Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KOMUNIKASI BISNIS

“STRATEGI MEMBUAT IKLAN”

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah : Komunikasi Bisnis
Dosen Pengampu : Irwan Saputro Sugiharto, S.E., M. Si.

Disusun Oleh :
1. Arindya Rohmatul Ummah (1717201005)
2. Dewi Indraswari (1717201013)
3. Erlina (1717201016)
4. Farkhan Iskandar (1717201020)
5. Istiqomatul Ngaeniyah (1717201029)
6. Melia Winda Lestari (1717201033)
7. Pawit Tazkiyatur Rizkiyah (1717201036)
8. Sefianti Nur (1717201038)
9. Unik Lestari (1717201044)
10. Zahrotus Syifa (1717201047)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
TAHUN 2018//2019

I
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan Makalah Komunikasi Bisnis yang berjudul “Etika Dalam
Komunikasi Bisnis” sesuai dengan waktu yang telah diberikan. Serta penulis
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalamn
proses penyelesaian makalah ini.
Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu dengan
mengumpulkan dan mengkaji materi dari berbagai sumber dan referensi. Dengan
begitu, makalah yang telah disusun ini dapat memberikan informasi yang akurat
dan bisa dibuktikan, serta dapat memberikan pemahaman terhadap pembaca
dengan materi yang dipandang melalui berbagai subjek.
Tidak lupa dengan segala kerendahan hati, penulis berharap pembaca bersedia
memberikan kritik dan saran yang membangun mengenai penulisan makalah ini,
agar penulis dapat merevisi lagi dengan baik serta mampu mengutamakan kualitas
makalah di masa yang selanjutnya.

Purwokerto, 29 April 2019

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika ............................................................................................. 4
B. Jenis-Jenis Etika.............................................................................................. 4
C. Etika Bisnis Islam ........................................................................................... 6
D. Nilai-Nilai dalam Etika Bisnis Islam.............................................................. 7
E. Landasan Etika Bisnis Islam........................................................................... 9
F. Larangan dalam Bisnis Islam........................................................................... 13
G. Studi Kasus..................................................................................................... 17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam telah mengatur kehidupan manusia dengan ketentuan-ketentuan
yang semestinya. Keberadaan aturan itu semata-mata untuk menunjukkan
jalan bagi manusia dalam memperoleh kemuliaan. Kemuliaan bisa didapatkan
dengan jalan melakukan kegiatan yang diridai Allah Swt.. Sikap manusia
yang menghargai kemuliaan akan selalu berusaha “menghadirkan” Allah di
dalam setiap tarikan napasnya. Salah satu kajian penting dalam Islam adalah
persoalan etika bisnis.
Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan
kritis tentang nilai, norma, atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda
dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk,
sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa
sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada
tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk
apa alasan pikirannya merupakan lapangan etika.
Dalam konteks bisnis, konflik norma dan etika ini juga kerap terjadi. Di
satu sisi agama melarang praktek bisnis curang, namun tradisi yang
berkembang menuntut kelihaian seseorang untuk melihat peluang yang ada,
terlepas apakah merugikan orang lain. Sayangnya pilihan dijatuhkan untuk
meraih keuntungan yang besar walaupun resiko kerugian yang dihadapi
seringkali yang merasakan akibatnya bukan pelaku tetapi rakyat kecil jauh
lebih besar. Konflik norma dan etika membuat tingkah laku pelaku bisnis
menjadi bertentangan dari yang diharapkan. Tidaklah mengherankan jika
berkembang satu ungkapan, menjunjung etika dalam kegiatan bisnis akan
menghambat tujuan kegiatan bisnis itu sendiri.
Menurut Rosita Noer, pelaku bisnis sering kali mengalami cultural shock
.Mereka melihat dan merasakan pergeseran kehidupan bisnis yang sudah
tidak lagi menempatkan etika dalam posisi yang semestinya. Pada sisi lain

1
mereka juga sedang mencari-cari sistem nilai yang “pas” (tanpa kehilangan
rasa kepantasan hati nurani mereka dalam beraktivitas). Akhirnya muncullah
sikap ambivalen. Disatu sisi pelaku bisnis bahkan beberapa organisasi bisnis
ingin menegaskan dirinya sebagai pembawa peradaban bisnis (bussines
civilization initiator), tetapi pada sisi lain mereka cenderung untuk melakukan
pembenaran terhadap cara-cara bisnis yang melanggar etika.1
Pebisnis diharapkan mampu bertindak secara etis dalam berbagai
aktivitasnya, artinya bisnis yang dilakukannya harus mampu memupuk atau
membangun tingkat kepercayaan stakeholders-nya. Kepercayaan, keadilan
dan kejujuran merupakan elemen pokok dalam mencapai suksesnya bisnis di
kemudian hari. Sebuah perusahaan harus memiliki etika dalam menggunakan
sumber daya yang terbatas, dan apa akibat dari pemakaian sumber daya
tersebut, apa akibat dari proses produksi yang menimbulkan polusi. Dengan
demikian, perusahaan bisnis perlu memiliki standar etik yang lebih tinggi,
karena mereka langsung berhadapan dengan masyarakat, yang selalu
mengawasi kegiatan mereka.2

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat memberikan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari etika?
2. Apa saja jenis-jenis etika?
3. Bagimana etika bisnis dalam Islam?
4. Bagaimana nilai-nilai dan landasan etika bisnis dalam Islam?
5. Apa saja hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam bisnis Islam?

C. Tujuan Penulisan
1
Rosita Noer, Menggugah Etika Bisnis Orde Baru, (Jakarta: Sinar harapan, 1998), hal. 63
2
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta,
2014), hal.376.

2
Dari rumusan masalah diatas, tujuan penulisannya adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari etika.
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis dari etika.
3. Untuk mengetahui bagaimana etika bisnis dalam Islam.
4. Untuk mengetahui nilai-nilai dan landasan etiksa bisnis dalam Islam.
5. Untuk mengetahui hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam bisnis Islam.

BAB II

3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari
dua kata yaitu Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat
yang biasa. Ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang
baik.3 Etika adalah ilmu yang menyelidiki baik dan buruk dengan
memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran.4
Etika dipahami juga sebagai suatu perbuatan standar (standard of
conduct) yang mengarahkan individu untuk membuat keputusan. Etika
merupakan studi mengenai perbuatan yang salah dan benar dan pilihan moral
yang dilakukan oleh seseorang. Keputusan etik ialah suatu hal yang benar
mengeni perilaku manusia.5

B. Jenis-Jenis Etika
1. Etika Filosofis
Secara harfiah etika filosofis dapat dianggap sebagai aktivitas
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Berikut ini menjelaskan dua sifat etika:
 Filsafat non-empiris diklasifikasikan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu
pengetahuan empiris adalah ilmu berdasarkan fakta atau beton. Tapi
filosofi ini tidak terjadi, filosofi mencoba untuk melampaui beton
seakan bertanya apa yang ada di balik gejala beton.
 Cabang filsafat praktis untuk berbicara tentang sesuatu “ada”.
Misalnya, filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Tetapi etika
tidak terbatas pada itu, tapi bertanya tentang “apa yang harus
dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat praktis
3
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996 ), hal. 217.
4
Syarifah Habibah, “Akhlak dan Etika dalam Islam”, dalam Jurnal Pesona Dasar, Vol. 1,
No. 4, 2015, hal. 73.
5
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta,
2014), hal.377.

4
karena langsung berhubungan dengan apa yang harus dan tidak harus
menjadi manusia. Tapi ingat bahwa etika tidak praktis dalam arti
menyajikan resep siap pakai.
2. Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis.
Pertama, etika teologis tidak terbatas pada agama tertentu, tapi setiap
agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika
teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena banyak unsur
di dalamnya yang dalam etika secara umum, dan dapat dipahami sebagai
memahami etika secara umum.
3. Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis
Ada perdebatan tentang posisi etis etika filosofis dan teologis di
ranah etika. Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika, ada tiga
jawaban yang diusulkan penting untuk pertanyaan di atas, yaitu:
 Revisionisme
Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430), yang
menyatakan bahwa kewajiban untuk merevisi etika teologis, benar
dan meningkatkan etika filosofis.
 Sintesis
Jawaban yang diusulkan oleh Thomas Aquinas (1225-1274)
yang mensintesis etika filosofis dan etika teologis sehingga dua jenis
etika, untuk melestarikan identitas masing-masing, menjadi sebuah
entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah
yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas
yang bersifat khusus.
 Diaparalelisme
Jawaban yang diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-
1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai
fenomena paralel. Hal ini dapat sedikit seperti sepasang rel kereta api
paralel.

5
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus
membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
2. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.
Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma,
karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi
ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
3. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat
normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya
terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya
fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini
lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.6

C. Etika Bisnis Islam


Fenomena menarik di kalangan umat Islam saat ini adalah terdapat
realitas bahwa masyarakat muslim relatif tertinggal secara ekonomi dari pada
masyarakat nonmuslim sehingga melahirkan stigma berpikir yang kolektif
dan cita-cita untuk membangun tatanan ekonomi yang berdasarkan etika
ekonomi Islam. Perumusan etika ekonomi Islam dalam setiap kegiatan bisnis
diperlukan untuk memandu segala tingkah laku ekonomi dikalangan
masyarakat muslim. Etika bisnis Islami tersebut selanjunya dijadikan sebagai
kerangka praktis yang secara fungsional akan membentuk suatu kesadaran
beragama dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi (religiousness
economyc practical guidance).7
Dunia bisnis yang baik ingin mendapat ridho Allah SWT. Haruslah
menjunjung nilai-nilai etika dan moral sehingga usaha dan hasil dari usaha
6
Rajil Munir, “ Pengertian Etika, Jenis-jenis dan Manfaat Etika Beserta Contohnya “,
https://forum.teropong.id/2017/08/03/pengertian-etika-jenis-jenis-dan-manfaat-etika-beserta-
contohny/ (diakses pada 26 April 2019, pukul 19.11 WIB).
7
Aris Baidowi “Etika Bisnis Perspektif Islam” dalam Jurnal JHI, Volume 9, Nomor 2,
Desember 2011, hal. 3.

6
yang ia lakukan merupakan hasil yang bersih dan mendapat berkah baik di
dunia maupun di akhirat. Istilah etika dalam syariah disamakan dengan
“akhlaq, budi pekerti, perangai, tabiat, moral, sopan santun, dan sebagainya,
sebagaimana diuraikan oleh Hamzah Ya’kub (1991) bahwa kata ahklaq
berasal dari bahasa Arab, yang diartikan sama dengan budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat.
Etika bisnis dapat dipahami sebagai aturan main yang tidak mengikat
karena bukan hukum, namun perlu diperhatikan dengan baik karena menjadi
batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting
mengingat dunia bisnis tidak lepas dari elemen-elemen lainnya.

D. Nilai-nilai dalam Etika Bisnis Islam


Islam pada hakikatnya merupakan agama besar yang telah mengajarkan
konsep-konsep unggul lebih dulu dari Protestan, akan tetapi para penganjur
dan para pengikutnya kurang memperhatikan dan tidak melaksanakan nilai-
nilai yang terkandung di dalam Islam sebagaimana mestinya. Tantangan bagi
muslim di Indonesia sesungguhnya berkenaan dengan kemampuan untuk
menggali inner dynamics sistem etika yang berakar dalam pola keyakinan
yang dominan.
Berikut ini akan diungkapkan nilai-nilai etika syariah yang dapat
mendorong bertumbuhnya dan suksesnya bisnis, yaitu :
1. Konsep Ihsan
Ihsan adalah usaha individu untuk bersungguh-sungguh dalam
bekerja, tanpa kenal menyerah, memiliki dedikasi penuh menuju
optimalisasi. Ihsan ini tidak sama dengan perfeksionisme. Ihsan adalah
optimalisme.
Jadi, kaum Muslimin harus mengerjakan setiap pekerjaannya sebaik
mungkin, semaksimal mungkin, seperti misalnya kita beribadah,
lakukanlah sebaik mungkin.
2. Itqan

7
Itqan artinya membuat sesuatu dengan teliti dan teratur. Jadi harus
bisa menjaga kualitas produk yang dihasilkan, adakan penelitian dan
pengawasan kualitas sehingga hasilknya maksimal. Allah SWT telah
menjanjikan bahwa siapa saja yang bersungguh-sungguh maka Dia akan
menunjukkan jalan kepadanya dalam mencapai nilai yang setinggi-
tingginya.
3. Konsep Hemat
Umat muslim harus hemat dengan harta, tapi tidak kikir dan tidak
menggunakannya kecuali untuk sesuatu yang benar-benar bermanfaat.
Dengan berhemat ini, maka kita dapat menghemat sumber-sumber alam,
kita menyimpan dan menabung. Dana tabungan ini akan dapat digunakan
sebagai sumber investasi lebih lanjut, yang pada gilirannya akan
digunakan untuk produksi. Lingkaran ini akan menghasilkan tambahan
harta bagi seseorang. Dan harta ini sangat berguna sebagai dukungan
ketaqwaan kepada Allah SWT, dan mengarahkan kita ke kehidupan
beragama yang lebih bermakna.
4. Kejujuran dan Keadilan
Kejujuran yang ada pada diri seseorang membuat orang lain senang
berteman dan berhubungan dengannya. Dalam bisnis, pemupukan relasi
sangat mutlak diperlukan, sebab relasi ini akan sangat membantu
kemajuan bisnis dalam jangka panjang. Sedangkan keadilan perlu
diterapkan, misalnya terhadap pegawai, ada aturan yang jelas dalam
pemberian upah, dengan prinsip keadilan itu, tidak membeda-bedakan
manusia yang satu dengan yang lainnya.
5. Kerja Keras
Rasulullah SAW sangat terkenal dengan pelaksaan konsep ini.
Simbol “tali dan kampak” adalah lambang kerja keras yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAW dalam menyuruh umatnya bekerja keras, jangan
hanya berpangku tangan, dan minta belas kasihan orang lain.
Kita mengetahui bagaimana Rasulullah SAW masa kecilnya telah
mulai bekerja keras menggembalakan domba orang-orang Makkah, dan

8
beliau menerima upah dari gembalaan itu. Setelah umur 12 tahun beliau
mulai berdagang bersama kafilahnya dari stau kota ke kota lainnya.
Sangat dianjurkan kerja kerja keras itu dilakukan sejak pagi hari. Setelah
shalat subuh, janganlah tidur kembali, namun carilah rizki dari Rabb-mu.

Jika demikian beberapa konsep nilai etika bisnis Islam yang jika kita
mampu melaksanakannya secara istiqamah, maka Insya Allah kemajuan
dalam bisnis dapat dicapaii dengan lebih optimal.8

E. Landasan Etika Bisnis Islam


Persaingan dalam bisnis adalah hal yang alamiah, untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal, tetapi persaingan bisnis dalam Islam harus
dilakukan dengan baik, baik dalam tujuannya maupun dalam caranya. Karena
itu, setiap kegiatan bisnis dalam Islam selalu memiliki etika yang harus
dipedomani dan dijadikan dasar bisnis tersebut. Etika bisnis itu antara lain:
1. Jujur atau Amanah
Dalam kegiatan bisnis harus ada kejujuran karena tanpa ada
kejujuran bisnis akan hancur. Kejujuran adalah menjaga amanah atau
kepercayaan semua hal terkait dengan bisnis atau stakeholder.
Kepercayaan dalam bisnis merupakan sesuatu yang bersifat mutlak.
Bisnis tanpa kepercayaan akan runtuh. Dalam realitas persaingan bisnis
yang keras, seringkali seseorang terdorong keinginannya untuk
menggunakan jalan pintas, untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-
banyaknya secara mudah sehingga melupakan amanat atau kepercayaan
yang dipikulnya.
Untuk menjaga agar amanah dapat dijalankan dengan baik, perlu ada
catatan yang jelas terhadap apa yang sudah disepakati bersama dengan
perjanjian bisnis. Di samping itu perlu ada keterbukaan antara pelaku
bisnis.
Kejujuran adalah syarat yang paling mendasar dalam kegiatan bisnis.
Dalam tataran ini, beliau bersabda "Tidak dibenarkan seorang muslim
8
Buchari Alma dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta,
2014), hal. 385-387.

9
menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan
aibnya," (H.R. Al-Quzwani). "Siapa yang menipu kami, maka dia bukan
kelompok kami" (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri adalah contoh
perilaku yang selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para
pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di
bagian atas. Kejujuran yang diterapkan oleh rasulullah ini adalah sebagai
perwujudan dari prinsip custumer oriented pada konteks sekarang, yaitu
prinsip bisnis yang selalu menjaga kepuasan pelanggan.9
Dampak dari prinsip yang diterapkan oleh rasulullah SAW ini, para
pelanggan Rasulullah SAW tidak pernah merasa dirugikan serta tidak ada
keluhan tentang janji-janji yang diucapkan, karena barang-barang yang
disepakati dalam kontrak tidak ada yang dimanipulasi atau dikurangi.10
Dengan customer oriented memberikan ruang pilihan kepada para
konsumen atas hak khiyar (meneruskan atau membatalkan transaksi) jika
terjadi indikasi penipuan atau konsumen merasa dirugikan. Konsep
Khiyar ini dapat menjadi faktor dalam menguatkan posisi konsumen di
mata produsen, sehingga tidak terjadi perbuatan semena-mena oleh
produsen terhadap pelanggannya.
2. Tidak Merugikan Orang Lain
Bisnis dalam Islam memandang orang lain sebagai subyek, bukan
semata-mata sebagai obyek bisnis. Subyek dan obyek itu satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai obyek bisnis, maka orang lain
adalah pembeli atau pemakai jasa atau barang yang kita tawarkan, tetapi
di saat yang sama orang lain itu mempunyai posisi dan kedudukan yang
sama dengan kita, sebagai sesama manusia hamba Allah yang tidak boleh
dizalimi, disakiti dan dirugikan.
Dalam bisnis kita tidak boleh kehilangan nalar akal sehat yang hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain,
karena kita terpedaya untuk mengikuti hawa nafsu mendapatkan
keuntungan untuk diri sendiri sebanyak mungkin dengan merugikan
9
Afzalur Rahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1996),
hal. 55.
10
Norvadewi. “Bisnis dalam Perspektif Islam (Telaah Konsep, Prinsip dan Landasan Normatif)”
dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam AL-TIJARY. Vol. 01, No. 01, Desember 2015.

10
orang lain. Karena itu, perilaku bisnis yang merugikan orang lain pada
akhirnya akan merugikan diri sendiri, karena apa yang dilakukan kepada
orang lain itu akan terjadi juga pada dirinya.
Orang lain dalam bisnis harus dilihat sebagai mitra yang tidak boleh
dirugikan. Sebagai mitra, maka kita harus menjalin kerjasama yang baik
untuk kebaikan bersama. Kebaikan tidak akan hilang percuma karena
perbuatan baik pada akhirnya akan kembali kepada diri masing-masing
dengan mendapatkan kebaikan kembali. Demikian juga kejelekan yang
kita lakukan, pada akhirnya kejelekan juga yang akan diterima.
Bisnis dalam perspektif Islam adalah kebaikan yang bertujuan untuk
mewujudkan kebaikan dan dilakukan dengan cara-cara yang baik.
Keuntungan sebagai sesuatu yang baik harus dicapai dengan cara-cara
yang baik pula, sebagaimana Tuhan sudah berbuat baik dan memberikan
kebaikan kepada kita semua para makhluk-Nya.11
3. Keseimbangan Pembagian Keuntungan
Prinsip bisnis dalam Islam adalah ikatan kesepakatan untuk kebaikan
bersama yang didasarkan pada kerelaan dan untuk saling menjaga
keseimbangan. Dalam kaitan ini maka keseimbangan dalam bisnis dapat
diartikan keseimbangan dalam mendapatkan dan membagi keuntungan,
keseimbangan antara hak dan tanggung jawab. Tanpa adanya
keseimbangan dan keadilan, maka kerjasama dalam bisnis tidak akan
berlangsung lama.
Keseimbangan dalam bisnis perlu dijaga, agar perkembangannya
dapat dikendalikan jangan sampai melewati batas-batas moral yang sudah
ditetapkan sejak awalnya. Keseimbangan adalah dasar kehidupan yang
sejak awal diciptakan Tuhan dalam kehidupan manusia dan alam
semesta. Prinsip kehidupan dalam masyarakat dalam segala aspeknya
pada dasarnya harus mencerminkan adanya keseimbangan.
Keseimbangan peran antara atasan dan bawahan, keseimbangan hak dan
tanggung jawab di dalamnya. 12
4. Keadilan dalam Bisnis

11
Musa Asy’arie, Islam: Etika & Konspirasi Bisnis, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam,
2016), hal. 63-68.
12
Ibid., hal. 69-71.

11
Keadilan adalah prinsip umum etika dalam Islam, baik dalam kaitan
hukum, politik, ekonomi, budaya, sosial, maupun kegamaan. Keadilan
adalah jiwa kehidupan masyarakat. Jikalau dalam kehidupan masyarakat
tidak terdapat keadilan, maka penindasan satu sama lain akan
berlangsung dan menyeret masyarakat dalam konflik kekerasan, yang
akhirnya akan merusak kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Ikatan perjanjian dan kesepakatan dalam kehidupan masyarakat
menjadi tonggak kehidupan masyarakat untuk melangkah ke depan. Jika
diimplementasikan dalam kehidupan ekonomi, utamanya dalam kegiatan
bisnis, maka diperlukan catatan yang akurat yang menjadi rujukan
kebijakan yang akan diambil. Catatan yang akurat terhadap capaian-
capaian di masa lalu untuk memproyeksikan rencana capaian-capaian
kedepannya. Diperlukan pencatat-pencatat yang adil, bukan catatan yang
direkayasa yang akibatnya menyesatkan dan menjadi perselisihan yang
tidak produktif. Dalam perselisihan bisnis, maka penyelesaian yang
memenuhi prinsip keadilan itu penting, jangan sampai melibatkan konflik
kelompok tertentu karena akan merusak tatanan bisnis yang ada.13
5. Memandang Positif Pesaing Bisnis
Sesungguhnya kehadiran pesaing dalam dunia bisnis adalah
merupakan kemestian yang tidak bisa dihindari dalam bisnis apapun,
karena selalu sudah ada orang lain yang mendahuluinya. Karena itu,
seorang pelaku bisnis harus memandang adanya pesaing bukan suatu
ancaman baginya, tetapi menjadi tantangan untuk lebih maju lagi. Dari
pesaing kita tahu banyak kelemahan yang ada pada diri kita yang harus
dibenahi. Di samping itu, kehadiran pesaing juga menguntungkan bagi
konsumen karena ada pilihan baginya untuk mencari yang lebih baik.
Inilah prinsip fastabiqul khairat bersaing dalam kebaikan dan dengan
menempuh cara-cara yang baik, sebagai bagian dari usaha untuk
memajukan usaha bisnisnya yang akan membuatnya semakin kuat.
Adanya pesaing adalah suatu realitas dalam kehidupan manusia yang
harus diterima secara positif sebagai cara untuk bertindak rasional dan

13
Ibid., hal. 72-78.

12
konstruktif untuk membuat bisnisnya lebih maju lagi. Kualitas bisnis
seseorang sebenarnya ditentukan oleh bagaimana seseorang itu
menghadapi adanya persaingan sebagai sunatullah yang harus
diterimanya sebagai sesuatu yang positif untuk memacu dirinya bertindak
lebih baik lagi. Bahkan kita bisa berada dalam alur bisnis untuk saling
tolong menolong dalam kebaikan, untuk tidak saling membunuh, tidak
saling membunuh, tidak saling menghancurkan dan tidak saling tolong
menolong dalam keburukan.
Kita tidak boleh membunuh usaha pesaing bisnis, karena akan
berakibat melemahkan bisnis kita sendiri. Jika bisnis tidak ada lagi
pesaingnya, maka kita bisa bekerja sewenang-wenang yang akhirnya
merugikan para konsumen yang memakai produk barang atau jasa yang
kita tawarkan. Merasa tidak ada saingan, akibatnya tingkat pelayanan jadi
menurun, dan akhirnya mereka akan meninggalkan kita. Karena itu, tidak
boleh ada usaha mematikan pesaing bisnis.14

F. Larangan dalam Bisnis Islam


Dalam syariat Islam terdapat beberapa unsur yang akan dicegah dalam
transaksi bisnis atau perdagangan. Berkaitan dengan hal itu, larangan akan
riba, gharar, dan perjudian menjadi faktor paling strategis yang menentukan
kontrak-kontrak yang cacat dan harus dihindari serta menentukan keseluruhan
batas-batas yang tidak boleh dilanggar15.
1. Larangan Riba
Dalam pandangan Islam tidak ada perbedaan mengenai larangan riba
dan menganggap riba termasuk dalam dosa besar. Ini dikarenakan sumber
primer syariah Islam, yakni Al-qur’an dan Hadis yang sangat mengutuk
riba. Namun, terdapat perbedaan pemaknaan riba ataupun apa yang
menentukan sebuah riba, yang harus dihindari demi kesetaraan aktivitas
ekonomi terhadap keyakinan atas syariah Islam.
Rasulullah mengajarkan agar para pedagang senantiasa bersikap adil,
baik, kerja sama, amanah, tawakal, qana’ah, sabar dan tabah. Sebaliknya,
14
Ibid., hal. 78-83.
15
Veithzal Rival-Aminur Nurudin-Faisar Ananda Arfa, Islamic Business and Economic
Ethic (Jakarta: Bumi Aksara, 2012) hal 425.

13
beliau juga menasihati para pedagang agar meninggalkan sifat kotor
perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sesaat, dan hanya
merugikan diri sendiri baik duniawi maupun ukhrawi. Sebagai akibatnya,
kredibilitas hilang, pelanggan lari, dan kesempatan berikutnya sempit.
Rasulullah tidak hanya meletakkan dasar tradisi penciptaan suatu
lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak
sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri.
Dasar larangan riba yang terdapat dalam Al-qur’an salah satunya
terdapat dalam QS Ar-Rum ayat 39 :

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-
orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Menurut ayat diatas, sebagian manusia manambahkan hartanya
bukan untuk mencari keridaan Allah, tetapi untuk menambah banyaknya
hrta itu. Pemberian seperti itu, yaitu dengan maksud memberi hadiah
seorang dengan harapan akan dibalas dengan baik atau yang lebih
banyak, tidak ada tambahannya di sisi Allah. Dan si pemberi tidak akan
mendapatkan pahala, tetapi hal itu tidak ada dosanya.
Riba dapat terjadi dalam transaksi bisnis seperti hutang dan jual beli.
Dalam Al-qur’an yang telah dibahas mengenai riba dalam hutang, bahwa
pinjaman (qard) adalah komoditas atau sejumlah uang yang diambil dari
orang lain dengan kewajiban mengembalikan atau membayar kembali
dengan komoditas yang sama atau sesuai, atau sejumlah uang jika
diminta dikembalikan oleh kreditnya. Riba menurut kriterianya,

14
mencakup seluruh perolehan dari pinjaman dan utang, serta apapun yang
melampaui dan melebihi modal pinjaman prinadi dan komersial. Jadi,
bunga konvensional adalah riba.
Sedangkan dalam jual beli, adakalanya riba ini dilakukan pada
barang yang sejenis atau lain jenis dengan tempo pembayaran atau biasa
disebut dengan riba nasiah.
2. Larangan Gharar
Larangan utama kedua adalah tentang gharar, yang merujuk pada
ketidakadilan atau risiko yang disebabkan kurangnya kejelasan
sehubungan dengan pokok masalah atau harga dalam kontrak atau
perdagangan. Sebuah jual beli atau kontrak bisnis lain yang
menyebabkan unsur gharar adalah haram/dilarang. Gharar artinya risiko,
peluang, bertaruh atau risiko (khatar). Gharar ini ditemukan jika
kewajiban dari beberapa pihak atas sebuah kontrak bersifat tidak pasti
atau tidak jelas, pengiriman salah satu item yang diperdagangkan tidak
dikontrol oleh pihak manapunatau pembayaran dari satu pihak tidak
pasti.diterima dalam struktur dan bisnis Islam.
Ketidakpastian tidak dapat dihindari seluruhnya dalam bisnis
apapun. Pengambilan risiko lebih merupakan sebuah kondisi untuk hak
mendapat laba dalam bisnis. Namun demikian, maslahnya adalah sedikit
banyaknya ketidakpastian yang membuat sebuah transaksi menjadi haram
belum jelas terdefinisikan. Meski kandungan terkecil riba membuat
sebuah transaksi non syariah diterima dalam sebuah bisnis Islam, dalam
tingkat ketidakpastian tertentu. Namun dalam hal ini banyak bidang yang
masih membutuhkan ijtihad.
Imam Malik mengartikan gharar sebagai jual beli sebuah objek yang
tidak ada, jadi mutunya baik atau buruk, tidak diketahui oleh calon
pembeli. Jadi, gharar mencakup ambiguitas/ketidakpastian mengenai
hasil akhir sebuah kontrak dan sifat serta/atau mutu juga spesifikasi dari
materi pokok kontrak atau hak dan kewajiban para pihak, kepimilikan
dan/atau pengiriman artikel dagang.

15
Gharar bisa dicegah apabila standar-standar tentang kepastian
dipenuhi, seperti dalan kasus salam, dimana sejumlah dyarat-syarat
diharuskan untuk dipenuhi. Pemasok harus mampu mengirimkan
komoditas pada pembeli. Salam tidak bisa dilaksanakan dengan
menimbang, bahwa barang-barang itu yang biasanya tak tersedia di pasar,
sesuai pengiriman yang telah ditetapkan. Menjual barang yang tidak
bisa/tidak terkirim adalah dilarang. Komoditas harus jelas diketahui dan
jumlahnya harus ditetapkan dan diketahui para pihak yang berkaitan.
3. Larangan Maisir/Qimar
Kata maisir merujuk pada kekayaan yang tersedia dengan mudah atau
akuisisi kekayaan secara tak sengaja, apakah itu dengan mengambil hak
orang lain ataupun tidak. Qimar berarti permainan undian seorang meraih
keuntungan melalui biaya orang lain, seorang menyimpan uanganya atau
sebagian dari kekayaan dengan taruhan dimana sejumlah uang yang
dirisikokan akan membawa keuntungan uang yang besar atau mungkin
hilang atau hancur/rusak. Dalam Al-qur’an larangan berjudi dan bertaruh
adalah maisir, seperti dalam QS Al-Baqarah ayat 219 :

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah:


"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya." Dan mereka
bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir.
Maisir dan qimar terlibat dalam sejumlah transaksi keuangan
konvensional dan produk-produk/ skema bank, yang harus dihindari
bank-bank Islam. Asuransi konvensional tidaklah sesuai dengan syariah

16
disebabkan kandungan riba dan maisir di dalamnya. Pemerintah dan
perusahaan-perusahaan sektor public/swasta memobilisasi sumber-
sumber dananya berdasarkan lotere dan undian, yang muncul dengan
simbol perjudian dan oleh karena itu dilarang.
Dalam beberapa skema lain, tiket, kupon, atau undian diberikan atas
pembelian sebuah produk, ini mengandung akibat lebih jauh dari
penarikan undian. Dalam kasus-kasus tersebut, bujukannya melalui suatu
ketidakpastian dan peristiwa yang samar, tergantung pada peluang dan
promosi penjualan semacam itu jelas-jelas bertentangan dengan aturan
tertulis dalam Islam, khususnya pelarangan perjudian, pertaruhan dan
janji palsu.

G. Studi Kasus
Wardah adalah salah satu merek kosmetik yang cukup terkenal di
Indonesia. Produk wardah sebagai kosmetik halal pertama di Indonesia yang
dimana wardah memilih bahan-bahan halal dan aman yang mampu membuat
konsumen merasa nyaman secara psikis dan melindungi fisik dari kontamina
bahan yang tidak halal. Produk ciptaan PT Paragon Technology & Innovation
ini sudah banyak mengantongi penghargaan salah satunya adalah terpilihnya
sebagai Top Brand Award di tahun 2015 dan 2016 kategori kosmetik dan
menjadi Most Favorite Women Brand di tahun 2015.
Dewi Sandra Killick, yang akrab dikenal dengan nama Dewi Sandra
dipilih PT Paragon Technology and Innovation sebagai selebriti
pendukungnya dengan tujuan menampilkan kembali segmentasi dari
kosmetik wardah yaitu para wanita.
Dewi Sandra merupakan aktris, penyanyi, dan presenter yang memiliki
karakteristik seorang endorser yang bagus. Hal ini membuktikan dengan
atribut yang dimiliki oleh Dewi Sandra yaitu image yang baik di kalangan
para wanita, memiliki penampilan yang menarik dan muslimah, wajah yang
cantik, kemampuan berakting yang sangat mengagumkan, memiliki suara
yang indah dan sangat populer. Dewi Sandra digunakan beberapa kali oleh PT

17
Paragon Technology and Innovation sebagai model iklan Wardah Cosmetic,
dan salah satunya akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu Iklan Wardah
Cosmetic Versi Dewi Sandra Tahun 2016, yang dimana menampilkan cantik
dari hati seorang Dewi Sandra.
Kepopuleran Dewi Sandra dibuktikan dengan prestasinya sebagai
penyanyi yaitu Best R&B Album pada ajang AMI AWARD tahun 2001, dan
prestasi di bidang acting Dewi Sandra didaulat sebagai nominasi peran utama
wanita terbaik dalam film Air Mata Surga tahun 2015 dan sinetron Catatan
Hati Seorang Istri (2014) yang sukses membawa image Dewi Sandra sebagai
wanita yang baik hati. Brand Association dapat menciptakan informasi yang
padat bagi konsumen, mempengaruhi interprestasi terhadap fakta-fakta dan
mempengaruhi pengingatankembali atas fakta tersebut pada saat pengambilan
keputusan. Beberapa asosiasi memengaruhi keputusan pembelian dengan cara
memberikan kredibilitas dan rasa pecaya diri atas merek tersebut. Brand
Association juga merupakan aset yang dapat meningkatkan nilai dan dasar
penting melakukan pembedaan, keunggulan kompetitif, mempengaruhi
keputusan pembelian, mendorong perasaan dan sikap positif serta
peningkatan pembelian.
Keputusan pembelian merupakan salah satu komponen utama dari
perilaku konsumen. Suatu keputusan melibatkan pilihan di antara dua atau
lebih alternatif tindakan (atau perilaku). Dalam memahami perilaku
konsumen, terdapat banyak pengaruh yang mendasari seseorang dalam
mengambil keputusan pembelian suatu produk atau merek. Untuk dapat
memuaskan konsumen, perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen tersebut. Termasuk motif yang mendasari mengapa
seseorang membeli suatu produk, dimana mereka membeli kapan mereka
membeli, berapa yang mereka beli, pada tingkat harga berapa mereka mau
membeli produk tersebut. Wardah Cosmetic dengan formula inovatif yang
aman, halal, praktis, bahkan memenuhi kebutuhan dan selera setiap wanita.
Produk kosmetik halal sesuai dengan ketentuan syariat Islam, wardah yang
berarti bunga mawar. Produk wardah ini mengantongi sertifikat halal MUI

18
memberikan jaminan kebaikan produk. Dengan hadirnya kosmetik yang
halal, masyarakat khususnya kaum wanita di kota Makassar merasa lebih
aman dalam penggunaan kosmetik. Disamping itu model endorse yang
digunakan juga menjadi kecenderungan konsumen dalam melakukan
keputusan pembelian.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan berbagai uraian pada pembahasan diatas, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Etika merupakan suatu perbuatan standar (standard of conduct) yang
mengarahkan individu untuk membuat keputusan. Etika merupakan studi
mengenai perbuatan yang salah dan benar dan pilihan moral yang

19
dilakukan oleh seseorang. Keputusan etik ialah suatu hal yang benar
mengeni perilaku manusia.
2. Terdapat dua jenis dari etika, yaitu etika filosofis dan etika teologis.
3. Dunia bisnis yang baik ingin mendapat ridho Allah SWT, haruslah
menjunjung nilai-nilai etika dan moral sehingga usaha dan hasil dari
usaha yang ia lakukan merupakan hasil yang bersih dan mendapat berkah
baik di dunia maupun di akhirat. Etika bisnis islam dapat dipahami
sebagai aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum, namun
perlu diperhatikan karena menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang
dijalankan, baik batasan dari segi norma agama yang meliputi aturan-
aturan dalam al-Qur’an dan hadist.
4. Nilai-nilai etika yang dapat mendoring bertumbuhnya dan suksesnya
bisnis, yaitu ihsan; itqan; hemat; kejujuran dan keadilan; serta kerja keras.
Beberapa hal penting terkait dengan landasan dasar etika dalam bisnis
Islam, yaitu harus memandang positif pesaing bisnis; keadilan dalam
berbisnis; keseimbangan dalam pembagian keuntungan usaha; tidak
merugikan orang lain; serta jujur atau amanah.
5. Dalam Islam terdapat beberapa hal yang dilarang dilakukan apabila ingin
berbisnis, yaitu larangan terhadap praktik riba, larangan melakukan
gharar, serta larangan melakukan maisir/qimar.

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa. 2014. Manajemen Bisnis Syariah.
Bandung: Alfabeta.

Asy’arie, Musa. 2016. Islam: Etika & Konspirasi Bisnis. Yogyakarta:


Lembaga Studi Filsafat Islam.

Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Baidowi, Aris. 2011. Etika Bisnis Perspektif Islam. Jurnal JHI, Volume 9,
Nomor 2.

20
Habibah, Syarifah. 2015. Akhlak dan Etika dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar.
Vol. 1, No. 4.

Munir, Rajil. Pengertian Etika, Jenis-jenis dan Manfaat Etika Beserta


Contohnya. https://forum.teropong.id/2017/08/03/pengertian-etika-jenis-jenis-
dan-manfaat-etika-beserta-contohny/
Noer, Rosita . 1998. Menggugah Etika Bisnis Orde Baru. Jakarta: Sinar
harapan.

Norvadewi. 2015. Bisnis dalam Perspektif Islam (Telaah Konsep, Prinsip dan
Landasan Normatif. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam AL-TIJARY. Vol. 01, No.
01, Desember.

Rahman, Afzalur. 1996. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta:


Yayasan Swarna Bhumy.

21

Anda mungkin juga menyukai