang tinggi serta wawasan yang luas agar mampu melaksanakan manajemen bank
yang profesional pula. Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang Bankir harus
berpedoman pada kode etik profesi yang ada sebagai pedoman dalam berperilaku dan
bertindak agar pekerjaan dapat berjalan dengan lancar serta tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain.

Jika seorang bankir melakukan penyimpangan dari kode etik dan prinsip yang
ada maka konsekuensinya akan menerima sanksi seperti yang telah diatur dalam
Ikatan Bankir Indonesia berupa pemberhentian sebagai Bankir. Selain itu,
penyimpangan yang dilakukan juga akan memberikan dampak yang merugikan
terhadap banyak pihak diantaranya pihak bank yang bersangkutan, nasabah,
masyarakat, orang – orang terdekat, dan juga pada profesi bankir itu sendiri. Seperti
pada kasus ini Melinda sebagai bankir yang bekerja pada Citibank melakukan
pelanggaran kode etik bankir bahkan juga melakukan pelanggaran hukum. Dalam
kasus ini dapat dilihat bahwa Malinda melanggar 3 kode etik bankir. Pelanggaran
kode etik pertama adalah Malinda terbukti tidak patuh dan taat pada ketentuan

20
perundang-undangan dan peraturan yang berlaku karena ia melakukan penggelapan
dan pencucian uang, dimana tindakan tersebut bertentangan dengan pasal dalam
Undang-Undang Perbankan dan pasal Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang. Kemudian pelanggaran kode etik ke dua Malinda terbukti menyalahgunakan
wewenangnya sebagai Relationship Manager Citibank (dengan pangkat Vice
President) dengan mengajukan blanko kosong untuk ditandatangani nasabah yang
digunakan untuk mencuri uang nasabah tanpa disadari oleh pemilik rekening. Selain
itu, Malinda juga menggunakan surat kuasa dari nasabah, meminta teller Citibank
melakukan pencatatan palsu terhadap beberapa transfer uang ke empat perusahaan
miliknya. Dana nasabah juga digunakan Malinda untuk kepentingan pribadinya. Dan
pelanggaran kode etik yang ketiga, melakukan perbuatan tercela yang merugian citra
profesi dan lembaga. Selain itu dapat dilihat juga dari kasus ini bahwa Malinda tidak
memiliki prinsip tanggung jawab terhadap dana nasabah yang seharusnya ia kelola
dengan baik. Malinda juga mengabaikan prinsip kejujuran karena ia telah menipu
nasabah – nasabahnya. Selain itu, Malinda tidak memiliki prinsip integritas karena ia
tidak memiliki kejujuran dan komitmen dalam menjalankan profesinya serta tidak
dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan nasabah. Akibatnya, perbuatan
Malinda memberikan dampak negatif terhadap profesi bankir yaitu kepercayaan
masyarakat terhadap seorang bankir akan berkurang dan citra profesi seorang bankir
akan menurun. Dan juga prosedur perbankan menjadi lebih diperketat sehingga akan
lebih membatasi ruang gerak bankir. Kemudian juga pihak Citibank menjadi dilanda
krisis reputasi dan krisis kepercayaan dari masyarakat. Kemungkinan terburuk
Citibank bisa dilanda krisis keuangan. Selain itu pihak keluarga Melinda juga ikut
merasakan imbasnya dengan tercemarnya nama baik keluarga di mata masyarakat. Di
lain pihak, pandangan atau respect masyarakat terhadap Malinda akan menurun,
karena pelanggaran etika akan menimbulkan ketidaksukaan dari suatu kelompok
tertentu, dan tentunya Malinda akan merasa tersisih dari masyarakat sekitar. Dan
konsekuensi dari semua tindakanya itu Malinda diberhentikan dari profesinya sebagai
seorang bankir di Citibank.

21
Kemungkinan penyimpangan kode etik yang dilakukan oleh Malinda
disebabkan oleh kegagalan sosialisasi tentang perlunya bertindak sesuai dengan
aturan atau tata tertib yang ada. Dalam kasus ini, kegagalan kelompok-kelompok
sosial konvensional bisa berasal dari tiga kemungkinan. Yang pertama yaitu
kegagalan keluarga dan lingkungan sekitar dalam membentuk seorang individu
menjadi pribadi yang baik. Yang kedua adalah peran dari lembaga pendidikan. Selain
memberikan ilmu dan pengetahuan, lembaga pendidikan juga harus menanamkan
perilaku beretika dan bermoral kepada tiap – tiap individu. Dan yang ketiga adalah
kegagalan dari pihak organisasi (Citibank) dalam mengatur dan mengawasi
karyawannya.

Untuk meminimalisasi dan mencegah pelanggaran terhadap kode etik,


pelanggaran hukum, dan perilaku menyimpang tiap profesi yang ada, khususnya
profesi bankir, ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu melalui keluarga
sebagai pembentuk utama individu menjadi pribadi yang jujur dan bertanggungjawab,
kesadaran individu untuk tidak melakukan tindakan menyimpang atau kriminal,
lembaga pendidikan yang harus lebih menekankan pelajaran tentang sikap moral dan
etika tidak hanya ilmu pengetahuan, organisasi atau perusahaan harus memperketat
pengawasan internal, perekrutan SDM dan lebih banyak memberikan training dan
seminar yang dapat menumbuhkan integritas para pegawai, pemerintah harus mulai
memperkuat penegakan hukum, membersihkan aparat atau oknum-oknum penegak
hukum yang masih dapat dengan mudah disuap, dan yang terakir memperbaiki dua
kelemahan mendasar BI yaitu pengawasan dan koordinasi.

Jadi, kasus Malinda Dee harus benar-benar menjadi pelajaran berharga untuk
mengembangkan tata kelola dan standar etika bankir yang lebih baik. Perilaku etis
bankir membutuhkan regulasi serta edukasi yang kuat. Dukungan dari berbagai pihak
sangat diperlukan dalam membentuk pribadi berkualitas yang taat pada aturan dan
norma – norma yang berlaku.

22
DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli.1992. Tindak Pidana, Teori dan Kapita Selekta


Kriminologi.Bandung: PT. Eresco
Hasibuan, Malayu S.P.2005. Dasar-Dasar Perbankan.Jakarta: PT. Bumi Aksara
http://ikatanbankir.com/ibi/content.php?id=4&top=3

http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/1224/1/Si.Cantik.Pembobol.Bank

http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1381232/aksi-tipu-tipu-melinda-dee

http://tv.okezone.com/play/10160/kasus-melinda-dee-mulai-menyeret-citibank

http://web.unair.ac.id/admin/file/f_20025_3o.ppt

http://www.bamsoetnews.com/berita/berita9063-Kronologis-Kasus-Malinda-
Dee.html

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/kode-etik-pegawai/Contents/Default.aspx

https://www.lintas.me/article/id.berita.yahoo.com/inilah-kronologi-inong-alias-
melinda-dee-si-pembobol-citibank/1

http://www.lppi.or.id/index.php/module/Pages/sub/16/id/kode-etik-bankir

http://www.tempo.co/read/news/2011/11/16/063366926/Kasus-Citibank-Malinda-
Suka-Tebar-Uang-ke-Teller

http://www.tempo.co/topik/tokoh/585/Inong-Malinda-Dee

http://www.tribunnews.com/topics/si-seksi-pembobol-citibank

Kasmir.2002. Manajemen Perbankan.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Lawang, Robert M.Z.1980. Pengantar Sosiologi.Jakarta: Universitas Terbuka

Notoatmodjo, Soekidjo.2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta: Rineka


Cipta

23
Remy, Sutan Sjahdeini.2007.Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme.Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Sandhikatullah,Vaza.2011.Pengaruh Kasus Melinda Dee dan Bank Mega terhadap


Pergerakan Harga Saham Perbankan Nasional. Semarang : Universitas
Diponegoro

Sumarni, Murti.1996. Marketing Perbankan.Yogyakarta: Liberty Yogyakarta

Sutedi, Adrian.2010. Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,


Likuidasi, Dan Kepailitan.Jakarta: Sinar Grafika

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Tindak Pidana Pencucian Uang

Winardi J.2004. Manajemen Perilaku Organisasi.Jakarta: Prenada M

24

Anda mungkin juga menyukai