Dosen :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
yang selalu menyertai penulis sehingga Tugas Paper ini dapat tersusun. Tugas
Paper ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Evaluasi nilai Gizi Pangan
Fakultas Teknologi Pangan dan Kesehatan Universitas Sahid Jakarta.
Tugas Paper ini berjudul “Evaluasi Nilai Gizi Protein”. Paper berisi
tentang evaluasi nilai gizi protein secara in vitro: analisis protein, asam amino,
skor kimia, daya cerna serta secara in vivo: PER, NPR, NPU. Tujuan dari
penyusunan Paper ini adalah untuk memberi pengetahuan mahasiswa/i mengenai
Evaluasi Nilai Gizi Protein.
Penyusunan Paper ini juga tidak lepas dari bantuan dan partisipasi oleh
beberapa pihak yang bersangutan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati
penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Rahmawati, ST., M.Si selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Evaluasi Nilai Gizi Pangan yang telah
membimbing penulis dalam menyusun Paper ini.
Penulis menyadari penyusunan Paper ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhir kata, penulis mengharapkan tugas paper ini dapat berguna bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
2.4 PER (Protein Effieciency Ratio) dan NPR (Net Protein Ratio) .........................8
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3 Pola Komposisi asam amino beradarkan pendugaan dan pola referensi
asam amino yang direkomendasikan oleh FAO
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu nabati
dan hewani. Produk-produk nabati tergolong sebgai sumber protein antara lain
(gandum, beras, jagung) dan kacang-kacangan (terutama kacang kedelai);
sedangkan tergolong produk hewani adalah daging (sapi, kerbau, babi, ayam dan
unggas lainnya), telur (terutama dari ayam dan bebek), susu (terutama dari sapi),
dan ikan (darat atau laut). Pada waktu ini telah dikembangkan pula apa yang
disebut sebagai sumber protein non-konvensional, misalnya protein sel tunggal,
protein algar dari daun.
Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh,
sebagai zat pengatur dalam tubuh, mengganti bagian tubuh yang rusak, serta
mempertahankan tubuh darl serangan mikroba penyebab penyakit. selain itu,
protein dapat Juga digunakan sebagai sumber energi (kalori) bagi tubuh, bila
energi yang berasal dari karbohidrat (pati, gula) atau lemak tidak mencukupi.
Fungsi protein sebagai zat pembangun tubuh adalah karena protein sebagai
pembangun tubuh adalah karena protein merupakan bahan pembentuk jaringan
baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan, pembentukan jaringan baru tersebut terjadi secara besar-besaran.
Demikian pula pada ibu hamil dan sedang menyusui serta orang yang baru
sembuh dari sakit. Oleh karena itu kebutuhan protein bagi golongan ini lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa sehat.
1
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, serta memiliki nilai cerna protein yang
tinggi. Nilai cerna protein adalah besarnya kemampuan suatu protein untuk
dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim pencernaan (protease) yang
selanjutnya akan diserap dan digunakan oleh tubuh. Nilai cerna protein pada suatu
bahan pangan dipengaruhi oleh proses pengolahan, adanya senyawa antinutrisi,
dan adanya reaksi antara protein dengan senyawa lain yang terdapat dalam bahan
pangan tersebut, seperti alkali, metal, lipid, asam nukleat, selulosa atau
polisakarida lainnya.
Tujuan dari penulisan Paper Evaluasi Nilai Gizi Protein ini adalah agar mahasiswa/i
dapat :
1. Memenuhi tugas Mata Kuliah Evaluasi Nilai Gizi Pangan
3. Mengetahui nilai gizi protein secara in vitro; Analisis Protein, Asam Amino, Skor
kimia dan daya cerna
4. Nilai gizi protein secara In vivo; PER, NPR, NPU
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada analisis protein dalam makanan, umumnya perhatikan lebih ditujukan pada
kadar total protein yang spesifik dalam makanan tersebut. Jumlah gram protein dalam
bahan makanan tersebut. jumlah gram protein dalan bahan pangan (makanan) biasanya
dihitung dalam hasil perkalian jumlah gram nitrogen dengan 6,25. Konstanta ini diperoleh
dari asumsi bahwa protein mengandung 16 persen nitrogen dan 100/16 = 6,25.
Sesungguhnya asumsi ini tidak benar karena tidak semua protein mengandung tepat 16
persen nitrogen. Karena itu kadar protein seringkali dilaporkan sebagai "Radar protein
kasar" (crude protein).
Nitrogen dalam bahan pangan sesungguhnta bukan hanya berasal dari asam-asam
amino protein, tetapi juga dari sneyawa-senyawa nitrogen lain yang tidak/dapat
digunakan sebagai sumber nitrogen bagi tubuh. Kadar nitrogen bahan pangan bervariasi
antara150 -180 g/kg (15 -18 persen) tergantung dari jumlah asam-asam amino protein
yang dikandungnya. serta senyawa-senyawa nitrogen lain seperti purin, pirimidin, asam
amino bebas, vitamin, kreatin, kreatinin dan gula-gula amino. Dalam daging, suatu bagian
nitrogen terdapat sebagai asam-asam amino bebas dan peptida; ikan juga mengandung
senyawa-senyawa ini serta basa nitrogen volatil dan senyawa metil-amino. Setengah dari
jumlah total nitrogen dalam kentang bukan terdapat dalam bentuk protein; bahkan susu
manusia (ASI) juga mengandung banyak urea. Kenyataan ini menunjukkan bahwa faktor
6,25 tidak tepat untuk digunakan untuk semua jenis protein. Pada Tabel 1 dapat dilihat
faktor-faktor konversi yang digunakan untuk menghitung kadar protein dalam bahan
pangan.
3
Kelapa 5,30
Wijen, biji bunga matahari 5,30
Susu (semua spesies) dan keju 6,38
Tabel 1 faktor yang digunakan untuk konversi kadar nitrogen menjadi kadar protein
Metode yang biasa digunakan untuk menentukan kada nitrogen dalam bahan
pangan adalah metode Kjeldéhl dan beberapa modifikasi telah dilakukan untuk
meningkatkan ketelitiannya serta kecepatannya. Metode ini pada prinsipnya adalah
oksidasi senyawa organik oleh asam sufat untuk membentuk karbon dioksida dan air serta
pelepasan nitrogen dalam bentuk amonia. Amonia yang terdapat dalam asam sulfat
berbentuk amonium sulfat, sedangkan karbondioksida dan air akan terpisahkan dalam
proses destilasi. Belerang dioksida adalah produk asam sulfat yang juga bersifat volatil.
Analisis asam amino ditujukan bukan saja untuk mengetahui jenis asam-asam
amino (terutama asam-asam amino esensial) yang terkandung dalam suatu protein bahan
pangan, tetapi juga jumlahnya. Data yang diperoleh sangat berguna untuk memperkirakan
nilai gizi protein tersebut, yaitu dengan perhitungan skor kimia (Chemical score) seperti
yang akan dibahas dalam Sub Bab berikutnya. Selain in: data mengenai komposisi asam-
asam amino suatu protein bahan pangan sangat berguna untuk meningkatkan nilai gizinya
yaitu dengan cara suplementasi oleh asam amino esensial yang kekurangan, atau dengan
cara komplementasi antara dua macam protein sehingga diperoleh campuran denga
komposisi asam amino yang lebih baik, karena kekurangan Masing-masing saling
tertutupi.
4
Semua metode yang akan dibahas mengenai analisis amino memerlukan
perlakuan pendahuluan terhadap sampel, untuk menghidrolisis protein menjadi asam-
asam amino bebas Masalah utama dalam analisis asam-asam amino dalam bahan pangan
adalah destruksi asam-asam amino selama hidrolisis asam. Dan masalah ini menjadi lebih
besar karena destruksi tersebut terjadi pada asam-asam amino esensial yang merupakan
asam amino pembatas pada sebagian besar bahan pangan, yaitu metionin dan sistin, lisin,
treonin dan triptofan. Protein dan protein bahan pangan sangat berbeda komposisisnya,
sehingga suatu prosedur hidrolisis yang ideal adalah yang spesifik untuk tiap jenis bahan.
Untuk itu diperlukan suatu kompromi antara yang ideal dengan prosedur yang praktis.
Asam-asam amino dilepaskan dan didestruksi dengan kecepatan yang berbeda tergantung
pada komposisi asam amino dan karakteristik sampel. Daftar komposisi asam amino
sebaiknya diperoleh dari lima hidrolisis terpisah, yaitu tiga hidrolisis asam dengan waktu
yang berbeda (biasanya 24,48 dan 72 jam), hidrolisis asam setelah dilakukan oksidasi
asam performat untuk asam sisteik dan metionin sulfon, serta hidrolisis alkali untuk
penentuan triptofan. Waktu hidrolisis asam yang berbeda dimaksudkan untuk memilih
waktu yang tepat untuk beberapa asam amino, dan untuk membuat ekstrapolasi kepada
waktu nol untuk asam-asam amino yang sangat labil. Prosedur terpisah untuk asam amino
belerang dan triptofan sebaiknya dialkukan, tetapi umumnya waktu hidrolisis selama 24
jam dapat memberikan data yang cukup baik untuk penentuan skor kimia suatu protein.
5
AsamAmino Block dan Mitchel Oser Mitchel
Esensial (1946) (1959) (1954)
Isoleusin 500 415 481
Leusin 575 550 575
Lisin 450 400 437
Metionin + Sistin 406 432 400
Fenilalainin+ 675 630 675
Tirosin
Treonin 306 311 268
Triptofan 93 103 93
Valin 456 464 450
Histidin 131 150 150
Arginin 400 410
Tabel 2 Komposisi asam amino telur yang digunakan sebagai referensi (dalam
mg/g N)
6
Tabel 3 Pola Komposisi asam amino beradarkan pendugaan dan pola referensi
asam amino yang direkomendasikan oleh FAO (1973) (dalam mg/g protein)
2. Setelah skor dihitung untuk dibuat urutan semua asam amino esensial, lalu
dibuat urutan (tabel).
3. Dari tabel tersebut dicari yang terendah dan angka ini menunjukan skor
kimia (chemical score) protein sampel.
4. Yang harus diperhatikan dalam perhitungan ini adalah satuan yang
gunakan pada kadar asam amino sampel harus sama dengan satuan yang
terdapat pada refernsi, misalnya mg/g N atau mg/g protein.
7
N yang dikonsumsi
Proses Pencenaan
N dalam Feses
N yang diserap
2.4 Penentuan PER (Protein Effieciency Ratio) dan NPR (Net Protein Ratio)
PER adalah suatu Pengujian 28 hari dengan kasein ANRC (Animal
Nutrition Research Council) sebagai protein referensi. Satu grup tikus harus
terdiri dari10 ekor atau lebih, dengan perbedaan berat antar grup adalah 5 gram
atau kurang pada hari pertama Percobaan dimulai. Berat tikus dan konsumsi
ransum harus diukur Secara berkala (umumnya berat badan tikus tiap dua hari,
sedangkan konsumsi ransum diukur tiap hari). Tikus harus diberi kandang
masing-masing (satu ekor dalam satu kandang), dan diberi ransum serta air
8
minum ad libitum, yang berarti tikus-tikus tersebut diberi keleluasaan kapan saja
mereka mau makan dan minum dan jumlahnya juga tidak dibatasi.
Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus:
NPR (Net Protein Ratio) dikembangkan oleh Bender clan Doel pada tahun 1957 ,
dengan tujuan untuk mememcahkan masalah-masalah teoritis yang terdapat pada
PER. Di dalam penentuan NPR, baik ransum maupun persyaratan tikus yang
digunakan sama dengan yang terdapat pada penentuan PER. Bedanya adalah pada
NPR ditambahkan satu grup tikus yang diberi ransum non-protein, dan percobaan
hanya dilakukan selama 10 hari.
Bender dan Miller pada tahun 1953 mengembangkan Suatu teknik analisis
langsung terhadap karkas tikus. Dalam metode ini digunakan tikus-tikus jantan dari
strain yang sama dan barn disapih. Ransum yang diberikan sama seperti pada penentuan
PER. Tiap-tiap grup terdiri dari 10 Ekor tikus termasuk grup non-protein, dan tiap-tiap
ekor tikus diberi kandang sendiri. Ransum dan air diberikan adlibiitum.
Lama percobaan adalah 10 hari (tidak termasuk masa adaptasi, dimana tiap hari
dilakukan penimbangan Jumlah ransum yang dikonsumsi. Disarankan pula untuk
menggunakan kasein sebagai sumber protein bagi grup kontrol.
9
dalam suatu oven 105 0C selama 48 jam, lalu hitung berat cairan tubuh dan berat karkas
kering. Setelah kering karkas dihancurkan sampai halus. Selanjutnya dilakukan
penentuan kadar nitrogen dalam karkas dan ransum dengan metode Kjeldahl. NPU
dihitung dengan menggunakan rumus :
Ransum non-protein terdiri dari : 15 persen minyak, 10 persen pati kentang (pati
kentang mentah tidak dapat dicerna oleh tikus, sehingga berfungsi sebagai "bulk"), 15
persen glukosa, 5 persen karbohidrat bervitamin (0.06 g tiamin hidroklorida, 1.2 g
kalsium pantotenat, 4.0 g asam nikotinat, 4.0 g inositol, 1.20 g asam para-aminobenzoat,
0.04 g biotin, 0.04 g asam folat, 0.001 g sianokobalamin, dan 12.0 g kolin klorida, dibuat
menjadi 1 kg dengan mencampurkan jagung, 5 persen Campuran garam ( campurkan 60
persen ) Ca3 (PO4)2, 25 Persen NaCl dan 15 persen KCL ke campuran ini ditambahkan 2
persen garam-garam minor yang terdiri dari 30 persen basi sitrat 3H 2 0, 30 ”:2:
magnesium karbonat "levis", 30 persen MnCL2. 4H2 0, 7 persen magnesium karbonat, 3
persen ZnCO 3, 0.1 persen NaIO 3, dan 1 persen NaF. dan 50 persen pati jagung. Ransum
non-proteon ini harus mangandung kurang dari 0.1 persen nitrogen.
2.5.2 Penentuan NPU secara perhitungan (daya cerna sejati x nilai biologis)
Thomas pada tahun 1909 menguraikan untuk kalinya suatu metode kuantitatif
untuk mengevaluasi suatu protein secara biologis. Metode ini, yang dikenal dengan
sebutan nilai biologis (Biological Value, BV), dikembangkan dengan menggunakan
subyek orang dewasa. Thomas mengekspresikan BV dengan rumus pertama:
10
1923-1924 mengadopsi metode tersebut pada tikus baik pada tikus muda maupun dewasa;
dan selanjutnya mendefinisikan BV dengan rumus:
Pada akhir percobaan, feses dikeringkan dalam oven lalu dihancurkan sampai
halus. Penentuan kadar nitrogen dalam feses dan urin dilakukan terhadap sejumlah kecil
sampel, kemudian dikalikan dengan masing-masing berat feses dan urin. Penentuan NPU
dilakukan untuk masing-masing tikus, kemudian rata-ratanya dihitung per grup.
Penentuan kadar nitrogen seperti biasanya dilakukan dengan menggunakan metoda
Kjeldahl.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Cara mengevaluasi nilai gizi protein terdapat dua cara, yaitu in vitro dan in
vivo. Teknik secara in vitro menggunakan reaksi kimia atau enzimatis, yaitu
Metode Kjeldahl, Skor Kimia, dan Daya Cerna. Teknik secara in vivo
menggunakan hewan percobaan, yaitu PER, NPR, dan NPU. Diantara kesemua
cara tersebut, PER merupakan cara penentuan mutu protein yang paling
sederhana.
3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa/pembaca jika ingin menganalisis protein
diperlukan ketelitian dalam pengerjaannya agar hasil yang diperoleh merupakan
hasil yang baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
13