Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
KELOMPOK 3
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang widhi Wasa karena
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “TERAPI
KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS” tepat pada
waktunya.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan, baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun penulis harapkan demi mencapai
kesempurnaan makalah berikutnya.
Sekian penulis sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melancarkan segala
usaha kita.
Penulis
i
DAFTAR ISI
JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.3 Peran perawat dan teknik dalam terapi komplementer pada keperawatan
komunitas .................................................................................................... 15
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang digabungkan
dengan pengobatan modern. Komplementer adalah penggunaan terapi
tradisional ke dalam pengobatan modern. Terminology ini dikenal sebagai
terapi modalitas atau aktivitas yang menambahkan pendekatan ortodoks dalam
pelayanan kesehatan. Terapi komplementer juga ada yang menyebutkan dengan
pengobatan holistic, pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang
mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan
individu untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalam kesatuan
fungsi.
1
seperti dokter ataupun perawat. Masyarakat mengajak dialog perawat untuk
penggunaan terapi alternatif (Smith et al., 2004). Hal ini terjadi karena klien
ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehingga apabila
keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapat menjadi
peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Akupuntur yang diperkirakan sudah ada sejak 3000 SM ditemukan
oleh ahli arkeolog di pedalaman Mongolia. Pengobatannya sangat
individudan dilakukan berdasarkan intuisi, subjektif dan
pengalaman pribadi, bukan atas dasar penelitian medis. Akupuntur
melibatkan penusukan jarum dalam berbagai ukuran ke dalam
“titik meridian” dalam tubuh manusia dengan tujuan untuk
mengalihkan Chi (energi vital tubuh) untuk meningkatkan
keseimbangan tubuh atau mengembalikan kesehatan tubuh
(Hadibroto dkk, 2006).
Titik Meridian adalah jalur yang sangat penting dalam tubuh
manusia sebagai tempat mengalir Chi. Chi mengalir dalam tubuh
manusia memberikan energi vital untuk organtubuh agar organ-
organ tubuh dapat berfungsi dengan baik.Maka sangat penting
untuk memastikan bahwa Chi dapat mengalir dengan bebas untuk
memastikan bahwa struktur dan fungsi organ tubuh bagian dalam
bekerja dengan efektif (Hadibroto dkk, 2006). Jarum ditusukkan ke
titik meridian untuk mempengaruhi Chi yang mengalir ke organ
tubuh bagian dalam, untuk meningkatkan struktur dan fungsi
mereka. Jarum juga dapat digunakan untuk daerah tertentu yang
terasa sakit yang mungkin berhubungan dengan masalah dalam
tubuh, seperti cedera akibat olahraga. Sebagai contoh, sebuah jarum
ditusukkan ke daerah tendon yang tertarik atau otot yang kelelahan
akan meningkatkan aliran Chi ke area tersebut. Yang akan
menghilangkan rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan
(Hadibroto dkk, 2006).
Akupuntur dapat menyebabkan beberapa reaksi fisik, baik di
sekitar daerah dimana akupuntur dilakukan atau di daerah lain
karena sel syaraf yang menghubungkan organ keotak. Ini dapat
mengaktifkan berbagai sistem dalam otak dan tubuh. Rasa sakit di
salurkan melalui hormon urat syaraf, terutama yang berhubungan
dengan penerima rasa sakit. Pereda rasa sakit yang diberikan oleh
morfin bekerja pada penerima yang sama dengan hormon urat syaraf
4
ini. Endorphin yang diproduksi oleh otak adalah pengganti alami
dari morfin dan bekerja dengan cara yang sama.
b. Herbalisme Medis
Herbalisme medis- penggunaan obat dari tumbuhan untuk
pencegahan dan pengobatan penyakit- memiliki sejarah sepanjang
sejarah umat manusia. Di inggris, metode ini memiliki dasar sejarah
yang sebagian dalam model Galenis “cairan tubuh” (darah, empedu
hitam, empedu kuning lender),”temperamen”-nya (misalnya panas,
dingin, lembab), dan kepercayaan bahwa penyakit disebabkan oleh
ketidakseimbangan cairan-cairan ini. Herba digunakan untuk
memperbaiki ketidakseimbangan ini dan serig digambarkan sebagai,
misalnya,”pemanas”, atau”pendingin”, seperti peppermint, akan
digunakan untuk mengobati kondisi-kondisi “panas” seperti demam.
Di inggris, herbalisme jugadi ambil dari tradisi-tradisi lain, misalnya
penggunaan herba di Amerika utara oleh Samuel Thomson,
meskipun Thomson sendiri pada awalnya di pengaruhi oleh
herbalisme di Eropa (Heinrich et al., 2009).
Kini, herbalisme modern, yang dipraktikkan oleh herbalis
medis,diambil dari pengetahuan tradisional, tetapi metode ini
semakin banyak di tapsirkan dan diterapkan dalam konteks
modern. Sebagai contoh, herbalis menggunakan pengetahuan
terkini mengenai penyebab dan akibat penyakit serta beberapa alat
diagnosisi, seperti pengukuran tekanan darah, yang di gunakan
dalam pengobatan dalam pengobatan konvensional. Beberapa
aspek herbalisme zaman modern lainnya adalah sebagai berikut
(Heinrich et al., 2009) :
1. Herbalisme menggunakan suatu pendekatan holistik dengan
mempertimbangkan perasaan sehat pasien secara pisikologis
dan emosional, juga kesehatan fisik.
5
2. Herbalis memilih herbal berdasarkan pada basis individual
untuk setiap pasien (sesuai dengan pendekatan holistic)
sehingga kemungkinan besar pasien-pasien dengan gejele fisik
yang sama akan menerima kombinasi herba yang berbeda.
3. Herbalis juga bertujuan untuk menggidentifikasi penyebab
dasar (misalnya stres) penyakit pasien dan mempertimbangkan
hal ini dalamrencana pengobatan.
4. Herba di gunakan untuk merangsang kemempuan
penyembuhan tubuh, untuk “memperkuat” system tubuh, dan
untuk “memperbaiki” fungsi tubuh yang terganggu, bukan
untuk mengobati gejala-gejala yang muncul secara langgsung.
5. Herba mungkin di gunakan, misalnya, dengan tujuan untuk
“mengeliminasi toksin” atau “merangsang” peredaran darah.
Tujuannya adalah untuk penyembuhan jangka panjang dari
kondisi-kondisi tertentu
Salah satu prinsip dasar herbalisme adalah bahwa kandungan
herba yang berbeda bekerja bersama dalam beberapa cara (yang
tidak dapat di jelaskan) sehingga menghasilkan efek-efek
bermanfaat. Herbalis medis mengobati berbagai macam kondisi
akut (misalnya infeksi), dan yang lebih lazim, kondisi kronis.
Beberapa contoh gangguan yang biasanya dikonsultasikan orang
kepada herbalis yaitu (Heinrich et al., 2009) :
1) Sindrom iritasi usus
2) Sindrom pramenstruasi
3) Gejala- gejala menopause
4) Eksim
5) Jenis-jenis arthritis
6) Depresi
7) Jerawat dan kondisi lainnya
8) Sistitis
9) Migrain
10) Sindrom lelah kronis
6
Herbalis biasanya merespon obat-obat herbal, seperti tingtur,
meskipun terkadang menggunakan formulasi yang lebih pekat
(ekstrak cair). Jika suatu resep memerlukan beberpa herba, tingtur
dan ekstrak cair di campur menjadi suatu campuran. Beberapa
herbalis akan menyiapkan bahan-bahan persediaannya sendri,
sementara bahan yang lain dibeli dari pemasok khusus dan
sebagian besar memberikan resep herbalnya sendiri. Formulasi oral
lainnya (tablet, kapsul) dan sediaan herba topikal juga dapat di
resepkan (Heinrich et al., 2009).
Terdapat sekumpulan bukti klinis yang signifikan tentang
manfaat dan resiko potensial yang berkaitan dengan penggunaan
obat herbal tertentu. Ikhtisar mengenai beberapa herba paling
penting yang umum di gunakan dapat dilihat pada bagiab B buku
ini. Sebagian besar informasi ini berkaitan dengan penggunaan
obat herbal tertentu yang diformulasikan sebagai sediaan
fitofarmasi dan di gunakan dengan cara yang sama dengan sediaan
farmasi konfensional, biasanya dibawah pengawasan seorang
docter, untuk mengobati gejala-gejala penyakit. Penelitien tentang
efikasi dan keamanan obat herbal dan kombinasi obat herbal yang
telah di gunakan oleh praktisi obat herbal sangat sedikit. Selain itu,
efikasi dan keamanan herbalisme sebagai salah satu pendekatan
pengobatan belum di evaluasi secara ilmiah (Heinrich et al., 2009).
c. Aromaterapi
Tumbuhan aromatis dan ekstraknya telah digunakan pada
kosmetik dan parfum serta untuk keperluan religious selama ribuan
tahun, meskipun hanya sedikit kaitannya dengan penggunaan
terapeutik minyak-minyak atsiri. Dasar-dasar aromaterapi berkaitan
dengan Rene-Maurice Gattefosse, seorang ahli kimia pembuat
parfum dari Prancis, yang pertama kali menggunakan istilah
aromaterapi pada tahun 1928 (Heinrich et al., 2009).
Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik zat-zat aromatic
yang diekstraksi dari tumbuhan. Kelompok paling penting pada zat-
7
zat ini adalah minyak atsiri. Minyak ini biasanya diperoleh dari
bahan tumbuhan (misalnya akar, daun, bunga, biji) dengan cara
destilasi, meskipun tindakan fisik (menggunakan pengempaan dan
tekanaan) adalah metode yang digunakan untuk memperoleh
beberapa minyak atsiri, terutama yang diperoleh dari kulit buah
sitrus. Beberapa aspek penting untuk penggunaan minyak atsiri
dalam aromaterapi dijelaskan berikut ini (Heinrich et al., 2009) :
1. Aromaterapis menyakini bahwa minyak atsiri dapat digunakan
tidak hanya untuk pengobatan dan pencegahan penyakit, tetapi
juga efeknya terhadap mood, emosi dan rasa sehat.
2. Aromaterapi diklaim sebagai suatu terapi holistik; dalam hal
ini, aromaterapis memilih suatu minyak atsiri, atau kombinasi
minyak atsiri, disesuaikan dengan gejala, kepribadian, dan
keadaan emosi masing-masing klien. Pengobatan dapat
berubah pada kunjungan pasien berikutnya.
3. Minyak atsiri dijelaskan tidak hanya dengan rujukan terhadap
reputasi sifat-sifat farmakologisnya (misalnya antibakteri,
antiradang), tetapi juga melalui hal-hal yang tidak dikenali
pada obat-obat kovensional (misalnya keseimbangan, member
energi).
4. Aromaterapis menyakini bahwa kandungan minyak atsiri, atau
kombinasi minyak, bekerja secara sinergistis untuk
meningkatkan efikasi atau mengurangi terjadinya efek-efek
merugikan yang terkait dengan kandungan kimia tertentu.
Aromaterapi digunakan secara luas sebagai suatu pendekatan
untuk meredakan stres, dan banyak minyak atsiri diklaim sebagai
‘perelaksasi’. Banyak aromaterapis juga mengklaim bahwa minyak
atsiri dapat digunakan dalam pengobatan berbagai kondisi. Banyak
pengguna menggunakan sendiri minyak atsiri untuk perawatan
kecantikkan, membantu relaksasi, atau mengobati penyakit ringan
tertentu, banyak diantaranya tidak cocok untuk pengobatan sendiri.
Aromaterapi juga digunakan dalam berbagai pelayanan kesehatan
8
kovensional, seperti dalam perawatan paliatif, unit perawatan
intesif, unit kesehatan jiwa dan pada unit-unit khusus yang merawat
pasien HIV/AIDS, cacat fisik, dan ketidakmampuan belajar yang
parah (Heinrich et al., 2009).
Metode paling lazim yang digunakan oleh aromaterapis untuk
penggunaan minyak atsiri adalah dengan pemijatan, yaitu tetesan
dua sampai tiga minyak atsiri diencerkan dalam pembawa berupa
minyak sayur, seperti minyak biji anggur, minyak jojoba dll. Metode
lain untuk penggunaan minyak atsiri yang dilakukan oleh
aromaterapis atau dalam perawatan sendiri antara lain (Heinrich et
al., 2009) :
1) Penambahan minyak atsiri ke dalam air mandi dan air untuk
mencuci kaki (air harus diaduk dengan kuat untuk membantu
disperse).
2) Dihirup
3) Kompres
4) Digunakan dalam peralatan aromaterapi (misalnya alat
pembakar dan penguap).
Beberapa praktisi menganjurkn penggunaan minyak atsiri secara
oral, yang disebut ‘aromatologi’. Namun minyak atsiri tidak boleh
digunakan untuk pemakaian internal tanpa pengawasan medis.
Beberapa aromatis juga menyatakan bahwa minyak atsiri dapat
diberikan malalui vagina (misalnya, melalui tampon atau douche)
atau secara rektal, tetapi pemberian melalui rute-rute ini dapat
menyebabkan iritasi membran dan tidak dianjurkan (Heinrich et al.,
2009).
Biasanya, minyak atsiri mengandung sekitar 100 atau lebih
kandungan kimia, kebanyakan terdapat pada konsentrasi dibawah
1%, meskipun beberapa kandungan terdapat pada konsentrasi yang
jauh lebih rendah. Beberapa minyak atsiri mengandung satu atau dua
kandungan utama, serta sifat-sifat terapeutik dan toksikologis
minyak tersebut sebagian besar dimiliki oleh kandungan kimia
9
tersebut. Namun, kandungan-kandungan lain yang terdapat pada
konsentrasi rendah mingkin penting. Komposisi suatu minyak atsiri
akan bervariasi tergantung pada lingkungan dan kondisi
pertumbuhan tumbuhan tersebut, bagian tumbuhan yang digunakan,
serta pada metode panen, ekstraksi, dan penyimpanan (Heinrich et
al., 2009).
Minyak-minyak atsiri harus merujuk pada nama binomial latin
spesies tumbuhan yang menghasilkan minyak tersebut. Bagian
tumbuhan yang digunakan harus dinyatakan secara khusus, dan
terkadang spesifikasi lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan
jenis senyawa kimia dalam suatu tumbuhan tertentu; misalnya,
Thymus vulgaris CT timol menjelaskan jenis senyawa kimia suatu
spesies timi yang memiliki timol sebagai kandungan kimia
utamanya (Heinrich et al., 2009).
Minyak atsiri diyakini bekerja dengan cara memberikan efek-
efek farmakologis setelah Absorpsi ke dalam peredaran darah dan
melalui efek aromanya terhadap sistem olfaktori. Terdapat bukti
bahwa minyak atsiri diabsorpsi ke dalam peredaran darah setelah
penggunaan secara topical (yaitu pemijatan) dan setelah dihirup,
meskipun jumlah yang memasuki peredaran darah kemungkinan
sangat kecil. Terdapat bukti bahwa minyak tea tree yang digunakan
secara topical efektif dalam pengobatan infeksi-infeksi kulit
tertentu, tetapi penelitian-penelitian ini belum menguji aromaterapi
yang dipraktikkan oleh aromaterapis (Heinrich et al., 2009).
Sedikit efek merugikan yang berkaitan dengan pengobatan
aromaterapi telah dilaporkan;sebagian besar laporan berkaitan
dengan kasus-kasusdermatitis kontak pada pasien atau aromaterapis.
Efek merugikan sementara yang bersifat ringan,seperti mengantuk,
sakit kepala dan mual, dapat terjadi setelah pengobatan aromaterapi.
Secara umum disarankan untukmenghindari penggunaan minyak
atsiri selam kehamilan, terutama selama trimester
10
pertama.Penggunaan minyak atsiri tertentu juga harus dihindari oleh
pasien epilepsy (Heinrich et al., 2009).
d. Terapi Pengobatan Bunga
Pengobatan bunga Bach dikembangkan oleh Dr Edward Bach
(1886-1936), seorang dokter dan ahli homeopati. Teorinya adalah
bahwa dengan mengobati respons emosional dan mental pasien
terhadap penyakitnya, gejala-gejala fisik akan dapat diredahkan. Ia
mengidentifikasi 38 keadaan psikologis negative (misalnya iri, putus
asa, rasa bersalah, tidak dapat memutuskan) dan mencari obta-obat
alam yang dapat digunakan untuk memperbaiki berbagai keadaan
pikiran yang negatif ini (Heinrich et al., 2009).
Berbagai jenis obat bunga banyak tersedia untuk dipilih sendiri
dan terapi mandiri.Selain itu beberapa orang menjalani pelatihan
untuk menjadi praktisi pengobatan dengan bunga; hal ini meliputu
beberapa professional pelayanan kesehatan, seperti beberapa dokter
umum, yang menggunakan obat-obatan bunga beserta praktik medis
konvensional yang mereka lakukan setiap hari (Heinrich et al.,
2009).
Bach mengembangkan 38 obat bunga, di antaranya terdiri atas
bunga-bunga liar tunggal dan pohon-pohon berbunga, dan 1 yang
diperoleh dari mata air alami. Ia bertujuan bahwa masing-masing
obat digunakan untuk keadaan emosional atau mental tertentu.
Misalnya:
Gentian (Gentiana amarella) untuk perasaan murung.
Holly (Ilex aquifolium) untuk perasaan iri.
Impatiens (Impatiens glandulifera) untuk ketidaksabaran.
Pinus (Pinus sylvestris) untuk rasa bersalah.
Rock rose (Helianthemum nummularium) untuk perasaan
takut.
11
lainnya: Impatiens (Impatiens glandulifera), bintang Betlehem
(Ornithogalum umbellatum), prem ceri (Prunus cerasifera), Rock
rose (Helianthemum nummularium), dan Clematis (Clematis
vitalba). Bach menganjurkan sediaan ini untuk digunakan dalam
situasi yang sulit mendesak, seperti syok, sangat ketakutan dan
kehilangan (Heinrich et al., 2009).
Obat-obat bunga Bach disiapkan dari tingtur induk yang dibuat
dari bahan-bahan tumbuhan dan mata air alami dengan
menggunakan suatu metode infus (penjemuran) atau metode
‘pendidihan’.Obat-obat bunga biasanya digunakan secara oral (2-4
tetes ditambahkan pada air dingin dan diminum sedikit-sedikit),
meskipun pada beberapa kasus, tetesan dapat diteteskan langsung
dibawah lidah dan bahkan pada pergelangan tangan atau pelipis.
Obat penyelamat juda tersedia dalam bentuk krim untuk penggunaan
luar (Heinrich et al., 2009).
Meskipun terdapat banyak laporan yang bersifat anekdot
mengenai keuntungan obat-obat bunga, tidak ada penelitian
eksperimenta maupun klinis tentang efek-efeknya yang terkenal.
Obat-obat bunga diklaim secra luas sama sekali tidak menimbulkan
efek merugikan. Efek-efek merugikan tidak mungkin terjadi,
mengingat bahwa sediaan tersebut hanya mengandung bahan-bahan
yang sangat encer. Namun, karena obat-obat bunga mengandung
alkohol, obat-obat ini mungkin tidak sesuai untuk beberapa orang.
Penggunaan suatu obat bunga secara berlebihan dapat
mengkwatirkan jika seseorang mengandalkan terapi mandiri dengan
menggunakan obat-obat bunga untuk kondisi-kondisi seperti
ansietas atau depresi, yang mungkin membutuhkan penanganan
medis dan bantuan professional lainnya (Heinrich et al., 2009).
12
2.2 Fokus Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas
Perawat penting mengenal terapi komplementer, karena masyarakat
termasuk di Indonesia masih banyak yang menggunakan terapi tradisional.
Menurut pengalaman penulis selama praktek keperawatan di masyarakat lebih
banyak melakukan tindakan awal dengan cara tradisional sebelum pergi ke
pelayanan kesehatan, sehingga perlu pengetahuan yang cukup untuk
membantu masyarakat dalam member informasi berbagai jenis tindakan.
Klien dapat memilih tindakan yang tepat sesuai dengan masalah yang
dialaminya. Perawat yang menguasai terapi komplementer juga dapat
memberikan tindakan sesuai kebutuhan klien. Hal ini sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan terapi komplementer dan alternative yaitu memberi
pelindungan kepada klien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan serta member kepastian hukum kepeda masyarakat dan
tenaga pengobatnya (Permenkes RI No 1109, 2007). Kondisi saat ini sudah
banyak perawat yang mengenal dan kompeten melakukan terapi
komplementer di Indonesia.
Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan terapi
komplementer dan alternative adalah holistik, komprehensif, dan kontinu.
Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan pendekatan perawat
yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis, social, cultural dan
spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013).
Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder, dan tersier (Edelman &
Mandle, 2010). Terapi komplementer dapat dilakasanakan disemua level
pencegahan tersebut misalnya seseorang yang ingin lebih sehat dengan
konsumsi suplemen nutrisi, pencegahan sekunder misalnya menggunakan
herbal unutk menyembuhkan penyakitdan contoh tersier menggunakan
massage untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk meningkatkan
fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Terapi komplementer mengajarkan
individu mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik
terhadap setres dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot,
ketidaknyamanan pada perut, nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry,
Stockert & Hall, 2013). Penerapan terapi komplementer dalam semua level
13
ini sesuai dengan prinsip komprehensif dalam keperawatan. Terapi
komplementer untuk semua level pencegahan tersebut juga memperhatikan
system klien.
14
merupakan sebuah kebutuhan bahwa perawat melakukan
pengembangan panduan untuk digunakan dalam pelayanan. Kunci
untuk mendapatkan keterampilan terapi komplementer seorang perawat
membutuhkan pendidikan lanjutan atau khusus (Snyder & Lindquist,
2010). Pendidikan tersebut dapat dilakukan secara mandiri di institusi
yang terakreditasi, adapun pelatihan terapi komplementer yang telah
diakui oleh Badan PPSDM (Pusat Pengembangan Sumber Daya
Manusia) Kesehatan RI yang telah dikembangkan adalah akupuntur dan
akupresur untuk tenaga kesehatan.
15
menggunakan pendekatan proses keperawatan, jika tidak demikian
makan praktik yang dilakukan identik dengan pengobat tradisional
(batra). Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan terapi
komplementer yang terintegrasi antara intervensi konvensional dengan
tradisional dapat memunculkan dileme terhadap penghargaan imbalan
jasa (Gaydos, 2001).
2) Terapi massase
16
tubuh manusia serta gerakan-gerakan tangan yang bersifat mekanis
terhadap tubuh manusia yang dilakukan dengan berbagai teknik
(Snyder & Lindquist, 2010)massase dapat berfungsi sebagai salah
satu terapi untuk meredakan berbagai keluhan fisik, seperti rasa
kembung, menghilangkan nyeri dan meredakan stress serta
kelelahan fisik. Massase membantu mengurangi ketegangan otot
dengan menstimulasi sirkulasi darah dalam tubuh, relaksasi
mengurangi nyeri, sedangkan pada bayi melancarkan sirkulasi
sehingga efektif meningkatkan berat badan (Snyder & Lindquist;
Mantle & Tiran, 2009).
3) Yoga
4) Bekam
Bekam dikenal dari masa kuno, cina dan timur tengah sebagai salah
satu teknik pengobatan tertentu didunia. Pengertian bekam adalah
melakukan suction pada bagian tertentu (lokal) dengan
menggunakan cups pada area yang telah dipilih pada tubuh. Tujuan
utama terapi ini untuk mempercepat aliran darah dan membantu
mengeluarkan darah yang sudah tidak memiliki manfaat bagi tubuh.
Bekam juga bermanfaat untuk mengeluarkan racun dari sirkulasi
kulit dan kompartemen interstisial (Kim et al, 2012).
5) Akupuntur
17
Akupunktur medik yang dilakukan oleh dokter umum berdasarkan
kompetensinya. Metode yang berasal dari Cina ini diperkirakan
sangat bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi kesehatan
tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri). Cara kerjanya
adalah dengan mengaktivasi berbagai molekul signal yang berperan
sebagai komunikasi antar sel. Salah satu pelepasan molekul tersebut
adalah pelepasan endorphin yang banyak berperan pada sistem
tubuh.
6) Terapi hiperbarik
18
berfungsi memperbaiki keadaan umum, meningkatkan sistem imun
tubuh, mengatasi konstipasi atau diare, meningkatkan nafsu makan serta
menghilangkan atau mengurangi efek samping yang timbul akibat dari
pengobatan kanker itu sendiri, seperti mual dan muntah, fatigue
(kelelahan) dan neuropati.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang
bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Terapi komplementer adalah
tindakan yang diberikan sebagai bagian dari keperawatan kesehatan, terdiri dari
berbagai macam bentuk praktik kesehatan selain tindakan konpensional,
ditunjukkan untuk meningkatkan derajat kesehatan ditahap pencegahan primer,
sekunder dan tersier yang diperoleh melalui pendidikan khusus yang didasari
oleh ilmu-ilmu kesehatan. Jenis-jenis terapi komplementer adalah akupuntur,
herbalisme medis, aromaterapi, terapi pengobatan bunga. Prinsip keperawatan
yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan terapi komplementer dan
alternative adalah holistik, komprehensif, dan kontinu. Prinsip holistik pada
terapi komplementer sesuai dengan pendekatan perawat yang mengacu pada
kebutuhan biologis, psikologis, social, cultural dan spiritual (Berman, et al
2015; Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Peran perawat yang dapat dilakukan
dari pengetahuan tentang terapi komplementer diantaranya sebagai konselor,
pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung, koordinator dan
sebagai advokat. Di Indonesia ada 3 jenis teknik pengobatan komplementer
yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan untuk dapat diintegrasikan
ke dalam pelayanan konvensional adalah akupuntur, terapi hiperbalik, herbal
medik.
3.2 Saran
Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca
maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena
penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata empurna dan kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang lebih baik.
20
DAFTAR PUSTAKA
Hadibroto, Iwan, dan Syamsir Alam. 2006. “Seluk Beluk Pengobatan Alternatif dan
Komplementer”. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Nies, Mary A & Melanie Mcewen. 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan
Keluarga. Elseiver Singapore.
21