PEMBAHASAN
98
klien tampak terpasang O2 nasal 3 l/menit, adanya penggunaan otot
bantu nafas, mukosa bibir kering, klien tampak lemah, seluruh aktivitas
klien di bantu oleh perawat dan keluarga. TTV di dapatkan TD:128/69
mmHg, Nadi 80 x/i, suhu :36,5 c, P : 26x/i
Berdasarkan analisa kelompok, adanya kesenjangan yang di
dapatkan antara teori yang ada dengan data, dimana keadaan pasien
cidera kepala berat seperti terdapatnya hemorasi dari hidung, faring atau
telinga, darah dari kunjungtiva, pada kasus tidak ditemukannya
perdarahan pada telinga, hidung ataupun konjungtiva.
Di samping itu juga terdapat kesesuaian antara teori dengan data
pengkajian yang didapatkan, dari beberapa pengkajian yang mewakili
beberapa tanda dan gejala cidera kepala berat telah sesuai dengan teori
yang ada terutama untuk keluhan utama yang dirasakan klien adalah
penurunan kesadaran, gangguan perfusi serebral dan peningkatan TIK
dan adanya gangguan pola nafas pada Tn.A dan terpasang O2 nasal 3
l/menit, hal ini sesuai dengan teori yaitu pasien cedera kepala berat
terjadinya penekanan saraf system pernafasan yang menyebabkan
hiperventilasi sehingga terjadi ya gangguan pola nafas sehingga
membutuhkan terapi oksigen (Muttaqin, 2011)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yag
actual dan potensial atau proses kehidupan (Andarmoyo, 2013).
Masalah keperawatan yang terjadi pada pasien saat pengkajian
adalah pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
neurologis ,perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial yang dialami pasien akibat benturan di
kepalanya saat kecelakaan, defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan.
Dari data yang ditemukan pada pasien maka diagnosa yang di
tetapkan pada kasus ini adalah:
99
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
Diagnosa ini ditegakkan sebagai diagnosa utama karena dalam
intervensi kita lebih mendahulukan pola nafas karena lebih mengancam
dalam kehidupan. Alasan selanjutnya karena adanya keluhan dari
keluarga pasien sesak nafas, nafas pasien cepat yaitu 26x/menit, dan
adanya sedikit penggunaan otot bantu nafas. Gangguan pola nafas pada
pasien di akibatkan oleh penurunan kesadaran pada pasien,perdarahan,
ada penekanan saraf sistem pernafasan sehingga terjadinya perubahan
pola nafas pada pasien yang ditandai dengan pernafasan meningkat.
Dari data yang didapatkan di dukung oleh teori yang ada, penulis
menyimpulkan Tn. A mengalami masalah pola nafas, sehingga penulis
menegakkan diagnosa yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan gangguan neurologis. Penulis memprioritaskan diagnosa ini
karena lebih mengancam untuk kehidupan (Black, 2014).
Pola nafas adalah ketidakadekuatan inspirasi dan/atau ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi adekuat yang di sebabkan oleh depresi
pusat pernapasan, hambatan upaya nafas, deformitas dinding dada,
gangguan neuromuskular, gangguan neurologis, imaturitas neurologis,
penurunan energi, sindrom hipoventilasi, cedera pada medula spinalis,
efek agen farmakologis, kecemasan dan kondisi klinis yang terkait yaitu
depresi sistem saraf pusat dan cidera kepala (SDKI, 2017).
2. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial
Pengangkatan diagnosa perfusi jaringan serebral sebagai
diagnosa kedua adalah karena saat pengkajian pasien masih mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS 8, pasien tampak tertidur dan dapat
di bangunkan dengan ransangan nyeri, setelah ransangan itu hilang
pasien langsung tertidur. Penyebab yang diangkat adalah berhubungan
dengan peningkatan tekanan intra kranial pada Tn. A di tandai dengan
alasan utama masuk ke RS dengan kecelakaan bermotor yang
100
mengakibatkan benturan yang keras pada kepala, kejang, penurunan
kesadaran, terjadinya memar di sekitar kepala pasien.
Menurut suharyanto dkk (2008), perfusi jaringan serebral tidak
efektif diakibatkan oleh adanya kerusakan sel otak yang meningkat
akibat trauma yang keras sehingga terjadinya perdarahan dan edema di
serebral. Edema yang terjadi akibat beberapa daerah diotak tidak kuat
jaringan serebralnya, sehingga timbul hiperkapnia yang menyebabkan
asidosis lokal dan vasodilatasi pembuluh darah. Tidak adekuatnya
suplai oksigen dan glukosa lebih lanjut dapat mengakibatkan
peningkatan intrakranial dari serebral, sehingga dapat menyebabkan
peningkatan intrakranial dan bisa mengakibatkan herniasi otak dan
kematian.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Diagnosa ini ditegakkan karena pasien tidak mampu untuk
melakukan aktifitas perawatan diri, seluruh aktivitas pasien dibantu
oleh keluarga dan perawat, klien tidak mampu untuk duduk.
Menurut SDKI (2017), defisit perawatan diri merupakan hambatan
kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/ aktivitas
perawatan diri untuk diri sendiri. Dibandingkan dengan kasus diagnosa
ini sesuai karena klien mengalami penurunan kesadaran yang secara
pasti klien tidak dapat untuk melakukan aktivitas hariannya terutama
dalam perawatan diri, sehingga seluruh aktivitas di bantu oleh orang
lain.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan langkah berikutnya dalam proses
keperawatan. Pada langkah ini perawat menetapkan tujuan dan hasil yang
diharapkan bagi pasien dan merencanakan intervensi. Dari pernyataan
tersebut diketahui bahwa dalam membuat perancanaan perlu
mempertimbangkan tujuan atau indikator yang diharapkan dari intervensi
keperawatan (Andarmoyo, 2013).
101
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan
neurologis
Menurut SIKI tahun 2018, intervensi yang dapat dilakukan untuk
diagnosa pola nafas tidak efektif adalah manajamen jalan nafas dengan
inikator: memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi,posisikan
semi Fowler atau fowler, auskultasi suara nafas, monitor sputum,
pertahankan kepatenan jalan nafas, berikan minum hangat, penghisapan
lendir, monitor pernafasan, fisioterapi dada, berikan oksigen. Namun dari
beberapa intervensi yang harus dilakukan menurut SiKI hanya beberapa
yang dapat di lakukan kepada pasien karena sesuai dengan keadaan dan
keperluan yang di butuhkan pasien. Penulis memberikan beberapa
intervensi untuk diagnosa pola nafas tidak efektif yaitu dengan posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi, posisikan semi Fowler atau fowler,
pertahankan kepatenan jalan nafas, monitor status pernafasan yang di
mulai dari menghitung frekuensi pernafasan, retraksi dinding dada, dan
berikan oksigen.
Tujuan untuk diagnosa utama yaitu pola nafas tidak efektif adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jan diharapkan
pola nafas dengan indikator pasien tidak sesak nafas,,irama pernafasan
dlaam batas normal, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, frekuensi
napas normal.
2) Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhbungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial
Untuk diagnosa perfusi jaringan serebral tidak efektif menurut
SDKI 2017, intervensi yang dapat dilakukan adalah monitor tekanan intra
kranial, dapat dilakukan peningkatan perfusi serebral, monitor peningkatan
TIK, stimulasi kognisi, manajemen edema serebral, monitor neurologi dan
monitor tanda tanda vital. Namun dari semua intervensi yang di paparkan
pada SIKI tidak semua dapat di ambil dan dilakukan kepada pasien hanya
sesuai kondisi pasien saja. Berdasarkan keadaan yang dibutuhkan pasien
sesuai kasus, kelompok memberikan beberapa intervensi untuk diagnosa
102
perfusi jaringan serebral yaitu dengan manajemen tekanan intrakranial dan
pemantauan tekanan intrakranial.
Tujuan untuk diagnosa kedua yaitu perfusi jaringan serebral tidak
efektif adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan perfusi jaringan serebral efektif dengan indikator tingkat
kesadaran pasien meningkat, kognitif meningkat, tekanan intrakranial
menurun sakit kepala menurun, gelisah menurun, kecemasan menurun,
agitasi menurun , demam menurun, nilai rata-rata tekanan darah membaik,
kesadaran membaik , tekanan darah sistolik membaik, tekanan darah
diastolik membaik, reflek saraf membaik.
4. Implementasi
103
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses
keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(Andarmoyo, 2013).
104
stimulus dengan menyediakan ligkungan yang tenang, memposisikan
pasien hand up 30˚ untuk mengobtimalkan perfusi serebral, memberikan
anti biotik ceftriaxon 2x 1 gr, memberikan monitol 20% 2 x 100 cc.
105
mengatakan pasien sudah tidak sesak O : pasien sudah tidak terpasang o2 nasal, RR :
20x/i, irama nafasnya teratur, pasien bernafas secara normal, posisi pasien semi fowler,
A: masalah pola nafas teratasi ,P : intervensi hentikan
106
Berdasarkan evaluasi yang di dapatkan oleh peneliti selama
pemberian implementasi di dapatkan bahwa adanya perkembangan pasien
setelah di berikan implementasi keperawatan dengan masalah perfusi
jaringan serebral. Terdapat peningkatan kesadaran per harinya setelah
diberikan implementasi keperawatan yang di tandai dengan adanya
peningkatan status kesadaran dengan peningkatan nilai GCS pasien dari
hari pertama sampai hari keempat pemberian implementasi.
Pada hari pertama di dapatkan nilai GCS 8 (E2 M4 V2) dengan
kesadaran somnolen, pada hari kedua di dapatkan nilai GCS 9 (E3 M4 V2)
kesadaran somnolen, pada hari ketiga evaluasi di dapatkan nilai GCS 10
(E3 M5 V2) kesadaran delirium dam pada hari keempat di dapatkan
peningkatan kesadaran dengan nilai GCS 12 (E4 M6 V2) kesadaran apatis.
3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Pada diagnosa ketiga kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan faktor mekanis, di dapatkan hasil evaluasi tanggal 17 juli 2019
yaitu, S: keluarga mengatakan luka bekas operasi sudah tampak bersih,
keluarga mengatakan luka sudah kering. O : luka sudah tampak kering dan
bersih, tidak ada tanda tanda infeksi, ukuran luka 15 cm berwarna
kemerahan, luka tampak terbuka, proses penyembuhan luka sudah
membaik. A: Kerusakan integritas jaringan teratasi P: Intrvensi
dihentikan, pasien pulang.
107