Anda di halaman 1dari 25

TUGAS PBL

MENGEJAN PADA SAAT BUANG AIR KECIL

Disusun oleh : KELOMPOK 16

1. Luh Putu Lenny Widyantari 17700081


2. Lysdiana Tri Kurniawati 17700083
3. Ni Nyoman Wirastuti Anggraini 17700085
4. Ahmad Hoirul Anam 17700089
5. Arsyad Rizaldi 17700091
6. Krisma Teta Agusta 17700093
7. I Kadek Alit Wibawa Putra 17700075
8. Komang Darma Putra Wijana 17700049
9. Dhea Ermia Yusti Lamberra 12700457

PEMBIMBING TUTOR : dr. Maria Widijanti Sugeng, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya
sehingga Tugas Small Group Discussion berjudul “Mengejan Pada Saat Buang Air Kecil”
dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun untuk mahasiswa untuk memahami permasalahan atau topik dari
scenario yang sudah disediakan dalam buku pedoman modul mahasiswa pada mata Kuliah
Ilmu kedokteran Terintegrasi. Di harapkan setelah menganalisa mendalam suatu problem
atau sebuah kasus yang sudah disediakan, Mahasiswa bisa memahami dan dapat dijadikan
sebagai pengetahuan dan pembelajaran dalam rangka perkuliahan di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Penyusun menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan dan memberikan bantuan serta kemudahan untuk makalah ini.
Makalah ini tidak lepas dari segala kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan
hati, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca untuk
penyempurnaan ke depan.

Surabaya, 30 Oktober 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I SKENARIO ........................................................................................................... 1
BAB II KATA KUNCI ..................................................................................................... 2
BAB III PROBLEM ......................................................................................................... 3
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................. 4
4.1 Batasan ................................................................................................................ 4
4.2 Anatomi dan Fisiologi ......................................................................................... 4
4.3 Patofisiologi ......................................................................................................... 8
4.4 Jenis-jenis penyakit yang berhubungan ............................................................... 8
4.5 Gejala Klinis ........................................................................................................ 8
4.6 Pemeriksaan Fisik ................................................................................................ 8
BAB V HIPOTESIS AWAL (DIFERENTIAL DIAGNOSIS) ..................................... 12
BAB VI ANALISIS DARI DIFERENTIAL DIAGNOSIS ........................................... 13
BAB VII HIPOTESIS AKHIR ........................................................................................ 15
BAB VIII MEKANISME DIAGNOSIS .......................................................................... 16
BAB IX STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH ............................................... 17
9.1 Penatalaksanaan ................................................................................................... 17
BAB X PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI ................................................................... 19
10.1 Cara Penyampaian Prognosis Kepada Pasien / Keluarga Pasien ...................... 19
10.2 Tanda Untuk Merujuk Pasien ............................................................................ 19
10.3 Peran Pasien/keluarga untuk Penyembuhan ...................................................... 19
10.4 Pencegahan Penyakit ......................................................................................... 19
10.5 Komplikasi ........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 21

ii
BAB I

SKENARIO 4

MENGEJAN PADA SAAT BUANG AIR KECIL

1.1 Skenario
An. Tarjo usia 1 tahun, dibawa ibunya ke instalasi gawat darurat dengan keluhan
tidak dapat buang air kecil. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sebelum ini selalu
menangis dan mengejan pada saat buang air kecil. Sekarang bahkan tidak dapat buang
air kecil dan anaknya demam sejak dua hari yang lalu.

1
BAB II
KATA KUNCI

1. Susah buang air kecil


2. Mengejan saat BAK
3. Demam sejak 2 hari yang lalu

2
BAB III
PROBLEM

1. Apa penyebab susah BAK dan bagaimana proses terjadinya ?


2. Bagaimana penatalaksanaannya ?
3. Bagaimana prognosis dan komplikasinya ?

3
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 BATASAN
Berkemih merupakan peristiwa yang sangat vital bagi manusia. Berkemih
bertujuan untuk membuang kelebihan cairan dan substansi yang sudah diproses terlebih
dahulu di korteks ginjal. Hal ini begitu penting agar tidak terjadi penumpukan zat-zat
sisa di dalam tubuh.
Saluran berkemih atau traktus urinarius yang bermula dari ginjal, ureter, vesica
urinaria sampai dengan uretra harus dalam keadaan yang baik dan tidak memiliki
kelainan supaya proses berkemih tetap lancar. Pada laki-laki, uretra terdapat di dalam
corpus spongiosum penis yang berarti pembentukan penis atau genitalia eksterna
sendiri sangat penting sebagai muara akhir dari urine. Perilaku sehari-hari juga
mempengaruhi keadaan dari genitalia eksterna laki-laki.Gangguan berkemih bisa
berakibat kepada retensi cairan yang otomatis mengganggu homeostasis tubuh. Banyak
kelainan yang dapat terjadi pada genitalia eksterna dengan berbagai penyebab.
4.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Ginjal
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga
peritoneum. Berat ginjal pada orang dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira
seukurun kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang
disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf,
dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih,tempat urin
disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk
melindungi struktur dalamnya yang rapuh.

4
Nefron Sebagai Unit Fungsional - Ginjal Masing – masing ginjal manusia terdiri
dari kurang lebih 1 juta nefron, masing – masing mampu membentuk urin.Ginjal
tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal,penyakit
ginjal,atau proses penuan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara
bertahap. Setiap nefron terdiri dari:
(1) glomerulus ( sekumpulan kapiler glomerulus ) yang di lalui sejumlah besar
cairan yang difiltrasi dari darah dan (2) tubulus yang panjang tepat cairan hasil
filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang
dan beranastomosis,yang mempunyai tekanan hidrostatik tinggi ( kira – kira 60
mmHg ) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya.Cairan yang difiltrasi dari kapiler
glomerulus mengalir ke dalam kapsul Bowman dan kemudian masuk ke tubulus
proksimal. Dari tubulus proksimal,cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke
dalam medula renal.Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden.
Dinding cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling rendah sangat
tipis, dan oleh karena itu di sebut bagian tipis ansa Henle. Di tengah perjalanan
kembalinya cabang asenden dari lengkung tersebut ke kortex dindingnya menjadi
jauh lebih tebah dan, oleh karena itu disebut bagian tebal cabang asenden. Pada
ujung cabang asenden tebal terdapat bagian yang pendek, yang sebenarnya
merupakan plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai macula densa.Setelah macula
densa, cairairan memasuki tubulus distal, yang terletak pada korteks renal ( seperti
tubulus proksimal ). Tubulus ini kemudian di lanjutkan dengan tubulus renalis
arkuatus dan tubulus koligentes kortikal, yang menuju ke duktus kolidentes
kortikal.Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebi besar secara
progresif,yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung vavila
renal.Setiap ginjal,mempunyai kira- kira 250 duktus koligentes yang sangat besar,
yang masing – masing mengumpulkan urin dari sekitar 4000 nefron
B. Ureter
Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya antara 10 sampai 12
inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm sampai 1 cm. Ureter terdiri atas
dinding luar yang fibrus, lapisan tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah
dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menurun dari
ginjal sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari
muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan berjalan menuju

5
ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke kandung kemih melalui bagian
posterior lateral. Pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan anatomis, yaitu :
1. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari renal pelvis
sampai bagian ureter yang mengecil
2. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh darah arteri iliaka
3. Vesikouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam vesika urinaria
(kandung kemih).
Ureter berfungsi untuk menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih.
Gerakan peristaltik mendorong urine melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal
dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam
kandung kemih.
C. Vesica Urinaria
Vesica urinaria terletak tepat dibelakang os pubis di dalam rongga pelvis. Pada
orang dewasa kapasitas maksimum vesica urinaria sekitar 500 ml. Vesica urinaria
mempunyai dinding otot yang kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervariasi
sesuai dengan jumlah urin yang di kandungnya. Vesica urinaria yang kosong pada
orang dewasa terletek seluruhnya di dalam pelvis; waktu terisi dinding atasnya
terangkat sampai masuk regio hypogastrica. Pada anak kecil, vesica urinaria
terbenam ke dalam pelvis untuk menempati posisi seperti pada orang dewasa.
Vesica urinaria yang kosong berbentuk piramid mempunyai apex, basis, dan
sebuah fascies superior serta dua buah fascies inferolateralis; juga mempunyai
collum. Bila vesica urinaria terisi, bentuknya menjadi lonjong, permukaan
superiornya membesar dan menonjol ke atas, ke dalam cavitas abdominalis.
Peritoneum yang meliputinya terangkat pada bagian bawah dinding anterior
abdomen, sehingga vesica urinaria berhubungan langsung dengan dinding anterior
abdomen.
Batas-batas vesica urinaria
1) Pada laki-laki
 Ke anterior: sympisis pubis, lemak retropubik, dan dinding anterior abdomen.
 Ke posterior: vesica rectovesicalis peritonei, duuctus deferens, vesicular
seminalis, fascia rectovesicalis, dan rectum.
 Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di bawah musculus levator
ani.

6
 Ke superior: cavitas peritonealis, lengkung ileum, dan colon sigmoideum
 Ke inferior: prostat
2) Pada perempuan
Karena tidak ada prostat, vesica urinaria terletak lebih rendah di dalam
pelvis perempuan dibandingkan dengan pelvis laki-laki, dan collum vesicae
terletak langsung di atas diapragma urogenital. Batas-batas antara vesica urinaria
dengan uterus dan vagina.
 Ke anterior: sympisis pubis, lemak retropubik, dan dinding anterior
abdomen.
 Ke posterior: dipisahkan dari rectum oleh vagina
 Ke lateral: di atas musculus obsterator internus dan di bawah musculus
levator ani
 Ke superior: excavatio uterovesicalis dan corpus uteri
 Ke inferior: diapragma urogenitale.
D. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke keluar dari buli-buli
melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan
cairan mani. Uretra di perlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra,serta sfringter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos
yang dipersarafi oleh system simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter
ini terbuka .sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris oleh siste somatic yang
dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang .pada saat kencing sfingter ini
terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm , sedangkan uretra pada pria 23-25
cm. Perbadaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran
urine lebih sering terjadi pada pria.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra
yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.di bagian
posterior lumen uretra prostatk, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan
disebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat Krista
uretralis.bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat

7
dipinggir kiri dan kanan veromontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat
bermuara didalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika
4.3 PATOFISIOLOGI
Menurut (Muslihatun,2010:161) Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru
lahir, karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai usia
3-4 tahun, penis tumbuh dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium
(smegma) mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium
dengan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis
yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.
Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi
perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah
proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada sebagian
anak, preputium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung preputium mengalami
penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi. Biasanya anak menangis
dan pada ujung penis tampak menggelembung.
Air kemih yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan
arah yang tidak dapat diduga. Kalau sampai terjadi infeksi, anak akan menangis setiap
buang air kecil dan dapat pula disertai demam.
4.4 JENIS JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

1. Fimosis

Fimosis adalah keadaan dimana prepusium tidak dapat ditarik ke belakang untuk
membuka seluruh bagian glans penis (Cathcart P et al, 2006).
a. Gejala klinis

Gejala klinis fimosis dapat bervariasi dalam keparahan antara individu yang
terkena. Gejala umum fimosis meliputi:

1. Kesulitan buang air kecil


2. Ketidakmampuan untuk menarik kembali preputium
3. Pembengkakan ujung penis
4. Baloning (penggelembungan ujung prepusium penis pada saat miksi, dan
menimbulkan retensi urine)
5. Sakit berkemih

8
6. Biasanya anak menangis dan mengejan pada saat buang air kecil karena
timbul rasa sakit
7. Kulit penis tidak bisa di tarik kearah pangkal ketika akan di bersihkan
8. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang
memancar dengan arah tidak diduga
b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan prepusium penis yang lekat dan sulit di retraksi,
adanya gelembung pada ujung penis saat buang air kecil, inflamasi pada prepusium,
serta suhu tubuh yang subfebris

c. Pemeriksaan penunjang
1. pemeriksaan darah lengkap
2. USG penis
3. Pemeriksaan kadar TSH
2. Parafimosis
Parafimosis merupakan kondisi kulit prepusium yang jika ditarik dari glans penis,
tidak bisa dikembalikan ke posisi normal untuk menutupi glans penis. Prepusium
terjebak dibelakang sulkus koronarius.


A. Gejala klinis

1. Nyeri pada penis


2. Edema pada glands penis

B. Pemeriksaan fisik
1. Preputium tertarik ke belakang glans penis dan tidak dapat dikembalikan ke
posisi semula
2. Terjadi eritema dan edema pada glans penis
3. Nyeri
4. Jika terjadi nekrosis glans penis berubah warna menjadi biru hingga
kehitaman

C. Pemeriksaan Penunjangan
1. Tes darah dan tes urine pada terduga pengidap gangguan tersebut.

9
2. Tes dan pemeriksaan yang diperlukan untuk kondisi atau infeksi yang
mendasarinya.

3. Balanitis
Balanitis merupakan infeksi juga peradangan yang menyerang pria. Usia yang dapat
terkena balanitis bervariasi, mulai dari bayi hingga usia lanjut. Balanitis juga
peradangan atau infeksi kulit disebabkan jamur serta bakteri.

A. Gejala Klinis
1. Iritasi akibat dari rasa gatal pada kepala penis dan sekitarnya
2. Penis mengeluarkan bau yang tidak sedap
3. Kepala penis berwarna agak kemerahan. Hal ini merupakan pertanda
peradangan atau infeksi. Warna kemerahan berupa bercak atau bintik maupun
kemerahan secara menyeluruh.
4. Terlihat seperti ada ruam merupakan pertanda iritasi atau alergi
5. Keluar cairan yang kental dari bawah preputium. Biasanya akan menimbulkan
bau tidak sedap. Cairan ini akibat infeksi bakteri bernama Streptococcus sp.

6. Sulit menarik kulup menyebabkan sulit membersihkan penis, akibatnya terjadi


penumpukan bakteri atau jamur.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdapat kelenjar yang meradang dan eritematosa menegaskan
diagnosis balanitis. Untuk pria yang tidak disunat, mobilitas kulup harus dinilai
untuk menyingkirkan komplikasi phimosis dan paraphimosis.

C. Pemeriksaan Penunjang

1. Jika penis mengeluarkan cairan, maka dokter akan melakukan tes usap guna
mengambil sampel cairan tersebut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mendeteksi bakteri atau jamur penyebab infeksi.

2. Jika balanitis disebabkan oleh infeksi kulit yang bersifat kronis, maka dokter
akan melakukan tindakan biopsi dengan mengambil sampel jaringan penis dan
menelitinya di laboratorium

10
11
BAB V
HIPOTESIS AWAL (DEFFERENTIAL DIAGNOSIS)

1. Fimosis
2. Parafimosis
3. Balanopostisis

12
BAB VI
ANALISIS DARI DEFFERENTIAL DIAGNOSIS

Tabel analisis defferential diagnosis

Gejala Fimosis Parafimosis Balanopostosis

Nyeri pada penis + + +

Kepala penis
berwarna agak + - +
kemerahan.
Demam + - -

Ketidakmampuan
untuk menarik + + -
kembali preputium
Mengejan saat + + +
BAK
Pembengkakan + - +
ujung penis
Baloning + - -

Sakit berkemih + + +

Kulit penis tidak


bisa di tarik kearah + - +
pangkal
Air seni keluar + - +
tidak lancar
Prepusium penis + - +
yang lekat
Inflamasi pada + - -
prepusium

13
Kelenjar yang
meradang dan - - +
eritematosa

14
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

Dari hasil pemeriksaan-pemeriksaan di atas beserta diskusi kelompok kami bahwa


pasien mengalami Fimosis. Fimosis merupakan keadaan di mana prepusium tidak dapat di
tarik ke belakang (proksimal)/membuka.Kadang-kadang lubang pada prepusium hanya
sebesar ujung jarum, sehingga sulit untuk keluar.

15
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS

Anamnesa

 Tidak dapat buang air kecil sejak 2 hari yang


lalu, mengejan dan menangis saat buang air
besar, ujung penis kemerahan dan
menggembung, demam sejak 2 hari yang lalu
lahir spontan letak belakang kepala dengan
berat 2900 gram, masih minum ASI sampai Diagnosis Diferential
sekarang dan riwayat vaksinasi lengkap.
Fimosis
 Belum pernah sebelumnya mengalami hal
Parafimosis
seperti ini dan belum diobati.
Balanitis
 Tidak memakai pampers.

Px Fisik

Status Lokalis
 Preputium tidak bisa ditarik, tampak merah,
Hipotesis Akhir
bengkak, panas/hangat.
Dari hasil pemeriksaan-
pemeriksaan di atas
beserta diskusi kelompok
Px Penunjang
kami bahwa pasien
 Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium mengalami Fimosis.
dan radiologi khusus.
 Dapat dilakukan bila terkait infeksi saluran
kemih dan infeksi kulit.

16
BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

A. PENATALAKSANAAN

Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan pada saat


membersihkan penis, karena dapat menimbulkan luka dan terbentuk sikatrik pada
ujung preputium sehingga akan terbentuk fimosis sekunder.

Fimosis yang disertai balaniits xerotica obliterans dapat diberikan


salepdeksamethasone 0,1% yang dioleskan 3-4 kali sehari, dan diharapkan setelah 6
minggu pemberian, preputium dapat diretraksi spontan. Fimosis dengan keluhan
miksi, menggelembungnya ujung preputium pada saat miksi, atau infeksi prostitis
merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Fimosis yang disertai balantis atau
prostitis harusdiberikan antibiotika lebih dahulu sebelum dilakukan sirkumsisi.
Jikafimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi
(membuang sebagian atau seluruh bagian kulit preputium) atauteknik bedah lainnya
seperti preputioplasty (memperlebar bukaan kulitpreputium tanpa memotongnya).
Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah
fimosis patologik (Muslihatun,2010:162)

 Penatalaksanaan secara Konservatif

Cara menjaga kebersihan pada fimosis adalah dengan menjaga kebersihan


bokong dan penis. Berikut penjelasannya :

1. Bokong
Area bokong sangat mudah terkena masalah karena sering terpapar dengan
popok basah dan terkena macam-macam iritasi dari bahan kimia serta
mikroorganisme penyebab infeksi air kemih atau tinja, maupun gesekan
dengan popok atau baju. Biasanya, akan timbul gatal-gatal dan merah di
sekitar bokong. Meski tidak semua bayi mengalaminya, namun pada eberapa
bayi, gatal-gatal dan merah dibokong cenderung berulang timbul. Tindak
pencegahan yang penting adalah mempertahankan area ini tetap kering dan
bersih. Tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah sebagai berikut:

17
 Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau
bepergian.
 Jangan berganti-ganti merek diapers. Gunakan hanya satu merek yang
cocok dengan bayi
 Lebih baik gunakan popok kain. Jika terpaksa memakai diapers,
kendurkan bagian paha untuk ventilasi dan seringlah menggantinya
(tiap kali sehabis buang air kecil atau besar).
 Tak ada salahnya sesekali membiarkan bokongnya terbuka. Pastikan
suhu ruangan cukup hangat sehingga ia tidak kedinginan.
 Jika peradangan kulit karena popok pada bayi tidak membaik dalam 1-
2 hari atau lebih bila timbul lecet atau bintil-bintil kecil, hubungi
dokter.
2. Penis

Tindakan yang sebaiknya dilakukan pada area penis adalah sebagai berikut :

 Sebaiknya setelah BAK, penis dibersihkan denga air hangat


menggunakan kassa. Membersihkannya harus sampai selangkangan,
jangan digosok-gosok. Cukup diusap dari atas ke bawah dengan satu
arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bias hilang.
 Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak
iritasi.
 Setelah BAK, penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak
karena bisa menyebabkan iritasi.
 Memberikan salep kortikoid (0,05-0,1%) 2 kali per hari selama 20-30
hari. Terapi ini tidak dianjurkan bagi bayi dan anak-anak yang masih
memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar 3
tahun.

B. PRINSIP TINDAKAN MEDIS

1. Dilakukan tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruhbagian kulit


preputium).
2. Dilakukan tindakan teknik bedah preputioplasty (memperlebarbukaan kulit
preputium tanpa memotongnya).

18
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

A. PROGNOSIS

a) Ketidaknyamanan / nyeri saat berkemih.

b) Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang kemudian terkena

c) Infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.

d) Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

e) Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri
dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.

f) Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut balinitis.

g) Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.

h) Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis.

B. PENCEGAHAN

Tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah :

1) Jangan gunakan diapers sepanjang hari. Cukup saat tidur malam atau berpergian.

2) Jangan berganti-ganti merek diapesr. Gunakan hanya satu merek yang cocok
dengan bayi .

3) Sebaiknya setelah BAK penis dibersihkan dengan air hangat menggunakan kasa.
Membersihkannya sampai selangkang, jangan digosok-gosok.Cukup diusap dari
atas ke bawah dengan satu arah sehingga bisa bersih dan yang kotor bisa hilang.

4) Setiap selesai BAK, popok selalu diganti agar kondisi penis tidak iritasi.

5) Setelah BAK penis jangan dibersihkan dengan sabun yang banyak karena bisa
menyebabkan iritasi.

19
6) Sunat

Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan masalah


fimosis secara permanen. Rekomendasi ini diberikan terutama bila fimosis
menimbulkan kesulitan buang air kecil atau peradangan di kepala penis (balanitis).
Sunat dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun local.

C. KOMPLIKASI

Diagnosis fimosis sendiri bisa ditentukan dengan anamnesa riwayat penyakit dan juga
pemeriksaan sederhana di area penis. Setelah itu akan dilanjutkan dengan tes lanjutan.Seorang
pria yang menderita fimosis ini memang bias disembuhkan dan tidak mengakibatkan gejala yang
semakin buruk. Akan tetapi, fimosis juga tetap harus mendapat penanganan terbaik supaya tidak
menimbulkan beberapa komplikasi lanjutan.

1. Pendarahan Penis
Infeksi yang semakin lama semakin berkembang akan membuat darah keluar dari penis
bersamaan dengan air seni. Jika keadaan semakin kronis maka pendarahan yang terjadi juga
semakin besar dan darah bisa keluar dari penis kapan saja tidak selalu bersamaan dengan
buang air kecil.

2. Kista
Infeksi yang semakin berkembang juga bisa memicu terjadinya kista di bagian pangkal kepala
penis. Kista akan bertambah parah jika infeksi masih terjadi dan tidak segera diatasi. Kista ini
juga dapat menyebabkan air seni tidak dapat keluar yang kemudian semakin mempersulit
kulit penis ditarik ke arah belakang.

3. Pembengkakan Kulit
Fimosis yang tidak segera ditangani juga akan memicu pembengkakan kulit sehingga seluruh
bagian kulit akan membengkak dan menghambat proses buang air kecil.

4. Retensi Urin
Retensi urin bisa terjadi karena aliran air seni yang kurang lancar. Anak laki-laki biasanya
akan mengejan saat ingin buang air kecil dengan cara tidak wajar.

5. Disuria
Disuria ini terjadi saat anak mengalami rasa sakit luar biasa saat buang air kecil dan apabila
infeksi semakin berkembang maka akan membuat anak sulit buang air kecil meski sudah
mengejan

20
6. Masalah Ereksi
Saat beranjak dewasa dan fimosis belum juga mendapatkan penanganan, maka akan membuat
pria mengalami masalah ereksi. Rasa sakit yang hebat akan membuat pria tidak mampu ereksi
sehingga bisa berdampak kemandulan atau sperma yang terjebak pada organ bagian dalam.

7. Paraphimosis
Paraphomosis adalah keadaan saat kulit kulup terjebak pada posisi yang sedang ditarik ke
arah belakang penis. Kondisi ini akan membuat penderita merasa kesakitan dan terkadang
juga tidak bisa kembali ke posisi awal.

21
DAFTAR PUSTAKA

Agus Tusino, Niken Widyaningsih. Agustus 2017 ”KARAKTERISTIK INFEKSI


SALURAN KEMIH PADA ANAK USIA 0- 12 TAHUN DI RS X KEBUMEN
JAWA TENGAH CHARACTERISTICS OF URINARY TRACT INFECTION IN
CHILDREN AGES 0-12 YEARS IN X HOSPITAL KEBUMEN CENTRAL OF
JAVA”.Volume 9 Nomor 2, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Kebumen-
Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia Staf pada Fakultas Kedokteran,
Universitas Islam Indonesia

Arthur C. Guyton dan John E.Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC (hlm. 326, 327, 329)

Falah, Nur. 2017. Fimosis. Samarinda. Indonesia

Paulsen F,waschke, J. 2012. Sobota Atlas Anatomi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Purnomo, B. Basuki. 2009. Dasar-dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta:CV. Sagung Seto
Jakarta (hlm.6, 13)

Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi, Edisi ketiga. Malang:Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya. (hlm. 236-237)

22

Anda mungkin juga menyukai