Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia demam thypoid jarang dijumpai secara epidemic , tetapi
lebih sering bersifat seporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang
menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Pasien anak yang
ditemukan berumur diatas 1 tahun.
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
Masa inkubasi demam thypoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi
antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)
BP RSUD Kebumen adalah salah satu Rumah Sakit daerah yang
mengelola berbagai penyakit, termasuk penyakit thipoid. Bangsal Melati adalah
salah satu bangsal di BP RSUD Kebumen yang mengelola pasien anak. Di
Bangsal Melati pada bulan april terdapat 10 pasien anak yang menderita penyakit
thypoid.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi
akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa
demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa
disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak
kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih
kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
1.1 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian TYPOID ?
2. Apa etiologi TYPOID ?
3. Apa saja gejala penderita TYPOID ?

1
4. Bagaimana patofisiologi TYPOID ?
5. Apa saja klasifikasi TYPOID ?
6. Apa saja manifestasi klinis ?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik ?
8. Bagaiamana penatalaksanaan TYPOID ?
9. Bagaimana teori asuhan keperawatan TYPOID ?
1.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian TYPOID.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi TYPOID
3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang gejala pada TYPOID.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi TYPOID.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi TYPOID.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi klinis.
7. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik.
8. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan TYPOID.
9. Mahasiswa dapat menjelaskan teori asuhan keperawatan TYPOID

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi


salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella.( Bruner and Sudart, 1994 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala


sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,


Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi.

3
2.2 Etiolog

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan


C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.

2.3 Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang


dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman


salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan


oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.

4
2.4 Manifestasi Klinik

Masa tunas typhoid 10 – 14 hari

a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan
mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran`
2.5 Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan
perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

5
2.6 Penatalaksanaan
a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
4. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin

2.7 Pencegahan

Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air
mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas

6
2.8 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan


laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

7
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah
suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan


titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.

8
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :

a. Faktor yang berhubungan dengan klien :


1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai
dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya
pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi
seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti
mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut
dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi
sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan
kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O
biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer
aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab
itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang
mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya :
keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun
dengan hasil titer yang rendah. Reaksi anamnesa : keadaan dimana
terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena
penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang
yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
Faktor-faktor Teknis
1) Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung
antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu
spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang
lain.

9
2) Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi
hasil uji widal.
3) Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi


termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar
1) Loncat tali
2) Badminton
3) Memukul
4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara
bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan
b. Motorik halus
1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan
bermain alat musik.
c. Kognitif
1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan
masalah
3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali
sejak awal
4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
d. Bahasa
1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata
keterangan, kata penghubung dan kata depan
3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan`

10
10. Dampak hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga
akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress
tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit
dan pengobatan.
Penyebab anak stress meliputi ;
a. Psikososial
Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan
perubahan peran
b. Fisiologis
Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri
c. Lingkungan asing
Kebiasaan sehari-hari berubah
d. Pemberian obat kimia
Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun)
a) Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman
sebayanya
b) Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi
terhadap rasa nyeri
c) Selalu ingin tahu alasan tindakan
d) Berusaha independen dan produktif
Reaksi orang tua
a) Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit,
prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan
anak
b) Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan
pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit

11
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

A. Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,


alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal MRS, dan
diagnosa medis.
B. Riwayat kesehatan pasien
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan panas sudah 2 hari, muntah 3x
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang dengan diantar keluarganya dengan keluhan panas,
pusing, mual muntah 3x, semula di rumah sudah diperiksakan ke
mantri setempat, tetapi karena panas lagi maka segera dibawa ke
rumah sakit.
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini dan tidak pernah
dirawat di rumah sakit, hanya pilek atau batuk dan biasanya
diperiksakan ke mantri setempat. Tidak ada riwayat alergi.
Pasien mendapat immunisasi lengkap yaitu BCG, DPT, Polio,
Campak, DT dan Hepatitis.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit seperti ini dan tidak ada
penyakit herediter yang lain.
C. Pola kebiasaan pasien sehari-
1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit: Makan 3 x sehari, dengan nasi, lauk dan sayur, makanan
yang tidak disukai yaitu kubis dan yang paling disukai yaitu mie
ayam. Pasien makan dengan piring dan sendok biasa, tanpa
memperhatikan warna dan bahannya. Minum 7 - 8 gelas sehari.

12
2. Selama sakit : Makan 3x sehari, dengan diet bubur halus, hanya habis ¼
porsi, karena lidahnya terasa pahit. Pasien makan dari tempat yang
disediakan oleh rumah sakit. Minum 7 - 8 gelas sehari.
3. Pola Eleminasi
Sebelum sakit: BAB 1 x sehari dengan konsistensi lunak, warna kuning.
BAK 3-4 x sehari , warna kuning jernih.
Selama sakit: selama 2 hari pasien belum BAB. BAK 3-4 x sehari, warna
kuning jernih
4. Pola Istirahat – Tidur
Sebelum sakit: pasien tidur dengan teratur setiap hari pada pukul 20.00
WIB sampai jam 05.00 WIB. Kadang-kadang terbangun untuk BAK.
Pasien juga terbiasa tidur siang dengan waktu sekitar 2 jam. Ibu pasien
selalu membacakan cerita sebagai pengantar tidurnya.
Selama sakit : pasien susah tidur karena suasana yang ramai.
5. Pola Aktivitas
Sebelum sakit: pasien bermain dengan teman - temannya sepulang sekolah
dengan pola permainan berkelompok dan jenis permainan menurut
kelompok.
Selama sakit: pasien hanya terbaring di tempat tidur.
D. Pengkajia psiko- sosio-
1. Pandangan pasien dengan kondisi sakitnya.
Pasien menyadari kalau dia berada dirumah sakit dan dia mengetahui
bahwa dia sakit dan perlu perawatan tetapin dia masih ketakutan dengan
lingkungan barunya.
2. Hubungan pasien dengan tetangga, keluarga, dan pasien lain.
Hubungan pasien dengan tetangga dan keluarga sangat baik, banyak
tetangga dan sanak saudara yang menjenguknya di rumah sakit.
Sedangkan hubungan dengan pasien lain tidak begitu akrab. Pasien
ketakutan.
3. Apakah pasien terganggu dalam beribadah akibat kondisi sakitnya.
Pasien beragama Islam, dalam menjalankan ibadahnya pasien dibantu oleh
keluarganya. Ibu pasien selalu mengajakya berdoa untuk kesembuhannya.

13
E. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum : pasien tampak lemah.
b. Kesadaran : composmentis.
c. Kepala : normochepalic, rambut hitam, pendek dan lurus dengan
penyebaran yang merata.. Tidak ada lesi.
d. Mata : letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
e. Hidung : pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip,
bersih.
f. Mulut : tidak ada stomatitis, bibir tidak kering.
g. gigi : kotor dan terdapat caries
h. lidah : kotor
i. Telinga : pendengaran baik, tidak ada serumen.
j. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
k. Dada : simetris, pernapasan vesikuler.
l. Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium.
m. Ekstremitas :
1. atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh
keluarga.
2. bawah : tidak ada lesi
n. Anus : tidak ada haemorroid.
o. Tanda - tanda Vital :
1. Tekanan Darah: 120/80 mmHg
2. Nadi : 120 x/menit
3. Suhu : 39° C
4. Respirasi : 24 x/menit
F. Pemeriksaan penunjang
Hasil Laboratorium
1. Hematologi
Hb : 11,6 d/dl (14 – 18 d/dl)
Ht : 34,7% (34 – 48%)
Entrosit : 4,11 juta/uI (3,7 – 5,9.106 juta/uI)
VER : 84,5 fl (78 – 90 fl)

14
KHER : 33,6 g/dl (30 – 37 g/dl)
Leukosit : 12.200 /uI (4,6 – 11.103 /uI)
LED 1 jam : 40 /1 jam (P = 7 – 15 /jam)
2 jam: 80 /1jam (L = 3 -11 /jam)
Trombosit : 232.000 /uI (150 – 400.103 /uI)
Hitung jenis
Eosinofil : Segmen: 91%
Basofil : Limfosit: 9%
N. Batang : Monosit:
2. Bakteriologi Serogi
Widal
St - O 1/320
St - H 1/160
St - AH -
Spt - BH 1/320
3. Urine
Phisis = warna : kuning
Kimia = PH : agak keruh
Protein : (negatif)
Glukosa : (negatif)
Sedimen = epitel :+
Lekosit : + (6 – 8)
Eritrosit : + (1 -2)
Kristal : (negatif)
Silinder : (negatif)
3.2 Diagnosa keperawatan

Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisa untuk menentukan masalah


pasien dan merumuskan diagnosa keperawatan.
1) Diagnosa keperawatan yang muncul dalam tinjauan kasus yang ada dalam
pathway
2) Hypertermi berhungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.

15
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dan kebutuhan berhubungan dengan
intake yang kurang.
4) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus.
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan immobilisasi.
Diagnosa keperawatan yang tidak ada dalam kasus nyata tetapi dalam teori
ada, yaitu:
Diare berhubungan dengan inflamasi usus.

ANALISA DATA
NO SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM
1 DO : a. Suhu 39°C Pengaruh Hypertermi
b. Nadi 120 x/ menit endotoksin pada
c. Turgor sedang hipothalamus
DS : a. Pasien mengatakan intake yang
badannya terasa panas kurang
b. Pasien rnengeluh pusing

DO
2 : a. Pasien makan hanya habis ¼ Ketidakseimbangan
porsi intake yang nutrisi kurang dari
b. Muntah 3 x kurang kebutuhan tubuh
c. Lidah kotor
d. Pasien tampak lemah
e. BB turun:
Sebelum sakit = 26 kg
Setelah sakit = 24 kg
DS : a. Pasien mengatakan nafsu
makannya berkurang
b. Pasien mengatakan mual
c. Pasien. mengatakan
lidahnya terasa pahit

3 DO: a. Pasien tampak Peradangan usus

16
meringis kesakitan jika halus
perutnya ditekan Nyeri akut
b. Ekspresi wajah pasien tegang
c. Skala nyeri 3
d. Leukosit = 12.200 uI
DS : a. Pasien rnengeluh nyeri
epigastrium
b. Pasien mengatakan mual

4 DO : a. Gigi tampak kotor Defisit perawatan


b. Mulut bau diri
c. Kulit kotor Immobilisasi
d. Pasien tampak lemah
DS : Pasien mengatakan belum
mandi dan gosok gigi selama 2
hari

3.3 Perencanaan
Pada tahap-tahap perencanaan asuhan keperawatan pada An. S dengan
Typhus Abdominalis meliputi penentuan prioritas, penentuan tujuan dan
menentukan tindakan keperawatan
Dalam menentukan tujuan yang akan dicapai, unsur-unsur tujuan yang
digunakan yaitu spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistik dan waktu
pencapaianya juga perlu menentukan kriteria hasil. (Budi Anna Kelliat,1996)
Diagnosa keperawatan pertama, tujuan yang ingin dicapai adalah suhu tubuh
menjadi normal kembali setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam, diharapkan dengan kriteria waktu tersebut tidak terjadi kekurangan cairan
karena perspirasi yang meningkat yang akan menyebabkan kondisi tubuh makin
lemah.
Rencana tindakannya antara lain dengan mengukur tanda-tanda vital, yang
ditekankan pada pengukuran suhu untuk memantau penurunan suhu dengan tidak
mengabaikan pengukuran pernafasan, nadi dan tekanan darah.

17
Kompres dingin dan pemberian minum yang banyak untuk mengganti cairan
yang hilang lewat penguapan Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti
piretik, untuk menurunkan suhu.
Diagnosa keperawatan ke dua, dengan kritenia waktu 1 x 24 jam diharapkan
pasien tidak mual dan tidak muntah sehingga dapat menghabiskan porsi
makannya dengan evaluasi terakhir terjadi kenaikan berat badan.
Penulis membuat rencana tindakan dengan melibatkan keluarga dalam
memberikan makanan yang disukai pasien dalam batas diet, melakukan
penimbangan berat badan tiap hari untuk mengetahui status gizi pasien sehingga
dapat dilakukan tindakan keperawatan lebih lanjut dan memudahkan dalam
pemberian terapi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti emetik untuk
mencegah rasa mual dan muntah, serta pemberian cairan parenteral sebagai
penambah asupan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.
Diagnosa keperawatan ke tiga, tujuan yang ingin dicapai nyeri berkurang
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, karena kalau tidak
cepat diatasi akan mengganggu aktifitas pasien. Dengan rencana tindakan yang
lebih memfokuskan pada pengajaran tehnik relaksasi dan distraksi serta latihan
nafas dalam saat nyeri. Juga kompres dingin pada daerah yang nyeri karena
dengan vasokontriksi dapat memblok rasa nyeri. Pemberian diet lunak
dimaksudkan pada pasien Typhus Abdominalis terdapat tukak-tukak pada usus
halus sehingga tidak terjadi pendarahan atau perforasi usus.
Diagnosa keperawatan ke empat, tujuan yang hendak dicapai adalah
perawatan diri terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan sekitar 20 menit.
3.4 Pelaksanaan
Pada diagnosa keperawatan yang pertama, semua rencana tindakan dapat
dilakukan seluruhnya. Pada saat kompres seharusnya dilakukan pada lipatan
ketiak, lipat paha dan dahi yang banyak pembuluh darahnya tetapi hanya
dilakukan di dahi karena pasien merasa risih. Mengukur tanda-tanda vital
dilakukan setiap 6 jam sekali. Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan anti
piretik (paracetamol 3 x 500 mg) dan anti biotik (injeksi ampicillin 2 x I gr).
Injeksi antibiotik dilakukan sampai hari ke-6 dan diganti anti biotik oral (amoxilin
3 x 500 mg).

18
Dalam diagnosa keperawatan ke dua, diberikan cairan parenteral (dextrose
5% 20 tetes/menit) dan anti emetik (primperan 1/2 cth). Semua tindakan dapat
dilakukan bersama perawat dan keluarga terutama dalam memberikan makanan
tambahan.
Untuk diagnosa keperawatan yang ketiga dan kelima rencana tindakan
keperawatan dapat dilakukan sepenuhnya.
Kompres dingin, tehnik relaksasi dan distraksi dilakukan pasien men jelang
tidur agar atau saat nyerinya datang dapat beristirahat dengan cukup dan untuk
mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan yang ke empat dilakukan tidak hanya sekali, tetapi
setiap pagi dan sore selama pasien dirawat.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi digunakan sebagai tolak ukur berhasil tidaknya tindakan keperawatan
yang telah dilakukan. Evaluasi dari keseluruhan diagnosa keperawatan adalah
sebagai berikut :
a. Hypertermi berhubungan dengan pengaruh endotoksin pada hipotalamus.
Masalah dapat diatasi sepenuhnya tanggal 13 Juli 2005, suhu tubuh
kembali normal menjadi normal 37°C dan tetap diobservasi sampai
pasien diperbolehkan pulang.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang
Masalah dapat teratasi pada tanggal 16 Juli 2005 dengan kenaikan berat
badan pasien yang semula 24 kg menjadi 24,1 kg
c. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada usus halus
Masalah dapat teratasi sepenuhnya pada tanggal 14 Juli 2005, dari skala
nyeri 3 menjadi skala nyeri 0. Rencana tindakan dihentikan.

19
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna
dan gangguan kesadaran. Penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella type A.B.C penularan
terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Cara pencegahan penyakit typoid yang dilakukan adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan,
hindari minum susu mentah (yang belum dipasteurisasi), hindari minum air
mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
4.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka
dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang
penyakit typoid dengan baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Djauzi & Sundaru. 2003. Imunisasi Dewasa. Jakarta : FKUI


Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Soegeng, S. 2005. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”. Jakarta
: Salemba Medika
Suryadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Agung Setia
Syamsuhidayat, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

21

Anda mungkin juga menyukai