Anda di halaman 1dari 86

IMPLEMENTASI PROGRAM LAPORAN HARTA KEKAYAAN

PENYELENGGARA NEGARA BERBASIS ELEKTRONIK BAGI PARA PEJABAT

STRUKTURAL PADA PEMERINTAHAN KOTA TASIKMALAYA

TESIS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan


Strata 2 (S-2) Pada Sekolah Tinggi IImu Administrasi Negara

OLEH:

TEGUH PURNAMA
B. 20201018015

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

YPP PRIATIM

2019
ABSTRAK
Nama : Teguh Purnama
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing :

Keyword: Implementasi Program, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara


e-LHKPN adalah penyampaian laporan harta kekayaan secara elektronik yang
dilakukan Penyelenggara Negara kepada KPK. Aplikasi ini dapat diakses oleh masyarakat
sebagai bentuk transparansi informasi publik mengenai jumlah kekayaan penyelenggara
negara. Aplikasi ini berfungsi sebagai alat kontrol dan salah satu mekanisme untuk menilai
kejujuran dan integritas penyelenggara negara. Pelaksanaan e-LHKPN di Kota Tasikmalaya
sesuai dengan Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 45 Tahun 2017 tentang Laporan Harta
Kekayaan Di Lingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya, telah mulai menerapkan program
e-LHKPN ini sejak di keluarkan nya Perwal tersebut yakni terhitung sejak 14 Agustus 2017.
Pengelola program e-LHKPN di Kota Tasikmalaya adalah tim yang mengelola dan
mengkoordinasikan LHKPN dengan dibentuk nya Unit Pengelola LHKPN yang ditetapkan
dengan Keputusan Walikota. Sekretariat Unit Pengelola LHKPN tersebut berkedudukan pada
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) kota Tasikmalaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.Teknik pengumpulan data dengan pengumpulan data primer berupa
wawancara dan observasi dilapangan, dan pengumpulan data sekunder berupa dokumentasi
dan studi kepustakaan.Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada Februari 2018 sampai Maret 2018.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi program Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara berbasis elektronik bagi para Pejabat Struktural pada Pemerintahan
Kota Tasikmalaya secara umum sudah berjalan dengan baik sekitar 90% hanya saja masih
ada ditemukan beberapa kendala yang menghambat proses implementasi tersebut. Yaitu
kurangnya kepatuhan para Pejabat Struktural dalam melaporkan harta kekayaannya melalui
e-LHKPN, kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada para Pejabat Struktural dan juga
Masyarakat serta Sumber daya manusia sebagai pelaksana program e-LHKPN tersebut.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala kasih dan
karuniaNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang
berjudul
“Implementasi Program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Berbasis
Elektronik Bagi Para Pejabat Struktural Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya.”
Penyusunan usulan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu
Administrasi Negara.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih mempunyai banyak kekurangan,
baik dari segi isi maupun segi bahasa dan penulisan yang digunakan karena masih
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penulis.Secara khusus penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan
usulan penelitian ini. Banyak masukan, motivasi, dan doa yang diberikan kepada penulis
hingga akhirnya dapat menyelesaikan usulan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada kedua orang tua terkasih, Ayahanda Alm.Ridwan Lubis dan Ibunda Rumiati
serta keluarga besar yang senantiasa sabar, tulus, dan penuh kasih sayang membesarkan,
mendidik, membimbing, dan mendukung secara moril dan materil penulis hingga saat ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr.
Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.
2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi
Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian usulan penelitian ini.
3. Kepada seluruh dosen Departemen Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yang telah
memberikan begitu banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Kepada Kepala BKD Kota Tasikmalaya Bapak Erwin Suheri Damanik yang telah
memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian usulan penelitian dan
meluangkan waktu dalam melaksanakan wawancara dengan penulis
5. Kepada Bapak Nasib Siregar selaku Koordinator e-LHKPN di Kota Tasikmalaya yang
telah memberikan banyak informasi terkait penelitian yang penulis lakukan.
6. Kepada Bang Lestio Hadi selaku Admin e-LHKPN Kota Tasikmalaya yang telah
banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian di Badan Kepegawaian
Daerah Kota Tasikmalaya.
Universitas Sumatera Utara
7. Kepada informan penulis yakni para Pejabat Struktural di Kota Tasikmalaya.
8. Kepada Kak Dian dan Kak Ema yang selalu membantu administrasi .
9. Teman-teman AKSI INDONESIA MUDA, teman-tema kece yang sudah mengajarkan
banyak hal dan banyak pengalaman, tetap semangat!
10. Untuk teman-teman stambuk 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Sukses
umtuk kita semua!
11. Terima kasih kepada Mantap Djiwa yang sangat selalu mendukung penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat
dalam penyusunan usulan penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis
menyadari bahwa usulan penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan usulan
penelitian ini.Terima kasih.

Medan, 11 April 2018

Penulis

Nurul Nazmi Laily Lubis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

DAFTAR TABLE .................................................................................... ........v

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 12

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 12

1.4 Manfaat Peneltian ......................................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 15

2.1 Implementasi Kebijakan................................................................... ............... 15

2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan ......................................................... 17

2.2.1 Model Implemetasi Grindele................................................................... 17

2.2.2 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier ........................................ 19

2.2.3 Model Implemetasi Van Meter dan Van Horn ......................................... 20

2.3 E-Government .............................................................................................. 23

2.3.1 Pengertian e-Government ...................................................................... 23

2.3.2 Tujuan dan Manfaat penerapan e-Government ....................................... 25

2.3.3 Jenis-jenis Pelayanan pada e-Government.............................................. 26

2.3.4 Tipe-tipe Relasi e-Government .............................................................. 27

2.3.5 Tahapan Pengembangan e-Government ................................................. 28

2.3.6 Faktor-Faktor Penghambat dan Penentu Keberhasilan Penerapan E-

Government ................................................................................................... 29

2.4 Good Governance and Clean Governance .................................................... 30


Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Good Governance .................................................................................. 31
2.4.2 Clean Governance ................................................................................. 31

2.4.3 Manfaat Good Governance .................................................................... 32

2.4.5 Prinsip Good Governance ...................................................................... 32

2.5 Transparansi ................................................................................................ 33

2.6 Pejabat Struktural ......................................................................................... 34

2.7 Defenisi Konsep ........................................................................................... 35

2.8 Hipotesis Kerja ............................................................................................ 36

BAB III. BENTUK PENELITIAN .................................................................. 38

3.1 Bentuk Penelitian ......................................................................................... 38

3.2 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 39

3.3 Informan Penelitian ..................................................................................... 39

3.4 Data dan Pengumpulan Data ........................................................................ 41

3.4.1 Jenis Data .............................................................................................. 41

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 42

3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................... 43

3.6 Trianggulasi Data ........................................................................................ 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 46

4.1 Gambaran Umum Badan Kepegawaian Kota Tasikmalaya ........................ 46

4.2 Implementasi Program e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural Pada

Pemerintahan Kota Tasikmalaya .............................................................. 48

4.2.1 Isi Kebijakan ......................................................................................... 49

4.2.1.1 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Kepentingan-Kepentingan

Yang Mempengaruhi .................................................................................. 49

4.2.1.2 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi Dengan Jenis Manfaat Yang

Diperoleh ................................................................................................... 51
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.3 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Derajat Perubahan Yang

Ingin Dicapai.............................................................................................................................55

4.2.1.4 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi Dengan Letak Pengambilan

Keputusan...................................................................................................................................58

4.2.1.5 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Pelaksana Program........................61

4.2.1.1 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Sumber-Sumber Daya

Yang Digunakan.......................................................................................................................63

4.2.2 Konteks Kebijakan...........................................................................................................67

4.2.2.1 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Kekuasaan, Kepentingan-

Kepentingan dan Program atau Strategi Dari Pelaksana.............................................68

4.2.2.2 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi Dengan Karakteristik Dari

Lembaga Atau Rezim Yang Berkuasa...............................................................................71

4.2.2.2 Keterkaitan Implementasi e-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural

Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Tingkat Kepatuhan Dan

Adanya Respon Dari Pelaksana..........................................................................................73

BAB V. PENUTUP.........................................................................................................................76

5.1 Kesimpulan..................................................................................................................................78

5.2 Saran..............................................................................................................................................83

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................85

LAMPIRAN....................................................................................................

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Wajib LHKPN di Indonesia Per 30 September 2017.............................6

Tabel2. Matriks Informan Penelitian.........................................................................................41

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tampilan e-LHKPN...................................................................................................57

Gambar 2.1 Kondisi Kantor BKD Tasikmalaya.....................................................................65

Gambar 2.2 Pusat Informasi.........................................................................................................65

Gambar 2.3 Ruang Tunggu...........................................................................................................65

Gambar 2.4 Ruang IT.....................................................................................................................65

Gambar 2.5 Fasilitas Terhadap Pegawai...................................................................................66

Gambar 2.6 Fasilitas Terhadap Pegawai...................................................................................66

Gambar 3.1Tampilan Akses e-LHKPN Bagi Masyarakat...................................................76

Gambar 3.2 Contoh Lembar Berita Negara Pengumuan LHKPN..................................77

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Pedoman Wawancara ....................................................................

LAMPIRAN 2. Pedoman Observasi .......................................................................

LAMPIRAN 3. Pedoman Dokumentasi ..................................................................

LAMPIRAN 4.Matriks Transkrip Wawancara........................................................

LAMPIRAN 5. Transkrip Observasi ......................................................................

LAMPIRAN 6. Transkrip Dokumentasi .................................................................

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam banyak negara demokrasi, tata kelola pemerintahan yang baik (good

governance) menjadi salah satu indikator tinggi-rendahnya nilai-nilai demokrasi di suatu

negara. Good governance merupakan issue yang mengemukakan dalam pengelolaan

administrasi publik dewasa ini. Tuntutan dan kebutuhan untuk melaksanakan

penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya pengetahuan

masyarakat disamping adanya pengaruh globalisasi. Pola lama penyelenggaraan

pemerintahan tidak sesuai lagi, oleh karena itu perlu melakukan perubahan yang terarah.

(Adisasmita.2015:45).

Di Indonesia, subtansi wacana good governance dapat dipadankan dengan istilah

pemerintahan yang baik, berwibawa dan bersih. Dalam praktiknya pemerintah yang bersih

(clean governance) adalah model pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan

bertanggung jawab. Wacana good governance and clean governance ini sering kali dikaitkan

dengan tuntutan akan pengelolaan pemerintahan yang profesional, akuntabel dan bebas dari

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Salah satu masalah pemerintahan yang menarik perhatian peneliti ialah masalah

korupsi di negeri ini. Masalah korupsi tersebut demikian erat kaitannya dengan kedudukan

dan kewenangan pejabat negara, yang senantiasa disoroti oleh berbagai kalangan. Jika

seorang mendengar istilah korupsi, biasanya yang tergambar ialah adanya seorang pejabat

negara yang dengan rakus menggekapkan uang pajak, mengumpulkan komisi, atau

menggunakan uang negara lainnya untuk kepentingan pribadi. Korupsi sebagian besar

dikaitkan dengan penggelapan sejumlah uang atau hal-hal yang bersifat material.

(Kumorotomo, 2011: 1).

Universitas Sumatera Utara


Bagi para pejabat negara yang sudah melupakan amanah rakyat, Sapta Prasetya

seolah-olah merupakan norma-norma yang hanya berlaku bagi orang-orang alim dan

rohaniwan, pengambilan sumpah jabatan pada saat mereka dilantik hanya merupakan acara

ritual yang tidak mengandung makna. Demi mengejar karir para pejabat itu tidak segan-segan

menjilat atasan, menjegal kawan dan menindas bawahan. Tindak-tindak korupsi dan

penyalahgunaan wewenang mulai dari korupsi waktu, komisi dan uang pelicin, hingga

manipulasi-manipulasi besar tanpa terasa telah menggerogoti sumberdaya negara yang

seharusnya diperuntukan bagi rakyat.

Di Indonesia cukup banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara.

(cari keadaan korupsi indonesia di tingkat dunia). Menurut KPK Per 30 September 2017, di

tahun 2017 KPK melakukan penanganan tindak pidana korupsi dengan rincian: penyelidikan

70 perkara, penyidikan 78 perkara, penuntutan 58 perkara, dan eksekusi 49 perkara. Dan total

penanganan perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2004-2017 adalah penyelidikan 918

perkara, penyidikan 645 perkara, penuntutan 523 perkara, dan eksekusi 463 perkara. (sumber:

https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi diakses pada tanggal 16 November

2017 Pukul 13.00 WIB ) cari data terbaru

Penyebab masalah korupsi di atas adalah lemahnya akuntabilitas dan transparansi yang

menyebabkan korupsi merasuki semua bidang kehidupan, dari eselon paling atas sampai tingkat

paling bawah, dari sektor swasta ke lembaga swadaya masyarakat, bahkan lembaga keagamaan.

Jadi korupsi tidak hanya menjangkiti political society, tetapi juga civil society.

(Haryatmoko.2011:1). Adapun unsur-unsur dalam mewujudkan good governance and clean

governance dalam memberantas korupsi adalah asas Akuntabilitas dan asas Transparansi.

Dalam membangun asas Akuntabilitas dalam banyak hal dipandang sebagai suatu

keharusan agar sistem pemerintahan terhindar dari korupsi, nepotisme dan diskresi yang

merugikan publik terkait dari penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. Menurut Budiardjo

Universitas Sumatera Utara


(dalam Kathrina.2014:1), akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban pihak yang

diberikan mandat untuk memerintah kepada mereka yang diberi mandat. Makna akuntabilitas

berarti sebuah kewajiban yang bersifat keharusan. Selain asas Akuntabilitas, asas

transaparansi tak kalah penting dalam memerangi korupsi di negara ini. Asas transparansi

adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good governance dan clean governance.

Menurut banyak ahli akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, Indonesia telah terjerembab

ke dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Untuk tidak mengulangi pengalaman masa

lalu dalam pengelolaan kebijakan publik, pemerintah di semua tingkatan harus menerapkan

prinsip transparansi dalam proses kebijakan publik. Hal ini mutlak dilakukan dalam rangka

menghilangkan budaya korupsi dikalangan pelaksanaan pemerintahan baik pusat maupun

bawahannya. Dalam pengelolaan negara terdapat salah satu unsur yang harus dilakukan

secara transparan, yaitu salah satunya adalah tentang seberapa besar kekayaan pejabat publik.

(Ubaedilah dan Rozak. 2008:160-168)

Pada prinsipnya kekayaan seseorang merupakan masalah privat, namun manakala

seseorang sudah menjadi bagian dari pejabat negara maka urusan privat itu dengan sendirinya

berubah menjadi urusan publik, sebab mendapatkan penghasilan dan fasilitas lainnya dari

negara. Sebagai konsekuensinya, urusan kekayaannya menjadi bagian dari urusan negara.

Oleh sebab itu, jika memang tidak berkenaan mengungkap daftar kekayaannya lebih baik

yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai pejabat negara. Atas asas transparansi dalam

mewujudkan good governance dan clean governance maka pejabat negara wajib melaporkan

harta kekayaannya.

Mungkin setiap kalangan masyarakat saat ini pernah membaca atau melihat televisi

bagaimana tingkah pejabat dan keluarganya. Mereka tidak sungkan berbelanja barang-barang

mewah ke luar negeri hingga ratusan juta rupiah sekali berbelanja. Pejabat atau istri-istri

pejabat itu seolah layaknya anjugan tunai mandiri (ATM) berjalan sehingga tak segan

Universitas Sumatera Utara


memenuhi hawa nafsu belanja di negeri orang. Dulu, masyarakat hanya bisa bergunjing

membandingkan harta yang diperoleh sebagai penyelenggara negara yang di atas kertas bisa

dihitung semua orang-orang dengan gaya hidup mewah yang tidak sesuai dengan profil

sesungguhnya dari si pejabat. Tetapi kini masyarakat dapat turut serta mengawasi dan menilai

apakah kekayaan yang dimiliki oleh Penyelenggara Negara tersebut wajar atau tidak. Artinya

masyarakat saat ini sudah bebas dalam mendapatkan informasi tentang kekayaan setiap

penyelenggara negara.

Kebebasan memperoleh informasi yang saat ini menjadi bahan perbincangan cukup

hangat di masyarakat dan media. Kini publik sudah bisa mengakses informasi langsung ke

lembaga negara lewat situs. Lembaga negara kian terbuka menyajikan berbagai informasi

aktivitas, dokumen perencanaan bahkan dokumen kekayaan milik pejabat negara. Sebagian

informasi itu bisa diunduh publik. Sedangkan sebagian lagi masih dalam kategori tertutup

untuk publik. Informasi publik diartikan sebagai informasi yang di hasilkan, di simpan, di

kelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik. Informasi ini berkaitan dengan

penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan atau

penyelenggaraan Badan Publik lainnya. Akses terhadap informasi itu akan menimbulkan

partisipasi masyarakat sebagai penerima pelayanan publik. (Rodiansyah dan Rhido.2013:213)

Menanamkan sifat kejujuran, integritas, tanggung jawab (Akuntabilitas) dan

keterbukaan (Transparansi) para penyelenggara negara dalam menjalankan pemerintahan

yang bersih, jujur dan transparan sangat perlu dilakukan meningat untuk mewujudkan good

governance dan clean governance maka penyelenggara hendaknya terbebas dari praktik

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Salah satu bentuk Integritas, akuntabilitas dan

transparansi yang dituntut dari setiap penyelenggara negara serta dalam rangka meningkatkan

pencegahan terhadap tindakan pidana korupsi, pemerintah Indonesia telah menciptakan

mekanisme pencegahan melalui kewajiban untuk menyampaikan Laporan Harta Kekayaan

Universitas Sumatera Utara


Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi para penyelenggara negara dan beberapa pejabat yang

dianggap sebagai mempunyai kedudukan rawan terhadap korupsi.

Para pejabat negara yang wajib menyampaikan LHKPN sangat beragam mulai dari

pejabat tinggi negara, gubernur, menteri, hakim dan pejabat yang mempunyai fungsi strategis

dalam kaitannya sebagai penyelenggara negara seperti direksi, komisaris dan pejabat

BUMN/BUMD, pejabat eselon I, jaksa, penyidik, panitera pengadilan, dan bendaharawan

proyek. Tidak cukup dengan itu, Presiden RI menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun

2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang dilanjutkan dengan Surat Edaran

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor: SE/03/M.PAN/01/2005 tentang

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Tentang Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara (LHKPN) yang juga mewajibkan jabatan-jabatan tambahan untuk

menyampaikan LHKPN antara lain: pejabat Eselon II, semua kepala kantor di lingkungan

Kementerian Keuangan, pemeriksa Bea dan Cukai, pemeriksa Pajak, Auditor, pejabat yang

mengeluarkan perijinan, Pejabat/Kepala Unit Pelayanan Masyarakat dan pejabat pembuat

regulasi.

Dari data KPK Jumlah Wajib LHKPN Per 30 September 2017, jumlah Wajib LHKPN

sebanyak 315.937 orang. Dari jumlah tersebut yang telah melaporkan LHKPN pada jabatan

saat ini sebesar 246.950 orang, sehingga tingkat kepatuhan LHKPN secara nasional sampai

dengan tanggal tersebut sebesar 74,8%. Informasi lebih rinci bisa dilihat pada tabel:

Tabel 1: Jumlah Wajib LHKPN di Indonesia Per 30 September 2017


No. Instansi Wajib Lapor Total Sudah Lapor Belum Pernah Lapor
1. Eksekutif 252.809 198.992 78,68% 53.887 21,32%
2. Legislatif 14.173 4.406 31,09% 9.767 68,91%
3. Yudikatif 19.727 18.761 94,65% 1.056 5,35%
4. BUMN/BUMD 29.277 24.113 82,43% 5.144 17,57%
Total 330.130 246.950 74,80% 69.883 21,17%
Sumber : https://acch.kpk.go.id/id/statistik/statistik-lhkpn diakses pada tanggal 1 Oktober
2017 pukul 14.30 wib

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan tabel di atas, di Indonesia terdapat 330.130 orang yang menjadi wajib

LHKPN yang dilihat dari 4 (empat) instansi yaitu Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan

BUMN/BUMD. Tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN yang tertinggi adalah pada instansi

Yudikatif yaitu sebesar 94,65% dari jumlah wajib lapor. Dan pada instansi Legislatif masih

rendah tingkat kepatuhannya dalam melakukan pelaporan LHKPN yaitu sebesar 31,09% dari

tingkat wajib lapornya.

Aplikasi LHKPN atau e-LHKPN adalah sebuah aplikasi yang dirilis oleh Komisi

Pemberantas Korupsi (KPK) dalam mempermudah setiap penyelenggara negara dalam

melaporkan harta kekayaan yang dimiliki nya. e-LHKPN adalah penyampaian laporan harta

kekayaan secara elektronik yang dilakukan Penyelenggara Negara kepada KPK. E-LHKPN

merupakan kumpulan pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara yang telah diverifikasi

oleh KPK dalam bentuk Tambahan Berita Negara (TBN). Aplikasi ini dapat diakses oleh

masyarakat sebagai bentuk transparansi informasi publik mengenai jumlah kekayaan

penyelenggara negara. Aplikasi ini berfungsi sebagai alat kontrol dan salah satu mekanisme

untuk menilai kejujuran dan integritas penyelenggara negara. Aplikasi E-LHKPN dibagi

menjadi 3 modul. Pertama, adalah modul pendaftaran LHKPN (e-registration). Kemudian,

modul pengisian (e-filing). Ketiga, modul pengumuman LHKPN (e-announcement). Melalui

aplikasi ini, setiap lembaga atau instansi pemerintah menyiapkan unit pengelola pendaftaran

LHKPN. Unit tersebut akan mendaftarkan pejabat yang belum menyerahkan LHKPN.

Dengan peraturan ini juga, para pejabat negara harus bersedia diperiksa kekayaannya

sebelum, selama dan sesudah menjabat; melaporkan harta kekayaannya pada saat pertama

kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. Ikhtisar dari harta kekayaan pejabat yang telah

menyampaikan LHKPN dapat diakses oleh publik melalui situs yang dikelola oleh Komis

Pemberantasan Korupsi (KPK). Transparansi menjadi kunci dari pencegahan korupsi ini,

Universitas Sumatera Utara


masyarakat dapat secara aktif memantau harta kekayaan milik pejabat negara yang

dikenalnya.

Di Indonesia, implementasi program e-LHKPN merupakan program lanjutan dari

program LHKPN yang dilakukan secara manual. Perubahan mekanisme ini dikarenakan

mengingat biaya dan waktu dalam mengisi laporan harta dan juga mempermudah para

penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaannya melalui situs website, pejabat

negara tidak lagi mengirimkan surat-surat ke KPK tapi cukup mengisi LHKPN di kantor

masing-masing. Penerapan program LHPN yang dilakukan secara manual diberhentikan

sebab mengingat harus mengirimkan surat-surat ke pada KPK oleh Sekretariat Unit Pengelola

LHKPN yang dinilai rumit dan membutuhkan proses yang lama, artinya perubahan hanya

pada mekanisme dan tata cara pelaporannya saja.

Namun dalam pengimplementasiannya, program e-LHKPN ini nyatanya masih

banyak mengalami kendala-kendala yang dihadapi seperti masalah teknis, hal ini dikarenakan

program yang berbasis elektronik, yang membutuhkan jaringan atau networking dalam

membuka alamat website. Selain itu masalah lain adalah tingkat kesadaran ataupun kepatuhan

dari para penyelenggara negara yang masih di nilai rendah dalam melaporkan harta

kekayaannya. Hal lain yang menjadi kendala adalah tingkat sanksi yang diberikan kepada

para pejabat yang masih dinilai rendah, sehingga para pejabat masih menganggap hal ini

sepele.

Namun tidak semua instansi Kabupaten/Kota mengalami masalah di atas, banyak

Kabupaten/Kota yang dapat dikatakan berhasil dalam mengimplementasikan program e-

LHKPN tersebut. Penghargaan Implementasi elektronik Laporan Harta Kekayaan Pejabat

Negara (e-LHKPN) diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Pemerintah

Kabupaten (Pemkab) Pinrang bersama 14 instansi/lembaga lainnya yaitu Kementerian

Kesehatan, Kementerian Keuangan, OJK, BPK, Pemkab Bantul, Pemkab Bone, Pemkab

Universitas Sumatera Utara


Wonogiri, BPD Sumsel Babel, DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, PT PGN, PT PLN, PT

Pupuk Indonesia serta PT Telkom. (sumber: http://lintasterkini.com/15/12/2017/pinrang-

raih-penghargaan-implementasi-e-lhkpn-dari-kpk.html diakses tanggal 1 februari 2018 pukul

13:25)

Untuk Sumatera Utara semua instansi Kabupaten/Kota harus mewajibkan para

pejabatnya untuk melaporkan harta kekayaan melalui aplikasi LHKPN ini. Seperti di lansir

dalam Tempo.co (Jumat, 7 April 2017 08:10 WIB) menyebutkan bahwa menurut Wakil Ketua

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyebut komitmen sejumlah

kepala daerah di Sumatera Utara dalam rangka pencegahan korupsi masih rendah. Padahal,

15 pemerintah daerah termasuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah menandatangani

komitmen bersama terkait dengan rencana aksi pemberantasan korupsi pada 2016. Sumatera

Utara termasuk dalam pengawasan dan supervisi KPK. Setelah setahun sejak diluncurkan,

KPK menilai komitmen para kepala daerah masih kurang dalam upaya pencegahan korupsi.

(sumber: https://nasional.tempo.co/read/863578/kpk-komitmen-kepala-daerah-di-sumut-

berantas-korupsi-masih-rendah di akses pada tanggak 02 Februari 2018 pukul 11:14)

Kota Tasikmalaya, merupakan Kota yang pejabat nya dapat dikatakan terbebas dari

tindakan korupsi. Tidak banyak media yang mengatakan bahwa ada pejabat di Kota

Tasikmalaya melakukan tindak korupsi, namun dalam kepatuhan nya dalam melaporkan harta

kekayaan nya masih dinilai rendah. Di lihat dari data Badan Pusat Statistika yakni data

Tasikmalaya Dalam Angka 2017 pada tabel banyaknya peristiwa kriminal yang dilaporkan

dan diselesaikan pada wilayah hukum Kota Tasikmalaya pada jenis kejahatan dan

pelanggaran tindak pidana korupsi menyatakan bahwa kasus korupsi di Kota Tasikmalaya

berjumlah nihil (0).

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan e-LHKPN di Kota Tasikmalaya sesuai dengan Peraturan Walikota

Tasikmalaya Nomor 45 Tahun 2017 tentang Laporan Harta Kekayaan Di Lingkungan

Pemerintahan Kota Tasikmalaya, telah mulai menerapkan program e-LHKPN ini sejak di

keluarkan nya Perwal tersebut yakni terhitung sejak 14 Agustus 2017. Pengelola program e-

LHKPN di Kota Tasikmalaya adalah tim yang mengelola dan mengkoordinasikan LHKPN

dengan dibentuk nya Unit Pengelola LHKPN yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Sekretariat Unit Pengelola LHKPN tersebut berkedudukan pada Badan Kepegawaian Daerah

(BKD). Pada Unit Pengelola tersebut dibentuk administrator yang bertugas untuk:

menyampaikan data kepegawaian dan data perubahan jabatan wajib LHKPN kepada KPK

paling lambat 15 Desember setiap tahun, melakukan pemutakhiran data ke dalam aplikasi e-

LHKPN, mengingatkan wajib LHKPN dilingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya untuk

mematuhi kewajiban penyampaian dan pengumuman LHKPN, dan memiliki peran dalam

membuat akun admin unit kerja, melakukan verifikasi pendaftaran wajib lapor baru dan

update perubahan data wajib lapor.

Penerapan e-LHKPN di Kota Tasikmalaya dikelola oleh pihak BKD (Badan

Kepegawaian Daerah) sesuai dengan surat perintah Walikota Tasikmalaya

No.800/9222/BKD-TT pada tanggal 26 September 2017. Selain itu yang merupakan wajib e-

LHKPN Kota Tasikmalaya ialah sebagai berikut: Walikota, Wakil Walikota, Pejabat

Struktural Eselon II, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Fungsional Auditor, Pejabat

Fungsional Pengawas Penyelenggara Urusan Pemerintahan di Daerah, Pengelola Unit

Layanan Pengadaan (ULP), Pejabat yang Mengeluarkan Perijinan, Penyelenggara Negara

Tertentu Atas Permintaan KPK. Namun pada penelitian ini, penulis berfokus pada Pejabat

Struktural. Ada sebanyak 20 pejabat struktural yang wajib melaporkan harta kekayaannya.

Berbicara sanksi yang akan di terima para pejabat yang tidak melaporkan harta

kekayaannya, dari KPK sendiri melalui Peraturan KPK nomor 07 tahun 2016, yaitu KPK

Universitas Sumatera Utara


dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat PN

berdinas untuk memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk kota Tasikmalaya, sanksi telah di tetapkan melalui Perwal Tasikmalaya nomor 43

tahun 2013 yaitu dengan memberikan sanksi disiplin tingkat berat sesuai dengan Peraturan

Nomor 53 Tahun 2010 tentang Displin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi disiplin tingkat berat

tersebut seperi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun dan juga

pembebasan dari jabatannya.

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengetahui secara langsung Implementasi Program Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara Berbasis Elektronik (E-LHKPN) Bagi Para Pejabat

Struktural Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah pada penelian ini adalah “Bagaimana Implementasi Program Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara berbasis elektronik (e-LHKPN) Bagi Para Pejabat

Struktural Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa

yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan empiris pada

umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu

pengetahuan itu sendiri. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui dan

Memahami Implementasi program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara berbasis

elektronik (e-LHKPN) Bagi Para Pejabat Struktural Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara


1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah

khazanah keilmuan dalam bidang Administrasi Publik khususnya yang berkaitan

dengan kebijakan pemerintah.

2) Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan secara

akademik dan menjadi referensi tambahan dalam kajian keilmuan khususnya dalam

bidang Administrasi Publik.

3) Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan

dan saran dalam hal memahami dan solusi terhadap persoalan yang berkaitan dengan

kebijakan pemerintah saat ini.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Kebijakan

Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar suatu kebijakan dapat

mencapai tujuannya. Oleh karena itu disadari bahwa dengan mempelajari implementasi

kebijakan sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan dalam upaya-upaya

pencapaian tujuan yang telah diputuskan.

Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan di dalam proses kebijakan,

karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan

berhasil dilaksanakan. Guna memperoleh pemahaman yang baik mengenai impelemntasi

kebijakan publik kita jangan hanya menyoroti perilaku lembaga-lembaga administrasi atau

badan-badan yang bertanggungjawab atas suatu program beserta pelaksananya terhadap

kelompok-kelompok yang menjadi sasaran, tetapi juga perlu memperhatikan berbagai

jaringan kekuatan politik, sosial, ekonomi yang langsung atau tidak langsung berpengaruh

terhadap perilaku dari berbagai pihak yang etrlibat dalam suatu program yang pada akhirnya

membawa dampak pada program tersebut. Eugene (dalam Agustino, 2006:153)

mengungkapkan kerumitan dalam proses implementasi Adalah cukup untuk membuat sebuah

program dan kebijaksanaan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi

merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedngarannya mengenakkan bagi

telinga para pemimpin dan pemilih yang mendengarnya. Dan lebih sulit lagi untuk

melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang.

Pendapat lain diungkapkan oleh Maxmanian dan Sabatier (dalam Agustino, 2006:139)

yang menyatakan Implementasi kebijakan adalah Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,

biasanya dalam bentuk undang-undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan

Universitas Sumatera Utara


tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan

atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses

implementasinya.

Sedangkan Meter dan Horn (dalam Agustino, 2006:139) mendefinisikan implementasi

kebijakan publik adalah Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau

pejabat-pejabat suatu kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada

tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Tindakan-tindakan yang dimaksud dalam hal ini mencakup usaha-usaha untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu

tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-

perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan.

Menurut Meter dan Horn ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

mengembangkan tipologi kebijakan publik yakni: pertama, kemungkinan implementasi yang

efektif akan bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan. Kedua, faktor-

faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non realisasi tujuan-tujuan program akan

berbeda dari tipe kebijakan yang satu dengan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi

akan sangat berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan konsensus tujuan tinggi.

Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan konsensus tujuan rendah maka prospek

implementasi yang efektif akan sangat diragukan. Hal ini selaras dengan apa yang

diungkapkan oleh Lester dan Stewart (dalam Agustino, 2006:139) bahwa Implementasi

sebagai suatu proses dan suatu hasil (output), maka keberhasilan suatu impelementasi

kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan akhir (output) yaitu

tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.

Berikut juga tidak bertentangan dengan yang dikemukakan oleh Grindle (dalam

Agustino,2006:154) bahwa Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari

Universitas Sumatera Utara


prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang kedua apakah

tujuan program tersebut tercapai.

Dari beberapa definisi implementasi di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi

dapat diartikan sebagai proses pelaksanaan dari kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya

dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perlu pula ditambahkan bahwa proses

implementasi untuk sebagian besar dipengaruhi oleh macam tujuan-tujuan yang ingin dicapai

dan oleh cara tujuan-tujuan itu dirumuskan. Dengan demikian benar implementasi merupakan

tahap yang sangat menentukan di dalam proses kebijakan, karena melalui tahap ini

keseluruhan prosedur kebijakan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya

pencapaian tujuan kebijakan tersebut.

2.2 Model-Model Implementasi Kebijakan

Dalam literature ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi kebijakan

publik yang lazim dipergunakan. Pada prinsipnya terdapat dua pemilahan jenis teknis atau

model implementasi kebijakan. Pemilahan pertama adalah implementasi kebijakan yang

berpola “dari atas ke bawah” (top-bottomer) versus “dari bawah ke atas” (bottom-topper),

dan pemilahan implementasi yang berpola paksa (command-and-control), dan mekanisme

pasar (economic incentive) (Nugroho, 2003:165). Namun secara umum model implementasi

kebijakan yang dikemukakan para ahli lebih dipandang pemilahan yang pertama, yang lazim

disebut model top-down dan bottom-up.

Model top-down berupa pola yang dikerjakan oleh pemerintah untuk rakyat, dimana

partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Sebaliknya bottom-up bermakna meski kebijakan

dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya oleh rakyat. Di antara keduanya ada interaksi

pelaksanaan antara pemerintah dengan masyarakat (Nugroho, 2003: 167).

Universitas Sumatera Utara


Beberapa model implementasi kebijakan dikemukakan oleh para ahli di antaranya

model implementasi Merille S. Grindle dengan Implementation as A Political and

Administration Process, Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier dengan A Framework for

Policy Implementation Analysis, dan Donald Van Meter dan Carl Van Horn dengan A Model

of The Policy Implementation.

2.2.1 Model Implementasi Merille S.Grindle

Model implementasi kebijakan selanjutnya dikemukakan oleh Grindle ditentukan oleh


isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya ditentukan oleh
implementability. (Nugroho, 2008: 445). Menurutnya keberhasilan implementasi kebijakan
dapat dilihat dari dua hal yaitu:
1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai
dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.
2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor,
yaitu:
a. Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok
b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan
yang terjadi.

Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat

implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Policy and Context

of Policy, Grindle (dalam Agustino, 2006:1168).

1. Content of Policy
a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai
kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini
berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh
terhadap implementasinya.
b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk
menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa
jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh
pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang
hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa
seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi
kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.
d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan
mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian
ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang
hendak diimplementasikan.

Universitas Sumatera Utara


e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung
dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan
suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.
f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus
didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaanya berjalan
dengan baik.

2. Context of Policy
a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan program dari aktor yang terlibat. Dalam
suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-
kepentingan serta program yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar
jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan
dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan
jauh panggang dari api.
b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan
dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin
dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.
c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa penting
dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para
pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini, sejauhmana kepatuhan dan
respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau

konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam

membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah

suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang

diharapkan terjadi.

2.2.2 Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Selanjutnya adalah Model implementasi kebijakan publik menurut Mazmanian dan

Sabatier dikenal dengan Kerangka Analisis Implementasi (A Framework for Implementation

Analysis). Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan

kedalam tiga variabel (Nugroho, 2003: 169):

1. Variabel Independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan


dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan
perubahan seperti apa yang dikehendaki.
2. Variabel Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan
proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan,
dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis

Universitas Sumatera Utara


diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan
pejabat pelaksana dan keterbukaaan kepada pihak luar. Sedangakan variabel diluar
kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator
kondisi sosio-ekonomi dan teknomogi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari
konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas
kepemimpinan dari pejabat pelaksana.
3. Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan,
yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan
pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut dan
akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan
tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

2.2.3 Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975:39) mengandaikan

bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementator,

dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang

mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel:

1. Ukuran (Standar) dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya

jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level

pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan

terlalu utopis) untuk dilaksanakan dilevel warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan

publik hingga titik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan

memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting

dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari

keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas

sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka

sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang

Universitas Sumatera Utara


perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau

tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan

pencairan dana melalui anggaran tidak tersedia, maka menjadi persoalan pelik untuk

merealisasikan apa yang hendak dituju oleh kebijakan publik tersebut. Demikian halnya

dengan sumber daya waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan pencairan dana

berjalan dengan lancar tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal

itu pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi non

formal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting

karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri

yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan

publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka

agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi

hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia

maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada

gambaran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu

juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Komunikasi antar

organisasi aktivitas pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan

publik. Semakin baik komunikasi dan koordinasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam

suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk

terjadi. Dan begitu pula sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara


4. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik

Hal lain yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan publik

dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adlah sejauhmana

lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari

kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan lingkungan

eksternal. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi,

sosial, dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter

badan-badan pelaksana, kecenderungan-kecenderunanpara pelaksana dan pencapaian itu

sendiri. Kondisi-kondisi lingkungan sangat berpengaruh pada keinginan dan kemampuan

yuridiksi atau organisasi dalam mendukung struktur, vitalitas, dan keahlian yang ada dalam

badan-badan administrasi maupun tingkat dukungan politik yang dimiliki. Kondisi

lingkungan juga akan berpengaruh pada kecenderungan-kecenderungan para pelaksana. Jika

masalah-masalah yang dapat dislesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga

Negara swasta serta kelompok-kelompok kepentingan di mobilisasi untuk mendukung suatu

program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Van Meter dan

van Horn lebih lanjut menyatakan bahwa kondisi lingkungan mungkin menyebabkan para

pelaksana suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan-pilihan pribadi mereka tentang kebijakan

itu. Namun akhirnya variabel-variabel lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh

langsung pelayanan publik yang dilakukan. Dengan kata lain, kondisi-kondisi lingkungan

mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan-kecenderungan

para pelaksana dan kekuatan-kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh

terhadap implementasi program.

5. Kecenderungan (disposition) dari para pelaksana/impelemntor

Universitas Sumatera Utara


Sikap penerimaan atau penolaan dari agen pelaksana akan sangat banyak

mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini

sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi

warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

Melainkan kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas ke

bawah” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui

(bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga

ingin selesaikan.

2.3 Elektronic Government

2.3.1 Pengertian e-government

Electronic government sering disebut dengan e-gov, digital government, online

government atau dalam konteks tertentu transformational government secara mudah dapat

diartikan sebagai tata cara pemerintahan secara elektronis. Sedangkan dalam arti luas, e-

government adalah pemanfaatan teknologi informasi dan instansi pemerintah untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. E-government adalah penggunaan teknologi

informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warga nya,

urusan bisnis serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. E-government dapat di

aplikasikan pada legislatif, yudikatif atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi

internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis

(www.e-pemerintah.com diakses pada tanggal 01 Februari 2018 pukul 13.00 wib )

Dalam Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi

Nasional Pengembangan e-government, yang dimaksud e-government adalah

penyelenggaraan pemerintah berbasis elektronik (teknologi informasi dan komunikasi) untuk

meningkatkan kinerja pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat, komunitas bisnis,

dan kelompok terkait lainnya menuju good governance.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Kementrian Komunikasi dan Informasi dalam Keputusan Menteri

Komunikasi dan Informasi No.57 Tahun 2003 tentang Panduan Penyusunan Rencana Induk

Pengembangan e-government, e-government adalah aplikasi teknologi informasi yang

berbasis internet dan perangkat digital lainnya yang dikelola oleh pemerintah ke masyarakat,

mitra bisnis, pengawal, badan usaha, dan lembaga-lembaga lainnya secara online.

Dari berbagai defenisi e-government diatas, maka dapat disimpulkan bahwa e-

government berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi oleh

pemerintah dalam pelayanan publik untuk pelenggaraan pemerintah lebih efektif dan efisien.

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Penerapan E-Government

Konsep e-government diterapkan dengan tujuan bahwa hubungan pemerintah baik

dengan masyarakatnya maupun pelaku bisnis dapat berlangsung secara efisien, efektif dan

ekonomis. Hal ini perlu mengingat dinamisnya gerak masyarakat pada saat ini, sehingga

pemerintah harus dapat menyesuaikan fungsinya dalam negara, agar masyarakat dapat

menikmati haknya dan menjalankan kewajibannya dengan nyaman dan aman.

Tujuan e-government adalah untuk meningkatkan akses warga negara terhadap jasa-

jasa pelayanan publik pemerintah, meningkatkan akses masyarakat ke sumber-sumber

informasi yang dimiliki pemerintah, menangani keluhan masyarakat dan juga persamaan

kualitas layanan yang bisa dinikmati oleh seluruh warga negara. Dalam Instruksi Presiden

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan Elektronic Government, dimana dalam hal ini electronic government di

arahkan untuk mencapai 4 tujuan, yaitu:

1. Pembentukan jaringan informasi dan traksaksi pelayanan publik yang memiliki


kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat secara luas serta dapat
terjangkau diseluruh wilayah pada setiap saat, tanpa dibatasi oleh waktu dengan biaya
terjangkau oleh masyarakat.
2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan
perkembangan perekonomian nasional dan mempercepat kemampuan menghadapi
perubahan dan persaingan perdagangan internasional.

Universitas Sumatera Utara


3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga-lembaga negara
serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi
dalam perumusan kebijakan.
4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta
memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah
otonomi.

Menurut Indrajit (Indrajit. 2002:5) adapun manfaat yang diperoleh dengan diterapkan

nya konsep e-government bagi suatu negara antara lain:

1. Memperbaiki kualitas pelayanan pemerintah kepada para stakeholdernya (masyarakat,


kalangan bisnis, dan industri) terutama dalam hal kinerja efektifitas dan efisiensi di
berbagai bidang kehidupan bernegara.
2. Meningkatkan transparansi, kontrol dan akuntabilitas pemerintah dalam rangka
penerpan kosep Good Corporate Governance.
3. Mengurangi secara signifikan total biaya administrasi, relasi dan interaksi yang
dikeluarkan pemerintah maupun stakeholdernya untuk keperluan aktivitas sehari-hari.
4. Memberikan peluang bagi pemerintah untuk mendapatkan sumber-sumber
pendapatan baru melalui interaksinya dengan pihak-pihak berkepentingan.
5. Menciptakan suatu lingkungan masyarakat baru yang dapat secara tepat menjawab
berbagai permasalahan yang dihadapi sejalan dengan perubahan global dan trend
yang ada.
6. Memberdayakan masyarakat dan pihak-pihak lain sebagai mitra pemerintah dalam
proses pengambilan berbagai kebijakan publik secara merata dan demokratis.

Sedangkan menurut Tjahjanto (dalam Salam.2004:254), manfaat terpenting dari

implementasi e-government adalah terwujudnya pemerintahan yang lebih bertanggung jawab

(accountable) bagi warganya. Selain itu, akan lebih banyak masyarakat yang bisa mengakses

informasi, pemerintahan juga lebih efektif dan efisien, serta akan tercipta layanan

pemerintahan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Diharapkan dengan

pemanfaatan yang lebih baik atas sumberdaya, proses dan teknologi informasi bisa terjadi

pula pemerintahan yang lebih baik.

2.3.3 Jenis-Jenis Pelayanan pada E-Government

1. Publish, dimana terjadi komunikasi satu arah antara pemerintah mempublikasikan

berbagai data dan informasi yang dimilikinya untuk dapat secara langsung dan bebas

diakses oleh masyakat dan pihak-pihak lain yang berkepentingan melalui internet. Kanal

akses yang digunakan yaitu komputer atau handphone melalui medium internet. Alat-alat

Universitas Sumatera Utara


tersebut dapat digunakan untuk mengakses situs (website) departemen atau divisi terkait

dimana kemudian user dapat melakukan browsing (melalui link yang ada) terhadap data

atau informasi yang dibutuhkan. Contohnya tranparansi Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara kepada masyarakat melalui aplikasi e-LHKPN.

2. Interact, dimana telah terjadi komunikasi dua arah antara pemerintah dengan mereka

yang berkepentingan. Aplikasi yang digunakan ada dua yaitu dalam bentuk portal dimana

situs terkait menyediakan fasilitas searching seperti pada jenis publish, dan dalam bentuk

fasilittas untuk diskusi secara langsung melalui chatting, tele-conference, dan web-TV

maupun secara tidak langsung melalui email, newsletter, dan mailing list, Contohnya

departemen-departemen di pemerintahan dapat melakukan wawancara melalui chatting

atau email dalam proses perekrutan calon-calon pegawai negeri baru.

3. Transact, dimana terjadi komunikasi dua arah dan disertai dengan terjadinya transaksi

yang berhubungan dengan perpindahan uang dari satu pihak ke pihak lainnya dan

masyarakat harus membayar jasa pelayanan yang diberikan pemerintah atau mitra

kerjanya. Contohnya masyarakat dapat mengurus permohon memperoleh KTP baru atau

memperpanjangnya melalui internet.

2.3.4 Tipe – Tipe Relasi Electronic Goverment

Disebutkan dalam Indrajit (2002:41) terdapat tiga tipe relasi e-goverment adalah
sebagai berikut :
1. Goverment to Citizen (G2C), dimana pemerintahan membangun dan menerapkan
berbagai portofolio teknologi informasi melalui kanal-kanal akses yang beragam agar
masyarakat dapat dengan mudah menjangkau pemerintahannya untuk pemenuhan
berbagai kebutuhan pelayanan sehari-hari. Contohnya Departemen Agama membuka situs
pendaftaran bagi mereka yang berniat untuk melangsungkan ibadah haji di tahun-tahun
tertentu sehingga pemerintah dapat mempersiapkan kuota haji dan bentuk pelayanan
perjalanan yang sesuai.
2. Goverment to Business (G2B), dimana pemerintah membangun relasi yang baik dengan
kalangan bisnis dengan menyediakan aplikasi situs yang berisi data dan informasi yang
dapat diakses dengan mudah oleh kalangan bisnis sehingga dapat memperlancar para
praktisi bisnis dalam menjalankan aplikasi berbasis web untuk menghitung besarnya pajak
yang harus dibayarkan kepemerintah dan melakukan pembayaran melalui internet.
3. Goverment to Goverment (G2G), dimana pemerintah membangun suatu aplikasi sehingga
pemerintah dalam suatu negara dapat berinteraksi dengan pemerintah negara lain.

Universitas Sumatera Utara


Contohnya huubungan administrasi antara kantor-kantor pemerintahan setempat dengan
sejumlah kedutaan-kedutaan besar atau konsulat jenderal untuk membantu penyediaan
data dan informasi akurat yang dibutuhkan oleh para warga negara asing yang berada di
tanah air.
4. Goverment to Employes (G2E), dimana aplikasi ini diperuntukan untuk meningkatkan
kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan pemerintahan yang bekerja
di sejumlah institusi sebagai pelayan masyarakat. Contohnya sistem asuransi kesehatan
dan pendidikan bagi para pegawai pemerintahan yang telah terintegrasi.

2.3.5 Tahapan Pengembangan E-Government

Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh

pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government dapat dilaksanakan

melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut (Inpres No.3 tahun 2003):

A. Tingkat 1-Persiapan yang meliputi :

1. Pembuatan situs informasi disetiap lembaga

2. Penyiapan SDM

3. Penyiapan sarana akses yang mudah misalnya menyediakan sarana Multipurpose

Community Center, Warnet, SME-Center, dll.

4. Sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik.

B. Tingkat 2-Pematangan yang meliputi

1.Pembuatan situs informasi publik interaktif;

2. Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain;

C. Tingkat 3- Pemantapan yang meliputi :

1. Pembuatan situs transaksi pelayanan publik;

2. Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga

lain. E. Tingkat 4-Pemanfaatan yang meliputi :

1. Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi.

Universitas Sumatera Utara


2.3.6 Faktor-Faktor Penghambat dan Penentu Keberhasilan Penerapan E-Government

Menurut Rahardjo da beberapa hal yang menjadi hambatan atau tantangan dalam

mengimplementasikan e-government di Indonesia diantaranya (dalam Dewi dan

Winarno.2012:5):

(1) Kultur berbagi (sharrring) informasibelum ada

(2) Kultur mendokumentasi belum Lazim

(3) Langkanya SDM yang handal dibidang TI

(4) Infrastruktur yang belummemadai dan mahal,

(5) Tempat akses informasi yang terbatas.

Menurut Retnowati (dalam Dewi dan Winarno.2012:5) faktor–faktor penentu

keberhasilan penerapan e-government adalah:

(1) Kebutuhan seperti apa yang saat ini menjadi prioritas utama dari masyarakat di negara

atau di daerah terkait,

(2) Infrastruktur telekomunikasi,

(3) Tingkat konektivitas dan penggunaan TI oleh pemerintah,

(4) Kesiapan SDM dipemerintah,

(6) Ketersediaan dana dan anggaran,

(6) Ketersediaan perangkat hukum,

(7) Perubahan paradigma cara kerja dan perilaku SDM aparatur.

2.4 Good Governance and Clean Governance


2.4.1 Good Governance
Good Governance adalah tata pemerintahan yang baik, penyelenggaraan

pemerintahan yang baik, pengelolaan pemerintahan yang baik, penyelenggaraan negara yang

baik, ataupun administrasi yang baik yang berlandas awal prinsip transparasi, partisipasi dan

akuntabilitas guna mengatur hubungan antara pemerintah,dunia usaha swasta, dan masyarakat

(Bappenas,2008).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Pieree Landell-Mills dan Ismael Seregeldin (dalam...) menedefenisikan good

governance sebagai penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya

demi pembangunan sosial ekonomi.

Sedangkan menurut Robert Charlick mengartikan good governance sebagai

pengelolaan segala macam urusan publik secara efektif melalui pembuatan peraturan dan/atau

kebijakan yang absah demi untuk mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.

Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan kepemerintahan.

Ada tiga pilar governance , yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Sementara itu

paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya berkembang adalah government

sebagai satu-satunya penyelenggara pemerintahan.

Good governance mengandung arti hubungan yang sinergi dan konstruktif diantara

negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah kepemerintahan yang

mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalis, akuntabilitas, transparansi.,

pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh

seluruh masyarakat.

2.4.2 Clean Governance

Clean Governance atau Pemerintahan yang bersih adalah Pemerintah yang diisi oleh

aparat yang jujur, dan bekerja sesuai dengan tugas yang diembannya, tidak melakukan

praktek KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), bisa bertindak objektif,netral dan tidak

diskriminatif (Bappenas,2008). Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah yang bersih,

tercermin dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 yang mengatur tentang Asas-asas

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Adapun

asas umum dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih adalah sebagai berikut :

(a) Asas kepastian hukum,

(b)Asas tertib penyelenggaraan negara,

Universitas Sumatera Utara


(c)Asas kepentingan umum,

(d)Asas keterbukaan,

(e)Asas proposionalitas,

(f)Asas profesionalitas,

(g)Asas akuntabilitas.

Clean Governance erat kaitannya dengan Good Governance karena keduanya

memiliki fungsi yang sama yaitu untuk pemerintahan yang lebih baik dan bebas dari KKN

2.4.3 Manfaat Good Governance

Manfaat yang diperoleh dari Good Governance menurut Bappenas (2008) adalah:

a. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan yang bersih, efisien,efektif,

transparan, profesional dan akuntabel.

b. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.

c. Berkurangnya secara nyata praktek KKN di birokrasi.

d. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang–undangan baik

di tingkat pusat maupun daerah.

2.4.4 Prinsip Good Governance

Prinsip–prinsip dasar good governance menurut (UNDP) adalah:

(1) Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan,

(2) Tegaknya Supremasi hukum,

(3) Transparansi pada seluruh proses pemerintahan,

(4) Peduli pada stakeholder,

(5) Berorientasi pada konsensus,

(6) Kesetaraan,

(7) Efektivitas dan efisiensi pada proses pemerintahan,

(8) Adanya akuntabilitas,

Universitas Sumatera Utara


(9) Visi Srategis

Bappenas RI juga mengajukan 14 prinsip good governance yaitu:

(1) Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan.

(2) Tata pemerintahan yang bersifat terbuka dalam

setiap tahap pengambilan keputusan dan kebijakan.

(3) Tata pemerintahan yang cepat.

(4) Tata pemerintahan yang akuntabel pada semua tahap kegiatan.

(5) Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi, terdiri dari aparat

yang sesuai dengan kompetensi (kriteria jabatan dan mekanisme penempatan).

(6) Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan

efektif.

(7) Tata pemerintahan yang terdesentralisasi.

(8) Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada konsensus.

(9) Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat.

(10) Tata pemerintahan yangmendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat.

(11) Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum.

(12) Tata pemerintahan yang memiliki komitmenpada pengurangan kesenjangan.

(13) Tata pemerintahan yang memiliki komitmenpada pasar.

(14) Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup

2.4 Transparansi
Asas transparansi adalah unsur lain menopang terwujudnya good and clean

governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menurut banyak ahli, Indonesia

telah terjerembab kedalam kubangan korupsi yang sangat parah. Untuk tidak mengulangi

pengalaman masa lalu dalam pengelolaan kebijakan publik, khusus nya bidang ekonomi,

pemerintah di semua tingkatan harus menerapkan prinsip transparansi dalam proses kebijakan

Universitas Sumatera Utara


publik. Hal ini mutlak dilakukan dalam rangka menghilangkan budaya korupsi di kalangan

pelaksana pemerintahan baik pusat maupun yang dibawahnya.

Dalam pengelolaan negara terdapat 8 (delapan) unsur yang harus dilakukan secara

transparan, yaitu:

a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan.

b. Kekayaan pejabat publik.

c. Pemberian penghargaan.

d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.

e. Kesehatan.

f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.

g. Kemanan dan ketertiban.

h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.

2.5 Pejabat Stuktural

Pejabat Struktural adalah orang yang diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab

untuk menempati jabatan struktural. Jabatan Struktural merupakan jabatan yang dapat dijabat

oleh setiap Pegawai Negeri Sipil apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sudah

memenuhi syarat-syarat normatif yang ditentukan oleh Undang-Undang maupun Peraturan

Pemerintah (PP), yang berkaitan dengan pengangkatan dalam jabatan struktural.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka jabatan struktural mempunyai jenis yang

bertingkat-tingkat mulai dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) sampai yang tertinggi

eselon (1a), misalnya seperti Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil Pusat yaitu Sekretaris

Jendral, Direktur Jendral, Kepala Biro, dan Staf Ahli, sedangkan jabatan struktural yang ada

di Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota adalah sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor,

kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris

lurah.

Universitas Sumatera Utara


2.6 Defenisi Konsep

Konsep dapat diartikan sebagai penggambaran secara abstrak suatu keadaan, individu

atau kelompok yang menjadi objek kajian ilmu sosial. Untuk mempermudah pemahaman di

dalam meneliti objek tersebut, perlu dilakukan pendefenisian konsep (Efendi dan

Tukiran.2012:32). Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah:

a. Implementasi Kebijakan merupakan serangkaian usaha dalam bentuk analisis untuk

menghasilkan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kebijakan yang telah

ditetapkan dengan mempertimbangkan hubungan kebijakan tersebut secara vertikal

maupun secara horizontal dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan baik

dalam jangka panjang maupun pada saat ini.

b. Program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Berbasis Elektronik (e-LHKPN)

adalah sebuah aplikasi yang dirilis oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dalam

mempermudah setiap penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaan yang

dimiliki nya. Aplikasi LHKPN merupakan kumpulan pelaporan harta kekayaan

penyelenggara negara yang telah diverifikasi oleh KPK dalam bentuk Tambahan Berita

Negara (TBN).

c. Implementasi Program e-LHKPN adalah tindakan atau usaha oleh pemerintah dalam

melaksanakan program e-LHKPN yaitu program yang yang dirilis oleh Komisi

Pemberantas Korupsi (KPK) dalam mempermudah setiap penyelenggara negara dalam

melaporkan harta kekayaan yang dimiliki nya.

Dalam penelitian ini, Implementasi Program e-LHKPN di Lingkungan Pemerintahan

Kota Tasikmalaya dapat diukur dengan model analisis kebijakan dari model Merille S.

Grindle yang disebut dengan Implementation as A Political and Administration Process.

Model ini terdiri dari beberapa variabel yakni:

1) Content of Policy (Isi Kebijakan), dengan indikator sebagai berikut;

Universitas Sumatera Utara


a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi,

b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh.

c. Derajat perubahan yang ingin dicapai.

d. Letak pengambilan keputusan.

e. Pelaksana program.

f. Sumber-sumber daya yang digunakan.

2) Context of Policy (Konteks Implementasi), dengan indikator sebagai

berikut; a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan program dari aktor yang

terlibat. b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.

2.7 Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja merupakan hipotesis yang bersumber dari kesimpulan teoritik, sebagai

pedoman untuk melakukan penelitian (Umar. 2010:38). Hipotesis kerja disusun berdasarkan

atas teori yang paling handal. Hipotesis kerja bertujuan untuk mengarahkan penulis dalam

rangka membahas permasalahan. Lebih jelasnya, peneliti merumuskan hipotesis kerja, yaitu

Implementasi Program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara berbasis elektronik (e-

LHKPN) bagi para Pejabat Struktural pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya terkait dengan Isi

Kebijakan (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh,

derajat perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, dan

sumber-sumber daya yang digunakan), dan Konteks Implementasi (kekuasaan, kepentingan-

kepentingan dan program dari aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang

berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana).

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis memilih dengan menggunakan metode

penelitian deksriptif kualitatif, bertujuan untuk menggambarkan sifat peristiwa yaitu

implementasi program e-LHKPN bagi para Pejabat Struktural Kota Tasikmalaya. Yang

ditinjau dari model Merille S. Grindell yang disebut dengan Implementation as A Political

and Administration Process. Model ini terdiri dari beberapa variabel yakni Isi Kebijakan

( Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, Jenis manfaat yang bisa diperoleh, Derajat

perubahan yang ingin dicapai, Letak pengambilan keputusan, Pelaksana program dan

Sumber-sumber daya yang digunakan) dan Konteks Implementasi( Kekuasaan, kepentingan-

kepentingan dan program dari aktor yang terlibat, Karakteristik lembaga dan rezim yang

berkuasa, Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana).

Menurut Burhan (Bungin. 2007:7), penelitian dekriptif kualitatif bertujuan untuk


menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial yang ada
di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan
berbagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambar tentang kondisi, situasi atau
fenomena tertentu.

Oleh karena itu bentuk penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian

deskriptif kualitatif. Jelasnya bentuk penelitian ini, yaitu bertujuan untuk mengumpulkan

informasi atau data terkait dengan peristiwa Implementasi program e-LHKPN bagi para

pejabat struktural Kota Tasikmalaya.

Lebih jelasnya, bentuk penelitian ini akan mengumpulkan informasi atau data tentang

Implementasi program e-LHKPN bagi para pejabat struktural Kota Tasikmalaya ditinjau dari

segi Isi Kebijakan dan Konteks Kebijakan yang biasa disebut Model Merille S.Grindell.

Universitas Sumatera Utara


3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian yang penulis teliti adalah mengenai Implementasi Program e-LHKPN bagi

para Pejabat Struktural Pemerintahan Kota Tasikmalaya. Penulis mengambil dikarenakan

permasalahan penerapan e-LHKPN di Kota Tasikmalaya yang tampaknya belum dapat

dikatakan efektif dalam implementasi nya, sebab masih banyak pejabat struktural yang belum

melaporkan harta kekayaannya, selain itu banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa

masyarakat saat ini sudah dapat mengetahui langsung berapa harta kekayaan dari pejabat-

pejabat tersebut.

Guna memperoleh data sebagai bahan dalam penulisan usulan penelitian ini sekaligus

guna menjawab permasalahan yang telah dikemukakan, Penelitian ini dilakukan di Kantor

Badan Kepegawaian Daerah Kota Tasikmalaya yang beralamat di Jl. Gn. Bromo No.1,

Kelurahan Tanjung Marulak Kecamatan Rambutan Kota Tasikmalaya Provinsi Sumatera

Utara, 20998. Telp. (0621) 325203 fax; (0621) 327640.

3.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil

penelitiannya. Oleh sebab itu, penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel.

Subjek penelitian menjadi informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan dalam hal ini peneliti memperoleh secara langsung dari sumber asli

sehubungan dengan obyek yang akan diteliti. Data ini didapat dari hasil wawancara peneliti

dengan pihak-pihak yang dapat memberi informasi terkait dengan Implementasi program e-

LHKPN di Kota Tasikmalaya.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Matriks Informan Penelitian

No. Status Informan Informasi yang dibutuhkan Jumlah

1. Kepala Badan Kepegawaian Informasi terkait kebijakan-kebijakan 1

Kota Tasikmalaya ataupun peraturan-peraturan dalam implementasi

program e-LHKPN di Kota Tasikmalaya yang

meliputi Isi Kebijakan ( Kepentingan-kepentingan

yang mempengaruhi, Jenis manfaat yang bisa

diperoleh, Derajat perubahan yang ingin dicapai,

Letak pengambilan keputusan, Pelaksana program

dan Sumber-sumber daya yang digunakan) dan

Konteks Implementasi( Kekuasaan, kepentingan-

kepentingan dan program dari aktor yang terlibat,

Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa,

Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari

pelaksana).

2. Sekretaris BKD Informasi terkait implementasi program e- 1

LHKPN di Kota Tasikmalaya yang meliputi Isi

Kebijakan ( Kepentingan-kepentingan yang

mempengaruhi, Jenis manfaat yang bisa

diperoleh, Derajat perubahan yang ingin dicapai,

Letak pengambilan keputusan, Pelaksana program

dan Sumber-sumber daya yang digunakan) dan

Konteks Implementasi( Kekuasaan, kepentingan-

kepentingan dan program dari aktor yang terlibat,

Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa,

Universitas Sumatera Utara


Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari

pelaksana).

3. Admin Instansi e-LHKPN Informasi terkait pelaksanaan teknis dan 1

kendala dalam implementasi program e-LHKPN

di Kota Tebing Tinggi yang meliputi Isi

Kebijakan ( Kepentingan-kepentingan yang

mempengaruhi, Jenis manfaat yang bisa

diperoleh, Derajat perubahan yang ingin dicapai,

Letak pengambilan keputusan, Pelaksana program

dan Sumber-sumber daya yang digunakan) dan

Konteks Implementasi( Kekuasaan, kepentingan-

kepentingan dan program dari aktor yang terlibat,

Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa,

Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari

pelaksana).

4. Pejabat Struktural Informasi terkait kendala dan alasan dalam 15

pengisian ataupun pelaporan harta kekayaan

dengan menggunakan e-LHKPN.

5. Masyarakat Informasi terkait tentang pengetahuan masyarakat 4

tentang program e-LHKPN ini.

3.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Jenis Data

Data merupakan berbagai infromasi yang dikumpulkan untuk mendukung sebuah

penelitian. Sebuah data harus diolah kembali untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan

Universitas Sumatera Utara


sebuah penelitian. Dalam3 penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah,

sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari peninjauan langsung dilapangan pada

objek penelitian, data tersebut diperoleh dari wawancara yang dilakukan peneliti kepada

pihak-pihak yang berkompeten yang akan di proses untuk tujuan penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber-sumber bacaan dan berbagai

sumber lain yang terdiri dari laporan, catatan, dokumen, dan studi kepustaka yang diperoleh

dari hal penelitian sebelumnya.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,

karena bertujuan untuk mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang diharapkan (Sugiyono, 2016:101). Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:

a. Wawancara

Menurut Hasan (1963), wawancara dapat diartikan sebagai interaksi bahasa yang

berlangsung antara dua orang dalam satu situasi yang slaing berhadapan. Yaitu melakukan

wawancara meminta informasi atau ungakapan kepada orang yang diteliti yang berputar

disekitar pendapat dan keyakinan.

Sebelum peneliti mengumpulkan informasi ke lapangan dengan metode wawancara

tentang Implementasi program e-LHKPN bagi para Pejabat Struktural pada Pemerintahan

Kota Tasikmalaya, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman wawancara.

Universitas Sumatera Utara


b. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung

terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang terjadi dilapangan untuk

melengakapi data-data yang dperlukan, sebagai acuan yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian.

Sebelum peneliti mengumpulkan informasi ke lapangan dengan metode observasi

tentang Implementasi program e-LHKPN bagi para Pejabat Struktural pada Pemerintahan

Kota Tasikmalaya, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman observasi.

c. Studi Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, diperoleh dengan

mencari informasi berdasarkan dokumen-dokumen, foto-foto, gambar dan sumber-sumber

lain yang terkait dengan objek penelitian.

Sebelum peneliti mengumpulkan informasi ke lapangan dengan metode dokumentasi

tentang Implementasi program e-LHKPN bagi para Pejabat Struktural pada Pemerintahan

Kota Tasikmalaya, peneliti terlebih dahulu membuat pedoman dokumentasi.

3.4 Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisis data yang digunakan penulisan

dalam penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif. Menurut miles, ada tiga macam

kegiatan dalam analisa data kualitatif, diantara sebagai berikut : (Emzir. 2016:129-135)

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi,

dan pentransformasian, data mentah yang terjadi dalam catatan-catatan selama proses

penelitian berlangsung.

Universitas Sumatera Utara


2. Penyajian Data

Penyajian data dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk dapat

melihat gambaran secara khusus atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Bentuk

yang paling sering dari model data kualitatif selama ini adalah naratif.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan muncul dari data yang telah teruji kepercayaannya, kekuatannya,

konfirmabilitasnya yaitu validitasnya.

3.5 Teknik Keabsahan Data

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data.

Dimana dalam pengertiannya, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek

penelitian (Moloeng, 2004:330). Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran

data, juga dilakukan untuk memperkaya data. Adapun triangulasi meliputi beberapa hal yaitu

sebagai berikut:

a. Triangulasi Metode

Teknik ini dilakukan dengan membandingkan informasi atau data dengan cara yang

berbeda. Dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan metode wawancara,

observasi dan dokumentasi.

b. Triangulasi Sumber Data

Teknik ini dilakukan dengan cara menggali kebenaran informasi tertentu berbagai

metode dan sumber perolehan data. Contohnya selain melalui wawancara dan

observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat langsung, dokumen tertulis,

arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar.

Masing-masing cara ini akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang

Universitas Sumatera Utara


selanjutnya akan memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai fenomena

yang diteliti.

c. Triangulasi Teori

Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi. Informasi tersebut

akan dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias

individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu triangulasi

teori dapat meningkatkan pemahaman peneliti, jika peneliti mampu menggali

pengetahuan teoritik secara lebih mendalam atas hasil analisis data yang diperoleh.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Badan Kepegawaian Daerah Kota Tasikmalaya

Sejalan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara, Badan Kepegawaian Daerah Kota Tasikmalaya sebagai Lembaga

Teknis Daerah berbentuk badan yang merupakan unsur staf yang menyelenggarakan fungsi-

fungsi administratif sekaligus menyusun konsep-konsep, gagasan-gagasan dan terobosan -

terobosan (techno structure) di bidang kepegawaian sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan

kewenangan yang diemban harus mampu mewujudkan pengelolaan manajemen kepegawaian

dari mulai pengadaan sampai dengan pemberhentian pegawai secara optimal dalam upaya

mewujudkan sumber daya manusia (SDM) aparatur sebagai motor penggerak sistem

organisasi pemerintahan Kota Tasikmalaya dalam mewujudkan visi Pemerintah Daerah Kota

Tasikmalaya Tahun 2017 – 2022 yaitu “Menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai kota jasa dan

perdagangan yang cerdas, layak, mandiri dan sejahtera dengan sumberdaya manusia yang

beriman dan berkualitas.

Pengelolaan pegawai yang optimal dikuantifikasikan ke dalam indikator-indikator

yang mendukung visi, misi, tujuan dan sasaran yang dituangkan ke dalam Renstra dan Renja

Badan Kepegawaian Daerah Kota Tasikmalaya. Untuk melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya, sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, BKD didukung oleh pegawai

sebanyak 32 orang.

Salah satu konsekuensi logis dari posisi serta kondisi tersebut, maka Badan

Kepegawaian Daerah harus mampu meningkatkan kualitas kinerja khususnya dalam

memberikan pelayanan, baik dalam kerangka perwujudan kesejahteraan pegawai maupun

peningkatan kompetensi sumber daya manusia aparatur, terutama untuk menghadapi era

persaingan global dan kinerja pelayanan yang baik kepada masyarakat dalam upaya

Universitas Sumatera Utara


mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah Kota Tasikmalaya, dalam

koridor menghadirkan tata kelola pemerintah yang berkualitas yang didukung oleh aparatur

yang profesional dan prima dalam pelayanan.

Secara garis besar program dan kegiatan BKD tahun 2017 diarahkan kepada :

1. Peningkatan kompetensi sumber daya aparatur sipil negara


2. Meningkatnya disiplin dan kepatuhan hukum ASN
3. Meningkatnya pelayanan administrasi kepegawaian yang cepat, tepat dan akurat
4. Tersedianya akurasi data dan informasi dibidang kepegawaian
5. Meningkatnya akuntabilitas kinerja BKD melalui penyusunan perencanaan dan
pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel serta ditunjang oleh sarana
dan prasarana yang memadai.

Dalam program e-LHKPN ini BKD berperan sebagai unit pengelola e-LHKPN

atau disebut dengan Sekretariat Unit Pengelola e-LHKPN yang telah diputuskan oleh

Walikota dengan diterbitkan nya surat perintah Walikota Tasikmalaya No.800/9222/BKD-

TT pada tanggal 26 September 2017, yang mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Koordinator LHKPN bertugas berkoordinasi dengan KPK dalam hal monitoring dan

evaluasi terhadap kepatuhan wajib LHKPN dalam melaporkan dan mengumumkan

harta kekayaannya serta pemanfaatan Aplikasi e-LHKPN dalam

www.elhkpn.kpk.go.id

b. Administrator bertugas untuk:

1) Menyampaikan data kepegawaian dan data perubahan jabatan Wajib LHKPN


kepada KPK paling lambat 15 Desember setiap tahun;
2) Melakukan pemutakhiran data di atas;
3) Mengingatkan Wajib LHKPN dilingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya
untuk mematuhi kewajiban penyampaian dan pengumuman LHKPN;
4) Memiliki peran dalam membuat akun unit kerja, melakukan verifikasi pendaftaran
wajib lapor baru dan update perubahan data wajib lapor.

Universitas Sumatera Utara


4.2 Implementasi Program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Berbasis
Elektronik Bagi Para Pejabat Struktural Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya

Pada tahapan kebijakan publik, implementasi kebijakan publik merupakan tahanpan

yang penting dan harus di lalui demi mencapai hasil dari suatu kebijakan. Implementasi

kebijakan publik merupakan pelaksanaan atau eksekusi dari suatu kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah yang berupa peraturan perundang-undangan sehingga tujuan

dari kebijakan publik itu akan tercapai apabila dilalui dengan tahapan pelaksanaan atau

implementasi. Pada tahap implementasi ini, tentunya akan ditemukan variabel-variabel yang

mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan sebuah implementasi kebijakan yang pada

implementasi kebijakan lainnya akan sangat membantu perbaikan dan penyempurnaan

tahapan implementasi kebijakan dimasa yang akan datang.

Pada bab pembahasan ini, peneliti menggunakan teori yang disampaikan oleh Merille

S. Grindle bahwa implemntasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks

implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah

implementasi kebijakan hasilnya ditentukan oleh implementability. Pelaksanaan kebijakan

yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka

akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan

sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi

oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.

Dalam penelitian ini, Implementasi Program e-LHKPN di Lingkungan Pemerintahan

Kota Tasikmalaya dapat diukur dengan model analisis kebijakan dari model Merille S.

Grindle yang disebut dengan Implementation as A Political and Administration Process.

Model ini terdiri dari beberapa variabel yakni:

3) Content of Policy (Isi Kebijakan), dengan indikator sebagai berikut;

a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi,

Universitas Sumatera Utara


b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh.

c. Derajat perubahan yang ingin dicapai.

d. Letak pengambilan keputusan.

e. Pelaksana program.

f. Sumber-sumber daya yang digunakan.

g. Context of Policy (Konteks Implementasi), dengan indikator sebagai berikut;

a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan program dari aktor yang terlibat.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.

4.2.1 Isi Kebijakan (Kontent of Policy)


4.2.1.1 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural
Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Kepentingan-Kepentingan Yang
Mempengaruhi
Suatu kebijakan termasuk diantaranya adalah sebuah peraturan yang dibuat oleh

pemerintah untuk menyelesaikan segala permasalahan-permasalahan di tengah masyarakat

dan juga masalah di pemerintahan dengan melibatkan kepentingan-kepentingan dari pihak

tertentu ataupun pihak terkait pada tahap implementasinya. Kepentingan-kepentingan yang

terpengaruhi oleh kebijakan tentu saja adalah sasaran dari kebijakan tersebut, seperti

masyarakat dan pemerintah itu sendiri.

Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai

kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen

bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan

sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap

implementasinya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai indikator kepentingan yang

mempengaruhi dalam implementasinya.

Universitas Sumatera Utara


Dalam sebuah Program e-LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan berbasis elektronik

ini sasaran utamanya atau yang disebut dengan wajib LHKPN adalah para Penyelenggara

Negara. Sesuai Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016, PN adalah Pejabat Negara yang

menjalankan fungsi eksekutif, legislative, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan

tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan Negara atau pejabat publik lainnya sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada Pejabat Struktural sebagai sasaran dari

program e-LHKPN ini. Berdasarkan dokumentasi penelitian ada sebanyak 642 orang yang

merupakan Pejabat Struktural di Kota Tasikmalaya, namun yang merupakan wajib LHKPN

ada sekitar 97 orang dan yang merupakan wajib e-LHKPN yang berstatus pejabat Struktural

berjumlah 78 orang. (Lihat Transkip Dokumentasi)

Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan Informan menanyakan

tentang kepentingan-kepentingan apa yang mempengaruhi para Pejabat Struktural tersebut

sehingga ikut dalam pelaksanaan program e-LHKPN ini, serta apa yang menjadi alasan

ataupun yang melatarbelakangi para Pejabat Struktural tersebut untuk melaporkan harta

kekayaan nya melalui e-LHKPN ini.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, dapat peneliti simpulkan bahwa

Pejabat Struktural sebagai sasaran utama di dalam pembuatan program ini, memiliki alasan

dalam melaporkan harta kekayaan nya melalui e-LHKPN ini adalah sebagai bentuk

kepatuhan para Pejabat Struktural tersebut terhadap peraturan yang telah di buat, yaitu

Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 45 Tahun 2017 tentang Laporan Harta Kekayaan Di

Lingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya yang mewajibkan setiap para Penyelenggara

Negara untuk melaporkan harta kekayaannya melalui e-LHKPN ini. (Lihat Transkip

Wawancara dan Dokumentasi).

Universitas Sumatera Utara


4.2.1.2 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural
Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Jenis Manfaat Yang Diperoleh

Pada poin ini Content of Policy isi kebijakan menurut Merilee S Grindle berupaya

untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa

jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian

kebijakan yang hendak dilaksanakan. Sebuah kebijakan yang jelas, yang memberikan

manfaat yang aktual (bukan hanya formal, ritual, dan simbolis semata) kepada banyak pelaku

lebih mudah di implementasikan dibanding dengan kebijakan yang kurang bermanfaat.

Suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah baik itu program, peraturan, atau

perundang-undangan sebagai landasan hukumnnya harus dapat memberikan hasil yang

bermanfaat dan berdampak positif serta dapat merubah kearah yang lebih baik dari hasil

pengimplementasiannya. Setiap kebijakan tentunya adalah suatu upaya ataupun usaha dari

pemerintah untuk menjadikan sesuatu menjadi lebih baik lagi dan dapat menyelesaikan

permasalahan yang ada serta bermanfaat.

Suatu kebijakan biasanya memiliki input atau hasil yang bersifat positif ataupun

negatif, hal ini berkaitan erat dengan respon yang diberikan oleh objek dari kebijakan

tersebut. Begitu pula halnya dengan implementasi program e-LHKPN ini, program yang

merupakan bentuk pencegahan tindak korupsi yang saat ini sedang maraknya terjadi di

kalangan Pejabat Negara. Menurut KPK yang merupakan peluncur program e-LHKPN ini

mengatakan bahwa manfaat yang di peroleh tidak hanya berdampak pada negara saja namun

kepada Pejabat itu sendiri. Menurut KPK adapun manfaat yang diperoleh dari program ini

adalah sebagai berikut :

a. Pribadi

• Memenuhi Kewajiban Undang–Undang;

• Alat Akuntabilitas terhadap publik;

Universitas Sumatera Utara


• Penanaman sifat Kejujuran dan Tanggungjawab;

• Tertib Administrasi Keluarga;

• Pembangkitan rasa Takut untuk berbuat Korupsi.

b. Instansi & Masyarakat

• Sebagai alat MSDM, untuk Promosi jabatan & Penguji Integritas Calon/PN.

• Sebagai alat pengawasan.

• Sarana Kontrol dari Masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara kepada para Pejabat Struktural sebagai saaran program

e-LHKPN dan Pihak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) kota Tasikmalaya sebagai

implementor program e-LHKPN serta wawancara kepada masyarakat sebagai pihak yang di

harapkan mampu berpartisipasi dalam mengawasi harta kekayaan para Pejabat Struktural

khususnya di kota Tasikmalaya.

Menurut pihak BKD adapun manfaat yang dapat diperoleh BKD dalam

pengimplemtasian program e-LHKPN ini tidak ada, artinya pihak BKD belum merasakan

manfaat secara langsung dengan adanya program e-LHKPN ini padahal mereka merupakan

implementor ataupun sebagai unit pengelola LHKPN ini, namun menurut Kepala BKD

manfaat yang di peroleh BKD sejauh ini adalah data tentang PN yang harus mengisi LHKPN

dapat lebih akurat. Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa program e-LHKPN ini tidak

memiliki manfaat yang berarti untuk BKD sendiri sebagai implementor program e-LHKPN

atau yang disebut juga sebagai unit pengelola LHKPN. (lihat transkrip wawancara)

Tidak hanya BKD, peneliti juga meneliti tentang manfaat yang di terima para Pejabat

Struktural di Pemerintahan kota Tasikmalaya yang merupakan sasaran dari program e-

LHKPN ini. Berdasarkan wawancara yang dilakukan para Pejabat Struktural tersebut

sebagian menyebutkan bahwa sejauh ini manfaat yang mereka peroleh dalam melaporkan

harta kekayaannya yaitu mereka dapat mengetahui secara rinci berapa besar harta kekayaan

Universitas Sumatera Utara


mereka, atau dengan kata lain harta-harta kekayaan yang mereka miliki menjadi tersusun

ataupun seperti yang disebutkan KPK yaitu tertib administrasi keluarga. Namun tidak sedikit

juga Pejabat Struktural mengatakan bahwa program ini tidak memiliki manfaat yang berarti

kepada mereka. (lihat transkrip wawancara)

Selain memiliki manfaat kepada BKD dan Pejabat Struktural, program e-LHKPN ini

juga dapat dirasakan kepada masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara kepada masyarakat

seluruhnya mereka mengatakan bahwa program e-LHKPN ini memiliki manfaat yang cukup

besar kepada masyarakat, yaitu masyarakat dapat mengawasi atau sebagai alat kontrol

masyarakat kepada para Pejabat Struktual khususnya di kota Tasikmalaya. (lihat transkip

wawancara)

Jadi dapat simpulkan, tidak ada manfaat yang berarti yang diperoleh oleh pihak BKD

kota Tasikmalaya sebagai implementor atau unit pengelola e-LHKPN. Karena mereka hanya

menjalankan tugas yang dimandatkan dari KPK. Selain itu, manfaat yang diterima Pejabat

Struktural, hanya sebatas manfaat administrasi keluarga saja, artinya harta kekayaan dan

hutang piutang dapat tercatat dengan rinci, tidak ada manfaat yang berarti yang dirasakan

para Pejabat Struktural kota Tasikmalaya. sebagai sasaran dari program e-LHKPN ini. Selain

BKD kota Tasikmalaya dan Pejabat Struktural kota Tasikmalaya, manfaat yang lain juga

dirasakan oleh masyarakat yang diharapkan mampu mengawasi harta kekayaan para Pejabat

Struktural, yaitu sebagai alat kontrol masayrakat terhadap para Pejabat Struktural kota

Tasikmalaya.

4.2.1.3 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural


Pada Pemerintahan Kota Tebing Tinggi Dengan Derajat Perubahan Yang Ingin
Dicapai

Dalam suatu kebijakan tidak dapat dipisahkan dari adanya suatu target yang hendak

atau ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar

Universitas Sumatera Utara


perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus

mempunyai skala yang jelas.

Tipe manfaat sangat berkaitan erat dengan derajat perubahan yang diharapkan dari

suatu kebijakan. Sebuah kebijakan yang terlalu menuntut adanya perubahan sikap dan

perilaku yang signifikan akan lebih sulit untuk di implementasikan. Di samping itu kebijakan

yang direncanakan untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang juga akan menemui

kesulitan dalam proses implementasi dibandingkan dengan kebijakan yang secara nyata

memberikan dampak keuntungan langsung terhadap kelompok sasaran.

Adapun tujuan dalam pelaksanaan program LHKPN ini didasari karena marahnya

tindak korupsi dilakukan oleh para Penyelenggara Negara, LHKPN didasari oleh UU Nomor

28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi

Dan Nepotisme yang menyatakan bahwa bahwa praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak

hanya dilakukan antar-Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggaraan Negara

dan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk

pencegahannya. Dan juga UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pindana Korupsi, dimana disebutkan bentuk pencegahan Tindak Pidana Korupsi di kalangan

Penyelenggara Negara. Dengan adanya program e-LHKPN ini diharapkan mampu mencegah

adanya praktik-praktik Korupsi, Kolusi maupun Korupsi khususnya dikalangan pejabat.

(Lihat Transkrip Dokumentasi).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menurut pihak BKD adapun perubahan

yang ingin dicapai dengan adanya program e-LHKPN ini adalah mampu merubah kesadaran

para pejabat-pejabat khusus nya pejabat di Kota Tasikmalaya untuk tidak melakukan tindak-

tindak korupsi dan juga sejenisnya. Itu artinya, Pemerintah kota Tasikmalaya

Universitas Sumatera Utara


menerapkan program e-LHKPN ini dikarenakan ingin mewujudkan kota Tasikmalaya yang

bersih dari tindak-tindak Korupsi, Kolusi maupun Nepotisme.

Perubahan yang di harapkan tidak hanya sebatas bentuk pencegahan tindak KKN saja,

namun program e-LHKPN ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan amanat Undang-

Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari

Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan KPK nomor 07

tahun 2005 yang saat ini telah di gantikan oleh Peraturan KPK nomor 07 tahun 2016 tentang

Tata Cara Pendaftaran, Pengumunan, dan pemeriksaan LHKPN. Hal ini dilakukan dalam

rangka mempermudah penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya. Ada 3

perubahan penting yaitu:

1. Waktu penyampaian

Pada awal menjabat, selama menjabat, dan pada akhir jabatan. Pelaporan dilakukan setiap

tahun sekali pada saat menjabat.

2. Tata cara pendaftaran

LHKPN dilaporkan melalui website www.e-lhkpn.com dan KPK saat ini hanya menyediakan

1 (satu) formulir pada setiap pelaporan.

3. Pengumuman LHKPN

KPK akan melakukan verifikasi terhadap LHKPN yang diterima lalu akan di umukan lewat

media yang telah ditetapkan oleh KPK, dan atau media pengumuman resmi instansi agar

dapat di akses oleh masyarakat. (lihat transkrip dokumentasi)

Jadi dapat disimpulkan bahwa, sebelum adanya e-LHKPN atau Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara berbasis elektronik ini, KPK sebelumnya telah meluncurkan

program LHKPN ini dengan sisitem manual, dimana sistem yang digunakan masih secara

manual. Dengan adanya sistem secara elektronik ini diharapkan mampu meningkatkan

Universitas Sumatera Utara


kepatuhan para Penyelenggara Negara dalam melaporkan Harta Kekayaannya. Berikut

merupakan tampilan e-LHKPN

Sumber : www.e-lhkpn.go.id

Berdasarkan hasil wawancara dengan adanya perubahan sistem pelaporan secara

elektronik ada beberapa kendala dalam penerapan sistem online ini, beberapa kendala yaitu

sebagai berikut: kesadaran PN masih rendah dalam melaporkan harta kekayaan, kemampuan

menggunakan aplikasi e-LHKPN ini belum maksimal dikarenakan terbatasnya kemampuan

PN yang bersangkutan tentang penggunaan komputer dan juga sistem jaringan yang

terkadang mengalami gangguan, situs yang terkadang mengalami error, ada beberapa

perubahan-perubahan dalam pengisian pelaporan yang belum sepenuhnya diketahui oleh para

Pejabat Struktural, penjelasan indikator dalam pelaporan yang tidak memadai, serta informasi

tentang apa manfaat LHKPN belum di dapat. Namun tidak semua para wajib lapor e-LHKPN

di Kota Tasikmalaya mengalami kendala-kendala tersebut, ada yang mengatakan bahwa

mereka tidak mengalami kendala untuk pelaporan harta kekayaannya. (Lihat Transkrip

Wawancara).

Universitas Sumatera Utara


Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan yang diharapkan itu dapat diwujudkan

hanya dengan adanya kesadaran masing-masing pejabat untuk dapat melaporkan harta

kekayaannya melalui program e-LHKPN ini.

4.2.1.4 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural


Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Letak Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam

pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak

pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.

Letak pengambilan keputusan tentunya sangat erat kaitannya dengan para

stakeholders dimana setiap keputusan yang diambil dalam menjalankan suatu kebijakan satu

program harus sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang ada dan keputusan yang diambil

tentu untuk kepentingan bersama. Pengambilan keputusan di dalam suatu kebijakan

memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu program dalam

pengimplementasiannya, seperti yang kita tahu bahwa kebijakan menurut Thomas R.Dye

(dalam Winarno.2012:20) apaun yang dipilih oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak

melakukan (public policy is whatever government choose to do or not to do).

Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan. Kebijakan

dibidang tertentu biasanya diputuskan oleh sejumlah besar unit pengambil kebijakan,

sebaliknya ada kebijakan tertentu lainnya yang hanya ditentukan oleh sejumlah kecil unit

pengambil kebijakan. Implikasi dari jumlah pengambil keputusan adalah semakin banyak

yang terlibat akan semakin menyulitkan di dalam implementasi kebijakannya. Demikian pula

halnya dengan program e-LHKPN ini, dimana e-LHKPN ini diluncurkan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk pencegahan terhadap tindak-tindak KKN

dikalangan para Pejabat.

Universitas Sumatera Utara


Dalam pengimplemntasian e-LHKPN, KPK membentuk unit pengelola di daerah

untuk menjalankan program e-LHKPN ini, yaitu Badan Kepegawaian Daerah. Tidak

terkecuali Badan Kepegawaian Daerah kota Tasikmalaya.

Salah satu bentuk keputusan yang di ambil dalam program e-LHKPN ini adalah

sanksi bagi para Pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya. Dimana dalam

menetapkan sanksi tersebut, KPK melalui Peraturan KPK nomor 07 tahun 2016, yaitu KPK

dapat memberikan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat PN

berdinas untuk memberikan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk kota Tasikmalaya, sanksi telah di tetapkan melalui Perwal Tasikmalaya nomor 43

tahun 2013 yaitu dengan memberikan sanksi disiplin tingkat berat sesuai dengan Peraturan

Nomor 53 Tahun 2010 tentang Displin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi disiplin tingkat berat

tersebut seperi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun dan juga

pembebasan dari jabatannya.

Berdasarkan hasil wawancara, para Pejabat Struktural seluruhnya setuju dengan

adanya sanksi yang di tetapkan tersebut, namun salah satu Pejabat Struktural yang peneliti

wawancarai tidak tahu menau tentang sanksi yang telah ditetapkan tersebut. Ini berarti masih

kurang nya tingkat sosialisasi tentang sanksi yang telah di tetapkan tersebut. (lihat Transkrip

Wawancara)

Selain bentuk keputusan di atas, adapun bentuk keputusan lain terkait program e-LHKPN

ini adalah penetapan wajib lapor e-LHKPN di Kota Tasikmalaya. Berdasarkan hasil

penelitian, penetapan tersebut didasari dengan adanya Perwal Tasikmalaya nomor 43 tahun

2013 BAB II pasal 2 yang menyebutkan Pejabat-pejabat wajib lapor di Pemerintaha kota

Tasikmalaya, yaitu

1. Walikota

2. Wakil Walikota

Universitas Sumatera Utara


3. Pejabat Struktural Eselon II

4. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

5. Pejabat Fungsional Auditor

6. Pejabat Fungsional Pengawas Penyelenggara Urusan Pemerintahan di Daerah

7. Pengelola Unit Layanan Pengadaan (ULP)

8. Pejabat yang Mengeluarkan Perijinan

9. Penyelenggara Negara Tertentu Atas Permintaan KPK

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak BKD, penetapan nama-nama pejabat

yang masuk dalam kategori tersebut dibuat oleh pihak Inspektorat kota Tasikmalaya namun

pihak Inspektorat menolak untuk di wawancarai. Menurut pihak BKD penetapan atau

pengambilan keputusan-keputusan tersebut dilakukan berdasarkan melalui rapat dengan tim

pembinaan yang melibatkan Asisten Umum, BKD, ITKO, Kabag Hukum Setda. (lihat

transkrip wawancara)

4.2.1.6 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural


Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Sumber Daya Yang Digunakan

Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang

mendukung agar pelaksanaanya berjalan dengan baik. Sumber daya menjadi salah satu kunci

kesuksesan proses implementasi kebijakan bagi suatu daerah. Sejatinya, walaupun isi

kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor

kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, maka implementasi tidak akan

berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni

kompetensi implementor, dan sumber daya finansial, atau bahkan peralatan, sarana/prasana

dan lain-lain. Tanpa dukungan sumber daya, maka sebuah kebijakan hanya menadi dokumen

yang terpapar di atas kertas saja.

Dalam pelaksanaan atau pengimplementasian suatu kebijakan perlu didukung dengan

adanya sumber daya yang dapat memberikan pengaruh positif dan berguna untuk

Universitas Sumatera Utara


mensukseskan dalam pelaksanaan suatu kebijakan ataupun program tersebut. Sumber daya

yang memadai tentunya sangat membantu di dalam pelaksanaan suatu kebijakan tersebut agar

dapat berjalan dengan baik, maksimal, efektif dan efisien.

Pelaksanaan kebijakan akan berjalan dengan baik dan lancar apabila didalam

pelaksanaannya dilakukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang mencukupi dan tentunya

berkualitas. Dalam pencapaian tersebut tentu membutuhkan SDM yang sesuai dengan

kemampuan, yang memiliki kecakapan dan kecukupan untuk menjalankan suatu kebijakan

tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak BKD sebagai implementor program e-

LHKPN, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan program e-LHKPN ini BKD

memerlukan sumber daya manusia dari ASN kota Tasikmalaya yang paham komputer atau IT,

penunjukan para petugas yang menangani program e-LHKPN di kota Tasikmalaya dipilih

langsung oleh Walikota Tasikmalaya berdasarkan surat perintah Walikota Tasikmalaya

No.800/9222/BKD-TT pada tanggal 26 September 2017. Selain itu sarana dan prasarana

misalnya wifi, hardware dan juga koneksi jaringan internet. Sarana dan prasarana tersebut

diperoleh dari anggaran APBD, tidak ada anggaran khusus untuk memenuhi fasilitas program

e-LHKPN ini.

Menurut pihak BKD fasilitas atau sumberdaya-sumberdaya tersebut sudah cukup

terpenuhi, namun berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, mengingat banyak nya

urusan yang menyangkut program e-LHKPN menurut peneliti, admin instansi seharusnya

jumlah nya lebih dari satu agar pekerjaan nya lebih efektif. Selain itu, unit fasilitas tersebut

sudah mencukupi. Selain itu peneliti juga mengamati kondisi ruang kerja para pelaksana

program e-LHKPN, berdasarkan observasi, Letak ruangan admin instansi e-LHKPN sudah

Universitas Sumatera Utara


cocok berada di ruangan IT karena admin pasti selalu berhubungan dengan website e-

LHKPN.

Universitas Sumatera Utara


GAMBAR 2.1 GAMBAR 2.2
BKD TASIKMALAYA PUSAT INFORMASI

Sumber : Nurul Nazmi Laily, Februari 2018 Sumber : Nurul Nazmi Laily, Februari 2018

GAMBAR 2.3 GAMBAR 2.4


RUANG TUNGGU RUANG IT

Sumber : Nurul Nazmi Laily, Februari 2018 Sumber : Nurul Nazmi Laily, Februari 2018

GAMBAR 2.5 GAMBAR 2.6


FASILITAS TERHADAP FASILITAS TERHADAP
PEGAWAI PEGAWAI

Sumber: Nurul Nazmi Laily, Februari 2018


Sumber : Nurul Nazmi Laily, Februari 2018

Universitas Sumatera Utara


4.2.2 Konteks Kebijakan (context of Policy)

Di samping isi kebijakan merupakan faktor yang menentukan hasil implementasi

sebuah kebijakan, kontek kebijakan merupakan aspek penting yang juga ikut menentukan

keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Isi kebijakan seringkali merupakan faktor

krusial karena dampak nyata maupun potensialnya akan berpengaruh pada lingkungan sosial,

ekonomi, dan politik tertentu. Karenanya setiap kebijakan perlu mempertimbangkan kontek

atau lingkungan dimana tindakan administratif dilakukan.

Pada saat implementasi kebijakan mengalami proses banyak sekali bermunculan aktor

lain yang akan mempengaruhi kebijakan, aktor-aktor tersebut muncul dari bermacam-macam

pihak, seperti: perencana, politisi dari berbagai tingkatan, kelompok elit ekonomi, kelompok

sasaran, ataupun pelaksana. Berdasarkan teori Grindle ada tiga indikator yang menjadi bagian

dari variabel atau aspek konteks kebijakan ini, yaitu: (1) kekuasaan, kepentingan dn strategi

aktor yang terlibat; (2) karakteristik lembaga dan penguasa; (3) kepatuhan dan daya tanggap.

Selain dari isi kebijakan, konteks kebijakan pun perlu diperhatikan dalam

pengimplementasian suatu kebijakan agar dapat diketahui hal apa saja yang termasuk kedalam

konteks kebijakan dalam sebuah implementasi kebijakan. Berdasarkan teori implementasi

model Merille S.Grindle, konteks kebijakan merupakan hal yang menentukan bagi

keberhasilan suatu implementasi kebijakan termasuk juga Program e-LHKPN. Berikut ini

merupakan penjelasan mengenai konteks kebijakan tersebut.

4.2.2.1 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural


Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Kekuasaan, Kepentingan-Kepentingan
Dan Program Atau Strategi Dari Aktor Yang Terlibat

Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan,

kepentingan-kepentingan serta program yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar

jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan

57
Universitas Sumatera Utara
matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh panggang

dari api.

Pelaksanaan dari suatu kebijakan tidak akan lepas terpengaruhi dari kekuasaan,

kepentingan dan juga strategi yang dilakukan oleh para aktor, baik oleh pembuat kebijakan,

pelaksana bahkan juga aktor lain di luar itu baik yang disengaja ataupun tidak disengaja, dan

baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Di dalam Implementasi Program e-LHKPN, seperti yang sudah dijelaskan bahwa

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) merupakan pihak yang membuat program e-LHKPN ini

dan pelaksana program ini adalah pihak Badan Kepegawaian Daerah.

Berdasarkan hasil wawancara, telah banyak strategi yang dilakukan BKD demi

keberhasilan program e-LHKPN di kota Tasikmalaya. Para pelaksana atau pihak BKD sangat

mendukung adanya program e-LHKPN ini guna terjadinya transparansi perolehan atau para

penyelenggara negara. Dalam mendukung kelancaran program ini BKD menjalin koordinasi

dengan KPK selaku pembuat program e-LHKPN. Banyak upaya yang dilakukan BKD dalam

mendukung keberhasilan program e-LHPN ini yaitu dengan selalu berkomunikasi dengan

KPK melalui email, via wa dan juga konsultasi langsung ke KPK di Jakarta dan kegiatan-

kegiatan yang dilakukan KPK. Selain itu, untuk mendukung keberhasilan program e-LHKPN

di kota Tasikmalaya ada beberapa upaya yang BKD lakukan yaitu dengan melakukan

kegiatan sosialisasi tentang program e-LHKPN kepada Pejabat Struktural yang bersangkutan

dan pemberitahuan secara langsung ketika pelaksanaan upacara gabungan dan dengan para

pejabat yang diwajibkan untuk melaporkan harta kekayaan nya dan selalu menyebarkan

surat-surat edaran kepada para pejabat agar segera melakukan pengisian harta kekayaan nya

melalui aplikasi e-LHKPN ini, bahkan surat edaran tersebut langsung di tanda tangani oleh

bapak Walikota Tasikmalaya. (lihat transkrip wawancara.

58
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan wawancara terkait tentang peran

Walikota Tasikmalaya yang ikut terlibat dalam keberhasilan e-LHKPN ini. Berdasarkan

informasi yang di dapat selama penelitian bahwa Walikota Tasikmalaya sangat berpengaruh

terhadap kepatuhan para Pejabat Struktural dalam melaporkan harta kekayaan nya.

Berdasarkan hasil wawancara kepada BKD dan Pejabat Struktural, bapak Walikota

Tasikmalaya sangat menekankan kepada para Pejabat termasuk Pejabat Struktural untuk

melaporkan harta kekayaannya melalui e-LHKPN ini. Bapak walikota Tasikmalaya selalu

mengingatkan kepada para Pejabat untuk melaporkan harta kekayaannya melalui rapat-rapat

ataupun setiapkali pertemuan Walikota dengan Pejabat yang bersangkutan bahkan beliau

tidak segan-segan untuk mengancam para Pejabat tersebut apabila melanggar atau menolak

untuk melaporkan harta kekayaannya. Beliau juga selalu memonitor perkembangan program

e-LHKPN ini. Semua upaya tersebut dilakukan karena Bapak Walikota ingin mewujudkan

pemerintahan Kota Tasikmalaya sebagai kota yang bersih dari tindak Korupsi, Kolusi

maupun nepotisme, hal ini juga termasuk kedalam misi Walikota Tasikmalaya. Selain itu

apabila program e-LHKPN ini tidak berjalan di daerah, KPK akan menegur Walikota selaku

penanggung jawab program ini. Selain itu juga, alasan walikota sangat menekankan karena

salah satu penilaian Pemerintahan Daerah termasuk kabupaten/kota adalah tingkat partisipasi

pejabat strukturalnya melaporkan LHKPN nya, jadi daerah itu bersaing dan ternyata di

Indonesia ini banyak daerah-daerah yang tingkat partisipasi pelaporannya tinggi. Dan

ternyata Tasikmalaya masih kurang sehingga beliau sangat menyarankan bahkan sangat keras

menyarankan bahwa agar setiap pejabat, pejabat struktural khususnya itu wajib melaporkan

harta kekayaanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak hanya BKD, Walikota Tasikmalaya

juga turut berkepentingan dalam program e-LHKPN di Kota Tasikmalaya

59
Universitas Sumatera Utara
Namun dengan segala upaya yang dilakukan pihak BKD dan di bantu oleh Walikota

Tasikmalaya, ada kekurangan yang sepertinya lupa mereka kerjakan yaitu sosialisasi kepada

masyarakat, namun pihak BKD mengatakan bahwa sudah memberikan informasi kepada

masyarakat melalui program keliling yang dilakukan walikota dan menghimbau masayarakt

untuk turut berpartisipasi terhadap program ini. Seperti yang telah dijelaskan bahwa E-

LHKPN merupakan bentuk transparansi kepada masyarakat. E-LHKPN ini diharapkan

mampu menjadi alat kontrol kepada masyarakat agar masyarakat mampu mengawasi para

pejabat yang ada di kota Tasikmalaya, namun berdasarkan hasil wawancara, peneliti

menemukan bahwa tidak ada satupun masyarakat yang mengetahui adanya program e-

LHKPN ini, masyarakat mengatakan bahwa belum pernah mereka mendapatkan informasi

tentang adanya program e-LHKPN ini. (lihat transkrip wawancara)

4.2.2.2 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural


Bagi Para Pejabat Struktural Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan
Karakteristik Dari Lembaga Dan Rezim Yang Berkuasa

Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap

keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan

turut mempengaruhi suatu kebijakan.

Dalam implementasi kebijakan yang telah dibuat, maka pelaksanaannya akan terlepas

dari karakteristik atau peran dari para pelaksana kebijakan itu sendiri. Karakteristik

stakeholders dalam hal ini sesuai dengan tugas dan pokok masing-masing dinas atau instansi

terkait dalam melaksanakan tugasnya. Setiap instansi tentu memiliki perannya masing-

masing di dalam pengimplementasian program e-LHKPN ini.

Seperti yang sudah di jelaskan, bahwa KPK merupakan pembuat kebijakan program

e-LHKPN ini, KPK lalu membentu unit pengelola e-LHKPN ini daerah. Sesuai dengan

Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 45 Tahun 2017 tentang Laporan Harta Kekayaan Di

Lingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya, telah mulai menerapkan program e-

60
Universitas Sumatera Utara
LHKPN ini sejak di keluarkan nya Perwal tersebut yakni terhitung sejak 14 Agustus 2017.

Pengelola program e-LHKPN di Kota Tasikmalaya adalah tim yang mengelola dan

mengkoordinasikan LHKPN dengan dibentuk nya Unit Pengelola LHKPN yang ditetapkan

dengan Keputusan Walikota. Sekretariat Unit Pengelola LHKPN tersebut berkedudukan pada

Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Pada Unit Pengelola tersebut dibentuk administrator

yang bertugas untuk:

1) Menyampaikan data kepegawaian dan data perubahan jabatan wajib LHKPN kepada

KPK paling lambat 15 Desember setiap tahun.

2) Melakukan pemutakhiran data ke dalam aplikasi e-LHKPN.

3) Mengingatkan wajib LHKPN dilingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya untuk

mematuhi kewajiban penyampaian dan pengumuman LHKPN.

4) Memiliki peran dalam membuat akun admin unit kerja, melakukan verifikasi

pendaftaran wajib lapor baru dan update perubahan data wajib lapor.

Pada point ini, peneliti meneliti tentang bagaimana peran Walikota sebagai pemimpin

kota Tasikmalaya, BKD sebagai implementor e-LHKPN, bagaimana kinerja BKD dalam

upaya pelaksanaan e-LHKPN, dan bagaimana penilaian masyarakat terhadap kondisi Pejabat

Struktural yang ada di kota Tasikmalaya.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa Walikota Tasikmalaya sangat

berpengaruh besar terhadap kelancaran program ini, beliau selalu menekankan kepada para

Pejabat untuk segera melaporkan harta kekayaannya melalui e-LHKPN ini, selain itu beliau

turut andil dalam pembuatan surat edaran mengenai e-LHKPN untuk para pejabat dengan

langsung menandatangi surat edaran tersebut.

Peran BKD dinilai sangat responsif dan informatif kepada para Pejabat Struktural

terkait pelaksaan program e-LHKPN ini. Apabila para Pejabat Struktural tersebut mengalami

beberapa kendala terkait program e-LHKPN ini mereka selalu menanyakan kepada pihak

61
Universitas Sumatera Utara
BKD dan mereka selalu melayani dengan baik. Berdasarkan hasil observasi, peneliti juga

selalu melihat bahwa admin instansi selalu disibukan dengan telepon dari para pejabat yang

menanyakan program e-LHKPN ini. Selain itu, BKD sudah melakukan sosialisasi namun

masih ada juga pejabat yang merasa bahwa sosialisasi yang dilakukan kurang penjelasannya

sehingga perlu ditingkatkan lagi, selain itu BKD dinilai sangat membantu Pejabat Struktural

untuk selalu mengingatkan mereka untuk segera melaporkan dengan mengeluarkan surat

edaran. (lihat transkrip wawancara dan observasi)

4.2.2.3 Keterkaitan Implementasi Program E-LHKPN Bagi Para Pejabat Struktural


Pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya Dengan Tingkat Kepatuhan Dan Adanya
Respon Para Pelaksana

Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah

kepatuhan dan respon dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini,

sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Masalah kepatuhan dan daya tanggap berkaitan dengan tanggapan dan respon subjek

dari kebijakan tersebut. Dasar diperlukannya kepatuhan pada implementasi program e-

LHKPN ini adalah untuk menciptakan Pejabat Struktural yang bersih dari tindakan KKN,

atau dengan kata lain sebagai bentuk pencegahan tindak-tindak Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme dikalangan Pejabat.

Hal ini juga bagian penting dari proses implementasi suatu kebijakan, dimana tingkat

kepatuhan dan adanya respon dari para pelaksana kebijakan merupakan aksi nyata dari para

pelaksna untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam pengimplementasian

Program e-LHKPN ini agar dapat terlaksana dengan baik, secara optimal dan berdaya guna.

Maka berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa aturan serta mekanismenya dari setiap

instansi dalam melaksanakan tugasnya.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan para Pejabat

Struktural belum 100% untuk melaporkan harta kekayaannya berdasarkan data yang

62
Universitas Sumatera Utara
diperoleh dari 76 pejabat struktural yang wajib e-LHKPN ada sebanya 54 orang sudah

melaporkan harta kekayaannya dan sisanya ada 22 orang yang belum melaporkan harta

kekayaannya, padahal pihak BKD sudah melayangkan surat edaran yang menyatakan bahwa

pada tanggal 26 februari merupakan batas akhir pelaporan walaupun batas dari KPK adalah

31 maret 2018 namun nyatanya sampai sekarang masih ada juga Pejabat yang belum

melaporkan harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan PN yang

bersangkutan tentang penggunaan komputer dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi

kendala tersebut yaitu BKD mengadakan kegiatan sosialisasi dengan di bantu oleh Tenaga

Bantu yang faham tentang penggunaan komputer. (lihat transkrip wawancara dan

dokumentasi)

Selain itu, e-LHKPN ini merupakan bentuk transparansi kepada masyarakat,

masyarakat dapat mengakses harta kekayaan para pejabat tersebut. Pada point ini peneliti

ingin mengetahui tanggapan para Pejabat tersebut tentang harta kekayaan mereka yang

transparansi ke masyarakat, hal ini tentu berkaitan dengan kepatuhan pejabat dalam

melaporkan harta kekayaannya melalui e-LHKPN ini. Berikut merupakan tampilan website e-

LHKPN sebagai bentuk transparansi masyarakat:

Sumber: http://acch.kpk.go.id

63
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa Pejabat Struktural sebagian

menyetujui apabila harta kekayaan tersebut harus di transparansikan kepada masyarakat,

karena harta yang diperoleh tersebut merupakan hasil yang halal dan dapat dibuktikan melalui

surat-surat. Namun ada sebagian Pejabat Struktural yang tidak menyetujui apabila harta

kekayaan nya harus di transparansikan kepada masyarakat karena menurut mereka harta

kekayaan dan hutang piutang merupakan privasi dan aib yang harus mereka jaga.

64
Universitas Sumatera Utara
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Program e-LHKPN merupakan sebuah aplikasi yang dirilis oleh Komisi Pemberantas

Korupsi (KPK) dalam mempermudah setiap penyelenggara negara dalam melaporkan harta

kekayaan yang dimiliki nya. e-LHKPN adalah penyampaian laporan harta kekayaan secara

elektronik yang dilakukan Penyelenggara Negara kepada KPK. E-LHKPN merupakan

kumpulan pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara yang telah diverifikasi oleh KPK

dalam bentuk Tambahan Berita Negara (TBN). Aplikasi ini dapat diakses oleh masyarakat

sebagai bentuk transparansi informasi publik mengenai jumlah kekayaan penyelenggara

negara. Aspek utama yang menjadi sasaran program ini adalah sebagai bentuk pencegahan

korupsi yang dilakukan KPK sebagai peluncur program.

Berdasarkan hasil analisa data pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan

bahwa implementasi program Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara berbasis

elektronik bagi para Pejabat Struktural pada Pemerintahan Kota Tasikmalaya secara umum

sudah berjalan dengan baik sekitar 90% hanya saja masih ada ditemukan beberapa kendala

yang menghambat proses implementasi tersebut. Implementasi Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara berbasis elektronik bagi para Pejabat Struktural pada Pemerintahan

Kota Tasikmalaya dapat dilihat dari beberapa variabel implementasi yaitu Isi Kebijakan

(kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, jenis manfaat yang bisa diperoleh, derajat

perubahan yang ingin dicapai, letak pengambilan keputusan, pelaksana program, dan sumber-

sumber daya yang digunakan), dan Konteks Implementasi (kekuasaan, kepentingan-

kepentingan dan program dari aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan rezim yang

berkuasa, tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Secara lengkap kesimpulan

dari penelitian dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:

65
Universitas Sumatera Utara
1. Content of Policy (Isi Kebijakan), dengan indikator sebagai berikut;

a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi

Pejabat Struktural sebagai sasaran utama di dalam pembuatan program ini, memiliki

alasan dalam melaporkan harta kekayaan nya melalui e-LHKPN ini adalah sebagai bentuk

kepatuhan para Pejabat Struktural tersebut terhadap peraturan yang telah di buat, yaitu

Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 45 Tahun 2017 tentang Laporan Harta Kekayaan Di

Lingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya yang mewajibkan setiap para Penyelenggara

Negara untuk melaporkan harta kekayaannya melalui e-LHKPN ini.

b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh

Tidak ada manfaat yang berarti yang diperoleh oleh pihak BKD kota Tasikmalaya

sebagai implementor atau unit pengelola e-LHKPN. Karena mereka hanya menjalankan tugas

yang dimandatkan dari KPK. Selain itu, manfaat yang diterima Pejabat Struktural, hanya

sebatas manfaat administrasi keluarga saja, artinya harta kekayaan dan hutang piutang dapat

tercatat dengan rinci, tidak ada manfaat yang berarti yang dirasakan para Pejabat Struktural

kota Tasikmalaya. sebagai sasaran dari program e-LHKPN ini. Selain BKD kota Tasikmalaya

dan Pejabat Struktural kota Tasikmalaya, manfaat yang lain juga dirasakan oleh masyarakat

yang diharapkan mampu mengawasi harta kekayaan para Pejabat Struktural, yaitu sebagai

alat kontrol masayrakat terhadap para Pejabat Struktural kota Tasikmalaya.

c. Derajat perubahan yang ingin dicapai.

Perubahan yang di harapkan tidak hanya sebatas bentuk pencegahan tindak Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme saja, namun program e-LHKPN ini dilaksanakan dalam rangka

menjalankan amanat Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara

Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme, dimana telah mengeluarkan

Surat Keputusan KPK nomor 07 tahun 2005 yang saat ini telah di gantikan oleh Peraturan

KPK nomor 07 tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumunan, dan pemeriksaan

66
Universitas Sumatera Utara
LHKPN. Hal ini dilakukan agar mempermudah para Pejabat untuk melaporkan harta

kekayaannya. Namun dengan adanya perubahan sistem pelaporan secara elektronik ada

beberapa kendala dalam penerapan sistem online ini, yaitu sebagai berikut: kesadaran PN

masih rendah dalam melaporkan harta kekayaan, kemampuan menggunakan aplikasi e-

LHKPN ini belum maksimal dikarenakan terbatasnya kemampuan PN yang bersangkutan

tentang penggunaan komputer dan juga sistem jaringan yang terkadang mengalami gangguan,

situs yang terkadang mengalami error, ada beberapa perubahan-perubahan dalam pengisian

pelaporan yang belum sepenuhnya diketahui oleh para Pejabat Struktural, penjelasan

indikator dalam pelaporan yang tidak memadai, serta informasi tentang apa manfaat LHKPN

belum di dapat.

d. Letak pengambilan keputusan.

Penetapan atau pengambilan keputusan-keputusan dilakukan berdasarkan melalui

rapat dengan tim pembinaan yang melibatkan Asisten Umum, BKD, ITKO, Kabag Hukum

Setda. Adapun bentuk keputusan terkait program e-LHKP, yaitu sanksi administrastif bagi

Pejabat yang melanggar program e-LHKPN ini, penetapan nama-nama pejabat yang

termasuk dalam kategori wajib lapor e-LHKPN.

e. Pelaksana program.

Segala urusan di daerah terkait program e-LHKPN para Pejabat Struktural tersebut

berurusan dengan pihak BKD, namun untuk pelaporan nya langsung dilakukan secara

elektronik. BKD ditetapkan sebagai Pengelola LHKPN berdasarkan Peraturan Walikota

Tasikmalaya Nomor 45 Tahun 2017 tentang Laporan Harta Kekayaan Di Lingkungan

Pemerintahan Kota Tasikmalaya, termasuk di dalam nya koordinator e-LHKPN dan Admin

Instansi e-LHKPN yang berkedudukan di Badan Kepegawaian Daerah kota Tasikmalaya.

67
Universitas Sumatera Utara
f. Sumber-sumber daya yang digunakan.

Dalam melaksanakan program e-LHKPN ini BKD memerlukan sumber daya manusia

dari ASN kota Tasikmalaya yang paham komputer atau IT, penunjukan para petugas yang

menangani program e-LHKPN di kota Tasikmalaya dipilih langsung oleh Walikota

Tasikmalaya berdasarkan surat perintah Walikota Tasikmalaya No.800/9222/BKD-TT pada

tanggal 26 September 2017. Selain itu sarana dan prasarana misalnya wifi, hardware dan juga

koneksi jaringan internet. Sarana dan prasarana tersebut diperoleh dari anggaran APBD, tidak

ada anggaran khusus untuk memenuhi fasilitas program e-LHKPN ini. Namun sumberdaya-

sumberdaya yang telah tersedia belum sepenuhnya terpenuhi mengingat banyak nya urusan

mengenai program e-LHKPN tersebut. Diperlukan SDM yang lebih memadai lagi demi

menunjang keberhasilan program e-LHKPN di kota Tasikmalaya.

2. Context of Policy (Konteks Implementasi), dengan indikator sebagai berikut; a.

Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan program dari aktor yang terlibat.

Upaya atau strategi yang dilakukan BKD dalam mendukung keberhasilan program e-

LHPN ini yaitu dengan selalu berkomunikasi dengan KPK melalui email, via wa dan juga

konsultasi langsung ke KPK di Jakarta dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan KPK. Selain

itu, untuk mendukung keberhasilan program e-LHKPN di kota Tasikmalaya ada beberapa

upaya yang BKD lakukan yaitu dengan melakukan kegiatan sosialisasi tentang program e-

LHKPN kepada Pejabat Struktural yang bersangkutan dan pemberitahuan secara langsung

ketika pelaksanaan upacara gabungan dan dengan para pejabat yang diwajibkan untuk

melaporkan harta kekayaan nya dan selalu menyebarkan surat-surat edaran kepada para

pejabat agar segera melakukan pengisian harta kekayaan nya melalui aplikasi e-LHKPN ini,

bahkan surat edaran tersebut langsung di tanda tangani oleh bapak Walikota Tasikmalaya,

artinya bapak Walikota Tasikmalaya ikut berpartisipasi langsung demi kelancaran progra e-

68
Universitas Sumatera Utara
LHKPN di kota Tasikmalaya. Namun BKD dinilai kurang dalam mensosialisasikan kepada

masyarakat sebab banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya program e-LHKPN ini.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa

Peran BKD dinilai sangat responsif dan informatif kepada para Pejabat Struktural

terkait pelaksaan program e-LHKPN ini. Namun dalam sosialisasi nya masih dinilai kurang,

BKD diharapkan mampu memberikan bimbingan teknologi kepada para Pejabat Struktural

agar lebih memahami dalam proses pelaporan harta kekayaannya.

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana.

Tingkat kepatuhan para Pejabat Struktural belum 100% untuk melaporkan harta

kekayaannya berdasarkan data yang diperoleh dari 76 pejabat struktural yang wajib e-

LHKPN ada sebanya 54 orang sudah melaporkan harta kekayaannya dan sisanya ada 22

orang yang belum melaporkan harta kekayaannya, padahal pihak BKD sudah melayangkan

surat edaran yang menyatakan bahwa pada tanggal 26 februari merupakan batas akhir

pelaporan walaupun batas dari KPK adalah 31 maret 2018 namun nyatanya sampai sekarang

masih ada juga Pejabat yang belum melaporkan harta kekayaannya.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka agar Implementasi Program Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara Berbasis elektronik bagi para Pejabat Struktural pada

Pemerintahan Kota Tasikmalaya dapat berjalan dengan baik dan sesuai, maka kiranya peneliti

menyampaikan beberapa saran terkait hal tersebut, diantaranya :

1. BKD kota Tasikmalaya perlu meningkatkan atau menambahkan sumberdaya manusia

terkait pelaksana program e-LHKPN di Kota Tasikmalaya.

3. Diperlukannya profesionalitas yang tinggi serta bertanggung jawab dan adanya aturan atau

sanksi jelas yang mengatur kinerja dari para pelaksana program agar dapat menjalankan

69
Universitas Sumatera Utara
tugas pokok dan fungsinya dengan baik agar program e-LHKPN dapat berjalan dengan

baik dan program ini dapat sukses dan mencapai tujuan yang diharapkan.

4. Menambah kegiatan sosialisasi yang diimbangi dengan bimbingan teknologi kepada para

Pejabat Struktural agar mereka lebih memahami cara pengisian atau pelaporan e-LHKPN

nya.

5. Membuat strategi sosialisasi ke masyarakat untuk ikut serta dalam program e-LHKPN

agar masyarakat dapat ikut serta berpartisipasi dalam mengawasi para Pejabat Struktural di

lingkungan Pemerintahan Kota Tasikmalaya.

6. Kepada para Pejabat Struktural, agar lebih ditingkatkan kepatuhan ataupun kesadaran

untuk melaporkan harta kekayaannya melalui e-LHKPN ini.

7. Agar masyarakat dapat lebih aktif dalam mengawasi harta kekayaan para Pejabat

Struktural khususnya di Kota Tasikmalaya.

70
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Adisasmita, Rahardjo.2015. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: GRAHA ILMU.

Agustino, Leo.2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Malang: CV.Alfabeta.

Bungin, Burhan.2007. Penelitian Kualitatif.Jakarta: Elex Media Komputindo.

Efendi, Sofyan dan Tukiran.2012. Metode Penelitian Survey.Jakarta:LO3ES.

Emzir. 2016. Analisis Data. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.

Gati Gayatri, dkk.2015.Membangun Layanan Publik Melalui Peningkatan Kualitas


Pengelolaan e-Government Di Lembaga Publik.Jakarta: Cakrawala Lintas Media.

Haryatmoko.2011. Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

Indrajit, Richardus Eko.2002. Electronic Government: Strategi Pembangunan dan


Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi
Digital.Yogyakarta. ANDI OFFSET.

Kathrina, Riris.2014. Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Negara. Jakarta: P3DI.

Kumorotomo, Wahyudi. 2011. Etika Administrasi Negara. Jakarta” PT RAJAGRAFINDO

PERSADA.

Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn, 1975, "The Policy Implementation Process: A
Conceptual Framework dalam Administration and Society 6, 1975, London:
Sage.

Nugroho, Riant.2003. Kebijakan Publik “Formulasi, Implementasi dan Evaluasi”. Jakarta:


Gramedia.

Nugroho, Riant.2008. Public Policy.Jakarta: PT Elex Media Komputido.

Rodiansyah dan Jusmadi, Rhido.2013. Akuntabilitas: Spirit Melayani Publik Yang Kian
Cerewet.Jakarta: JPIP Graha Pena.

Salam, Dharma Setyawan.2004. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta. Djambatan.

Sugiono.2016. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Dan R&B. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
Prenada Group.

71
Universitas Sumatera Utara
Surachmin dan Cahaya, Suhandi. 2011. Stategi dan Teknik Korupsi: Mengetahui Untuk
Mencegah. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Ubaedilah, A dan Rozak, Abdul. Dkk.2008. Pendidikan Kewarganegaraan : Demokrasi, Hak


Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Wahab, Solichin A.2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.Malang:UMM Press.

Winarno, Budi.2012. Kebijakan Publik. Yogyakarta: CAPS.

Sumber Jurnal:

Dewi, Kusuma dan Winarno, Wahyu Agus.2012. Implementasi E-government System dalam

Upaya Peningkatan Clean and Good Governance di Indonesia. JEAM VOL.XI

no.1/2012. ISSN: 1412-5366

Sumber Undang-Undang:

UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari
Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme.

UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi.

Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

Pengembangan E-government

Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi No.57 Tahun 2003 tentang Panduan

Penyusunan Rencana Induk Pengembangan E-government

Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara.

Peraturan Walikota Nomor 43 Tahun 2017 Tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) Di Lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya.

Sumber Internet:

(https://acch.kpk.go.id/id/statistik/tindak-pidana-korupsi diakses pada tanggal 30 September


2017 Pukul 13.00 WIB)

(https://acch.kpk.go.id/id/statistik/statistik-lhkpn/lhkpn-wajib-lapor diakses pada tanggal 30


September 2017 pukul 13:00 WIB)

72
Universitas Sumatera Utara
(http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/read/2017/08/31/316979/pns_tebingtinggi_diimb
au_sampaikan_lhkpm/ diakses pada tanggal 30 September 2017 pukul 16:35
WIB)

(http://lintasterkini.com/15/12/2017/pinrang-raih-penghargaan-implementasi-e-lhkpn-
dari-kpk.html diakses tanggal 1 februari 2018 pukul 13:25)

(https://nasional.tempo.co/read/863578/kpk-komitmen-kepala-daerah-di-sumut-berantas-
korupsi-masih-rendah di akses pada tanggak 02 Februari 2018 pukul 11:14)

Sumber Lain:

Pedoman LHKPN oleh KPK

Tasikmalaya Dalam Angka 2017

73
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai